I.
PENDAHULUAN Sterilisasi adalah proses yang dirangcang untuk menciptakan keadaan menjadi steril. Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilang semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi relative, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya dapat diduga atas dasar proyeksi kinetis angka kematian mikroba. (Lachman hal. 1254) Produk steril adalah sediaan terapeutis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya ini termasuk sediaan parenteral, mata, dan irigasi. Pengontrolan pada waktu pembuatan untuk mengurangi kontaminasi menjadi untuk sejumlah kecil produk tertentu dapat dicapai relatif mudah. Jika jumlah produk bertambah, masalah kontrol pada waktu pembuatan untuk menghindari kontaminasi menjadi berlipat ganda. (Lachman hal.1292-1923) Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikan dengan cara merobek jaringan kedalam atau melalui kulit atau selaput lendir. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena bahaya hambatan pembuluh darah kapiler, suspensi air, minyak dan larutan minyak biasanya tidak bisa diberikan secara subcutan karena akan menimbulkan rasa sakit dan iritasi. (FI IV hal. 9) Injeksi vitamin B2 atau riboflavin adalah sediaan yang berperan untuk mengatasi defisiensi atau kekurangan vitamin B2. Pemberian injeksi vitamin B2 dengan menginjeksikan seidaan kedalam otot rangka. Tempat suntikan sebaiknya sejauh mungkin dari syaraf-syaraf utama atau pembuluh darah utama. Pada orang dewasa tempat yang paling sering digunakan untuk suntikan intramuskular adalah seperempat bagian atas otot luar gluteus maksimus. Sedangkan pada bayi tempat penyuntikkan melalui intramuskular sebaiknya dibatasi paling banyak 5 ml, bila disuntikkan kedaerah gluteal dan 2 ml bila di deltoid. Produk – produk parenteral dikemas dalam ampul, vial, botol plastik dan disposable syringe. Kemasan injeksi dalam ampul tidak memerlukan penambahan bahan pengawet karena pemakaiannya sebagai dosis tunggal sedangkan pada injeksi yang menggunakan wadah vial ditambahkan pengawet karena pemakaiannya sebagai dosis ganda. Ampul adalah wadah berbentuk silindris yang terbuat dari gelas yang memiliki ujung runcing ( leher ) dan bidang dasar rata, ukuran nominalnya 1, 2, 5, 10, 20 kadang – kadang juga 25 atau 30 ml. ampul merupakan wadah takar tunggal oleh karena jumlah total cairan ditentukan pemakaiannya untuk 1 kali injeksi.
Menurut ketentuan ampul dibuat dari gelas tidak berwarna akan tetapi untuk bahan obat yang peka terhadap cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua. Pada pembuatan injeksi riboflavin, diketahui sifat kelarutan riboflavin sangat sukar larut dalam air, dalam etanol, dan dalam larutan NaCl 0,9%. Oleh karena itu digunakan bahan tambahan Nikotinamida yang merupakan vitamin B3 yang dapat membantu kelarutan dari Riboflavin. DATA ZAT AKTIF Vitamin B2 (Riboflavin) (FI V hal. 1091) Rumus Bangun
Pemerian
:
: Serbuk hablur, kuning, hingga kuning jingga,
bau lemah. Kelarutan
: Sangat sukar larut dalam air, dalam etanol dan
dalam larutan NaCl 0,9%. Sangat mudah larut dalam alkali encer tidak larut dalam eter dan kloroform. Khasiat
: Defisiensi vitamin B2 yang menimbulkan gejala
fotofobia, lakrimasi, gatal dan panas. Dosis
: 5-30mg/hari untuk defisiensi riboflavin dewasa.
3-10mg/hari untuk anak-anak. (DI 88 hal. 2100) Sterilisasi
: Autoklaf.
Cara Penggunaan
: Intramuscular atau intravena. (DI 88 hal. 2101)
OTT
: Larutan alkali tetrasiklin, eritromisin dan
streptomisin.
pH
: 4,5- 7
Wadah & Penyimpanan : Dalam ruang sejuk, wadah tertutup rapat , dan
tidak tembus cahaya.
