BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi, jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan juga cukup mahal untuk penanganannnya. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% , dimana prevalensi luka bakar tertinggi terdapat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Riau sama-sama 3,8% sedangkan di Provinsi Lampung tercatat sebesar 1,7% dari keseluruhan kasus cedera. Biaya yang dibutuhkan untuk penanganan luka bakar pun cukup tinggi. Penyebab luka bakar selain terbakar api langsung atau tidak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas, banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga (Sjamsuhidajat, 2004; DEPKES RI, 2007). Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter, jenis yang beratmemperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain . Penyebab luka bakar selain karena api (secara langsung ataupun tidak langsung), juga karena pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api (misalnya tersiram panas) banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga (Sjamsuhidajat,2005). Dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar resusitasi pada trauma dan penerapannya pada saat yang tepat diharapkan akan dapat menurunkan sekecil mungkin angka- angka tersebut diatas. Prinsip- prinsip dasar tersebut meliputi kewaspadaan akan terjadinya gangguan jalan nafas pada penderita yang mengalami trauma inhalasi, mempertahankan hemodinamik dalam batas normal dengan resusitasi cairan, mengetahui dan mengobati penyulit- penyulit yang mungkin terjadi akibat trauma listrik, misalnya rabdomiolisis dan disritmia jantung. Mengendalikan suhu tubuh dan menjuhkan / mengeluarkan penderita dari lingkungan trauma panas juga
1
merupakan prinsip utama dari penanganan trauma termal ( American College of Surgeon Committee on Trauma, 1997). Kulit adalah organ kompleks
yang memberikan pertahanan tubuh pertama terhadap
kemungkinan lingkungan yang merugikan. Kulit melindungi tubuh terhadap infeksi, mencegah kehilangan cairan tubuh, membantu mengontrol suhu tubuh, berfungsi sebagai organ eksretoridan sensori, membantu dalam proses aktivasi vitamin D, dan mempengaruhi citra tubuh. Luka bakar adalah hal yang umum, namun merupakan bentuk cedera kulit yang sebagian besar dapat dicegah. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah definisi dari luka bakar? 2. Bagaimana etiologi dari luka bakar? 3. Bagaimana patofisiologi dari luka bakar? 4. Bagaimana karakteristik luka bakar (fase, zona, kedalaman, luas, serta penilaian berat dan ringannya luka bakar) 5. Bagaimana resusitasi luka bakar pada pasien dengan intrahospital? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Mahasiswa mampu memahami konsep dan pelaksanaan luka bakar serta resusitasi pada pasien intrahospital 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Memahami definisi dari luka bakar 2. Memahami etiologi dari luka bakar 3. Memahami patofisiologi dari luka bakar 4. Memahami karakteristik luka bakar (fase, zona, kedalaman, luas, serta penilaian berat dan ringannya luka bakar 5. Memahami resusitasi luka bakar pada pasien dengan intrahospital
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kontak dengan sumber panas/penyebabnya. Kedalaman luka bakar akan mempengaruhi kerusakan/ gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel (Yepta, 2003). Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat langsungatau peratara dengan sumber panas (thermal), kimia, elektrik, dan radiasi luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas yang memberikan gejala, tergantung luas, dalam, dan lokasi lukannya. (Andara, & yessie, 2013)
2.2 Etiologi a. Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald) ,jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya(logam panas, dan lain-lain) (Moenadjat, 2005). b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn) Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga (Moenadjat, 2005). c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn) Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh
3
darah, khusunya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat, 2001). d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury) Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat, 2001). 2.3 Patofisiologi Luka bakar parah adalah cedera traumatis dan melemahkan fisik yang mempengaruhi hampir setiap sistem organ dan menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Baik luka bakar kecil dan luka bakar berat besar memulai proses penyembuhan luka yang terdiri dari beberapa fase yang sangat terintegrasi dan tumpang tindih: peradangan, perekrutan sel, deposisi matriks, epitelisasi dan remodeling jaringan. Sebagai tambahan untuk perbaikan luka lokal, luka bakar besar yang parah juga menstimulasi respon stres patofisiologis yang persisten dan kondisi katabolik hipermetabolik sistemik. (Yiwei Wang, 2018) Luka bakar adalah cedera yang mengakibatkan kehilangan atau kerusakan jaringan. Cedera pada jaringan dapat disebabkan oleh paparan sumber panas, listrik, kimia, atau radiasi. Suhu atau kekentalan zat yang terbakar dan perusakan kontak jaringan dengan sumber menentukan tingkat cedera jaringan. Kerusakan jaringan dapat terjadi pada berbagai suhu, biasanya antara 40˚C dan 44˚C. Luka bakar itu sendiri bertanggung jawab atas efek lokal dan sistemik yang terlihat pada pasien yang terbakar. Kerusakan jaringan disebabkan oleh kerusakan enzim dan denaturasi protein. Kontak yang terlalu lama atau suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan nekrosis sel dan proses yang dikenal sebagai pembekuan protein. Area yang memanjang keluar dari area pusat cedera ini mempertahankan berbagai tingkat kerusakan dan diidentifikasi oleh zona cedera. (Linda D. Urden, 2010)
4
Efek local Setelah luka bakar, kerusakan jaringan sebanding dengan suhu agen pembakaran dan durasi itu diterapkan pada tubuh. Misalnya, air pada suhu 48˚C membutuhkan waktu 5 menit untuk menyebabkan ketebalan sebagian terbakar, tetapi ketika suhu air dinaikkan menjadi 70˚ hanya butuh 1 detik untuk menyebabkan cedera ketebalan penuh. Jackson menggambarkan zona luka bakar yang terkait dengan tingkat kerusakan jaringan. Zona dalam nekrosis koagulatif merupakan jaringan terbakar yang tidak dapat diselamatkan di mana pembuluh darah mengalami trombosis dan kulit mati. Zona menengah stasis merupakan jaringan yang dipengaruhi oleh luka bakar dengan aliran darah statis. Area ini dapat menerima pertolongan pertama, tindakan resusitasi dan perawatan luka yang baik dan karenanya dapat diselamatkan jika dirawat dengan tepat. Zona terluar hiperemia merupakan jaringan merah, hiperemik yang mengelilingi setiap proses inflamasi akut dan akan kembali normal.
