353759468-pbl-blok-21-sindrom-metabolik-pada-dewasa-obesitas.docx

  • Uploaded by: Yogi Sampe Pasang
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 353759468-pbl-blok-21-sindrom-metabolik-pada-dewasa-obesitas.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,202
  • Pages: 26
Sindrom Metabolik pada Dewasa Obesitas

Pendahuluan Kegemukan atau kelebihan berat badan yang biasa disebut dengan obesitas pada awalnya diyakini sebagai suatu gaya hidup yang menandakan seseorang hidup berkecukupan. Namun, sekarang obesitas telah menjadi masalah yang serius karena memicu timbulnya berbagai komplikasi penyakit yang menyertainya. Masalah obesitas kini telah menjadi perhatian khusus badan kesehatan dunia. Perhatian tidak hanya ditujukan kepada jumlah lemak yang ditimbun, tetapi juga kepada lokasi penumbunan lemak tubuh. Pola penyebaran lemak tubuh pada pria dan wanita cenderung berbeda. Wanita cenderung menimbun lemaknya di pinggul dan bokong, sehingga memberikan gambaran seperti buah pir. Sedangkan pada pria biasanya lemak menimbun di sekitar perut, sehingga memberikan gambaran seperti buah apel.1,2 Sistem endokrin merupakan kumpulan jaringan yang sangat terintegrasi dan terdistribusi secara luas untuk mengkoordinasikan keseimbangan metabolisme antar berbagai organ tubuh. Pada penyampaian sinyal endokrin, hormon disekresi untuk bekerja pada sel-sel target yang letaknya jauh dari lokasi sintesis molekul tersebut.1 Didalam sistem endokrin ada kondisi yang sering disebut resistensi insulin. Resistensi insulin adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel beta pankreas.2 Sindrom metabolik merupakan kumpulan keadaan yang timbul ketika terjadi resistensi insulin dan biasanya menunjukkan risiko kejadian kardiovaskular. Sindrom metabolik ini mungkin sudah terjadi beberapa tahun sebelum seseorang dinyatakan menderita diabetes.2,3 Pembahasan Anamnesis Anamnesis adalah suatu teknik wawancara terhadap pasien disertai dengan empati. Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit

sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis pribadi.4 Anamnesis susunan sistem bertujuan mengumpulkan data-data positif dan negatif yang berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien berdasarkan alat tubuh yang sakit. Riwayat penyakit dalam keluarga penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi.4 Didalam skenario, anamnesis dapat dilakukan secara auto-anamnesis karena keadaan pasien memungkinkan untuk memberikan keterangan. Keluhan utama: Seorang laki-laki berusia 40 tahun merasa terlalu gemuk terutama bagian perutnya dan sulit menurunkan berat badan. Riwayat Penyakit Sekarang:  Sejak kapan BB naik?  Apakah dirasakan sesak saat bernapas? Biasanya saat istirahat atau saat aktivitas berlangsung?  Apa terdapat kesulitan berjalan yang dapat mengganggu aktivitas?  Apakah disertai rasa haus dan lapar yang terus menerus?  Apa terasa mudah letih saat aktivitas? Riwayat Penyakit Dahulu:  Adakan riwayat hipertensi, DM, jantung, dan penyakit ginjal?  Jika ada, tanyakan riwayat penggunaan obat. Riwayat Penyakit Keluarga:  Apakah dikeluarga ada yang menderita penyakit DM atau hipertensi maupun penyakit jantung? Riwayat Personal dan Sosial:  Apakah sering berolahraga?  Apakah suka mengonsumsi makanan berlemak?  Sehari makan berapa kali?  Apakah pasien suka merokok?

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-temuan dalam anamnesis. Teknik pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan

visual atau pandang (Inspeksi), periksa raba (Palpasi), periksa ketok (Perkusi) dan pemeriksaan dengar dengan menggunakan stetoskop (Auskultasi).4 Keadaan umum pasien dapat dibagi atas tampak sakit ringan atau sakit sedang atau sakit berat; sesuai dengan kasus diketahui keadaan umum pasien tampak sakit ringan.4 Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan melihat reaksi pasien yang wajar terhadap stimulus visual, auditor maupun taktil; sesuai dengan kasus diketahui bahwa pasien memiliki tingkat kesadaran compos mentis, yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya dimana pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.4 Tanda-tanda vital berupa tekanan darah 150/90mmHg4, nadi 80x/menit, nafas 20x/menit dan suhu 36.5°C

Tabel 1. Pengelompokan Tekanan Darah dan Hipertensi Berdasarkan Pedoman JNC75

Berat Badan Normal/ Ideal (BBN/ BBI) Salah satu parameter untuk mengetahui keseimbangan energi seseorang adalah melalui penentuan berat badan ideal dan indeks massa tubuh. Rumus Brocca adalah cara untuk mengetahui berat badan ideal, yaitu sebagai berikut:2 Usia < 40 tahun, BBI = tinggi badan (cm) – 100 – 10% Usia ≥ 40 tahun, BBI = tinggi badan (cm) – 100 Hasilnya, apabila berat badan kurang dari berat badan ideal maka status gizinya kurang. Sedangkan jika berat badan lebih dari berat badan ideal maka status gizinya lebih.

Pada kasus di atas, pasien berusia 40 tahun memiliki tinggi badan 165 cm dan berat badan 88 kg, maka berat badan ideal pasien tersebut seharusnya 65 kg. Sehingga status gizi pasien adalah berlebih, karena berat badan badan pasien lebih dari berat badan ideal. Indeks Massa Tubuh (IMT)/ Body Mass Index (BMI) IMT dihitung dengan pembagian berat badan (kg) oleh tinggi badan (m) pangkat dua. Kini IMT banyak digunakan di rumah sakit untuk mengukur status gizi pasien karena IMT dapat memperkirakan ukuran lemak tubuh yang sekalipun hanya estimasi tetapi lebih akurat daripada pengukuran berat badan saja. Di samping itu, pengukuran IMT lebih banyak dilakukan saat ini karena orang yang kelebihan berat badan atau yang gemuk lebih berisiko untuk menderita penyakit diabetes, penyakit jantung, stroke, hipertensi, osteoarthritis dan beberapa bentuk penyakit kanker. Namun, The National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases mengingkatkan bahwa orang yang berotot dan bertulang besar dapat memiliki IMT yang tinggi tetapi tetap sehat. Begitu pula orang berusia lanjut, orang dengan massa otot yang rendah dan pasien malnutrisi bisa memiliki IMT yang normal tetapi tidak tepat. Berikut ini adalah rumus untuk menghitung IMT:1 Berat badan (kg) Tinggi badan (m2)

Klasifikasi

IMT (kg/m2)

Berat badan kurang

< 18,5

Berat badan normal

18,5 – 24,9

Berat badan lebih

≥ 25,0

Pra-obes

25,0 – 29,9

Obesitas I

30,0 – 34,9

Obesitas II

35,0 – 39,9

Obesitas III

≥ 40,0

Tabel 2. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (Asia – Pasifik).3

Rasio Pinggang : Panggul/ Waist to Hip Ratio (WHR) Rasio pi-pa diukur dengan mula-mula mengukur lingkar pinggang (perut) pada lingkaran terkecil di atas panggul. Kemudian, lingkaran panggul diukur lewat tonjolan gluteus yang paling maksimal. Hasil kedua pengukuran ini kemudian digambar pada nomogram dan letakkan hasil pengukuran lingkaran pinggang pada skala di sebelah kiri, sementara hasil pengukuran lingkaran panggul pada skala di sebelah kanan. Hubungkan kedua hasil pada skala tersebut dengan garis lurus yang akan memotong garis AGR/ WHR (abdominal-gluteal ratio atau waist to hip ratio) yang terletak di antara kedua skala. Rasio pi-pa (WHR) yang sebesar 1,0 atau kurang bagi laki-laki dan 0,8 atau kurang bagi wanita merupakan nilai normal.1 Pengukuran lingkar perut (waist circumference) kini menjadi metode paling populer kedua (sesudah IMT) untuk menentukan status gizi. Cara pengukuran lingkaran perut ini dapat dapat membedakan obesitas menjadi jenis abdominal (obesitas tipe android) dan perifer (obesitas tipe ginoid). Pasien dengan obesitas abdominal yang merupakan faktor risiko untuk berbagai penyakit metabolik, vaskuler dan degeneratif memiliki lingkaran perut yang lebih besar dari normal. Untuk diagnosis obesitas abdominal, lingkaran perut bagi wanita Asia adalah ≥ 80 cm dan bagi pria Asia adalah ≥ 90 cm.1,2 Pada pasien didaptkan Lpe 135 cm dan Lpa 115 cm.

Tabel 3. Ukuran Normal Lingkar Pinggang Berdasarkan Jenis Kelamin dan Etnis6

Gambar 1. Normogram untuk menentukan rasio pinggang-panggul.1

Dari beberapa penelitian, WHR (waist-hip ratio) dapat juga sebagai acuan untuk menentukan sindrom metabolik. Untuk menghitung WHR harus diketahui Lingkar perut/pinggang dan Lingkar Panggul. Setelah itu hasil Lpe dibagi dengan Lpa. Lpe/Lpa = WHR

Status Gizi Hasil pengukuran yang spesifik mengenai ukuran dan perubahan proporsi tubuh merupakan indikator penting bagi status gizi. Pengukuran ini meliputi berat dan tinggi badan yang digunakan untuk menghitung indeks massa tubuh pada pada orang dewasa dan sebagai indikator tubuh kurus dan tubuh pendek pada anak. Lingkar lengan atas (LiLA) dapat menunjukkan gizi kurang pada anak, rasio pinggang : panggul (waist to hip ratio/ WHR) merupakan indikator adipositas sentral pada orang dewasa. Ketebalan lipatan kulit merupakan ukuran jaringan adipose subkutan dan jika diukur pada tempat yang sesuai dapat digunakan untuk menghitung persentase lemak tubuh.1,3 Hampir semua aspek dalam penelitian gizi berpotensi memiliki kelemahan. Beberapa dapat dihilangkan dengan perencanaan dan desain studi secara teliti, dan

jika memungkinkan pengukuran dilakukan berulang kali. Dalam usaha mengaitkan pajanan dengan faktor penyebab (atau pencegah), dan akibat kesehatan (atau penyakit), sifat multifaktorial dari keterkaitan tersebut perlu diperhatikan untuk mencegah penarikan kesimpulan yang tidak tepat. Dalam menilai asupan makanan individu, sering terjadi kompromi antara pengukuran yang akurat dan pengukuran yang menggambarkan asupan makanan yang normal. Asupan nutrien (zat gizi) dihitung menggunakan tabel komposisi makanan. Perkiraan ukuran porsi dan penyesuaian terhadap jumlah makanan yang terbuang juga perlu dipertimbangkan. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan gula darah bisa dilakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa, 2 jam setelah berbuka puasa, dan gula didalam urine. Pada pemeriksaan lemak darah dapat diperiksa kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida.

Gula darah puasa Ambil darah vena 5 sampai 10ml dan masukkan ke dalam tabung bertutup merah atau abu-abu. Darah biasanya diambil antara pukul 07.00 sampai 09.00. Pasien harus berpuasa makan dan minum 12 jam sebelum pemeriksaan.9

Gula darah postprandial Ambil darah vena 5 sampai 10ml dan masukkan ke dalam tabung bertutup merah atau abu-abu. Darah diambil 2 jam setelah makan pagi atau makan siang.9

Tabel 4. Kriteria Diagnosis Diabetes Menurut WHO10

Kolesterol Total dan HDL HDL merupakan jenis kolesterol yang berfungsi membawa seluruh kolesterol ke ‘pabrik’ pengolahannya yakni hati. HDL juga berfungsi membawa kolesterol yang telah diolah untuk didistribusikan ke otak, jantung, dan seluruh organ tubuh yang lain. Oleh karena itu, HDL dikatakan sebagai ‘kolesterol baik’. Jika kadar HDL rendah maka akan banyak kolesterol yang menempel pada pembuluh darah. Kejadan ini adalah cikal bakal terjadinya tekanan darah tinggi karena banyak penyumbatan pada pembuluh darah.11

Kolesterol LDL LDL merupakan kolesterol yang dapat menyebabkan terjadinya penimbunan plak di dalam saluran pembuluh darah. LDL mempunyai tugas yang berlawanan dengan HDL. Jika kadar LDL anda meninggi maka diperkirakan banyak kolesterol yang berasal dari makanan yang tidak terangkut ke hati. Hal ini disebabkan ulah LDL yang menahan kolesterol.11

Kolesterol Trigliserida Ini adalah kolesterol yang mengikat trigliserida. Kadarnya yang tinggi menunjukkan banyak kolesterol jenis trigliserida di dalam darah anda.11

Ketiga kolesterol ini sering dinyatakan sebagai Kolesterol Total. Anda yang mempunyai penyakit hipertensi dan kencing manis, apabila disertai peningkatan salah satu atau keseluruhan kolesterol maka akan beresiko untuk terjadinya penyumbatan di dalam pembuluh darah. Penyakit yang akan timbul jika terjadi sumbatan akibat kenaikan kolesterol adalah stroke.11 Tabel 5. Kadar Kolesterol Normal Pada Orang Dewasa.12

Pemeriksaan radiologi Pencitraan tidak secara rutin ditunjukkan dalam diagnosis sindrom metabolik. Namun, mereka mungkin cocok untuk pasien dengan gejala atau tanda-tanda dari banyak komplikasi, termasuk penyakit jantung. Keluhan nyeri dada atau dyspnea dapat dilakukan elektrokardiografi (EKG), ultrasonografi (echocardiography), singlephoton emission computed tomography (SPECT), cardiac positron emission tomography (PET), atau pemeriksaan yang lainnya.2

Differential Diagnosis Hiperlipidemia Hyperlipidemia ialah kelainan metabolism lipid yang ditandai dengan kelainan (peningkatan atau penurunan) fraksi lipid dalam plasma. Hiperlipidemia merupakan kelainan metabolic yang paling sering ditemukan. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kadar kolesterol total yang tinggi, kadar trigliserida yang tinggi, dan kadar kolesterol HDL yang rendah. Dalam proses terjadinya aterosklerosis, ketiganya memiliki peran yang penting dan sangat erat kaitannya satu sama lain.10

Hipertensi Grade 1 Tahap awal seseorang sudah dikatakan memiliki darah tinggi atau hipertensi adalah jika tekanan sistoliknya adalah sama atau lebih dari 140 mmHg, dan atau tekanan diastoliknya sama atau lebih dari 90 mmHg. Untuk memastikan bukan darah tinggi palsu pengukuran sebaiknya dilakukan tiga kali berturut-turut selang waktu sedikitnya 2 mingguan.12

Diabetes Tipe 1 Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang sakit pankreasnya menyeluruh. Begitu payahnya sehingga dia tidak bisa menghasilkan insulin sama sekali. Diabetes tipe 1 biasanya mengenai anak-anak dan remaja. Dahulu, pernah disebut sebagai juvenile diabetes (diabetes usia muda). Namun, diabetes ini ternyata juga dapat terjadi pada orang dewasa. Oleh karena itu, orang lebih suka memakai istilah diabetes tipe 1. Pada penderita diabetes tipe ini untuk dapat bertahan hidup, bergantung pada pemberian insulin dari luar. Oleh karena itu, pada waktu yang lalu, istilah yang dipakai adalah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Jumlah kejadiannya hanya 1-10% dari semua penderita diabetes di dunia. Faktor penyebab diabetes ini adalah infeksi virus

atau reaksi autoimun yang merusak sel-sel penghasil insulin, yaitu sel beta pada pancreas, secara menyeluruh. Biasanya gejala dan tanda-tandanya muncul mendadak. Tiba-tiba cepat merasa haus, sering kencing, badan mengurus, dan lemah. Apabila insulin tidak segera diberikan, penderita dapat cepat tidak sadarkan diri, disebut juga koma ketoasidosis atau koma diabetic.13

Diabetes Tipe 2 Diabetes tipe 2 bisa juga disebut diabetes life style karena penyebabnya selain factor keturunan, yang terutama adalah karena gaya hidup yang tidak sehat. Biasanya, tipe ini mengenai orang dewasa. Dahulu, diabetes ini pernah disebut adult onset atau maturityonset diabetes. Namun, karena diabetes ini ternyata juga dapat mengenai mereka yang lebih muda, maka istilah diabetes tipe 2 dianggap lebih cocok. Diabetes ini berkembang sangat lambat, bisa sampai bertahun-tahun. Oleh karena itu, gejala dan tanda-tandanya sering kali tidak jelas. Biasanya memiliki riwayat keturunan diabetes. Apabila tidak ada gejala klasik, yang biasa dikeluhkan adalah cepat lelah, berat badan turun walau banyak makan, rasa kesemutan di tungkai. Kadang-kadang, bahkan ada diabetisi yang sama sekali tidak merasakan perubahan. Diabetes tipe ini tidak mutlak memerlukan suntikan insulin karena pankreasnya masih menghasilkan insulin namun jumlahnya tidak mencukupi dan yang terpenting kerja insulin tidak efektif karena adanya hambatan pada kerja insulin seperti telah disebutkan, istilah medisnya adalah resistensi insulin. Oleh karena itu obat yang diberikan untuk diabetes tipe ini bukan hanya untuk memperbaiki resistensi insulin tetapi juga untuk membantu pancreas meningkatkan kembali produksi insulin.13

Working Diagnosis Sindrom Metabolik Sindrom metabolik menurut NCEP-ATP III yaitu obesitas abdominal (kegemukan dengan lingkar perut yang melebihi 80cm pada wanita dan 90cm pada laki-laki), kenaikan kadar trigliserida, penurunan HDL, kenaikan kadar gula puasa hingga 110-126mg/ml (akibat peningkatan resistensi insulin), dan kenaikan tekanan darah. Kondisi ini dikaitkan dengan risiko penyakit kardiovaskular, stroke, diabetes melitus tipe 2 dan kematian.13

Etiologi Beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya sindrom metabolik yaitu faktor yang bisa diubah dan tidak bisa diubah. Faktor yang tidak bisa diubah terdiri dari pertambahan usia, genetik, dan jenis kelamin. Sedangkan faktor yang dapat diubah terdiri dari kegemukan, pola makan yang salah, kurang gerak, kehidupan yang stres, penggunaan substansi yang merugikan kesehatan seperti konsumsi alkohol, rokok, atau obat-obatan yang efek sampingnya berpotensi menaikkan gula darah seperti kortikostreoid.3 Sindrom metabolik diduga disebabkan oleh disfungsi jaringan adiposa dan resistensi insulin. Jaringan adiposa disfungsional juga memainkan peran penting dalam patogenesis resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Kedua pembesaran sel adiposa dan infiltrasi makrofag ke dalam hasil jaringan adiposa dalam pelepasan sitokin proinflamasi dan mempromosikan resistensi insulin.14,15 Resistensi insulin tampaknya menjadi mediator utama sindrom metabolik. Insulin mempromosikan penyerapan glukosa di dalam otot, lemak, dan sel-sel hati dan dapat mempengaruhi lipolisis dan produksi glukosa oleh hepatosit.14,15 Kontributor tambahan untuk resistensi insulin termasuk kelainan sekresi insulin dan sinyal reseptor insulin, pembuangan glukosa, dan sitokin proinflamasi. Kelainan ini, pada gilirannya, dapat menyebabkan obesitas dengan peningkatan terkait dalam kadar asam lemak bebas dan perubahan dalam distribusi insulin (insulin terakumulasi dalam lemak).14,15 Distribusi jaringan adiposa muncul untuk mempengaruhi perannya dalam sindrom metabolik. Lemak yang berkorelasi visceral atau intra-abdominal dengan peradangan, sedangkan lemak subkutan tidak. Ada beberapa penjelasan potensial untuk ini, termasuk pengamatan eksperimental bahwa lemak omentum lebih tahan terhadap insulin dan dapat mengakibatkan konsentrasi yang lebih tinggi dari asam lemak bebas racun dalam sirkulasi portal.14,15 Lemak

perut

dikenal

untuk

menghasilkan

tingkat

yang

berpotensi

membahayakan sitokin, seperti tumor necrosis factor (TNF), adiponektin, leptin, resistin, dan plasminogen activator inhibitor.14,15 Karakteristik psikologis, termasuk kemarahan, depresi, dan permusuhan, mungkin terkait dengan peningkatan risiko sindrom metabolik. Namun, gangguan psikologis, terutama kecemasan, mungkin merupakan komorbiditas atau komplikasi dari sindrom metabolik.14,15

Epidemiologi Di US, peningkatan kejadian obesitas mengiringi peningkatan prevalensi sindrom metabolik. Prevalensi sindrom metabolik pada populasi usia >20 tahun sebesar 25% dan pada usia >50 tahun sebesar 45%. Pandemi sindrom metabolik juga berkembang seiring dengan peningkatan prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia, termasuk Indonesia. Studi yang dilakukan di Depok (2001) menunjukkan prevalensi sindrom metabolik menggunakan kriteria National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) dengan modifikasi Asia Pasifik, terdapat pada 25.7% pria dan 25% wanita. Penelitian Soegondo (2004) melaporkan prevalensi sindrom metabolik sebesar 13,13% dan menunjukkan bahwa kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT) obesitas >25 kg/m2 lebih cocok untuk diterapkan pada orang Indonesia. Penelitian di DKI Jakarta pada tahun 2006 melaporkan prevalensi sindrom metabolik yang tidak jauh berbeda dengan Depok yaitu 26,3% dengan obesitas sentral merupakan komponen terbanyak (59,4%).2 Umumnya sindrom metabolik mulai terjadi pada usia dewasa pertengahan yaitu sekitar 35-40 tahun.2

Patogenesis Obesitas sentral Obesitas, khususnya perut/ "apel berbentuk" obesitas, biasanya memainkan peran penting dalam metabolisme etiopathogenic Syndrome. Jenis kelamin pria lebih rentan terhadap distribusi adiposa ini berisiko tinggi (testosteron versus estrogen tampaknya menjadi pengaruh penting). Namun demikian, pasien dengan berat badan normal (dan/ atau perempuan) juga dapat insulin resisten. Yang disebut "metabolik obesitas" pasien, adalah mereka yang meskipun berat badan normal atau mendekati normal-berat orang; memiliki jumlah peningkatan ("tersembunyi") jaringan adiposa viseral, mungkin karena genetik/ penyebab turun-temurun. Menurut beberapa teori yang kredibel, ketika massa jaringan adiposa viseral meningkat, ada tingkat lebih tinggi fluks jaringan lemak yang diturunkan dari asam lemak bebas mencapai hati melalui sirkulasi splanknik; kontras dengan peningkatan lemak di bawah kulit perut, yang bisa mengeluarkan produk lipolisis ke sirkulasi sistemik dan menghindari lebih langsung dan berbahaya efek pada metabolisme hati.2

Resistensi Insulin Resistensi insulin berarti cacat dalam aksi insulin yang mengakibatkan hiperinsulinemia, diperlukan sebagai upaya untuk mempertahankan euglycemia. Kontributor penting bagi perkembangan resistensi insulin merupakan kelebihan yang beredar asam lemak bebas (FFA), dibebaskan dari massa jaringan adiposa diperluas (kelebihan berat badan atau obesitas). FFA penurunan sensitivitas insulin di otot dengan menghambat penyerapan glukosa insulin-mediated. Meningkatnya tingkat sirkulasi glukosa meningkat sekresi insulin pankreas sehingga hiperinsulinemia. Dalam hati, FFA meningkatkan produksi glukosa, trigliserida dan sekresi lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL). Hal ini menyebabkan penurunan konversi glukosa menjadi glikogen bertambah dan akumulasi dari trigliserida (TG). Insulin adalah hormon anti-lipolitik penting. Ketika resistensi insulin terjadi, lipolisis tingkat yang lebih tinggi dari molekul triasilgliserol disimpan dalam jaringan adiposa menghasilkan lebih banyak asam lemak, yang selanjutnya dapat menghambat efek lipolitik anti-insulin, menciptakan lipolisis tambahan.2

Dislipidemia Dislipidemia yang khas pada sindrom metabolik ditandai dengan peningkatan trigliserida dan penurunan kolesterol HDL. Kolesterol LDL biasanya normal, namun mengalami perubahan struktur berupa peningkatan small dense LDL. Peningkatan konsentrasi trigliserida plasma dipikirkan akibat peningkatan masukan asam lemak bebas ke hatisehingga terjadi peningkatan produksi trigliserida. Namun studi pada manusia dan hewan menunjukkan bahwa peningkatan trigliserida tersebut bersifat multifaktorial dan tidak hanya diakibatkan oleh peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati.2 Penurunan kolesterol HDL disebabkan peningkatan trigliserida sehingga terjadi transfer trigliserida ke HDL. Namun, pada subyek dengan resistensi insulin dan konsentrasi trigliserida normal dapat ditemukan penurunan kolesterol HDL. Sehingga dipikirkan terdapat mekanisme lain yang menyebabkan penurunan kolesterol HDL disamping peningkatan trigliserida. Mekanisme yang dipikirkan berkaitan dengan gangguan masukan lipid post prandial pada kondisi resistensi insulin sehingga terjadi gangguan produksi Apolipoprotein A-I (Apo A-l) oleh hati yang selanjutnya mengakibatkan penurunan kolesterol HDL. Peran sistem imunitas pada resistensi insulin juga berpengaruh pada perubahan profil lipid pada subyek dengan

resistensi insulin. Studi pada hewan menunjukkan bahwa aktivasi sistem imun akan menyebabkan gangguan pada lipoprotein, protein transport, reseptor dan enzim yang berkaitan sehingga terjadi perubahan profil lipid.2

Hipertensi Resistensi insulin juga berperan pada pathogenesis hipertensi. Insulin merangsang sistem saraf simpatis meningkatkan reabsorpsi natrium ginjal, mempengaruhi transport kation dan mengakibatkan hipertrofi sel otot polos pembuluh darah. Pemberian infus insulin akut dapat menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi. Sehingga disimpulkan bahwa hipertensi akibat resistensi insulin terjadi akibat ketidakseimbangan antara efek pressor dan depressor. The Insulin Resistance Atherosclerosis Stucfy melaporkan hubungan antara resistensi insulin dengan hipertensi pada subyek normal namun tidak pada subyek dengan DM tipe 2.2

Gejala Klinis Menurut pedoman dari National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) dan American Heart Association (AHA), sindrom metabolik didiagnosis ketika pasien memiliki setidaknya 3 dari 5 kondisi berikut:13 1. Glukosa puasa ≥100 mg / dL (atau menerima terapi obat untuk hiperglikemia). 2. Tekanan darah ≥130 / 85 mmHg (atau menerima terapi obat untuk hipertensi). 3. Trigliserida

≥150

mg

/

dL

(atau

menerima

terapi

obat

untuk

hipertrigliseridemia). 4. HDL-C <40 mg / dL pada pria atau <50 mg / dL pada wanita (atau menerima terapi obat untuk mengurangi HDL-C). 5. Lingkar pinggang ≥102 cm (40 in) pada pria atau ≥88 cm (35 in) pada wanita; jika Asian Amerika, ≥90 cm (35 in) pada pria atau ≥80 cm (32 in) pada wanita. Ada beberapa gejala yang mungkin dirasakan pasien ketika mengalami komplikasi. Nyeri dada atau sesak napas menunjukkan munculnya gejala kardiovaskular. Neuropati perifer, dan retinopati biasa terjadi pada pasien dengan resistensi insulin dan hiperglikemia atau diabetes melitus. Xanthomas atau xanthelasma umumnya pada pasien dengan dislipidemia parah.13

Komponen Obesitas abdominal/ sentral

Kriteria diagnosis WHO : Resistensi insulin plus : Waist to hip ratio : Laki2 : > 0.90; Wanita : > 0.85, atau IMB > 30 kg/m2

Kriteria diagnosis ATP III : 3 komponen dibawah ini Lingkar pinggang : Laki2 : > 102 cm (40 inchi) Wanita : > 88 cm (35 inchi)

Hipertrigliseridemia

 150 mg/dl ( 1.7 mmol/L)

 150 mg/dl ( 1.7 mmol/L)

HDL Cholesterol

♂ < 35 mg/dl (< 0.9 mmol/L) ♀ < 39 mg/dl (< 1.0 mmol/L

♂ < 40 mg/dl (< 1.036 mmol/L) ♀ < 50 mg/dl (< 1.295 mmol/L)

Hipertensi Kadar glukosa darah tinggi

TD  140/90 mmHg atau TD  130/85 mmHg atau riwayat terapi anti hipertensif riwayat terapi anti hipertensif Toleransi glukosa terganggu,  110 mg/dl atau  6.1 mmol/L glukosa puasa terganggu, resistensi insulin atau DM

Mikroalbuminuri

Ratio albumin urin dan kreatinin 30 mg/g atau laju ekskresi albumin 20 mcg/menit

Tabel 6. Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik menurut WHO (World Health Organization) dan NCEP-ATP III (the National Cholesterol Education Program- Adult Treatment Panel III)

Penatalaksanaan Medikamentosa Obesitas dan Obesitas Sentral Pemahaman tentang hubungan antara obesitas dan sindrom metabolik serta peranan otak dalam pengaturan energi, merupakan titik tolak yang penting dalam penatalaksanaan klinik. Pengaturan berat badan merupakan dasar tidak hanya bagi obesitas tapi juga sindrom metabolik. Mempertahankan berat badan yang lebih rendah dikombinasi dengan pengurangan asupan kalori dan peningkatan aktifitas fisik merupakan prioritas utama pada penyandang sindrom metabolik. Target penurunan berat badan 5-10% dalam tempo 6-12 bulan, dapat dicapai dengan mengurangi asupan kalori sebesar 500-1000 kalori per hari ditunjang dengan aktifitas fisik yang sesuai. Aktifitas fisik yang disarankan adalah selama 30 menit atau lebih setiap hari. Untuk subyek dengan komorbid penyakit jantung koroner, perlu dilakukan evaluasi kebugaran sebelum diberikan anjuran jenis-jenis olah raga yang sesuai.2 Pemakaian obat-obatan dapat berguna sehingga dipertimbangkan pada beberapa pasien. Dua obat yang dapat digunakan dalam menurunkan berat badan adalah sibutramin dan orlistat. Dengan mempertimbangkan peranan otak sebagai

regulator berat badan, sibutramin dapat menjadi pertimbangan walaupun tanpa mengesampingkan kemungkinan efek samping yang mungkin timbul. Cara kerjanya di sentral memberikan efek mengurangi asupan energi melalui efek mempercepat rasa kenyang dan mempertahankan pengeluaran energi setelah berat badan turun dapat memberikan efek tidak hanya untuk penurunan berat badan namun juga mempertahankan berat badan yang sudah turun. Demikian pula dengan efek metabolik, sebagai efek dari penurunan berat badan pemberian sibutramin setelah 24 minggu yang disertai dengan diet dan aktifitas fisik, memperbaiki konsentrasi trigliserida dan kolesterol HDL.Terapi pembedahan dapat dipertimbangkan pada pasien-pasien yang berisiko serius akibat obesitasnya.2

Hipertensi Hipertensi merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular. Hipertensi juga mengakibatkan mikroalbuminuria yang dipakai sebagai indikator independen morbiditas kardiovaskular pada pasien tanpa diabetes atau hipertensi. Target tekanan darah berbeda antara subyek dengan DM dan tanpa DM. Pada subyek dengan DM dan penyakit ginjal, target tekanan darah adalah < 130/80 mmHg, sedangkan pada bukan, targetnya< 140/90 mmHg. Untuk mencapai target tekanan darah, penatalaksanaan tetap diawali dengan pengaturan diet dan aktifitas fisik. Peningkatan tekanan darah ringan dapat diatasi dulu dengan upaya penurunan berat badan, berolah raga, menghentikan rokok dan konsumsi alkohol serta banyak mengkonsumsi serat. Namun apabila modifikasi gaya hidup sendiri tidak mampu mengendalikan tekanan darah maka dibutuhken pendekatan medikamentosa untuk mencegah komplikasi seperti infark miokard, gagal ginjal kronik dan stroke.2 Dalam suatu penelitian meta-analisis didapatkan bahwa enzim pengkonversi angiotensin dan penghambat reseptor angiotensin mempunyai manfaat yang bermakna dalam meregresi hipertrofi ventrikel kiri dibandingkan dengan penghambat beta adrenergik, diuretik dan antagonis kalsium. Valsartan, suatu penghambat reseptor angiotensin, dapat mengurangi mikroalbuminuria yang diketahui sebagai faktor risiko independen kardiovaskular. Beberapa studi menyarankan pemakaian ACE inhibitor sebagai lini pertama pada penyandang hipertensi dengan sindrom metabolik terutama bila ada DM, Angiotensin receptor blocker (ARB) dapat digunakan apabila tidak toleran terhadap ACE inhibitor. Meski pemakaian diuretik tidak dianjurkan pada subyek dengan gangguan toleransi glukosa, namun pemakaian diuretik dosis rendah

yang dikombinasi dengan regimen lain dapat lebih bermanfaat dibandingkan efek sampingnya.2

Gangguan Toleransi Glukosa Intoleransi glukosa merupakan salah satu manifestasi sindrom metabolik yang dapat menjadi awal suatu diabetes melitus. Penelitian-penelitian yang ada menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara toleransi glukosa terganggu (TGT) dan risiko kardiovaskular pada sindrom metabolik dan diabetes. Perubahan gaya hidup dan aktifitas fisik yang teratur terbukti efektif dapat menurunkan berat badan dan TGT. Modifikasi diet secara bermakna memperbaiki glukosa 2 jam pasca prandial dan konsentrasi insulin.2 Tiazolidindion memiliki pengaruh yang ringan tetapi persisten dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Tiazolidindion dan metformin juga dapat menurunkan konsentrasi asam lemak bebas. Pada Diabetes Prevention Program, penggunaan metformin dapat mengurangi progresi diabetes sebesar 31% dan efektif pada pasien muda dengan obesitas.2

Dislipidemia Pilihan terapi untuk dislipidemia adalah perubahan gaya hidup yang diikuti dengan medikamentosa. Namun demikian, perubahan diet dan latihan jasmani saja tidak cukup berhasil mencapai target. Oleh karena itu disarankan untuk memberikan obat berbarengan dengan perubahan gaya hidup. Menurut ATP III, setelah kolesterol LDL sudah mencapai target, sasaran berikutnya adalah dislipidemia aterogenik. Pada konsentrasi trigliserida ± 200 mg/di, maka target terapi adalah non kolesterol HDL setelah kolesterol LDL terkoreksi. Terapi dengan gemfibrozil tidak hanya memperbaiki profil lipid tetapi juga secara bermakna dapat menurunkan risiko kardiovaskular. Fenofibrat secara khusus digunakan untuk menurunkan trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL, telah menunjukkan perbaikan profil lipid yang sangat efektif dan mengurangi risiko kardiovaskular. Fenofibrat juga dapat menurunkan konsentrasi fibrinogen. Kombinasi fenofibrat dan statin memperbaiki konsentrasi trigliserida, kolesterol HDL dan LDL.2 Target terapi berikutnya adalah peningkatan apoB. Beberapa studi menunjukkan apoB lebih baik dalam menggambarkan dislipidemia aterogenik yang terjadi dibandingkan dengan konlesterol non HDL sehingga menyarankan apoB

sebagai target terapi. Meskipun demikian, ATP III tetap menyarankan pemakaian kolesterol non HDL sebagai target terapi mengingat di beberapa tempat, sarana pemeriksaan apoB belum tersedia.2 Apabila konsentrasi trigliserida ± 500 mg/dL, maka target terapi pertama adalah penurunan trigliserida untuk mencegah timbulnya pancreatitis akut. Pada konsentrasi trigliserida < 500 mg/dL, terapi kombinasi untuk menurunkan trigliserida dan kolesterol LDL dapat digunakan. Berbeda dengan trigliserida dan kolesterol LDL, untuk kolesterol HDL tidak ada target terapi tertentu, hanya dinaikkan saja.2

Non-medikametosa Perubahan gaya hidup yang terdiri atas pola makan dan olahraga. Untuk mengatur pola makan, kita harus menghitung kebutuhan kalori perhari dan disesuaikan dengan tabel status gizi. Untuk mengetahui status gizi kita dapat menghitung IMT terlebih dahulu. Setelah itu kita mencari tahu aktivitas fisik seharihari pasien. Untuk kategori aktivitas, dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu aktivitas ringan, sedang, berat dan berat sekali. Dibawah ini beberapa contoh aktivitas/pekerjaan yang dibagi menjadi beberapa bagian:  Ringan: Pekerjaan kantoran, lebih banyak duduk, mengetik, guru, ahli hukum  Sedang: ibu rumah tangga (tanpa pembantu),  Berat: penebang pohon(gergaji menggunakan tangan), buruh bangunan  Berat Sekali: pendaki gunung, penarik becak

Tabel 7. Kebutuhan kalori perhari

Aktivitas

STATUS GIZI Kurang Normal Lebih

Ringan

36 kal

30 kal

25 kal

Sedang

40 kal

35 kal

30 kal

Berat

45 kal

40 kal

36 kal

Berat Sekali

55 kal

50 kal

45 kal

Setelah

kita

mendapatkan

IMT:

Lebih(status

gizi)

dan

aktivitas:

guru(pekerjaan) pasien, kita dapat mengetahui kebutuhan pasien adalah 25kal (lihat tabel diatas). Lalu kita kalikan BB dengan kebutuhan kalori pasien. BB(80kg) x 25kal: 2000kalori Dari hasil diatas, kita mendapatkan kalori normal yang dibutuhkan untuk pasien. Lalu, selanjutnya kita dapat mengurangkan kalori dengan range 500 -1000 kalori. Diatas pasien memiliki persentase IMT Obese 2 sehingga kita dapat mengurangi kebutuhan kalori perhari menjadi 1000kalori. Terapi ini juga disertai dengan keseimbangan Karbohidrat, Protein dan Lemak, yaitu dengan persentase Karbohidrat (65-70%) Protein (15-20%) dan Lemak

(20-30%). Pola makan yang

dianjurkan diet rendah kalori untuk mengatasi obesitas dan pembatasan 5G (gula, garam, gorengan, gurih, dan gajih). Peningkatan asupan serat pangan dalam bentuk sayuran, buah, kacang-kacangan dan biji-bijian utuh yang berserat juga perlu dianjurkan.13 Lalu kita dapat menganjurkan pasien dengan berolahraga 30-60 menit sehari dan dikerjakan 3-5 dalam seminggu. Olahraga seperti jalan kaki, jogging, lari, bersepeda, renang, aerobik dan banyak lagi. Terapi atau penatalaksanaan dikatakan berhasil jika, BB berkurang 10% dari total BB awal, tekanan darah yang menurun, glukosa darah puasa menurun. Dan terapi ini berlanjut juga dengan tetap melakukan pengecekan kolesterol sampai kolesterol normal. Dan, terakhir edukasikan kepada pasien beberapa hal yang dapat membuat diet atau terapi tidak berhasil seperti sulit mengubah pola makan, niat setengah-setengah dan motivasi yang cepat menurun saat melihat BB yang lambat menurun. Semua hal diatas dapat dikerjakan jika pasien ada niat. Sebagai dokter kita harus tetap memotivasi dan membantu pasien hingga quality of life nya membaik.

Pengobatan gizi medis (PGM) Edukasi gizi dan kebiasaan makan yang baik untuk pengendalian berat badan pasien obesitas merupakan inti strategi penanganan. Intervensi ini dimaksudkan untuk menormalkan kadar lemak, menstabilkan kadar gula darah, menurunkan tekanan darah, serta mengurangi atau memelihara berat badan. Pengobatan gizi medis untuk

pasien obesitas yang didasarkan pada pengurangan asupan kalori, setidaknya terbagi ke dalam empat pilihan, yaitu:3 1. Diet kalori sangat rendah (DKSR) DKSR (< 800 kkal/hari) ditujukan bagi pasien dengan nilai BMI ≥ 30 tanpa faktor komorbid dan atau faktor risiko lain atau pasien yang mempunyai BMI ≥ 27 dengan faktor komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Diet jenis ini diterapkan secara eksklusif selama < 8 minggu yang kemudian dilanjutkan dengan diet kalori rendah (800-1200 kkal) selama 24 minggu hingga 5 tahun. 2. Diet kalori rendah (DKR) Diet ini (800-1200 kkal/hari) dianjurkan pada pasien obes denga nilai BMI ≥ 27 tanpa faktor kormobid dan/ atau faktor risiko lain atau pasien yang mempunyai BMI ≥ 25 dengan faktor komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Dalam kurun waktu 6-12 bulan. 3. Diet kalori sedang dengan kandungan lemak rendah/ diet rendah lemak (DRL) Jumlah kalori yang dipatok untuk DRL berkisar antara 1200-2300 kkal/hari. Kontribusi lemak antara 20-30%. 4. Diet perorangan Jumlah asupan energi yang dtakar berdasarkan kebutuhan gizi yang khas untuk setiap pasien obesitas. Dalam hal ini, jumlah asupan energi per hari tentunya diupayakan jangan kurang dari 1200 kkal. Dari sini, disusun daftar menu yang bergizi, beragam, serta berimbang (B3), untuk selanjutnya diterjemahkan ke dalam daftar bahan penukar. Kebutuhan Kalori/ Energi Kebutuhan kalori total ditentukan oleh basal metabolisme rate (BMR), aktivitas fisik, dan specific dynamic action (SDA)/ efek termis makanan. Sebelum menentukan jumlah kebutuhan kalori total, maka harus ditentukan BMR terlebih dahulu. Berikut adalah beberapa cara untuk mengukur BMR, yaitu:2 1. Rumus Harris Benedict yang dikenal dengan rumus REE (Resting Energy Expenditure) BMR (laki-laki)

= 66,4 + [13,7 x BB] + [5 x TB] - [6,8 x Umur]

BMR (perempuan)

= 655 + [9,6 x BB] + [1,8 x TB] - [4,7 x Umur]

2. Metode faktorial

BMR (laki-laki)

= BBI (kg) x 1 kKal x 24 jam

BMR (perempuan)

= BBI (kg) x 0,9 kKal x 24 jam

Langkah selanjutnya menentukan berat/ ringan jenis aktivitas yang dilakukan sehari-hari oleh pasien. Berikut ini adalah penggolongan aktivitas:2 1. Ringan sekali = 30 % 2. Ringan

= 50 %

3. Sedang

= 75 %

4. Berat

= 100 %

5. Berat sekali

= 125 %

Contoh aktivitas yang termasuk dalam golongan ringan adalah pegawai kantor, ahli hokum, dokter, guru. Aktivitas sedang adalah pekerja industri ringan, mahasiswa, pekerjaan rumah tangga. Aktivitas berat adalah buruh kasar, penari balet, olahragawan.2 Langkah terakhir yaitu menghitung besarnya efek termis makanan yang diperkirakan besarnya adalah 10% dari jumlah energi basal dan energi aktivitas. Maka rumus untuk menghitung jumlah kebutuhan kalori total adalah:2 Total energi = energi basal (BMR) + energi aktivitas + SDA Karbohidrat Karbohdirat adalah sakarida yang tergabung dalam berbagai tingkat kompleksitas untuk membentuk gula sederhana, serta unit yang lebih besar seperti oligosakarida dan polisakarida. Fungsi utamanya adalah sebagai sumber energi dalam bentuk glukosa. Beberapa karbohidrat tidak dapat dicerna (disebut non-glikemik) dan terdiri atas polisakarida nonpati yang merupakan bagian dari serat makanan dan berperan dalam fungsi usus.4,5 Jika energi yang dibutuhkan sangat tinggi, sedangkan intake ataupun cadangan karbohidrat berkurang, maka mekanisme tubuh adalah mengubah sumber-sumber nonkarbohidrat seperti lemak menjadi glukosa. Kebutuhan tubuh terhadap karbohidrat sekitar 55-65% total kalori/ hari. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori.4,5

Lemak Lemak meliputi beraneka ragam zat yang larut dalam lipid, sebagian besar merupakan trigliserida atau triasilgliserol (TAG). Produk turunannya, seperti fosfolipid dan sterol (yang paling terkenal adalah kolesterol) juga termasuk dalam kelompok ini. TAG dipecah untuk menghasilkan energi dan menyusun cadangan energi utama bagi tubuh dalam jaringan adiposa. Asam lemak spesifik yang terdapat dalam TAG penting bagi struktur dan fungsi membrane sel, dan harus diperoleh dari diet. Asam lemak ini disebut asam lemak esensial.4,5 Fungsi lemak adalah sebagai sumber cadangan energi, komponen dari membrane sel, insulator suhu tubuh, pelarut vitamin A, D, E, dan K. kebutuhan lemak oleh tubuh sekitar 20-30% total kalori/ hari. Satu gram lemak menghasilkan 9 kalori.4 Protein Protein terdiri atas berbagai rantai dari asam amino tunggal yang tergabung membentuk beraneka ragam protein. Saat dicerna, masing-masing asam amino digunakan untuk sintesis asam amino serta protein lainnya yang diperlukan oleh tubuh, dengan melibatkan cukup banyak daur ulang dari komponen-komponen tersebut.4 Ada delapan asam amino esensial (untuk anak, ada lebih dari delapan) yang harus diperoleh dari diet. Selain itu, beberapa asam amino mungkin menjadi esensial karena keadaan (conditionally essential) dalam kondisi stres fisiologis tertentu. Jika aasam amino tidak dibutuhkan lebih lanjut, barulah asam amino tersebut dipecah dan digunakan sebagai energy dan bagian nitrogennya terekskresi sebagai urea. Konsumsi protein oleh tubuh kita sekitar 15-20% total kalori/ hari. Satu gram protein menghasilkan 4 kalori.4,5 Zat gizi

Komposisi (%)

Karbohidrat

55-65

Protein

15-20

Lemak total

20-30

Asam lemak jenuh (saturated)

8-10

Asam lemak monosaturated

≤ 15

Asam lemak polysaturated

≤ 10

Kolesterol

< 300 mg/hari

Serat

20-30 g Tabel 8. Komposisi zat gizi makro.3

Pencegahan The US Preventive Services Task Force merekomendasi konsultasi diet intensif terhadap pasien-pasien dewasa yang mempunyai factor-faktor risiko untuk terjadinya penyulit kardiovaskular. Para dokter keluarga lebih efektif dalam membantu pasien menerapkan kebiasaan hidup sehat. The Diabetes Prevention Program telah membuktikan bahwa intervensi gaya hidup yang ketat pada pasien prediabetes dapat menghambat progresivitas terjadinya diabetes lebih dari 50% ( dari 11% menjadi 4,8%).14 Tips untuk pencegahan sindrom metabolik, antara lain:14 -

Olahraga secara teratur sepanjang hidup kita, supaya tidak bosan cobalah untuk mengikut sertakan keluarga, tetangga, rekan kerja, jika perlu ikutlah klub olahraga di sekitar rumah Anda

-

Memberi dukungan kepada putra dan putri Anda untuk memiliki aktivitas fisik tiap harinya, berikanlah pilihan permainan yang memerlukan aktivitas fisik, seperti outbond, dll. Jangan lupa untuk selalu memilih makanan sehat.

-

Mengkonsumsi makanan sehat, seimbang gizi, hindari lemak jenuh, perbanyak mengkonsumsi sayuran dan buah.

-

Hentikan kebiasaan merokok.

-

Kenali diri Anda, apakah Anda memiliki kecenderungan secara genetic (keturunan) terkena penyakit diabetes, penyakit jantung, dan sindrom metabolik

-

Usahakan melakukan medical check-up secara teratur dan terapi secara dini tekanan darah bila Anda menderita tekanan darah tinggi.

Komplikasi Komplikasi dari sindrom metabolik yang luas. Banyak terkait komplikasi kardiovaskular, terutama penyakit jantung koroner, tetapi juga fibrilasi atrium, gagal jantung, stenosis aorta, stroke iskemik, dan mungkin penyakit venothromboembolic. Muncul data menunjukkan korelasi penting antara sindrom metabolik dan risiko stroke. Masing-masing komponen sindrom metabolik telah dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke, dan bukti menunjukkan hubungan antara sindrom metabolik kolektif dan risiko stroke iskemik. Sindrom metabolik juga dapat dikaitkan dengan neuropati karena mekanisme hiperglikemia melalui mediator inflamasi.13 Gangguan metabolik yang menjadi ciri sindrom metabolik telah terlibat dalam perkembangan penyakit hati berlemak nonalkohol. Memang, hati berlemak diduga memainkan peran penting dalam pengembangan sindrom metabolik.13 Selain itu, sindrom metabolik telah terlibat dalam patofisiologi beberapa penyakit lain, termasuk apnea tidur obstruktif. Kanker payudara juga telah dikaitkan dengan sindrom metabolik, mungkin melalui disregulasi dari siklus plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1). Tambahan studi telah dikaitkan dengan sindrom metabolik kanker usus besar, kandung empedu, ginjal, dan, mungkin, kelenjar prostat.13

Prognosis Prognosis dapat membaik ataupun memburuk, tergantung dari kepatuhan pasien menjalani terapi. Semakin banyak factor resiko, semakin tinggi resiko timbulnya penyakit jantung dan serebrovaskular. Penyakit seperti diabetes mellitus dan hipertensi tidak dapat sembuh total, tetapi hanya dapat di control.

Kesimpulan Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dapat disimpulkan bahwa laki-laki 45 tahun tersebut menderita sindroma metabolik. Sindroma metabolik merupakan kumpulan dari gejala penyakit obesitas, diabetes mellitus, dislipidemi, dan hipertensi. Dilihat dari gejala-gejala dan hasil pemeriksaan yang dilakukan, laki-laki tersebut memiliki hasil yang sama dengan kriteria-kriteria sindroma metabolik. Obesitas sentral memiliki korelasi paling erat dengan sindrom metabolik dibandingkan komponen yang lain. Penatalaksanaan sindrom metabolik

masih mengacu pada tiap komponen, sejauh ini belum ada penatalaksanaan yang berbeda bila dibandingkan dengan komponen secara individual. DAFTAR PUSTAKA

1. Cotran & Robbins. Sistem endokrin. Dalam: Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Edisi ke-7. Jakarta: EGC; 2006.h.644. 2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, dll. Sindrom metabolik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Edisi ke-5. Jakarta: Penerbit Internal Publishing; 2009.h.1865-1872. 3. Pangkalan ide. Update IQ diet cegah penyakit datang menyerang. Dalam: Diet South Beach. Jakarta: Elex Media Komputindo; 2007.h.32. 4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, dll. Anamnesis, Pemeriksaan fisis. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi ke-5. Jakarta: Penerbit Internal Publishing; 2009.h.29-31; 65-68. 5. Kowalski RE. Hipertensi: Pembunuh diam-diam. Dalam: Terapi Hipertensi. Bandung: Qanita; 2010.h.43. 6. Gibney MJ, Margetts BM, Kearney JM, Arab L. Epidemiologi gizi. Dalam: Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC; 2009.h.54. 7. Hidayat AAA. Penilaian dan tumbuk kembang anak. Dalam: Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba Medika; 2008.h.26. 8. Ramayulis R & Lesmana LC. Langsing bukan sekedar cantik. Dalam: 17 Alternatif Untuk Langsing. Jakarta: Swadaya; 2008.h.6. 9. Lee JL. Glukosa: Gula darah puasa. Dalam: Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. Jakarta: EGC; 2002.h.107. 10. Tandra H. Segala hal yang harus anda ketahui mengenai diabetes. Jakarta: Gramedia; 2007.h.23-4. 11. Bastiansyah E. Pemeriksaan kolesterol dalam darah. Dalam: Panduan Lengkap Membaca Hasil Tes Kesehatan. Depok: Plus; 2008.h.60-1. 12. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Metabolisme kolesterol dan lipoprotein. Dalam: Biokimia Kedokteran Dasar. Jakarta: EGC; 2000.h.515. 13. Hartono A. Implementasi nutrisi oral dan diet. Dalam: Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2006.h.195. 14. McPhee SJ, Papadakis MA. Current Medical Diagnosis & Threatment. USA: McGraw-Hill Companies; 2008.p.1035.

More Documents from "Yogi Sampe Pasang"