FARMAKOLOGI (Farmakologi dan Terapi hal. 773)
Dalam tubuh manusia, riboflavin dibutuhkan untuk respirasi jaringan. Riboflavin mengubah koenzim flavin mononukleotida. Flavin mononukleotida juga mengubah koenzim lain yaitu flavin, adenin dinukleotida. Koenzim ini bertindak sebagai pembawa molekul hidrogen untuk beberapa enzim seperti flavoprotein yang terlibat dalam reaksi oksidasi reduksi yang ada dalam substrat organik dan metabolisme perantara. Riboflavin juga secara tidak langsung terlibat dalam menjaga integritas eritrosit riboflavin, hasil defisiensi dalam sindrom klinis karakteristik berupa cheilosis, stomatitis sudut, glossitis, keratitis, perubahan kulit, perubahan mata, dan seborrheic dermatitis, normositik. Anemia dan neuropati terjadi pada defisiensi berat. Tanda-tanda klinis dari defisiensi menjadi jelas setelah 3-8 bulan dari asupan riboflavin yang tidak memadai. Administrasi riboflavin membalikkan tanda-tanda defisiensi. Defisiensi riboflavin. Keadaan ini ditandai dengan gejala sakit tenggorokan dan radang di sudut mulut (stomatitis angularis), keilosis, glositis, lidah berwarna merah dan licin. Timbul dermatitis seboroik di muka, anggota gerak dan seluruh badan. Gejala-gejala pada mata adalah fotofobia, lakrimasi, gatal dan panas. Pada pemeriksaan tampak vaskularisasi kornea dan katarak. Anemia yang menyertai defisiensi riboflavin biasanya bersifat normokrom normositer. Kebutuhan sehari. Kebutuhan tiap individu akan riboflavin berbanding lurus dengan energi yang digunakan, minimum 0,3 mg/1000 kcal. Farmakokinetik. Pemberian secara oral atau parenteral akan diabsorpsi dengan baik dan didistribusi merata ke seluruh jaringan. Asupan yang berlebihan akan dikeluarkan melalui urin dalam bentuk utuh. Dalam tinja ditemukan riboflavin yang disintesis oleh kuman di saluran cerna, tetapi tidak ada bukti nyata yang menjelaskan bahwa zat tersebut dapat diabsorbsi melalui mukosa usus.
Indikasi. Penggunaannya yang utama adalah untuk pencegahan dan terapi defisiensi vitamin B2 min B kompleks lainnya, sehingga riboflavin sering diberikan bersama vitamin lain.
II. TABEL DATA PRE FORMULASI SEDIAAN STERIL Ampul Riboflavin
A. Data Zat Aktif Nama Zat
Sifat Fisika Kimia
Aktif Riboflavin
Cara
Khasiat/Dosis
Cara
Sterilisasi Pemerian : serbuk Autoklaf
Penggunaan : Intramuscular
Khasiat
(FI V hal. hablur,
kuning,
Defisiensi
1091)
kuning
vitamin B2 yang 2101)
hingga
(DI 88 hal.
jingga, bau lemah.
menimbulkan
(FI V hal. 1091)
gejala fotofobia, lakrimasi, gatal
Sifat fisika kimia :
dan panas. (DI
melebur pada suhu
88 hal. 2101)
lebih kurang 280°. (FI V hal. 1091)
Dosis : 5-30mg/hari
Kelarutan : sangat
untuk defisiensi
sukar larut dalam
riboflavin
air,
dewasa.
dalam
etanol
dan dalam larutan
3-10mg/hari
NaCl 0,9%. Sangat
untuk
mudah larut dalam
anak. (DI 88 hal.
alkali encer tidak
2100)
larut dalam eter dan kloroform.
