313530622-laporan-pendahuluan-emboli-paru.doc

  • Uploaded by: Khoirul Anwar
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 313530622-laporan-pendahuluan-emboli-paru.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 4,074
  • Pages: 18
BAB II PEMBAHASAN A. Anatomi dan Fisiologi a. Hidung Hidung atau nasal adalah saluran pernafasan yang pertama ketika proses pernafasan berlangsung, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan menjalani tiga proses yaitu penyaringan ( filtrasi ), penghangatan,dan pelembaban. b. Faring Merupakan pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambunganya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. c. Laring Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara,pada bagian pangkal ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglottis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi ketika menelan makanan dengan menutup laring. d. Trakea Merupakan tabung fleksibel dengan panjang kira-kira10cm dengan lebar 2,5cm.trachea berjalan dari cartilage cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang manubrium sterni,berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira – kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan ditempat ini bercabang menjadi dua bronkus. e. Bronkus Bronkus yang berbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kira – kira vertebrata torakalis ke lima mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama f. Paru-paru Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri atas gelembung gelembung kecil ( alveoli ). Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolis dan sakus alveolaristerminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki kanan kira-kira 0,5 s/d 1,0cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trakea sampai sakus alveolaris. B. Definisi Emboli Paru Tromboemboli berasal dari kata thrombus dan emboli. Trombus adalah kumpulan factor darah terutama trombosit dan fibrin dengan terperangkapnya unsure seluler yang sering menyebabkan obstruksi vaskuler pada akhir pembentukannya. 1

Emboli paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus secara tiba-tiba terjadi. (Perisai Husada-klinik specialis penyakit dalam dan syaraf). Emboli paru adalah obstruksi salah satu atau lebih arteri pulmonalis oleh trombus yang berasal dari suatu tempat. (brunner dan suddarth,2001.621) Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah penyumbatan arteri pulmonalis ( arteri paru – paru ) oleh suatu embolus, yang terjadi secara tiba – tiba. Kelainan ini ditandai dengan adanya pembendungan pada ateri pulmonalis ( atau salah satu cabangnya ) oleh bekuan darah, lemak, udara atau sel tumor, emboli yang sering terjadi adalah trombo emboli, yang terjadi ketika bekuan darah ( trombosis vena ) menjadi berpindah dari tempat pembentukan dan menyumbat suplai darah arteri pada salah satu (Saryono, 2009). Emboli Paru adalah sumbatan arteri pulmonalis yang disebabkan oleh trombus pada trombosis vena dalam di tungkai bawah yang terlepas dan mengikuti sirkulasi menuju arteri di paru. Setelah sampai diparu, trombus yang besar tersangkut di bifurkasio arteri pulmonalis atau bronkus lobaris dan menimbulkan gangguan hemodinamik, sedangkan trombus yang kecil terus berjalan sampai ke bagian distal, menyumbat pembuluh darah kecil di perifer paru ( Goldhaber, 1998; Sharma, 2005 ). Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah yang memadai ke jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematian jaringan bisa dihindari. Tetapi bila yang tersumbat adalah pembuluh yang sangat besar atau orang tersebut memiliki kelainan paru-paru sebelumnya, maka jumlah darah mungkin tidak mencukupi untuk mencegah kematian paru – paru. Sekitar 10 persen penderita emboli paru mengalami kematian jaringan paru – paru, yang disebut infark paru. Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut, kerusakan dapat diminimalkan. Gumpalan yang besar membutuhkan waktu lebih lama untuk hancur sehingga lebih besar kerusakan yang ditimbulkan. Gumpalan yang besar bisa menyebabkan kematian mendadak. C. Etiologi Emboli Paru Berdasarkan hasil – hasil penelitian dari autopsy paru pasien yang meninggal karena penyakit ini menunjukkan dengan jelas disebabkan oleh trombos pada pembuluh darah, terutama vena ditungkai bawah atau dari jantung kanan. Sumber Emboli paru yang lain misalnya tumor yang telah menginvasi sirkulasi vena ( Emboli tumor ), udara, lemak, sumsum tulang dan lain-lain. Kemudian material Emboli beredar dalam peredaran darah sampai disirkulasi pulmonal dan tersangkut pada cabang – cabang arteri pulmonal, memberi akibat timbulnya gejala klinis. 2