Kerusakan jaringan yang terjadi setelah cedera termal menghasilkan peningkatan permeabilitas kapiler yang nyata yang maksimal dalam beberapa jam pertama setelah cedera dan sembuh dalam 23 hari. Selama waktu ini, molekul protein kecil bocor keluar dari sirkulasi yang menyebabkan edema dan kehilangan cairan yang signifikan. Kehilangan cairan sebanding dengan ukuran luka bakar; Namun, ketika ukuran luka bakar melebihi 30% area permukaan tubuh (BSA), kapiler bocor melibatkan semua jaringan tubuh dan bukan hanya kulit, menghasilkan respons
5
inflamasi sistemik. Edema luka bakar adalah hasil dari mediator inflamasi yang beredar termasuk histamin, prostaglandin, leukotrien, dan kinin yang menghasilkan peningkatan permeabilitas kapiler. Edema ini diperburuk dengan meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler, menurun tekanan hidrostatik jaringan, dan penurunan tekanan onkotik plasma (karena kehilangan albumin dari sirkulasi). Efek umum Mediator inflamasi lokal dan sistemik yang dilepaskan setelah luka bakar (khususnya cedera yang lebih besar dari 30% BSA) menghasilkan efek sistemik yang mendalam. Karena kehilangan cairan yang sedang berlangsung, curah jantung turun karena penurunan aliran balik vena, preload dan afterload yang tidak memadai, dan penurunan aktivitas miokard. Karena efek 'berkelahi atau melarikan diri', pasien mengalami aktivitas simpatis katekolamin yang berkontribusi terhadap peningkatan resistensi vaskular sistemik. Edema paru terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler sistemik serta peningkatan resistensi vaskular paru, gagal jantung sisi kiri, hipoproteinemia, cedera pembuluh darah langsung, dan kadang-kadang penghinaan tambahan pada luka bakar inhalasi. Efek sistemik lainnya setelah luka bakar besar termasuk peningkatan metabolisme yang signifikan, kehilangan nitrogen dan kontrol suhu yang buruk karena kehilangan air dan panas melalui jaringan yang terbakar. Rush kortisol awal setelah luka bakar mengakibatkan kerusakan protein, glukoneogenesis, dan gangguan pelepasan insulin dan toleransi glukosa terlihat. Keadaan katabolik ini dapat berlangsung berminggu-minggu dan berbulan-bulan setelah luka bakar dan dapat menyebabkan penurunan berat badan yang berkelanjutan pada orang dewasa dan gangguan pertumbuhan pada anak-anak. Efek imunosupresif dari luka bakar diperparah oleh respon humoural dan seluler yang melemah setelah kerusakan sirkulasi lokal dan proses inflamasi normal. Ini dapat menyebabkan peningkatan risiko infeksi; luka bakar mentah adalah titik masuk yang mudah bagi bakteri dan ragi. Selain itu, luka bakar pasien dapat kehilangan fungsi pelindung usus setelah cedera besar, yang mengakibatkan translokasi organisme usus ke dalam
6
sirkulasi dengan meningkatnya sepsis, morbiditas dan mortalitas. (Helen E Douglas, 2017)
2.4 Karakteristik luka bakar 2.4.1 Fase luka bakar Menurut Musliha (2010), fase luka bakar terbagi menjadi tiga fase : 1. Fase akut Disebut fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut.Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. 2. Fase sub akut Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan: a) Proses inflamasi dan infeksi b) Problem penutupan luka c) Keadaan hipermetabolisme 3. Fase lanjut Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur. 2.4.2 Zona luka bakar Menurut Moenadjat (2009), Jackson membedakan tiga area pada luka bakar, yaitu: 1. Zona koagulasi, zona nekrosis
7
Daerah yang mengalami kontak langsung. Kerusakan jaringan berupa koagulasi (denaturasi) protein akibat pengaruh trauma termis.Jaringan ini bersifat non vital dan dapat dipastikan mengalami nekrosis beberapa saat setelah kontak, karenanya disebut juga zona nekrosis. 2. Zona statis Daerah di luar/sekitar dan langsung berhubungan dengan zona koagulasi.Kerusakan yang terjadi di daerah ini terjadi karena perubahan endotel pembuluh darah, trombosit, dan respon inflamasi lokal; mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi (no flow phenomena).Proses tersebut biasanya berlangsung dalam 12-24 jam pasca trauma; mungkin berakhir dengan zona nekrosis. 3. Zona hyperemia Daerah di luar zona statis.Di daerah ini terjadi reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi sel. Tergantung keadaan umum dan terapi yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan; atau berubah menjadi zona kedua bahkan zona pertama (perubahan derajat luka yang menunjukkan perburukan disebut degradasi luka).
8
2.4.3
Kedalaman luka bakar
Luka bakar derajat I a.
Kerusakan terbakar pada lapisan epidermis (superficial).
b.
Kulit kering, hiperemik berupa eritema.
c.
Tidak dijumpai bulae.
d.
Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
e.
Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari.
f.
Contohnya adalah luka bakar akibat sengantan matahari.
Luka bakar derajat II a.
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.
b.
Dijumpai bullae.
c.
Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
d.
Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal. Luka bakar derajat II dibedakan menjadi:
a.
Derajat II dangkal (superficial). 1.
Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
2.
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
3.
Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari, tanpa operasi penambalan kulit (skin graft).
9
b.
Derajat II dalam (deep). 1.
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
2.
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
3.
Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan. Bahkan perlu dengan operasi penambalan kulit (skin graft).
Luka bakar derajat III a.
Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam.
b.
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan.
c.
Tidak dijumpai bulae.
d.
Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, karena kering letaknya lebih rendah dibanding kulit sekitar.
e.
Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
f.
Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian.
g.
Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka. 2.4.4
Luas luka bakar
10
Banyak cara menghitung luas luka bakar, tetapi yang banyak dipakai adalah cara Rule of Nine dari Wallace, adalah sebagai berikut (untuk dewasa): TABEL 1 Luas Luka Bakar Berdasarkan Rule Of Nine NO
AREA
%
1.
Head and neck
9
2.
Anterior trunk
18
3.
Posterior trunk
18
4.
Genitalia
1
5.
Right arm
9
6.
Left arm
9
7.
Right thigh
9
8.
Left thigh
9
9.
Right leg
9
10.
Left leg
9
Total
100
Perhitungan luas luka bakar untuk anak ≤ 15 tahun ditetapkan berdasarkan modifikasi dari Rule of Nine sebagai berikut: Tabel 2. Luas luka bakar berdasarkan Rule of Nine untuk usia kurang dari sama dengan 15 tahun NO DAERAH PERMUKAAN TUBUH
0-1 TH
5 TH
15 TH
1
Kepala, muka dan leher
18 %
14 %
10 %
2
Badan sebelah depan
18 %
18 %
18 %
3
Badan sebelah belakang
18 %
18 %
18 %
4
Alat gerak atas kanan
9%
9%
9%
5
Alat gerak atas kiri
9%
9%
9%
6
Alat gerak bawah kanan
14 %
16 %
18 %
7
Alat gerak bawah kiri
14 %
16 %
18 %
100 %
100 %
100 %
Jumlah total
11
Antara umur 1-5 tahun, tiap tahun tiap tungkai bertambah 0,4 % dan antara umru 5-15 tahun, tiap tahun tiap tungkai bertambah 0,2 %. Satu telapak tangan penderita mempunyai luas 1 % dari luas tubuhnya. Disamping dengan cara Rule of Nine, ada cara yang kadang dipakai untuk menghitung luas permukaan tubuh yang terkena luka bakar sesuai dengan golongan usia. Cara ini menggunakan Lund and Browder Chart. TABEL 3 Luas Luka Bakar Berdasarkan Lund And Browder Chart AGE-YEARS NO
AREA 0-1
1-4
4-9
10-15
ADULT
1
Head
19
17
13
10
7
2
Neck
2
2
2
2
2
3
Anterior trunk
13
17
13
13
13
4
Posterior trunk
13
13
13
13
13
5
Right buttock
2½
2½
2½
2½
2½
6
Left buttock
2½
2½
2½
2½
2½
7
Genitalia
1
1
1
1
1
8
Right upper arm
4
4
4
4
4
9
Left upper urm
4
4
4
4
4
10
Right lower arm
3
3
3
3
3
11
Left lower arm
3
3
3
3
3
12
Right hand
2½
2½
2½
2½
2½
13
Left hand
2½
2½
2½
2½
2½
14
Right thigh
5½
6½
8½
8½
9½
15
Left thigh
5½
6½
8½
8½
9½
16
Right leg
5
5
5½
6
7
17
Left leg
5
5
5½
6
7
18
Right foot
3½
3½
3½
3½
3½
19
Left foot
3½
3½
3½
3½
3½
Gambar 10. Estimation of burn size using Lundand Browder Chart
12
2.4.5 Berat dan ringannya luka bakar Berdasarkan berat / ringan luka bakar, diperoleh beberapa kategori penderita (Yefta Moenadjat, 2003): 1)
Luka bakar berat / kritis (major burn) a. Derajat II-III > 20% pada klien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun. b. Derajat II-III > 25% pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama. c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki dan perineum. d. Adanya trauma pada jalan napas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka bakar. e. Luka bakar listrik tegangan tinggi. f. Disertai trauma lainnya (misal fraktur iga / lain-lain). g. Klien-klien dengan risiko tinggi.