(FI
V
anak-
hal. 1091)
OTT : Larutan
alkali
tetrasiklin, eritromisin
dan
streptomisin. (Martindale 28 hal. 1641)
pH : 4,5- 7 (FI V hal. 1091)
Wadah
&
penyimpanan : Dalam
wadah
tertutup rapat , tidak tembus cahaya. (FI V hal. 1092)
B. Data Zat Tambahan Nama Zat
Kegunaan
Sifat fisika kimia
Konsentrasi/ dosis
Sterilisasi
Aqua
Pelarut atau
Pemerian: cairan jernih,
Dididihka
steril pro
pembawa
tidak
tidak
n selama
injeksi
dalam injeksi
berbau; tidak mempunyai
30 menit.
berwarna;
rasa (FI III hal 97) (FI III hal 97)
Stabilitas:
uji
yang
tertera pada uji keamanan hayati (FI ed. III hal.97)
Benzalko
Pengawet
Pemerian: gel kental atau 0.01 %
Larutan
nium
potongan seperti gelatin, (Handbook
benzalkon
Klorida
putih
ium
atau
kekuningan. (Handboo k of Excipients hal. 33-34 & Martindal
puih of
Biasanya Pharmaceutic klorida:
berbau aromatik lemah. al Excipients Larutan
di
air
berasa 6th hal 56)
pahit, jika dikocok sangat berbusa
dan
biasanya
sedikit alkali. (FI IV, hal 130)
e 28 hal. 549)
Kelarutan: sangat mudah larut dalam air (1:<10) dan etanol (FI IV, hal 130) pH: 5-8 (Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th hal 56) OTT:
Aluminum,
surfaktan anionik, sitrat,
Autoklaf
kapas,
fluorescein,
hidrogen
peroksida,
hypromellose, kaolin,
lanolin,
iodida, nitrat,
surfaktan nonionik pada konsentrasi
tinggi,
permanganat, salisilat,
protein,
garam
perak,
sulfonamida, tartrat, zinc oksida,
zinc
sulfat.
(Handbook
of
Pharmaceutical Excipients 6th hal 56) Stabilitas: Benzalkonium klorida
bersifat
higroskopik dan mungkin terpengaruh oleh cahaya, udara,
dan
logam.
Larutannya stabil pada rentang
pH
dan
temperatur yang luas serta dapat disterilisasi dengan autoklaf tanpa kehilangan efektivitasnya. (Handbook Pharmaceutical Excipients 6th hal 56)
of
Nicotinam Pelarut
Pemerian
:
ide
(Martindale 28
hablur,
hal. 1642)
berbau, atau praktis tidak 2096)
putih,
serbuk 10mg/mL tidak (DI 88 hal.
berbau,
rasa
pahit.
Larutan
bersifat
netral
terhadap kertas lakmus. (FI V hal. 946) Kelarutan : mudah larut dalam
air
etanol,
dan
larut
dalam dalam
gliserin. (FI V hal. 946) pH : 6,0-7,5. (FI V hal. 946) OTT : senyawa oksidan, alkali, dan asam kuat. (DI 88 hal. 2095)
III. FORMULA Formula dasar : Zat aktif
mg
Zat tambahan
qs
Rencana formula : Riboflavin Nicotinamide Aq. steril pro injeksi
20 mg 10mg/mL ad 1ml
Formula jadi : Riboflavin
20 mg
Nicotinamide Aq. steril pro injeksi
10mg/mL ad 1ml
Alasan pemilihan bahan : Riboflavin dengan dosis 20 mg/ml dipilih sebagai dosis untuk menangani defisiensi vitamin B2. Injeksi Riboflavin dapat diberikan secara IV atau IM, namun umumnya lebih disukai pemberian dengan rute IM
Nicotinamide adalah vitamin yang dipilih sebagai pelarut yang sesuai untuk melarutkan riboflavin yang termasuk kedalam B kompleks.
Aqua steril pro injeksi dipilih karena akan dibuat sediaan injeksi dengan dosis tunggal, sehingga dibutuhkan pelarut yang paling aman dan universal.