Faktor-faktor predisposisi terjadinya emboli paru menurut virchow 1856 atau sering disebut sebagai physiological risk factors meliputi : 1. Adanya aliran darah lambat (statis). 2. Kerusakan dinding pembuluh darah vena. 3. Keadaan darah mudah membeku (hiperkoagulasi). Kebanyakan kasus emboli paru menurut brunner & suddarth (1996) disebabkan oleh : 1. Bekuan darah. 2. Gelembung udara. 3. Lemak. 4. Gumpalan parasit. 5. Sel tumor. Sumber Emboli paru yang lain misalnya tumor yang telah menginvasi sirkulasi vena (Emboli tumor), dan lain-lain. Kemudian material Emboli beredar dalam peredaran darah sampai disirkulasi pulmonal dan tersangkut pada cabangcabang arteri pulmonal, memberi akibat timbulnya gejala klinis Kebanyakan kasus disebabkan oleh bekuan darah dari vena, terutama vena di tungkai atau panggul. Penyebab yang lebih jarang adalah gelembung udara, lemak, cairan ketuban atau gumpalan parasit maupun sel tumor. Penyebab yang paling sering adalah bekuan darah dari vena tungkai, yang disebut trombosis vena dalam. Gumpalan darah cenderung terbentuk jika darah mengalir lambat atau tidak mengalir sama sekali, yang dapat terjadi di vena kaki jika seseorang berada dalam satu posisi tertentu dalam waktu yang cukup lama. Jika orang tersebut bergerak kembali, gumpalan tersebut dapat hancur, tetapi ada juga gumpalan darah yang menyebabkan penyakit berat bahkan kematian. Menurut Sylvia A. Price, 2005, ada tiga faktor utama yang menyebabkan timbulnya trombosis vena dan kemudian menjadi emboli paru yaitu sebagai berikut : a. Stasis atau melambatnya aliran darah b. Luka dan peradangan pada dinding vena c. Hiperkoagulasibilitas Trias klinis klasik yang merupakan predisposi trombo emboli paru dideskripsikan oleh Rudolph Virchow tahun 1856, yaitu a. Trauma lokal pada dinding pembuluh darah Kedaan ini dapat terjadi karena adanya cedera pada dinding pembuluh darah, kerusakan endotel vaskuler khususnya dikarenakan tromboflebitis sebelumnya. b. Hiperkoagulabilitas darah Dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu termasuk kontrasepsi oral, hormone replacement therapy dan steroid. c. Stasis darah 3

Dapat disebabkan oleh immobilsasi yang berkepanjangan atau katup vena yang inkompeten dan terjadi oleh karena proses tromboemboli sebelumnya. Sebagian besar pasien dengan emboli paru memiliki kondisi klinis yang berkaitan dengan faktor-faktor predisposisi ini, seperti trauma mayor, pembedahan dalam waktu dekat sebelumnya, obesitas dan imobilitas, merokok, peningkatan usia, penyakit keganasan, pil kontrasepsi oral, kehamilan, terapi insulin hormon, dan keadaan lain yang lebih jarang (misalnya sindrom nefrotik) (Huon H. Gray, 2003). D. Manifestasi klinis Emboli Paru Gambaran klinis emboli paru bervariasi tergantung pada beratnya obstruksi pembuluh darah, jumlah emboli paru, ukurannya, lokasi emboli, umur pasien dan penyakit kordiopulmonal yang ada. Emboli yang kecil mungkin tidak menimbulkan gejala, tetapi sering menyebabkan sesak napas. Tanda dan gejala emboli paru sangat berfariasi bergantung pada besar bekuan. Gambaran klinis dapat berkisar dari keadaan tanpa tanda sama sekali sampai kematian mendadak akibat embolus pelana yang masif pada percabangan ateri pulmonalis utama yang mengakibatkan sumbatan pada saluruh aliran darah ventrikel kanan. Emboli ukuran sedang berupa awitan mendadak dipsnoe yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, takepnue, takikardia, dan gelisah.nyeri pleuritik, suara gesekan pleura, hemoptisis dan demam jarang ditemukan kecuali bila terjadi infark (Sylvia A. Price, 2005). Kecurigaan emboli paru merupakan dasar dalam menentukan test diagnostik. Dipsnoe gejala paling sering muncul dan takipnoe adalah tanda emboli paru yang paling khas. Pada umumnya dipsnoe berat, sinkop dan sianosis merupakan tanda emboli paru yang mengancam nyawa. Nyeri pleuritik menunjukkan bahwa emboli paru yang paling kecil dan terletak diarteri pulmonal distal berdekatan dengan garis pleura (Goldhaber,1998; Sharma,2005). E. Klasifikasi Emboli Paru 1. Embolus besar  Tersangkut di arteri pulmonalis besar atau dari percabangan arteri pulmonali.  Dapat menyebabkan kematian seketika  Dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan gangguan hemodinamik. 2. Embolus Kecil  Tidak menimbulkan gejala klinis pada penderita tanpa kelemahan kardiovaskuler. 4