2)
Luka bakar sedang (moderate burn) a. Luka bakar dengan luas 15-25% pada dewasa, dengan luka bakar derajat III < 10%. b. Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III < 10%. c. Luka bakar dengan derajat III < 10% pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki dan perineum.
3)
Luka bakar ringan (mild burn) a. Luka bakar dengan luas < 15% pada dewasa. b. Luka bakar dengan luas < 10% pada anak dan usia lanjut. c. Luka bakar dengan luas < 2% pada segala usia; tidak mengenai muka, tangan, kaki dan perineum. 2.5 Penatalaksanaan Luka Bakar 2.5.1 Pertolongan Awal Pada Luka Bakar Pertolongan pertama saat kejadian menurut Sjamsuhidayat (2010) : a. Luka bakar suhu atau thermal Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar dengan
13
kain basah. Atau korban dengan cepat menjatuhkan diri dan bergulingguling agar bagian pakaian yang terbakar tidak meluas. Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri, misalnya dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau menyelupkan diri ke air dingin atau melepas baju yang tersiram air panas. Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam daerah luka bakar dalam air mengalir selama sekurangkurangnya lima belas menit. Upaya pendinginan ini, dan upaya mempertahankan suhu dingin pada jam pertama akan menghentikan proses koagulasi protein sel dijaringan yang terpajan suhu tinggi yang akan terlangsung walaupun api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas. b. Luka bakar kimia Baju yang terkena zat kimia harus segera dilepas. Sikap yang sering mengakibatkan keadaan lebih buruk adalah menganggap ringan luka karena dari luar tampak sebagai kerusakan kulit yang hanya kecoklatan, padahal daya rusak masih terus menembus kulit, kadang sampai 72 jam. Pada umumnya penanganan dilakukan dengan mengencerkan zat kimia secara masif yaitu dengan mengguyur penderita dengan air mengalir dan kalau perlu diusahakan membersihkan pelan-pelan secara mekanis. Netralisasi dengan zat kimia lain merugikan karena membuang waktu untuk mencarinya, dan panas yang timbul dari reaksi kimianya dapat menambah kerusakan jaringan. Sebagai tindak lanjut, kalau perlu dilakukan resusitasi, perbaikan keadaan umum, serta pemberian cairan dan elektrolit. Pada kecelakaan akibat asam fluorida, pemberian calsium glukonat 10% dibawah jaringan yang terkena, bermanfaat mencegah ion fluor menembus jaringan dan menyebabkan dekalsifikasi tulang. Ion fluor akan terikat menjadi kalsium fluorida yang tidak larut. Jika ada luka dalam, mungkin diperlukan debridemen yang disusul skin grafting dan rekonstruksi.
14
Pajanan zat kimia pada mata memerlukan tindakan darurat segera berupa irigasi dengan air atau sebaiknya larutan garam 0,9% secara terus menerus sampai penderita ditangani di rumah sakit. c. Luka bakar arus listrik Terlebih dahulu arus listrik harus diputus karena penderita mengandung muatan listrik selama masih terhubung dengan sumber arus. Kemudian kalau perlu, dilakukan resusitasi jantung paru. Cairan parenteral harus diberikan dan umumnya diperlukan cairan yang lebih banyak dari yang diperkirakan karena kerusakan sering jauh lebih luas. Kadang luka bakar di kulit luar tampak ringan, tetapi kerusakan jaringan ternyata lebih dalam. Kalau banyak terjadi kerusakan otot, urin akan berwarna gelap karena mengandung banyak mioglobin dan resusitasi pasien ini mengharuskan pengeluaran urin 75-100ml per jam. Selain itu, urin harus dirubah menjadi basa dengan natrium bikarbonat intravena, yang menghalangi pengendapan mioglobulin. Bila urin tidak segera bening atau pengeluaran urin tetap rendah, walaupun sudah diberikan sejumlah besar cairan, maka harus diberikan diuretik yang kuat bersama manitol. Pada penderita cedera otot yang masif, dosis manitol (12,5 gram per dosis) mungkin diperlukan selama 12-24 jam. Pasien yang gagal berespon terhadap dosis diatas mungkin membutuhkan amputasi anggota gerak gawat darurat atau pembersihan jaringan nonviabel. Otot jantung, juga rentan trauma arus listrik. Elektrokardiogram (EKG) harus dilakukan untuk mengetahui adanya kerusakan jantung dan pemantauan jantung yang terus menerus dilakukan untuk mendiagnosis dan merawat aritmia. Kerusakan neurologi juga sering terjadi, terutama pada medulla spinalis, tetapi sulit dilihat, kecuali bila dilakukan tes elektrofisiologi. Pengamatan cermat atas abdomen perlu dilakukan pada tahap segera setelah cedera karena arus yang melewati kavitas peritonealis dapat menyebabkan kerusakan saluran pencernaan. d. Luka bakar radiasi Pada kontaminasi lingkungan, penolong dapat terkena radiasi dari kontaminan sehingga harus menggunakan pelindung. Prinsip penolong
15
penderita atau korban radiasi adalah memakai sarung tangan, masker, baju pelindung, dan detektor sinar ionisasi. Sumber kontaminasi harus dicari dan dihentikan, dan benda yang terkontaminasi dibersihkan dengan air sabun, deterjen atau secara mekanis disimpan dan dibuang di tempat aman. Keseimbangan cairan dan elektrolit penderita perlu dipertahankan. Selain itu, perlu dipikirkan kemungkinan adanya anemia, leukopenia, trombositopenia, dan kerentanan terhadap infeksi. Sedapat mungkin tidak digunakan obat-obatan yang menekan fungsi sumsum tulang. 2.5.2 Waktu Hospitalisasi Pasien Dengan Luka Bakar Indikasi hospitalisasi pasien dengan luka bakar yaitu : a.
Luka bakar pada wajah, tangan, daerah kemaluan
b.
Luka bakar akibat bahan kimia dan listrik
c.
Menderita gangguan atau penyakit lain: penyakit jantung, ginjal, diabetes.
d.
Luka bakar derajat 2 dengan luas ≥15% (dewasa) dan ≥10% pada anak dan lansia
e.
Luka bakar derajat 3 ≥10%
2.5.3 Intra Hospital Menurut Fitrianan (2014) penatalaksanaan intrahospital pasien luka bakar di rumah sakit yaitu dengan primary survey dan secondary survey antara lain : 1) Pengkajian primer Pengkajian primer terdiri dari airway, breathing, circulation, disability, dan exposure. a. Airway Adanya masalah mengenai kepatenan jalan nafas baik aktual maupun potensial karena benda asing, darah, muntah, cairan dan lidah jatuh. Pada kasus luka bakar perlu dicurigai adanya pembengkakan faring/laring akibat cidera inhalasi, biasanya dimanifestasikan dengan suara stridor. b. Breathing : Adanya kesulitan bernafas, masalah pada pengembangan dada terkait keteraturan dan frekuensinya. Adanya suara nafas tambahan ronkhi, wheezing atau stridor. c. Circulation : Warna kulit tergantung pada derajat luka bakar, melambatnya capillary refill time, hipotensi, mukosa kering, nadi meningkat.