IV. ALAT DAN BAHAN Alat :
Bahan :
-
Ampul
- Riboflavin
-
Syringe
- Nicotinamide
-
Beaker glass
- Aqua steril pro injeksi
-
Erlenmeyer
-
Gelas ukur
-
Corong gelas
-
Batang pengaduk
-
Pipet tetes
-
Spatula
-
Pinset
-
Kaca arloji
-
Penjepit besi
-
Kertas saring
-
Aluminium foil
Nama alat dan cara sterilisasinya:
NO
1.
Alat yang digunakan
Waktu Sterilisasi Cara sterilisasi Awal
Beaker glass, Erlenmeyer, Corong glass,
Oven 150oC selama 1 jam (FI ed. III hal 18)
Ampul injeksi, Pipet tetes. 2.
Gelas ukur, Kertas saring.
3.
Autoklaf 121oC selama 15 menit (FI ed. III hal 18)
Batang pengaduk, spatula, Pinset,
Direndam alkohol selama 30 menit
Kaca arloji, Penjepit besi, 4.
5.
6.
Karet tutup
Direbus dalam air
pipet tetes
suling 30 menit
Aqua steril p.i.
Didihkan 30 menit (FI ed. III hal 14)
Sterilisasi sediaan ampul
Autoklaf 121°C, 15
(sterilisasi
menit
akhir)
Akhir
A. Perhitungan Rumus
: [(n + 2) v+ (2 x 3)] ml n : jumlah ampul 2 : cadangan V : volume ampul + kelebihan volume (FI III hal. 19) (2 x 3) : untuk pembilasan
Vol. yang dibutuhkan : [(n + 2) v+ (2 x 3)] ml
Vitamin B2
: [(15 + 2)1,1+ (2 x 3)] ml : 24,7 ml : 25 ml : 20 mg/ml x 25 ml : 500 mg
Larutan Nikotinamid dalam 25 ml mengandung
Vitamin B3 Aqua Pi ad
: 10 mg/ml x 25 ml : 250 mg : 25 ml
B. Penimbangan Vitamin B2 : 500 mg Nicotinamida : 250 mg Aqua Pi ad 25 ml
IV. CARA KERJA 1.
Timbang bahan – bahan yang dibutuhkan.
2.
Sterilkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
3.
Sterilkan buret dengan asam perasetat selama 1 jam.
4.
Bilas buret dengan aqua pi.
5.
Buat larutan jenuh nikotinamida.
6.
(250 mg nikotinamid larutkan dengan 25 ml air ) Tambahkan larutan jenuh nikotinamid tetes demi tetes ke dalam vitamin B2 yang sudah ditimbang hingga larut.
7.
Setelah larut ditambahkan sebagian aqua steil p.i, cek pH, setelah itu ditambahkan aqua steril p.i ad 25 ml.
8.
Isikan 25 ml larutan vit B2 kedalam buret yang sudah disterilkan
9.
Isikan kedalam ampul 1 ml yang sebelumnya sudah disterilkan.
10. Ditutup ujung ampul dengan pemanasan dengan alat. 11. Dilakukan IPC (Uji kejernihan) 12. Sterilkan dengan autoklaf (sterilisasi akhir). 13. Diberi etiket, dikemas, dilakukan uji quality control ( V.
EVALUASI A. In Process Control (IPC)
Uji Keseragaman Volume (FI ed. IV hal. 1044)
Pilih 1 atau lebih wadah bila volume 1m. Ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodemik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang akan diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik no. 21 dengan panjang tidak kurang dari 2,5 µm. Keluarkan gelembung udara dari jarum dan alat suntik. Pindahkan isi dalam alat suntik tanpa mengosongkan bagian jarum ke dalam gelas ukur kering volume tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera.