Dapat menyebabkan nyeri dadasepintas dankadang-kadang hemoptisi karena



pendarahan paru Pada penderita dengan kelemahan sirkulasi pulmoner (payah jantung) dapat menyebabkan infark.

F. Patofisiologi Emboli Paru Thrombus dapat terbentuk dari bekuan darah, lemak, udara atau sel tumor, emboli. Bila thrombus lepas dari tempatnya, emboli ini akan mengikuti aliran sistem vena yang seterusnya akan memasuki sirkulasi pulmonal. Ketika trombus menghambat sebagian atau seluruh arteri pulmonal, ruang mati alveolar membesar. Selain itu, keadaan ini akan menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonalis yang akan melepaskan sejumlah substansi vasokonstriktor seperti serotonin, reflex vasokonstriksi arteri pulmonalis dan hipoksemia yang pada akhirnya menimbulkan hipertensi pulmonal. Hal ini juga menyebabkan bronkhiolus berkonstriksi. Reaksi ini dibarengi dengan ketidak seimbangan ventilasi – perfusi menyebabkan sebagian darah terpirau ( tidak ada pertukaran gas yang terjadi ) yang mengakibatkan penurunan kadar O2 dan peningkatan CO2. Konsekuensi hemodinamik adalah peningkatan tahanan vaskuler paru akibat penurunan jaringan-jaringan vaskuler pulmonal, mengakibatkan peningkatan tekanan arteri pulmonal dan pada akirnya meningkatkan kerja ventrikel kanan untuk mempertahankan aliran darah pulmonal. Efek klinis Emboli Paru tergantung pada derajat obtruksi vaskuler paru, pelepasan agen humoral vasoaktif dan bronkokonstriksi dari pratelet teraktivasi (misalnya serotonin, tromboksan A2), penyakit kardiopulmonal sebelumnya, usia dan kesehataan umum pasien. Afterload RV meningkat secara bermakna bila lebih dari 25% sirkulasi paru mengalami obstruksi. Awalnya hal ini mengakibatkan peningkataan tekanan RV, kemudiaan diikuti oleh dilatasi RV dan regurgitasi trikuspid, dan dengan mulai gagalnya ventrikel kanan, terjadi penurunan tekanan RV. Ventrikel kanan yang normal tidak mampu meningkatkan tekanan ateri pulmonalis lebih banyak di atas 50 – 60 mmHg sebagai respons terhadap obstruksi mayor mendadak pada sirkulasi paru, sementara pada trombus emboli kronis atau PH primer tekanan RV dapat meningkat secara bertahap hingga tingkat suprasistemik ( >100 mmHg ). Kombinasi dari penurunan aliran darah paru dan pergeseran septum interventrikel keruangan ventrikel kiri akibat ventrikel kanan yang mengalami dilatasi, menurunya pengisian ventrikel kiri. Maka dispnoe pada pasien dengan obstruksi berat akut sirkulasi paru dapat 5

dikurangi manuver yang meningkatkan aliran balik vena sistemik dan preload ventrikel kiri, seperti berbaring datar, mendongak dengan kepala kebawah, dan infus koloid intravena. Hal ini berlawanan dengan dispnue pada pasien dengan gagal ventrikel kiri, yang gejalanya berkurang dengan manuver yang menurunkan preload ventrikel kiri, seperti duduk tegak dan terapi duduk ( Huon H. Gray, 2003 ). Menurut ( Goldhaber, 2005 dan Sunu, 2006 ), secara garis besar emboli paru akan membentuk efek patofisiologi sebagai berikut: a. Peningkatan resistensi vaskuler paru yang disebabkan obstruksi, neurohormonal, atau baroreseptor arteri pulmonal atau peningkatan tekanan arteri pulmonalis b. Pertukaran gas terganggu dikarenakan peningkatan ruang mati alveolar dari dampak obstruksi vaskuler dan hipoksemia karena hipoventilasi alveolar, rendahnya unit ventilasi – perfusi dan shunt dari kanan ke kiri dan juga gangguan transfer karbonmonoksida c. Hiperventilasi alveolar dikarenakan stimulasi reflex oleh iritasi resptor d. Peningkatan resistensi jalan napas oleh karena bronkokonstriksi e. Berkurangnya compliance paru disebabkan oleh edema paru, perdarahan dan hilangnya surfaktan G. Pathway Emboli Paru Trombus Emboli

Penyumbatan aliran darah

Penurunan aliran darah ke paru-paru

Penurunan aliran darah

ke jantung Oksigen ke jaringan tubuh menurun

Hipoksia jaringan tubuh

Hipoksia jaringan paru-paru Gangguan pertukaran gas,kerusakan Gangguan pertukaran gas,kerusakan Sianosis Infark jaringan paru2 tempat emboli paru penurunan oksigen

6 Pola Nafas Tidak Efektif

Intoleransi aktivitas

H. Komplikasi Emboli Paru Komplikasi meliputi disfungsi ventrikel, gagal nafas, kegagalan multi organ, dan kematian (Greenberg, 2005). Nekrosis iskemik lokal (infark) merupakan komplikasi emboli paru yang jarang terjadi karena paru memiliki suplai darah ganda. Infark paru biasanya dikaitkan dengan penyumbatan ateria lobaris atau lobularis ukuran sedang dan isufisiensi aliran kolateral dari sirkulasi bronkus. Suara gesekan pleura dan sidikit efusi pleura merupakan tanda yang sering ditemukan (Sylvia A. Price, 2005). I. Pemeriksaan Penunjang Emboli Paru Menurut Huon H, Gray (2003) pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi: 1. Elektrokardiografi Kelainan yang ditemukan pada elektrokardiografi juga tidak spesifik untuk emboli paru, tetapi paling tidak dapat dipakai sebagai pertanda pertama dugaan adanya emboli paru, terlebih kalau digabungkan dengan keluhan dan gambaran klinis lainnya. Mungkin memperlihatkan sinus takikardia dan normal pada emboli paru minor, namun memperlihatkan abnormalitas khas pada sekitar 30% pasien 2.

dengan Emboli Paru masif. Ekokardiografi Bisa terlihat dilatasi jantung kanan dan perkiraan tekan RV mungkin dilakukan

bila dideteksi regusitasi trikuspid. Kadang trombus bisa dilihat jantung kanan. 3. Radiografi Toraks Dilatasi arteri pulmonal proksimal mayor, dan area oligemia paru dapat menandakan adanya obstruksi arteri mayor. 4. Pemindaian Paru Biasanya dilaporkan sebagai kemungkinan Emboli Paru rendah, sedang, atau tinggi. Bila sugestif Emboli Paru, pemindaian cenderung untuk menilai rendah derajat keparahan angiografi dan gangguan hemodinamik Emboli Paru. 5. MRI dan pemindaian CT Terutama CT spiral diperkuat kontras, semakin banyak digunakan dan dapat mendeteksi emboli paru yang tidak diduga secara klinis. Pemidain CT merupakan pemeriksaan pilihan pasien dengan dugaan emboli Paru yang juga memiliki 6.

penyakit paru sebelumnya. Analisa Gas Darah 7

Gambaran khas berupa menurunnya kadar pO2 akibat ventilasi yang berkurang. Secara simultan pCO2 dapat normal atau sedikit menurun disebabkan hiperventilasi. PO2 rendah (Hipoksemia), menurunnya PCo2 atau dibawah 40 mmHg. Gas darah arteri (GDA)menunjukkan hipoksemia (PaO2 kurang dari 80MmHg)dan alkalosis respiratori (PaCO2 kurang dari 35MmHg dan pH lebih 7.

tinggi dari 7,45).Alkalosis respiratori dapat di sebabkan oleh hiperventilasi. D-dimer Plasma D-dimer merupakan hasil degradasi produk yang dihasilkan oleh fibrinolisis endogen yang dilepas dalam sirkulasi saat adanya bekuan. D-dimer secara ELISA dapat memprediksi emboli paru bila ratio D-dimer/fibrinogen >

1000. 8. Scanning ventilasi-perfusi Pemeriksaan ini sudah menjadi uji diagnosis non-invaisif suspect emboli paru. Keterbatasan alat ini adalah adanya alergi kontras, insufisiensi ginjal atau kehamilan. 9. Spiral pulmonary CT Scan Pemeriksaan ini dapat diberikan pada klien yang tidak dapat menjalani pemeriksaan scanning ventilasi – perfusi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan injeksi kontras medium melalui vena perifer dan dapat mencapai arteri pulmonalis yang selanjutnya memberikan visualisasi arteri pulmonal sampai ke cabang segmentalnya. 10. Pulmonary scintigraphy Dengan menggunakan radioaktif technetium, ini merupakan suatu tekhnik yang cukup sensitive untuk mendeteksi gangguan perfusi. Deficit perfusi dapat dikarenakan oleh ketidakseimbangan aliran darah ke bagian paru atau disebabkan masalah paru seperti efusi atau kolaps paru. Untuk menambah spesifisitasnya, tekhnik ini selalu dikombinasi dengan ventilation scan dengan menggunakan radioaktif xenon. 11. Pulmonary angiography Untuk melihat terdapatnya defek atau arteri cutoff dengan tidak adanya darah pada distal aliran darah. 12. Pemeriksaan untuk trombosis vena dalam (sebagai penyebab tersering): 1. USG Doppler pada aliran darah anggota gerak 2. Venografi tungkai 3. Pletsimografi tungkai 13. Laboratorium a. Pemeriksaan darah tepi: Kadang – kadang ditemukan leukositosis dan laju endap darah yang sedikit tinggi. 8

b. Kimia darah: Peningkatan kadar enzim SGOT, LDH

J. Penatalaksanaan Emboli Paru 1. Penatalaksanaan umum Tindakan untuk memperbaiki keadaan umum pasien. Kebanyakan pasien emboli paru merupakan keadaan gawat darurat, tindakan pertama pada pasien ini adalah memperbaiki keadaan umum pasien untuk mempertahankan fungsi – fungsi vital tubuh: a. Memberikan Oksigen untuk mencegah terjadinya hipoksimia. b. Memberikan cairan infus untuk mempertahankan kesetabilan keluaran c. d. e. f.

ventrikel kanan dan aliran darah pulmonal. Tirah baring Pemberian bantuan oksigen Pemantauan TD Stocking pressure gradient (30-40 mmHg, bila tidak ditoleransi gunakan 20-30 mmHg)

2. Penatalaksanaan medis Pengobatan utama terhadap emboli paru a. Pengobatan anti koagulan dengan heparin dan warfarin. b. Pengobatan trombolitik.

Tujuan pengobatan utama ini adalah: a. Segera menghambat pertumbuhan tromboemboli. b. Melarutkan tromboemboli. c. Mencegah terjadinya emboli ulang Anamnesis gejala dan faktor resiko pasien dan harus didapatkan dengan jelas. Dengan sedikit pengecualian, pasien yang diduga mengalami emboli paru harus mendapatkan pemeriksaan radiodrafi thoraks dan EKG dan dirujak untuk pemidaian V/Q paru. Bila indeks kecurigaan klinis tinggi, antikougulan harus dimulai, tanpa menunggu hasil pemeriksaan penunjang, selain terapi suportif misalnya analgesik dan oksigen, tiga pilihan terapi segera untuk emboli paru adalah antikoagulasi dengan heparin, terapi trombolitik, embolektomi paru (Huon H. Gray, 2003). Pengobatan utama untuk emboli paru terdiri dari terapi dengan terapi fibronolitik untuk pasien emboli paru masif atau tidak menetap. Regimen fibronolitik biasa digunakan untuk emboli paru, termasuk juga dua bentuk 9

aktifaktor plasminogen jaringan rekombinan t-PA (altelpalse) dan r-PA (retelplase) yang digunakan dengan urokinase dan setretokinase. Bedah embolektomi dilakukan bila terapi dengan fibronolitik merupakan kontraindikasi. Tindakan tambahan yang penting juga penting adalah menghilangkan nyeri dengan agen antiinflamasi nonsteroid, suplemen oksigen, pemantauan perawatan intensif, dan stock-stacking penekanan sebesar 30 hingga 40 mmhg, dobutamin digunakan untuk mengobati gagal jantung karena dan syok kardiogenik. Pencegahan sekunder emboli paru dengan menggunakan heparin,. Heparin adalah antikoagulan yang penting karena menghambat pembesaran bekuan tapi tidak mampu menghancurkan bekuan yang sudah ada (Sylvia A. Price, 2005). Antikoagulan heparin merupakan pilar utama terapi segera, dengan pemberian antikoagulan jangka panjang sebagai komponen penting perawatan, filter vena kava dapat dipertimbangan pada beberapa untuk mengurangi kemungkinan emboli tambahan ke paru, trombolisis dapat dipertimbangkan pada beberapa kasus tetapi saat ini masih kontroversial. Emboliktomi secara bedah atau dengan panduan kateter dapat dipertimbangkan pada pasien tertentu ( Greenberg, 2005 ). K. Pencegahan Emboli Paru  Mencegah pembentukan trombus merupakan tanggung jawab keperawatan yang utama. Ambulasi dan latihan tungkai aktif serta pasif dianjurkan untuk mencegah stasis vena pada pasien tirah baring. Pasien diintruksikan untuk menggerakan tungkai dalam latihan gerakan memompa sehingga otot-otot tungkai dapat membantu aliran vena. Pasien juga disarankan untuk tidak duduk atau berbaring untuk waktu yang lama, menyilangkan tungkai atau mengenakan pakaian yang ketat. Tungkai tidak boleh dijuntaikan tidak juga diletakan dalam posisi tergantung sementara pasien duduk ditepi tempat tidur. Sebaliknya, kaki pasien harus diletakkann diatas lantai atau di atas kursi, kateter intravena (untuk terapi parental atau pengukuran tekanan vena sentral) tidak boleh terpasang untuk waktu 

yang lama ( Smeltzer Suzanne C, 2002 ). Pencegahan emboli paru menurut dr. Rosfanty adalah: Pada orang-orang yang memiliki resiko menderita emboli paru, dilakukan berbagai usaha untuk mencegah pembentukan gumpalan darah di dalam vena. Untuk penderita yang baru menjalani pembedahan ( terutama orang tua ), disarankan untuk:  Menggunakan stoking elastis 10

 Melakukan latihan kaki  Bangun dari tempat tidur dan bergerak aktif sesegera mungkin untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pembentukan gumpalan. Stoking kaki dirancang untuk mempertahankan aliran darah, mengurangi kemungkinan pembentukan gumpalan, sehingga menurunkan resiko emboli paru. Terapi yang paling banyak digunakan untuk mengurangi pembentukan gumpalan pada vena tungkai setelah pembedahan adalah heparin. Dosis kecil disuntikkan tepat di bawah kulit sebelum operasi dan selama 7 hari setelah operasi. Heparin bisa menyebabkan perdarahan dan memperlambat penyembuhan, sehingga hanya diberikan kepada orang yang    

memiliki resiko tinggi mengalami pembentukan gumpalan, yaitu: Penderita gagal jantung atau syok Penyakit paru menahun Kegemukan Sebelumnya sudah mempunyai gumpalan Heparin tidak digunakan pada operasi tulang belakang atau otak karena

bahaya perdarahan pada daerah ini lebih besar. Kepada pasien rawat inap yang mempunyai resiko tinggi menderita emboli paru bisa diberikan heparin dosis kecil meskipun tidak akan menjalani pembedahan. Dekstran yang harus diberikan melalui infus, juga membantu mencegah pembentukan gumpalan. Seperti halnya heparin, dekstran juga bisa menyebabkan perdarahan. Pada pembedahan tertentu yang dapat menyebabkan terbentuknya gumpalan, ( misalnya pembedahan patah tulang panggul atau pembedahan untuk memperbaiki posisi sendi ), bisa diberikan warfarin per-oral. Terapi ini bisa dilanjutkan untuk beberapa minggu atau bulan setelah pembedahan ( Winoviyanto, 2011 ).

11

12

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN EMBOLI PARU A. Kasus pada pasien emboli paru Ny. A diantarkan keluarganya ke RS. Datang dengan keluhan sulit bernafas, klien mengatakan merasakan nyeri dada hilang timbul. Nyeri sejak 3 hari yang lalu. Skala nyeri 5 – 6. Hasil analisa gas darah menunjukkan bahwa Analisa gas darah tidak normal. Pernapasan 40x/menit, Nadi 120x/menit, TD 140/90 mmHg, Suhu 37,6oC. pasien tampak bingung, gelisah dan lemah. 1. No. 1.

2.

3.

Analisa Data Data Fokus

Pola nafas tidak efektif DS : - Pasien mengtakan sulit bernafas DO : - Pasien tampak dyspnea - RR 40x/menit - N : 120x/menit - TD : 140/90 mmHg Gangguan pertukaran gas DS : DO : - Analisa gas darah tidak normal - Tingkat kesadaran somnolen Nyeri DS : -

Pasien mengatakan nyeri dada

Diagnosa NANDA Pola nafas tidak efektif b.d dyspnea penurunan fungsi paru.  Domain IV : activity/rest  Class 4 : Cardiopulmonary/pulmo responses  00032 : Ineffective breathing pattern

Gangguan pertukaran gas b.d emboli parutrombus.  Domain 3 : elimintion exchange  Class 4 : fungsi respiratory 00030 : impaired gas exchange

Nyeri  Domain 12 : comfort  Class 1 : physicalcomfort 13



P : penurunan fungsi paru Q : seperti ditusuk dan ditekan – tekan R : dada tengah condong ke kiri S : Skala 5 – 6 T : sejak 3 hari yang lalu

00132 : acute pain

DO : -

2.

No

Pasien tampak kesakitan dan memegang dada Pasien tampak cemas, bingung dan gelisah

Intervensi Keperawatan

Diagnosa NANDA Pola nafas tidak efektif b.d   dyspnea penurunan fungsi paru.   Domain IV : activity/rest 

Class

responses 00032 : Ineffective breathing pattern

Gangguan pertukaran gas b.d

Aktivitas :  Bersihkan mulut, hidung dan trakea dari sekresi,

   

Domain II : Physiologic Health



4

:Cardiopulmonary/pulmo 

NOC Domain II : Physiological Health Class E : cardiopilmonary 0415 : Respiratory status Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Kriteria hasil yang diharapkan : 041501 : Nilai Respirasi (2-3) 041502 : Ritme respirasi (2-3) 041503 : Kedalaman respirasi (2-3) Auskultasi suara nafas (2-3) Dyspnea saat istirahat (1-3) Dyspnea saat aktivitas (2-3)

  

14

  

NIC Domain II : Physiological complex cont’d Class K : Respiratory Management 3302 : Oxygen therapy

senyawa  Pertahankan kepatenan jalan nafas  Mengatur & mengelola O2,

lembutkan

kelembaban sistem  Perhatikn flow meter O2 Domain II : Physiological complex cont’d

emboli parutrombus.  Domain 3 : elimintion 

exchange Class 4 : fungsi



respiratory 00030 : impaired gas exchange

 Class E : Cardiopulmonary  0402 : Respiratory Status : Gas Exchange Setelah dilakukan tindaan keperawatan selama Kriteria hasil yang diharapkan :  040208 : tekanan parsial oxygen di arteri     

( PaO2 ) ( 2 – 3 ) 040209 : PCO2 ( 1 – 3 ) 040210 : pH arteri ( 1 – 3 ) 040211 : saturasi oxygen ( 1 – 3 ) 040203 : dyspnea at rest ( 2 – 3 ) 040204 : dyspnea with miltexertion ( 2 – 3 )

 

Class K : Respiratory Management 4106 : Embolus Care : Pulmonary

Aktivitas :  Persiapkan terapi trombolitik, sesuai indikasi ( seperti : streptokinase, urokinase, aktivase )  Peroleh riwayat kesehatan pasien untuk melakukan pencegahan saat ini dan selanjutnya  Evaluasi perubahan pada status respirasi dan jantung ( seperti : skala, whezing baru, hemoptisis,

dyspnea,

takipnea,

takikardia,

sinkop )  Membantu dengan tes diagnostik dan ketetapan untuk menunjang dan menyingkirkan kondisi dengan tanda serupa ( seperti : infark miokrd, perikarditis, pneumonia, pneumotorax )  Instruksikan pasien atau keluarga mengenai

Nyeri  Domain 12 : comfort  Class 1 : physicalcomfort  00132 : acute pain

 Domain IV : Health knowledge & Behavior  Class Q : Health Behavior  1605 : Pain control Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Kriteria hasil yang diharapkan :  160501 : mendeskripsikan faktor penyebab ( 2–4) 15

prosedur diagnostik ( v/q scan, CT – Scan, USG )  Auskultasi bunyi paru  Domain 1 : Physiological Basic  Class E : Physical comfort promotion  1400 : pain management Aktivitas :  Lakukan penilaian komprehensif terhadap nyeri  Observasi tanda – tanda non verbal dari



160502 : mengetahui onset / skala nyeri ( 2



–3) 160504 : gunakan prosedur non analgesik

bisa berkomunikasi surefektif  Perhatikan penuh perawatan



(2–3) 160505 : gunakan analgesik jika perlu ( 2 –

pasien  Gunakan



3) 160510 : membuat catatan atau monitoring (



1–3) 160513 : laporkan perubahan gejala nyeri hingga ke tenaga medis lain ( dokter ) ( 1 –

ketidaknyamanan, terutama pada klien yang

komunikasi

memberitahu

sakit

terapeutik,

dan

untuk

menyampaikan

penerimaan respon pasien terhada nyeri  Batasi faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi

pasien

(

seperti

ruangan, penerangan dan kebisingan

3)

3.

analgesik

Implementasi & Evaluasi Keperawatan

No Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi 1 Senin, 17 November  Membersihkan mulut, hidung dan trakea dari sekresi, S : Pasien sudah tidak terlihat dyspnea O: 2014 senyawa  RR = 21x/menit  Mempertahankan kepatenan jalan nafas  N = 98x/menit  Mengatur & mengelola O2, lembutkan kelembaban  TD = 120/80 sistem  S = 36,5oC  Memperhatikn flow meter O2 A : Masalah Teratasi P : Hentikan intervensi  Mempersiapkan terapi trombolitik, sesuai indikasi S : O: 16

suhu

( seperti : streptokinase, urokinase, aktivase )  Memperoleh riwayat kesehatan pasien

- analisa gas darah normal , untuk - tingkat kesadaran komposmentis A : masalah teratasi melakukan pencegahan saat ini dan selanjutnya P : intervensi dihentikan  Mengevaluasi perubahan pada status respirasi dan jantung ( seperti : skala, whezing baru, hemoptisis, dyspnea, takipnea, takikardia, sinkop )  Membantu dengan tes diagnostik dan ketetapan untuk menunjang dan menyingkirkan kondisi dengan tanda serupa ( seperti : infark miokrd, perikarditis, pneumonia, pneumotorax )  Menginstruksikan pasien atau keluarga mengenai prosedur diagnostik ( v/q scan, CT – Scan, USG )  Mengauskultasi bunyi paru  Melakukan penilaian komprehensif terhadap nyeri S : Nyeri dada pasien berkurang  Mengobservasi tanda – tanda non verbal dari O : - Pasien tampak membaik ketidaknyamanan, terutama pada klien yang bisa - Pasien terlihat tenang berkomunikasi surefektif  Memperhatikan penuh perawatan analgesik pasien A : Masalah teratasi  Menggunakan komunikasi terapeutik, untuk P : Intervensi dihentikan memberitahu sakit dan menyampaikan penerimaan respon pasien terhada nyeri  Mematasi faktor lingkungan

yang

dapat

mempengaruhi pasien ( seperti suhu ruangan, penerangan dan kebisingan 17

18

More Documents from "Khoirul Anwar"