16
d. Disability : Bisa terjadi penurunan kesadaran, GCS menurun, ukuran pupil anisokor, reaksi pupil terhadap cahaya negatif. e. Exposure : Suhu tubuh hipotermi, prosentase luas luka bakar, adanya injury atau kelainan yang lain 2) Pengkajian sekunder Pengkajian sekunder ini terdiri dari tiga macam yaitu full set of vital sign, history, dan head to toe. a. Full set of vital sign Tekanan darah dapat menurun, nadi cepat, hipotermi, dan pernafasan lemah. b. History Subjektif (keluhan utama) Keluhan utama yang dirasakan klien luka bakar adalah nyeri dan sesak nafas. Nyeri dapat disebabkan iritasi terhadap saraf. Sesak nafas dapat timbul karena penyumbatan saluran nafas bagian atas. Alergi Adakah alergi terhadap makanan atau obat-obatan tertentu. Alergi terhadap obat atau makanan dapat dijadikan acuan pada pemberian terapi obat untuk menghindari adanya reaksi alergi yang dapat memperburuk kondisi klien. Medication (obat-obat yang sedang dikonsumsi) Mengetahui obat-obat yang dikonsumsi dapat mengindikasikan penyakit penyerta yang diderita klien serta pertimbangan terhadap interaksi obat terapi yang akan diberikan. Past medical history (Riwayat Penyakit) Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita klien sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai riwayat penyaklit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis atau penyalahgunaan obat dan alcohol Last oral intake Masukan oral terakhir, apakah benda padat atau cair. Mengethaui intake oral terakhir dapat dijadikan pertimbangan pada pengkajian resiko aspirasi atau sumbatan jalan nafas. Event (Riwayat masuk Rumah sakit) Merupakan gambaran keadaan klien mulai terjadinya luka bakar, penyebab luka bakar, lamanya kontak dan pertolongan pertama yang dilakukan. c. Head to Toe Kepala Bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut 17
setelah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar. Leher Catat posisi trakhea dan denyut nadi karotis biasanya meningkat sebagai kompensasi untuk mengatasi kekurangan cairan. Dada Inspeksi bentuk thorak, irama pernafasan, ireguler, ekspansi dada tidak maksimal, vokal fremitus rendah karena cairan yang masuk ke paru, suara nafas tambahan wheezing, ronkhi, dan sebagainya. Abdomen Inspeksi bentuk perut, palpasi adanya nyeri pada area epigastrium yang mengindikasikan adanya gastritis. Ekstremitas Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot bila terdapat luka bakar pada muskuloskeletal, kekuatan otot biasanya juga menurun 2.5.4 Resusitasi Cairan Resusitasi cairan merupakan tatalaksana utama pada saat fase awal penanganan luka bakar terutama pada 24 jam pertama. Pemberian cairan yang adekuat akan mencegah syok yang disebabkan karena kehilangan cairan berlebihan pada luka bakar. Penyebab kematian pada fase akut (48 jam pertama) ialah syok luka bakar dan inhalation injury. Syok luka bakar dapat terjadi karena kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi. Terapi cairan yang tidak memadai dapat menyebabkan perubahan fisiologi pasien luka bakar diantaranya perfusi pada ginjal dan mesenteric vascular beds yang berkurang, kerusakan ginjal akut, iskemik, kolaps kardiovaskular dan kematian. Pemberian cairan yang berlebihan dapat menimbulkan fluid creep, sindrom kompartemen ekstermitas, meningkatkan tekanan intraokular, sindrom kompartemen okular, edema paru dan otak, acute respiratory distress syndrome, serta gangguan berbagai organ. Tatalaksana resusitasi cairan dan pertimbangan terjadinya edema perlu diperhatikan selama 24-48 jam pertama setelah timbul luka bakar. Sebanyak 13% dari korban kecelakaan meninggal selama 48 jam pertama karena kegagalan resusitasi. Abdominal Compartment Syndrome merupakan akibat dari kelebihan cairan yang telah teridentifikasi sebagai komplikasi utama dari upaya resusitasi. Perhatian terhadap titrasi dari resusitasi cairan setiap jam dibutuhkan untuk menghindari dampak tersebut dan “resuscitation morbidities”
18
(Cancio, 2014). Hal yang perlu dianalisis dalam kasus ini adalah pemberian cairan yang melebihi rumus yang diperkirakan (Luo et al.,2015). Oleh karena itu, perlu dilakukan monitoring terhadap terapi cairan dengan cara melihat jumlah urin yang diproduksi, pengukuran hemodinamik, pengukuran tegangan gas jaringan subkutan dan penentuan saturasi oksigen jaringan menggunakan near-infrared spectroscopy (NIRS) (Tricklebank, 2008). Salah satu monitoring terapi cairan adalah produksi urin. Perfusi organ yang memadai ditunjukkan oleh produksi urin lebih dari 30 ml/jam (0,5ml/kgBB/jam) untuk dewasa dan 1 ml/kgBB/jam untuk anak-anak. (Mlcak et al.,2012). Diuretik kuat seperti furosemid biasanya diberikan saat terjadi akumulasi cairan untuk mencapai keseimbangan cairan negatif dan memperbaiki hasil terapi setelah dilakukan pengaturan keseimbangan cairan (Rewa dan Bagshaw, 2015) Terapi cairan yang diberikan pada pasien luka bakar adalah cairan kristaloid dan koloid. Cairan kristaloid mengandung elektrolit yang terdistribusi 20% di intravaskular dan 80% di ekstravaskular. Sesuai dengan hal ini, efisiensi cairan untuk mengembang di volume plasma hanya 20% (Nuevo et al., 2013). Sedangkan koloid berisi elektrolit dan makromolekul organik yang memiliki kemampuan terbatas dalam melintasi membran endotelial (Lira dan Pinsky, 2014). Salah satu contoh koloid adalah albumin yang memiliki kemampuan mengembangkan volume sampai 5 kali volume asal dalam waktu 30 menit, kecuali bila dijumpai kebocoran kapiler (Moenadjat, 2009). Menurut Fitriana (2014) mengatakan bahwa resusitasi cairan di bedakan menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut: a. Resusitasi Syok Cairan diberikan pada klien yang sudah mengalami syok atau dengan luas lebih dari 25%-30% dengan keterlambatan penanganan sekitar 2 jam. Hindari pemilihan vena pada daerah luka dan tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi perifer dan banyaknya sistem klep pada vena-vena bagian ekstremitas bawah. Cairan yang digunakan adalah Kristaloid Ringer’s Lactate. Dalam waktu < 4 jam pertama diberikan cairan sebanyak :
3[25%(70% x BBkg)] ml
19
Keterangan :
70% adalah volume total cairan tubuh 25% adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat menimbulkan gejala klinik dari syndrome syok. Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume) menggunakan kristaloid sebanyak 3 kali jumlah cairan yang diperlukan
b. Resusitasi tanpa syok Resusitasi tanpa syok merupakan resusitasi cairan pada kasus tanpa gejala klinis syok atau dengan luas kurang dari 25% sampai 30%, tanpa keterlambatan penanganan atau dijumpai keterlambatan kurang dari 2 jam. Kebutuhan cairan yang diberikan adalah berdasarkan rumus Baxter sebagai berikut
3-4ml/kgBB/total luas permulaan tubh (TLPT) Pemberiannya mengikuti metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland yaitu pada 24jam pertama : separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Setelah diberikan resusitasi cairan perlu dilakukan pemantauan sirkulasi renal meliputi : Jumlah produksi urine dipantau melalui kateter urine setiap jam (30-50cc atau 0,5ml/kgBB setiap jam pada orang dewasa, 2ml/kgBB setiap jam pada anak dan 1ml/kgBB setiap jam pada bayi). Bila produksi urine 0,5ml/kg/jam, maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50% dari jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya. Bila produksi urine > 1ml/kg/jam, maka jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25% dari jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya. 3-4 ml/ kgBB/ % luka bakar 2.5.5 Komplikasi pada pasien luka bakar intrahospital Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan luka (Burninjury, 2013). 1. Infeksi luka bakar Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering terjadi. Sistem integumen memiliki peranan sebagai
20
pelindung utama dalam melawan infeksi. Kulit yang rusak atau nekrosis menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap patogen di udara seperti bakteri dan jamur. Infeksi juga dapat terjadi akibat penggunaan tabung atau kateter. Kateter urin dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius, sedangkan tabung pernapasan dapat memicu infeksi traktus respirasi seperti pneumonia (Burninjury, 2013). 2. Terganggunya suplai darah atau sirkulasi Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat menyebabkan kondisi hipovolemik atau rendahnya volume darah. Selain itu, trauma luka bakar berat lebih rentan mengalami sumbatan darah (blood clot) pada ekstremitas. Hal ini terjadi akibat lamanya waktu tirah baring pada pasien luka bakar. Tirah baring mampu menganggu sirkulasi darah normal, sehingga mengakibatkan akumulasi darah di vena yang kemudian akan membentuk sumbatan darah (Burninjury, 2013). 3. Komplikasi jangka panjang Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan psikologis. Pada luka bakar derajat III, pembentukan jaringan sikatriks terjadi secara berat dan menetap seumur hidup. Pada kasus dimana luka bakar terjadi di area sendi, pasien mungkin akan mengalami gangguan pergerakan sendi. Hal ini terjadi ketika kulit yang mengalami penyembuhan berkontraksi atau tertarik bersama. Akibatnya, pasien memiliki gerak terbatas pada area luka. Selain itu, pasien dengan trauma luka bakar berat dapat mengalami tekanan stress pasca trauma atau post traumatic stress disorder (PTSD). Depresi dan ansietas merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita (Burninjury, 2013).
21
2.6 WOC Suhu tinggi
Sengatan listrik
Radiasi
Bahan kimia
Terpapar ke kulit Luka bakar
Tekanan hidrostatik kapiler ↑
Kerusakan kapiler
Permeabilitas kapiler ↑ Cairan plasma dan protein keluar ke ruang intertisial Edema
Kehilangan cairan
Volume sirkulasi darah ↓
MK : Hipovolemia
Kebutuhan O2 ↑
MK : Penurunan curah jantung
Takinpnea, RR ↑
Kerusakan jaringan kulit
Respon stres
Epineprin & norepineprin ↑
Vasokontriksi selektif
Respon fisiologis
Jaringan rusak parah
Pengeluaran energy ↑
Resisten peripheral ↑
Kebutuhan nutrisi ↑
Afterload jantung ↑
MK : Risiko deficit nutrisi
Pembuluh darah trombosis
Kulit mati
MK : Gangguan integritas kulit
MK : Nyeri akut
MK : Pola napas tidak efektif
22
2.7 Asuhan keperawatan Umum A. Pengkajian 1. Identitas meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk, no register, diagnosa medik dll. 2. Keluhan Utama: Luas cedera akibat dari intensitas panas (suhu) dan durasi pemajanan, jika terdapat trauma inhalasi ditemukan keluhan stridor, takipnea, dispnea, dan pernafasan seperti bunyi burung gagak (Kidd, 2010). Pada kasus kegawatdaruratan akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien yang meliputi : a. Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri apakah karna luka bakar karna kimia, radiasi, termal atau listrik? Apa yang membuat nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat tidur? b. Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan pasien mengatakan dengan kata-katanya sendiri. c. Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri terlokalisasi di satu titik atau bergerak? d. Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0 tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat. e. Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul?apakah pernah merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda. 3. Riwayat Penyakit Sekarang: Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini penting, apakah penderita terjebak dalam ruang tertutup, sehingga kecurigaan terhadap trauma inhalasi yang dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas. Kapan kejadiannya terjadi (Sjaifuddin, 2006). 4. Riwayat Penyakit Dahulu: Penting dikaji untuk menetukan apakah pasien mempunyai penyakit yang tidak melemahkan kemampuan untuk mengatasi perpindahan cairan dan melawan infeksi (misalnya diabetes mellitus, gagal
23
jantung kongestif, dan sirosis) atau bila terdapat masalah-masalah ginjal, pernapasan atau gastro intestinal. Beberapa masalah seperti diabetes, gagal ginjal dapat menjadi akut selama proses pembakaran. Jika terjadi cedera inhalasi pada keadaan penyakit kardiopulmonal (misalnya gagal jantung kongestif, emfisema) maka status pernapasan akan sangat terganggu (Hudak dan Gallo, 1996). 5. Riwayat Penyakit Keluarga: kaji riwayat penyakit keluarga yang kemungkinan bisa ditularkan atau diturunkan secara genetik kepada pasien seperti penyakit DM, hipertensi, asma, TBC dll.
B. Pengkajian Primer 1. Airway Kaji ada tidaknya sumbatan pada jalan nafas pasien. - Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran. - Listen/Dengar aliran udara pernafasan. - Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi perawat 2. Breathing Kaji pergerakan dinding thorax simetris atau tidak, ada atau tidaknya kelainan pada pernafasan misalnya dispnea, takipnea, bradipnea, ataupun sesak. Kaji juga apakah ada suara nafas tambahan seperti snoring, gargling, rhonki atau wheezing.Selain itu kaji juga kedalaman nafas pasien. 3. Circulation Kaji ada tidaknya peningkatan tekanan darah, kelainan detak jantung misalnya takikardi, bradikardi. Kaji juga ada tidaknya sianosis dan capilar refil.Kaji juga kondisi akral dan nadi pasien. 4. Disability Kaji ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan refleks, pupil anisokor dan nilai GCS. Disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU:
24
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang diberikan. V - verbal, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa dimengerti. P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon). U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun stimulus verbal. 5. Exposure Pakaian pasien segera dievakuasi dan memeriksa cedera pada pasien serta menilai luas dan derajat luka bakar. Jika pasien diduga memiliki luka bakar derajad luka yang tinggi, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
C. Pngkajian Sekunder Merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. a. Monitor tanda-tanda vital b. Pemeriksaan fisik c. Lakukan pemeriksaan tambahan
D. Pemeriksaan Fisik (ROS) a) B1 : nafas 20x/menit, tidak ada sesak nafas, bentuk dada simetris, penggunaan otot bantu nafas tidak ada, saat diperkusi sonor, suara nafas normal. b) B2 : Tidak ada peningkatan JVP, HR : 96x/ menit, BP : 170/100 mmHg
25
c) B3 : pupil normal, orientasi tempat-waktu-orang baik, reflek bicara baik, pendengaran baik, penglihatan baik, penghidu baik, GCS : 15 d) B4 : urin pekat, Osmolaritas serum >450 mOsm/kg, Natrium serum = 170 mmol/L e) B5 : kehausan dan penurunan nafsu makan f) B6 : bola mata cekung, kelemahan otot, membran mukosa mulut kering
E. Analisa Data No 1.
Data
Etiologi
Masalah Kep.
DS: -
Luka bakar
Gangguan
DO:
↓
pertukaran gas
-
tampak
kesulitan
↓
bernafas/sesak -
Gerakan
dada
tidak
simetris
Penyumbatan sal. nafas bagian atas
-
RR> 20 x/mnt
-
Pola
napas
↓ cepat
dan
Edema paru ↓
dangkal -
Vasodilatasi PD
TTV : RR= 32 x/ mnt, N=
Hiperventilasi
90 x/ mnt, TD= 100/ 70
↓
mmHg, T= 36oC
Gangguan pertukaran gas
2.
DS: -
Luka bakar
Bersihan jalan
DO:
↓
napas tidak efektif
-
pasien tampak sesak
Inhalasi asap
-
pasien batuk-batuk
↓
-
Gerakan
dada
tidak
↓
simetris -
RR> 20 x/mnt
-
Pola
napas
Edema laring
Obstruksi jalan nafas cepat
dan
↓
dangkal
26
Bersihan jalan nafas inefektif
3.
Ds: -
Luka bakar
Defisit volume
Do:
↓
cairan
-
Turgor kulit kering
Permeabilitas kapiler
-
Mukosa kering
meningkat
-
CVP abnormal
↓
-
Intake
Output
tidak
seimbang -
Kadar
kalium,
Evaporasi / Penguapan
natrium
abnormal
↓ Kehilangan cairan tubuh
4
DS: -
Luka bakar
Resiko
DO:
↓
ketidakefektifa
Vasodilatasi PD
n perfusi
↓
jaringan perifer
-
Hb <10 ml/gr
-
Klien nampak sianosis
-
Ekstremitas dingin
Sirkulasi darah
-
Klien terlihat lemah
menurun
-
Akral dingin, lembab
↓ Sel mengalami hipoksia ↓ perfusi jaringan tidak efektif
5
DS: pasien mengeluh perih, sakit DO: -
Terdapat edema
-
Kulit kemerahan hingga nekrosis
Luka bakar
Kerusakan
↓
integritas kulit
Kerusakan kulit/ jaringan ↓
27
-
Kulit tidak utuh
-
Akral dingin, lembab
Inflamasi, Lesi ↓ Kerusakan integritas kulit
6
DS: pasien mengeluh panas dan
Luka bakar
sakit
↓
DO:
Kerusakan kulit/
- Nadi 120x/menit
Nyeri
jaringan dan edema ↓
- RR 30x/menit -Pasien nampak meringis
Nyeri
kesakitan sambil memegang dada yang sakit. P:trauma luka bakar Q : terasa panas R : sisi trauma/cidera yang sakit S : Skala nyeri 7 T: Hilang timbul dan meningkat jika adanya aktivitas
F. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan pertukaran gas (00030) berhubungan dengan keracunan karbon monoksida, inhalasi asap dan obstruksi saluran nafas atas. 2. Bersihan jalan napas tidak efektif (00031) berhubungan dengan edema dan efek dari inhalasi asap. 3. Defisit
volume
cairan
(00027)
berhubungan
dengan
peningkatan
permeabilitas kapiler dan kehilangan lewat evaporasi dari luka bakar. 4. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (00228) berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah arteri / vena. 5. Kerusakan integritas kulit (00046) berhubungan dengan inflamasi dan lesi. 6. Nyeri (00132) berhubungan dengan kerusakan kulit / jaringan
28
G. Intervensi Keperawatan 1. Domain 3. Elimination and Exchange Class 4. Respiratory Function Gangguan pertukaran gas (00030) berhubungan dengan keracunan karbon monoksida, inhalasi asap dan obstruksi saluran nafas atas. NOC
NIC
Domain II. Physiologic Health
Domain 4. Safety
Class E. Cardiopulmonary
Class V. Risk Management
0403 Respiratory Status: Ventilation
6680 Vital Signs Monitoring
040301 RR 12-24 x/mnt
1. Pantau TTV pasien
040302 Suara napas normal
2. Pantau RR dan suara nafas
040325 TTV dalam rentang normal
3. Pantau laporan GDA dan kadar karbon
040331 Mampu mengeluarkan sputum
monoksida serum. 4. Berikan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan. 5. Pasang atau bantu dengan selang endotrakeal dan tempatkan pasien pada ventilator mekanis sesuai indikasi bila terjadi insufisiensi pernafasan (dispneu hipoksia, hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium). 6. Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri selama tirah baring. 7. Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada.
2. Domain 11.Safety/ Protection Class 2. Physical Injury
29
Bersihan jalan napas tidak efektif (00031) berhubungan dengan edema dan efek dari inhalasi asap. NOC
NIC
Domain II. Physiologic Health
Domain 2. Physiological
Class E. Cardiopulmonary
Class K. Respiratory Management
0403 Respiratory Status: Ventilation
3140 Airway Management:
040301 RR 12-24 x/mnt
1. Auskultasi suara napas sebelum dan
040302 Suara napas normal
sesudah dilakukan pembebasan jalan
040325 TTV dalam rentang normal
napas, catat hasilnya 2. Lakukan fiksasi pada daerah kepala leher
Domain II. Physiologic Health Class E. Cardiopulmonary
untuk meminimalkan terjadinya gerakan 3. Lakukan pembebasan jalan napas secara
0410 Respiratory Status: Airway
manual dengan teknik jaw thrust
Patency
maneuver secara hati-hati untuk
041013 menggunakan nasal faring
mencegah terjadinya gerakan leher
041015 istirahat saat terjadi dyspnea 041019 batuk
4. Lakukan pembebasan jalan napas dengan alat oropharyngeal airway jika dibutuhkan 5. Monitoring pernapasan dan status oksigenasi klien
3. Domain 2. Nutrition Class 5. Hydration Defisit volume cairan (00027) berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan lewat evaporasi dari luka bakar. NOC
NIC
Domain II. Physiologic Health
Domain 2. Physiological
Class G. Fluid & Electrolytes
Class N. Tissue Perfusion Management
0601 Fluid Balance
4120 Fluid Management
30
060117 membran mukosa lembab
1. Monitoring CVP, kapiler dan kekuatan nadi
060116 integritas kulit baik 060118 nilai elektrolit dalam batas
perifer. 2. Observasi pengeluaran urin, berat jenis dan
normal.
warna urin.
060107 Intake dan output cairan tubuh
3. Timbang berat badan setiap hari
pasien seimbang
4. Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi 5. Lakukan
program
meliputi: Pasang/
kolaborasi
pertahankan
kateter
urine. 6. Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin. 7. Monitoring hasil pemeriksaan laboratorium (Hb, elektrolit, natrium). 8. Berikan obat sesuai indikasi (diuretik) 9. Monitoring tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama periode akut, dan setiap 4 jam selama periode urine.-
rehabilitasi.-
Warna
Masukan dan haluaran setiap jam
selama periode darurat, setiap 4 jam selama periode akut, setiap 8 jam selama periode rehabilitasi.
Status umum setiap 8 jam.
4. Domain 4. Activity/Rest Class 4. Cardiovascular/PulmonaryResponses Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (00228) berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah arteri / vena
31
NOC Domain II. Physiologic Health Class E. Cardiopulmonary
NIC Domain 2. Physiological Class I. Skin/Wound Management 3590 Skin Surveillance
0407 Tissue Perfusion: Peripheral 1. Monitoring warna kulit dan suhu 2. Monitoring kulit dan membran mukosa 040711 edema perifer 040727 tekanan darah sistolik
untuk area perubahan warna, luka memar dan kerusakan 3. Kaji warna, sensasi, gerakan, dan nadi
040728 tekanan darah diastolik 040710 suhu kulit ekstrim
perifer. 4. Tinggikan ekstremitas yang sakit. 5. Ukur TD pada ektremitas yang mengalami
040715 pengisian kapiler jari tangan 040716 pengisian kapiler jari kaki
luka bakar 6. Dorong latihan gerak aktif 7. Lakukan
kolaborasi
dalam
mempertahankan penggantian cairan 8. Kolaborasi dalam mengawasi elektrolit terutama natrium, kalium, dan kalsium 9. Lakukan kolaborasi untuk menghindari injeksi IM atau SC
5. Domain 11. Safety/Protection Class 2. Physical Injury Kerusakan integritas kulit (00046) berhubungan dengan inflamasi dan lesi. NOC
NIC
Domain II. Physiologic Health
Domain 2. Physiological
Class L.Tissue Integrity
Class I. Skin/Wound Management
1101 Tissue Integrity: Skin & Mucous
3500 Pressure Management
Membranes
32
110101 suhu kulit
1. Observasi luka: lokasi, dimensi,
110111 Jaringan perfusi
kedalaman luka, karakteristik, warna
110113 Integritas kulit
cairan, granulasi dan tanda-tanda infeksi
110115 lesi kulit
lokal.
110114 Hidrasi
2. Monitoring mobilitas dan aktifitas pasien.
110105 Pigmentasi yang tidak normal
3. Monitoring status nutrisi pasien. 4. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka. 5. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar. 6. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering. 7. Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka. 8. Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet TKTP, vitamin
6. Domain 12. Comfort Class 1. Physical Comfort Nyeri (00132) berhubungan dengan kerusakan kulit / jaringan
NOC
NIC
Domain 5: Perceived Health
Domain 1: Physiological Basic
Class V: Symptom Status
Class E: Physical Comfort Promotion
2102 Pain Level
1400 Pain Management
210201 melaporkan nyeri
1. Kaji nyeri secara komprehensif termasuk
210204 mengenali skala nyeri
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
210206 respon terhadap nyeri
kualitas, dan faktor presipitasi
210208 kegelisahan 210222 agitasi
2. Observasi
reaksi
nonverbal
ketidaknyamanan
210224 meringis
33
dari
210215 hilang nafsu makan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengenetahui pengalaman nyeri
Domain IV: Health Knowledge & Behavior
pasien 4. Evaluasi
bersama
pasien
dan
tim
Class Q: Health Behaviour
kesehatan lain tentang ketidakefektifan
1605 Pain Control
control nyeri masa lampau 5. Bantu pasien dan keluarga mencari
160502 mengakui timbulnya nyeri . 160501 menjelaskan faktor penyebab
dukungan 6. Control
lingkungan nyeri
yang
dapat
seperti
suhu
nyeri .
mempengaruhi
160510 menggunakan panduan untuk
ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
memantau gejala dari waktu ke waktu .
7. Kurangi faktor presipitasi nyeri
160503 menggunakan langkah-langkah
8. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
pencegahan .
(farmakologi,
160504 menggunakan terapi
interpersonal)
nonanalgesic . 160504 menggunakan terapi analgesic
non
farmakologi,
9. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
bila diindikasikan .
10. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
160513 melaporkan adanya perubahan
11. Berikan analgetik untuk mengurangi
gejala .
nyeri
160507 melaporkan adanya gejala yang
12. Tingkatkan istirahat
tidak terkontrol
13. Kolaborasi dengan dokter jika ada
160511 melaporkan nyeri yang dialami
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
& terkontrol .
34
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN KASUS 3.1 Study Case Tn. R berusia 30 tahun dengan BB 65 kg dan TB: 165 cm datang ke RSUA jam 11.00 pagi karena terkena ledakan tabung gas. Kejadian pasien terluka bakar pada jam 08.00. Daerah luka bakar terjadi pada sebagian besar dada klien ( Nilai : 18%). Keluhan utama klien saat datang ke RSUA merintih kesakitan saat di kaji skala nyeri 8. Klien juga mengeluhkan sesak, batuk-batuk, serta klien merasa lemas. Pasien mendapatkan 500 cc cairan. Dari hasil pemeriksaan, TD: 100/80 mmHg, Nadi: 120x/mnt, S: 36,8oC, RR: 25x/menit, klien tampak kesulitan bernafas dan pergerakan dinding dada tidak simetris. Resusitasi cairan Rumus Baxter : (% luka bakar) x (BB) x (4 cc) 18 x 65 x 4 = 4680 ml/24 jam 8 jam pertama = 2340 ml 16 jam berikutnya 2340 ml cairan 3.2 Pengkajian a. Identitas klien Nama
: Tn. R
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Tanggal masuk
: 20 Februari 2019
Usia
: 30 tahun
Status perkawinan
: Menikah
Suku bangsa
: Jawa/Indonesia
Alamat
: Surabaya
Agama
: Islam
b. Keluhan utama : Klien merintih kesakitan karena luka bakar 3 jam sebelum MRS. c. Riwayat penyakit sekarang : 3 jam sebelum masuk RSUA, Tn. R menderita luka bakar karena terkena ledakan tabung gas elpiji . Kesadaran composmentis, TD: 100/80 mmHg,
35
Nadi: 120x/mnt, S: 36,8oC, RR: 25x/menit, TB: 165 cm, BB: 65 kg. Keluhan utama klien saat datang ke RSUA merintih kesakitan. Klien juga mengeluhkan sesak, batuk-batuk, serta klien merasa lemas Pengkajian nyeri : P : Akibat ledakan tabung gas elpiji (bahan kimia) Q : Seperti rasa terbakar R : Bagian dada (18 %) S : Skala nyeri 8 dari 10 T : Hilang timbul dan meningkat jika adanya aktivitas d. Riwayat Penyakit Dahulu : Tn.R mengatakan belum pernah mempunyai riwayat masuk rumah sakit/operasi di RS sebelumnya e. Pemeriksaan fisik primer : A (Airway)
: Tidak ada sumbatan jalan napas
B (Breathing) : Klien mengeluh sesak nafas, pergerakan dinding dada tidak simetris, C (Circulation) : TD: 100/80 mmHg, Nadi: 120x/mnt D (Disability) : Kesadaran komposmentis E (Eksposure) : Klien mengalami luka bakar pada dada f. Pemeriksaan fisik sekunder : 1.) Keadaan umum -
-
Tanda-tanda vital : TD
: 100/80 mmHg
N
: 100x/menit
S
: 36.8 C
RR
: 25x/menit
Kesadaran : Komposmentis
2.) Pemeriksaan B1-B6 -
B1 (Breath)
: Klien mengalami sesak napas, batuk-batuk, lemas,
RR 25x/menit -
B2 (Blood)
: TD 100/80 mmHg
-
B3 (Brain)
: Kesadaran klien komposmentis
36
-
B4 (Bladder) : Tidak ada gejala
-
B5 (Bowel)
: Tidak ada gejala
-
B6 (Bone)
: Tidak ada gejala
3.3 Analisa Data No
Data
Etiologi
Masalah Keperawatan
1
Bahan Kimia Hipovolemi ↓ Klien merasa lemas Terpaparnya kulit dengan DO: penyebab Turgor kulit kering ↓ Luka bakar Mukosa kering ↓ CVP abnormal Peningkatan Intake Output tidak seimbang permeabilitas kapiler ↓ Kadar kalium, natrium Vasodilatasi pembuluh abnormal darah ↓ Volume darah arteri menurun ↓ Pengeluaran air, natrium klorida, protein dalam sel ↓ Menurunnya cairan intraseluler ↓ Hipovolemi Bahan Kimia Nyeri akut DS: ↓ Klien mengeluh merintih Terpaparnya kulit dengan kesakitan penyebab DO: ↓ Luka bakar TD: 100/80 mmHg, Nadi: ↓ 120x/mnt Cedera jaringan kulit ↓ DS:
a. b. c. d. e.
2.
a.
37
b. Pasien
nampak
meringis
kesakitan sambil memegang dada yang sakit. P : Akibat ledakan tabung gas elpiji (bahan kimia) Q : Seperti rasa terbakar R : Bagian dada (18 %)
Kulit coklat kemerahan, hitam ↓ Kerusakan pada dermis, epidermis dan sub kutan ↓ Kematian sel-sel ↓ Nyeri akut
S : Skala nyeri 8 dari 10 T
:
Hilang
meningkat
timbul jika
dan
adanya
aktivitas 3.
Bahan Kimia Kerusakan ↓ Klien mengeluh perih, sakit integritas kulit Terpaparnya kulit dengan DO: penyebab a. Terdapat luka bakar yang ↓ Luka bakar memerah hingga nekrosis ↓ b. Kulit tidak utuh Cedera jaringan kulit ↓ Kulit coklat kemerahan, hitam ↓ Kerusakan pada dermis, epidermis dan sub kutan ↓ Kematian sel-sel ↓ Kerusakan integritas kulit DS:
3.4 Diagnosa Keperawatan a. Hipovolemi berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dari luka bakar. b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera kimia c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dan atau lesi
38
3.5 Intervensi Keperawatan 1. Domain 2. Nutrition Class 5. Hydration Hipovolemi (00027) berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dari luka bakar NOC
NIC
Domain II. Physiologic Health
Domain 2. Physiological
Class G. Fluid & Electrolytes
Class N. Tissue Perfusion Management
0601 Fluid Balance
4120 Fluid Management
060117 membran mukosa lembab 060116 integritas kulit baik 060118 nilai elektrolit dalam batas normal.
10.
Monitoring CVP, kapiler dan kekuatan
nadi perifer. 11.
Observasi pengeluaran urin, berat jenis
dan warna urin.
060107 Intake dan output cairan tubuh
12.
Timbang berat badan setiap hari
pasien seimbang
13.
Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar
tiap hari sesuai indikasi 14.
Lakukan
program
meliputi: Pasang/
kolaborasi
pertahankan
kateter
urine. 15.
Berikan penggantian cairan IV yang
dihitung, elektrolit, plasma, albumin. 16.
Monitoring
hasil
pemeriksaan
laboratorium (Hb, elektrolit, natrium). 17.
Berikan obat sesuai indikasi (diuretik)
18.
Monitoring tanda-tanda vital setiap jam
selama periode darurat, setiap 2 jam selama periode akut, dan setiap 4 jam selama periode urine.-
rehabilitasi.-
Warna
Masukan dan haluaran setiap jam
selama periode darurat, setiap 4 jam selama
39
periode akut, setiap 8 jam selama periode rehabilitasi.
Status umum setiap 8 jam.
2. Domain 12. Comfort Class 1. Physical Comfort Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agen cedera kimia
NOC
NIC
Domain 5: Perceived Health
Domain 1: Physiological Basic
Class V: Symptom Status
Class E: Physical Comfort Promotion
2102 Pain Level
1400 Pain Management
210201 melaporkan nyeri
14. Kaji nyeri secara komprehensif termasuk
210204 mengenali skala nyeri
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
210206 respon terhadap nyeri
kualitas, dan faktor presipitasi 15. Observasi
Domain IV: Health Knowledge & Behavior
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan 16. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
Class Q: Health Behaviour
untuk mengenetahui pengalaman nyeri
1605 Pain Control
pasien 17. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
160502 mengakui timbulnya nyeri .
lain tentang ketidakefektifan control nyeri
160501 menjelaskan faktor penyebab
masa lampau
nyeri . 160504 menggunakan terapi nonanalgesic .
18. Bantu
pasien
dan
keluarga
mencari
yang
dapat
dukungan 19. Control
lingkungan
160504 menggunakan terapi analgesic
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
bila diindikasikan .
pencahayaan, dan kebisingan
160513 melaporkan adanya perubahan
20. Kurangi faktor presipitasi nyeri
gejala .
21. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
160507 melaporkan adanya gejala
(farmakologi,
yang tidak terkontrol
interpersonal)
non
farmakologi,
40
160511 melaporkan nyeri yang dialami & terkontrol .
22. Kaji
tipe
dan
sumber
nyeri
untuk
menentukan intervensi 23. Ajarkan tentang teknik non farmakologi 24. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 25. Tingkatkan istirahat 26. Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
3.
Domain 11. Safety/Protection Class 2. Physical Injury Kerusakan integritas kulit (00046) berhubungan dengan inflamasi dan lesi. NOC
NIC
Domain II. Physiologic Health
Domain 2. Physiological
Class L.Tissue Integrity
Class I. Skin/Wound Management
1101 Tissue Integrity: Skin & Mucous
3500 Pressure Management
Membranes 4. Observasi
luka:
lokasi,
dimensi,
110101 suhu kulit
kedalaman luka, karakteristik,
warna
110111 Jaringan perfusi
cairan, granulasi dan tanda-tanda infeksi
110113 Integritas kulit
lokal.
110115 lesi kulit
5. Monitoring mobilitas dan aktifitas pasien.
110114 Hidrasi
6. Monitoring status nutrisi pasien.
110105 Pigmentasi yang tidak normal
7. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka. 8. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar. 9. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering. 10. Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka. 11. Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet TKTP, vitamin
41
3.6 Evaluasi a. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, klien diharapkan tidak mengalami kekurangan volume cairan b. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, nyeri yang dirasakan klien berkurang c. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, klien diharapkan tidak mengalami kerusakan integritas kulit.
42
BAB IV PENUTUP 4.1
Kesimpulan Kulit adalah organ kompleks yang memberikan pertahanan tubuh pertama terhadap kemungkinan lingkungan yang merugikan. Kulit yang melindungi tubuh dari infeksi, mencegah kehilangan cairan tubuh, membantu mengontrol suhu tubuh, berfungsi sebagai organ eksretoridan sensori, membantu dalam proses aktivasi vitamin D, dan mempengaruhi citra tubuh. Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian emergensi akan meliputi revaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi) dan trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang); pemasangan kateter urine; pemasangan Nasogastric Tube (NGT); pemeriksaan vital signs dan laboratorium; management nyeri; propilaksis tetanus; pengumpulan data; dan perawatan luka.
4.2
Saran Agar pembaca memahami dan mengerti tentang Luka bakar, tingkat luka bakar, tindakan pada luka bakar agar dapat bermanfaat serta berguna bagi pembaca dan masyarakat umum.
43
DAFTAR PUSTAKA
Andra & Yessie. 2013. Kamus Asuhan Keperawatan. Bandung : Salemba Chu DH.2013. Overview of biology, development, and structure of the skin. In: In: Wolf KW, et al. Fitzpatrick’s dermatology in General Medicine, 8thed. Mc Graw Hill Medical.3:7:58-75. Helen E Douglas, J. A. (2017). Management of Burns. SURGERY , 511-518. https://ejournal.stikespku.ac.id/index.php/mpp/article/view/11/9 diakses pada 18 Februari 2019 http://repository.unair.ac.id/53803/2/FF%2037%2016.pdf https://www1media.acehprov.go.id/uploads/PENANGANAN_LUKA_BAKAR.p df Jong W.2005. Luka, Luka bakar Buku ajar bedah 2nd ed. Jakarta : EGC 3:66-8. Linda D. Urden, K. M. (2010). Critical Care Nursing: Diagnosis and Management. St. Louis: Elsevier. Moenadjat, Y. 2001. Luka bakar Pengetahuan Klinis Praktis. Edisi kedua. Jakarta: Fakultas kedokteran universitas Indonesia Moenadjat Y. 2005. Resusitasi: dasar-dasar manajemen luka bakar fase akut. Jakarta: Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia. Moenadjat Y. 2005. Resusitasi: dasar-dasar manajemen luka bakar fase akut. Jakarta: Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia. hlm.60 Moenadjat Y. 2009. Luka bakar masalah dan tata laksana. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hlm 90-110 Noer MS, Saputro ID, Perdanakusuma DS.2006. Penanganan luka bakar. Airlangga University press. Surabaya. 2006.2:3-9 . Wardhana A. Panduan Praktis Manajemen Awal Luka Bakar.
44
Jakarta Pusat, Indonesia: Lingkar Studi Bedah Plastik Foundation (Yayasan Lingkar Studi Bedah Plastik); 2014. Yiwei Wang, J. B.-F. (2018). Burn injury: Challenges and advances in burn wound healing, infection, pain and scarring. Advanced Drug Delivery Reviews, 317.
45