Uji kejernihan (Lachman III, hal. 1356)
Produk dalam wadah diperiksa di bawah penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap reflex dari mata, berlatarbelakang hitam dan putih dengan rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi memutar. Syarat: semua wadah diperiksa secara visual dan tiap partikel yang terlihat dibuang dari wadah, batas 50 partikel 10ųm dan lebih besar 5 partikel ≥25 ųm/ml
Uji pH (Farmakope Indonesia edisi IV, hal. 1039-1040)
Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter) yang sesuai, yang telah dibakukan sebagaimana mestinya, electrode indicator yang peka terhadap aktivitas ion hydrogen, electrode kaca dan electrode pembanding
yang sesuai seperti electrode kalomel atau electrode perak-perak klorida. Uji pH dapat dilakukan menggunakan pH meter, sebelum digunakan pH meter harus diperiksa elektroda dan jembatan garam jika ada perlu isi lagi larutan jembatan garam. Untuk pembakuan pH meter pilih 2 larutan dapar untuk pembakuan yang mempunyai perbedaan pH tidak lebih dari 4 unit. Isi sel dengan salah satu larutan dapar untuk pembakuan pada suhu larutan ujimya akan diukur. Pasang kendali suhu pada suhu larutan dan atur kontrol kalibrasi untuk membuat pH identik. Bila elektroda dan sel beberapa kali dengan larutan dapar untuk pembakuan, isi sel dengan larutan tersebut pada suhu yang sama dengan larutan uji. pH dari larutan dapar ke 2 ± 0.07 unit pH dari harga yang dalam label yang tertera. Jika penyimpangan terlihat besar, periksa electroda atau ganti. Ulangi pembakuan hingga ke 2 larutan dapar untuk pembakuan memberikan harga ph tidak lebih dari 0,02 unit pH dari harga yang tertera dalam label. Isi sel dengan larutan uji dan baca harga pH. Gunakan air bebas CO2 untuk pelarutan atau pengceneran larutan uji. Jika hanya diperlukan harga pH perkirakan dapat digunakan indikator dan kertas indikator. B. Quality Control (QC)
Uji Keseragaman Volume (FI ed. IV hal. 1044)
Pilih 1 atau lebih wadah bila volume 1m. Ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodemik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang akan diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik no. 21 dengan panjang tidak kurang dari 2,5 µm. Keluarkan gelembung udara dari jarum dan alat suntik. Pindahkan isi dalam alat suntik tanpa mengosongkan bagian jarum ke dalam gelas ukur kering volume tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera.
Uji Kebocoran (Lachman Hal. 1354)
Letakkan ampul didalam zat warna (biru metilen 0,5 – 1,0 %) di dalam ruang vakum. Tekanan atmosfer berikutnya menyebabkan zt warna berpenetrasi kedalam lubang dapat dilihat setelah ampul dicuci untuk membersihkan zat warnanya. Masing-masing ampul diletakkan dalam keadaan terbalik. Dilihat apakah ada larutan obat yang merembes keluar ampul.
Uji Kejernihan (Lachman III Hal. 1358)
Produk dalam wadah diperiksa dibawah penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap reflek mata, berlatar belakang hitam dan putih, dengan rangkaian isi dijalankan dengan sesuatu aksi memutar. Syarat : semua wadah diperiksa secara visual dan bahan tiap partikel yang terlihat dibuat. Batas 50 partikel 10 µm dan lebih besar atau sama dengan 20 µm per ml.
VI. KEMASAN (Terlampir) VII. DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan: 1979. 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan: 1995. 3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan: 2014. 4. Evory MC, Gerald K. Drug Information. USA: American Society of HealthSystem Pharmacist; 2003. 5. Kibbe, Arthur H. Handbook of Pharmaceutical Excipient. Fifth edition. Washington D.C: American Pharmaceutical Association. 6. Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi ketiga. Jakarta: UI-press; 1994. 7. Reynolds JEF, Martindale The Extra Pharmacopoeia. 28th edition. London: The Pharmaceutical Press; 1982. 8. Sprowls, JB. Prescription Pharmacy. Second edition. Philadelphia: J.B. Lippincott Company; 1970. 9. Turco S, King RE. Sterile Dosage Forms. Second edition. Philadelphia: Lea & Febiger: 1979. 10. Trissels, Lawrence A. Handbook on Injectable Drugs. 11th Edition. 11. Ganiswarna, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta