312528858-lp-fraktur-radius-ulna.docx

  • Uploaded by: alfrida tambing
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 312528858-lp-fraktur-radius-ulna.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,823
  • Pages: 16
A. Pengertian Fraktur adalah diskontinuitas atau kepatahan pada tulang baik bersifat terbuka atau tertutup. Fraktur Radiusulna terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya,yang dapat diabsorpsi (Sjamsuhidajat,2005) Patah tulang terbuka disebut juga dengan compound fracture terseburmemiliki beberapa definisi dari masingmasingliteratur. Salah satu pengertianyang dikemukakan tersebut adalah keadaan patah tulang yang terjadidengan adanya hubungan antarajaringan tulang yang patah tersebutdengan

lingkungan

eksternal

dari

kulit,sehingga

dapat

mengakibatkan

infeksi(Sjamsuhidajat, 2004). Frakturantebrachiiadalahterputusnyakontinuitastulang padaanakbiasanyatampakangulasi

anterior

radius

dankeduaujungtulang

ulna, yang

patahmasihberhubungansatusama lain. Gambaranklinisfrakturantebrachiipada orang dewasabiasanyatampakjelaskarenafraktur

radius

ulna

seringberupafraktur

yang

disertaidislokasifragmentulang.

1. JENIS FRAKTUR a. Fraktur komplit : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran. b. Fraktur tidak komplit : patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang. c. Fraktur tertutup : kulit tidak robek d. Fraktur terbuka : fraktur dengan luka pada kulit atau membrane mukosa sampai kepatahan tulang. e. Greenstick : fraktur dengan salah satu sisi tulang patah, sedangkan sisi yang lain membengkak. f. Transversal : fraktur sepanjang garis tengah tulang. g. Kominutif : fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen. h. Depresi : fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedepan. i. Kompresi : fraktur dimana tulang mengalami kompresi (tulang belakang). j. Patologik : terjadi pada tulang oleh ligament tendo atau daerah perlekatannya.

2. ETIOLOGI a.

Trauma

b.

Gerakan pintir mendadak.

c.

Kontraksi otot extreme

d.

Keadaan patologik : osteoporosis, neoplasma

e. 3.

PATOFISIOLOGI a. Fraktur kaput radius sering terjadi akibat jatuh dan tangan menyangga dengan siku ekstensi. Bila terkumpul banyak darah dalam sendi siku (hemarthosis) harus diaspirasi untuk mengurangi nyeri dan memungkinkan gerakan awal. b. Bila fraktur mengalami pergeseran dilakukan pembedahan dengan eksisi kaput radii bila perlu. Paska operasi lengan dimobilisasi dengan bebat gips posterior dan sling. Fraktur pada batang radius dan ulna (pada batang lengan bawah) biasanya terjadi pada anak-anak. Baik radius maupun ulna keduanya dapat mengalami patah. Pada setiap ketinggian, biasanya akan mengalami pergeseran bila kedua tulang patah. c. Dengan adanya fraktur dapat menyebabkan atau menimbulkan kerusakan pada beberapa bagian. Kerusakan pada periosteum dan sumsum tulang dapat mengakibatkan keluarnya sumsum tulang terutama pada tulang panjang. Sumsum kuning yang keluar akibat fraktur terbuka masuk ke dalam pembuluh darah dan mengikuti aliran darah sehingga mengakibatkan emboli lemak. Apabila emboli lemak ini sampai pada pembuluh darah yang sempit dimana diameter emboli lebih besar daripada diameter pembuluh darah maka akan terjadi hambatan aliran darah yang mengakibatkan perubahan perfusi jaringan. d. Kerusakan pada otot atau jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat karena adanya spasme otot di sekitarnya. Sedangkan kerusakan pada tulang itu sendiri mengakibatkan perubahan sumsum tulang (fragmentasi tulang) dan dapat menekan persyaratan di daerah tulang yang fraktur sehingga menimbulkan gangguan syaraf ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan.

Klasifikasi fraktur terbuka menurut Stanley (2011), meliputi: Grade I Luka kecil kurang dan 1 cm, terdapat sedikit kerusakan jaringan, tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak, biasanya bersifat simpel, tranversal, oblik pendek atau komunitif. Grade II Laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak terdapat kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dan jaringan. Grade III kerusakan yang hebat pada jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur neovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Dibagi dalam 3 sub tipe: tipe IIIA yaitu jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah, tipe IIIB disertai dengan kerusakan dan kehilangan jaringan lunak, tulang tidak dapat di cover soft tissue, tipe IIIC disertai cidera arteri yang memerlukan repair segera. Debridement merupakan suatu tindakan eksisi yang bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis maupun debris yang mengahalangi proses penyembuhan luka dan potensial terjadi atau berkembangnya infeksi sehingga merupakan tindakan pemutus rantai respon inflamasi sistemik dan maupun sepsis. Tindakan ini dilakukan sejak awal mungkin, dan dapat dilakukan tindakan ulangan sesuai kebutuhan (Smeltzer & Bare (2002). 4. MANIFESTASI KLINIK BerikutadalahmanifestasiklinikdarifrakturantebrachiimenurutMansjoer (2000) : 1. FrakturColles a. Frakturmetafisis distal radius denganjarak _+ 2,5 cm daripermukaansendi distal radius b. Dislokasifragmendistalnyakearah posterior/dorsal c. Subluksasisendiradioulnar distal d. Avulsiprosesusstiloideus ulna. 2. Fraktur Smith Penonjolan dorsal fragmenproksimal, fragmen distal di sisi volar pergelangan, dandeviasike radial (garden spade deformity).

3. FrakturGaleazzi Tampaktanganbagian

distal

dalamposisiangulasike

dorsal.Padapergelangantangandapatdirabatonjolanujung distal ulna. 4. FrakturMontegia Terdapat 2 tipeyaitutipeekstensi (lebihsering) dantipefleksi.Padatipeekstensigaya yang

terjadimendorong

ulna

Sedangkanpadatipefleksi,

kearahhiperekstensidanpronasi.

gayamendorongdaridepankearahfleksi

yang

menyebabkanfragmen ulna mengadakanangulasike posterior. 5. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaanradiologisdilakukanuntukmenentukanada/tidaknyadislokasi.Lihatkese garisanantarakondilusmedialis,

kaput

radius,

danpertengahan

radius.

PemeriksaanpenunjangmenurutDoenges (2000), adalah : 1.

Pemeriksaanrontgen

2.

Scan CT/MRI

3.

Kreatinin

4.

Hitungdarahlengkap

5.

Arteriogram

6. PENATALAKSANAAN BerikutadalahpenatalaksanaanfrakturantebrachiimenurutMansjoer (2000): 1.

FrakturCollesPadafrakturCollestanpadislokasihanyadiperlukanimobilisas denganpemasangangipssirkular

di

bawahsikuselama

4

minggu.

Biladisertaidislokasidiperlukantindakanreposisitertutup.Dilakukandorsofleksifrag men

distal,

traksikemudianposisitangan

(untukmengoreksideviasi

radial)

volar

fleksi,

deviasi

ulna

dandiputarkearahpronasio

(untukmengoreksisupinasi).Imobilisasidilakukanselama 4 - 6 minggu. 2.

Fraktur Smith Dilakukanreposisidenganposisitangandiletakkandalamposisidorsofleksiringan, deviasi

ulnar,

dansupinasimaksimal

(kebalikanposisiColles).Laludiimobilisasidengangips di atassikuselama 4 - 6 minggu. 3.

FrakturGaleazzi

Dilakukanreposisidanimobilisasidengangips

di

atassiku,

posisinetraluntukdislokasi radius ulna distal, deviasi ulnar, danfleksi. 4.

FrakturMontegia Dilakukanreposisitertutup.Asistenmemeganglenganatas, penolongmelakukantarikanlenganbawahke

distal,

kemudiandiputarkearahsupinasipenuh.Setelahitu,

denganjarikepala

dicobaditekanketempatsemula.Imobilisasigipssirkulerdilakukan atassikudenganposisisikufleksi Bilagagal,

90°

radius di

danposisilenganbawahsupinasipenuh.

dilakukanreposisiterbukadenganpemasanganfiksasiinternaOpen

Reduction InternalFixatie (ORIF) (plate-screw). Pada kasus ini menggunakan dua metode operasi yaitu dengan debridement dan menggunakan internal fixasi karena dengan metode konservatif sudah tidak mungkin dapat dilakukan, hal ini dikarenakan fragmen fraktur sulit untuk menyambung dengan baik. Selain itu, penyambungan tulang fragmen langsung lebih baik dari pada tanpa operasi (Muttaqin, 2009). 7. KOMPLIKASI Menurut Long (2000), komplikasifrakturdibagimenjadi : 1.

Immediate complication yaitukomplikasiawaldengangejala a. Syokneurogenic b. Kerusakan organ syaraf

2.

Early complication a. Kerusakanarteri b. Infeksi c. Sindromkompartemen d.

Nekrosavaskule

e. Syokhipovolemik 3.

Late complication a. Mal union b. Non union c. Delayed union

1. Proses Penyembuhan Tulang Kebanyakan patah tulang sembuh melalui osifikasi endokondial ketika tulang mengalami cedera, fragmen tulang tidak hanya ditambal dengan jaringan parut, namun tulang mengalami regenerasi sendiri. Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang : a)

Inflamasi Dengan adanya patah tulang, tulang mengalami respon yang sama dengan bila ada cedera di lain tempat dalam tubuh. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar), yang akan membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.

b)

Proliferasi Sel Dalam sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dan osteosit, sel endotel, sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang.

c)

Pembentukan kalus Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defeksecara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang.

d)

Osifikasi Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondrial.

e)

Remodeling Tahap akhir perbaikan tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling

memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan kanselus – stres fungsional pada tulang. 8. TERAPI DAN PENATALAKSANAN KEPERAWATAN Agar hasil tindakan memberikan hasil yang maximal.”Goal” dari tindakan bedah orthopaedi adalah maximum rehabilitasi penderita secara utuh (“Maximum rehabillitation of patients as a whole”). Tindakan yang harus diperhatikan agar ektremitas dapat berfungsi sebaik-baiknya maka penanganan pada trauma ektremitas meliputi 4 hal (4 R) yaitu : a.

RECOGNITION Untuk dapat bertindak dengan baik, maka pada trauma ektremitas perlu diketahui kelainan yang terjadi akibat cedernya. Baik jaringan lunak maupun tulangnya dengan cara mengenali tanda-tanda dan gangguan fungsi jaringan yang mengalami cedera. Fraktur merupakan akibat dari sebuah kekerasan yang dapat menimbulkan kerusakan pada tulang ataupun jaringan lunak sekitarnya. Dibedakan antara trauma tumpul dan tajam. Pada umumnya trauma tumpul akan memberikan kememaran yang “diffuse” pada jaringan lunak termasuk gangguan neurovaskuler yang akan menentukan ektremitas.

b.

REDUCTION Adalah tindakan mengembalikan ke posisi semula, tindakan ini diperlukan agar sebaik mungkin kembali ke bentuk semula agar dapat berfungsi kembali sebaik mungkin . Penyembuhan memerlukan waktu dan untuk mempertahankan hasil reposisi(retaining) penting dipikirkan tindakan berikutnya agar rehabilitasi dapat memberikan hasil sebaik mungkin.

c.

RETAINING Adalah tindakan imobilisasi untuk memberi istirahat pada anggota gerak yang sehat mendapatkan kesembuhan. Imobilisasi yang tidak adequat dapat memberikan dampak pada penyembuhan dan rehabilitasi.

d.

REHABILLITASI Adalah mengembalikan kemampuan dari anggota/alat yang sakit/cedera agar dapat berfungsi kembali. Falsafah lama mengenai rehabilitasi ialah suatu tindakan setelah kuratif dan hanya mengatasi kendala akibat sequaele atau kecacatan;

padahal untuk mengembalikan fungsi sebaiknya rehabilitasi, yang menekankan pada fungsi, akan lebih berhasil bila dapat dilaksanakan secara dini, mencegah timbulnya kecacatan. e.

DISLOKASI Dislokasi sendi perlu dilakukan reposisi segera karena akibat dari penundaan akan dapat menimbulkan keadaan avaskuler nekrosis dari bonggol tulang yang menyebabkan nyeri pada persendian serta kekakuan sendi. Dalam fase shock lokal (antara 5-20 menit) dimana terjadi relaksasi dari otot sekitar sendi dan rasa baal (hypestesia) reposisi dapat dilakukan tanpa narkose, lewat dari fase shock lokal diperlukan tindakan dengan pembiusan untuk mendapatkan relaksasi waktu melakukan reposisi. Apabila tidak berhasil maka perlu dipikirkan terjadi “button hole ruptur” dari kapsul (simpai) sendi yang dapat “’mencekik” sirkulasi perdarahan daerah bonggol sendi, hal ini memerlukan tindakan reposisi terbuka. Untuk mendapatkan lingkup gerak sendi yang baik, maka selama dilakukan imobilisasi diberikan latihan isometrik kontraksi otot guna mencegah”disuse Athrophy”.

9. KONSEPASUHAN KEPERAWATAN a.

Pengkajian

Regioantebachii Dextra Look : Tampak luka, terdapat penonjolan abnormal tulang, oedem (+), terdapat deformitas (+) pada sepertiga distal, tidak tampak pemendekan dibandingkan dengan antebrachii dextra, angulasi (+), tak tampak sianosis pada bagian distal lesi Feel : Nyeritekansetempat (+), krepitasi (+), terdapat nyeri ketok sumbu, sensibilitas (+), suhu rabaan hangat, kapiler refil (+) Move : Gerakanaktifdanpasifterhambat, sakitbiladigerakkan, gangguanpersarafantidakadatampak gerakan terbatas (+), sendi-sendi pada bagian distal tidak dapat digerakkan.

Regio Vertebra servikal Look : Tidak tampak kelainan, tidak ada deformitas, krepitasi Feel

: Nyeri tekan (-)

Move : Gerak dapat digerakkan

Deferensial Diagnosis  Fraktur Radius Ulna Dextra, komplit displaced : - Nyeri yang sangatpadagerakanaktifmaupunpasif - Terdapatpembengkakan - Deformitas (+) - FrakturRadius ulna Dextra, komplitundisplaced. - Dapat

di

singkirkan

karena

padakasusini

tandapemendekantulang.  FrakturRadius ulna sinistra, inkomplit :  Dislokasisiku :  Tidakterdapatgejala : - rasasendi yang keluar.  Akan tetapiterdapatgejaladislokasi yang lain yang berupa : - trauma nyeri - Nyeri yang sangat - Gerakterbatas.  Coles fraktur : - Tidakadatanda dinner fork deformity - Smith fraktur - Galeazzifraktur - Monteggiafraktur 1.

Diagnosa Keperawatan A. Pre-Operasi 1.

Nyeri b.d spasme otot, kerusakan akibat fraktur.

tidak

terdapattanda-

2.

Ketidakmampuan beraktivitas b.d fraktur dan cidera jaringan sekitar.

3.

Resiko tinggi terjadi infeksi b.d fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak.

4.

Gangguan pola tidur b.d nyeri.

B. Post Operasi 1. Nyeri b.d luka operasi. 2. Risiko tinggi terjadi komplikasi post operasi b.d immobilisasi. 3. Ketidakmampuan beraktivitas b.d pemasangan gips dan fiksasi. 4. Risiko tinggi terjadi infeksi b.d luka post operasi. 5. Kurang pengetahuan klien tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh dilakukan dan perawatannya saat di rumah. 6. Gangguan harga diri b.d perubahan peran dan perubahan bentuk fisik atau tubuh. 2.

Perencanaan Keperawatan A. Pre-Operasi 1. Nyeri b.d spasme otot, kerusakan akibat fraktur. Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam :  Nyeri berkurang atau terkontrol  Klien mengatakan nyeri berkurang.  Ekspresi wajah tenang. Intervensi 1. Observasi tanda-tanda vital (TD, S, N, P) R/ Peningkatan tanda-tanda vital menunjukkan adanya nyeri. 2. Kaji keluhan nyeri klien : lokasi, intensitas, karakteristik. R/ Menentukan tindakan yang tepat sesuai kebutuhan klien. 3. Beri posisi yang nyaman sesuai anatomi tubuh manusia. R/ Posisi sesuai anatomi tubuh membantu relaksasi sehingga mengurangi rasa nyeri. 4. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.

R/ Nafas dalam mengendorkan ketegangan syaraf. 5. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips. R/ Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang yang cedera. 6. Beri therapi analgetik sesuai program medik. R/ Analgetik menghambat pembentukan prostaglandin pada otak dan jaringan perifer. 2. Ketidakmampuan beraktivitas b.d fraktur dan cidera jaringan sekitar.  Kebutuhan hygiene, nutrisi dan eliminasi.  Klien dapat melakukan aktivitas secara bertahap sesuai kemampuan klien dan sesuai program medik. Intervensi: 1. Kaji tingkat kemampuan beraktivitas klien. R/ Menentukan intervensi yang sesuai dengan kebutuhan klien. 2. Observasi tanda-tanda vital (TD, S, N, P) R/ Sebagai data dasar dalam melakukan tindakan keperawatan. 3. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat dilakukan sendiri. R/ Kerjasama antara perawat dan klien mengefektifkan tercapainya hasil dari tindakan keperawatan. 4. Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan. R/ Klien dapat memenuhi kebutuhan yang dapat dilakukan sendiri dengan cepat. 5. Libatkan keluarga dalam membantu pemenuhan kebutuhan klien. R/ Membantu memenuhi kebutuhan klien. 3. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak.  Infeksi tidak terjadi  Tidak ada kemerahan, pus, peradangan  Leukosit dalam batas normal  Tanda-tanda vital stabil.

Intervensi: 1. Observasi tanda-tanda vital (S, TD, N, P) R/ Peningkatan tanda-tanda vital menunjukkan adanya infeksi. 2. Jaga daerah luka tetap bersih dan kering. R/ Luka yang kotor dan basah menjadi media yang baik bagi perkembangbiakan bakteri. 3. Tutup daerah luka dengan kasa steril. R/ Kasa steril menghambat masuknya kuman ke dalam luka. 4. Rawat luka fraktur dengan teknik aseptik. R/ Mencegah dan menghambat perkembangbiakan bakteri. 5. Beri therapi antibiotik sesuai program medik. R/ Antibiotik menghambat hidup dan berkembang biaknya bakteri. B. Post-Operasi 1. Nyeri b.d luka operasi 

Nyeri berkurang sampai dengan hilang.



Ekspresi wajah tenang.

Intervensi: 1.

Observasi tanda-tanda vital (TD, S, N, P) R/ Peningkatan tanda-tanda vital menunjukkan adanya nyeri.

2.

Kaji keluhan, lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri. R/ Menentukan tindakan yang tepat sesuai kebutuhan klien.

3.

Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam. R/ Nafas dalam dapat mengendorkan ketegangan sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.

4.

Beri posisi yang nyaman pada tulang yang fraktur sesuai anatomi. R/ Posisi anatomi membuat rasa nyaman dan melancarkan sirkulasi darah.

5.

Anjurkan klien untuk imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring. R/ Mengurangi nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang.

6.

Beri therapi analgetik sesuai program medik. R/ Menghambat dan menekan rangsang nyeri ke otak.

2. Ketidakmampuan beraktivitas b.d pemasangan gips atau fiksasi. 

Kebutuhan hygiene, nutrisi, dan eliminasi terpenuhi.



Klien dapat melakukan aktivitas secara bertahap sesuai kemampuan klien dan sesuai program medik.

Rencana Tindakan : 1.

Observasi tanda-tanda vital (S, N, TD, P) R/ Sebagai data dasar untuk menentukan tindakan keperawatan.

2.

2)

Kaji tingkat kemampuan klien dalam beraktivitas secara

mandiri. R/ Menentukan tindakan keperawatan sesuai kondisi klien. 3.

Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan hygiene nutrisi, eliminasi yang tidak dapat dilakukan sendiri. R/ Kerjasama antara perawat dan klien yang baik mengefektif-kan pencapaian hasil dari tindakan keperawatan yang dilakukan.

4.

Dekatkan alat-alat dan bel yang dibutuhkan klien. R/ Klien dapat segera memenuhi kebutuhan yang dapat dilakukan sendiri.

5.

Libatkan keluarga dalam membantu pemenuhan kebutuhan klien. R/ Kerjasama antara perawat dan keluarga klien akan membantu dalam mencapai hasil yang diharapkan.

6.

Anjurkan dan bantu klien untuk mobilisasi fisik secara bertahap sesuai kemampuan klien dan sesuai program medik. R/ Mobilisasi dini secara bertahap membantu dalam proses penyembuhan.

3. Resiko tinggi terjadi komplikasi post operasi b.d immobilisasi. 

Komplikasi setelah operasi tidak terjadi.

Rencana Tindakan : 1.

Kaji keluhan klien R/ Mengetahui masalah klien.

2.

Observasi tanda-tanda vital (TD, N) R/ Untuk mendeteksi adanya tanda-tanda awal komplikasi.

3.

Anjurkan klien mobilisasi secara bertahap R/ Meningkatkan pergerakan sehingga dapat melancarkan aliran darah.

4.

Kolaborasi dengan dokter. R/ Mengetahui dan mendapatkan penanganan dengan tepat.

4. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d luka post operasi. 

Infeksi post operasi tidak terjadi.



Klien tidak mengalami infeksi tulang.

Rencana Tindakan : 1.

Observasi tanda-tanda vital (TD, N, S, P) R/ Peningkatan tanda-tanda vital menunjukkan adanya infeksi.

2.

Rawat luka operasi dengan tehnik aseptik. R/ Mencegah dan menghambat berkembang biaknya bakteri.

3.

Tutup daerah luka dengan kasa steril. R/ Kasa steril menghambat masuknya kuman dalam luka.

4.

Jaga daerah luka tetap bersih dan kering. R/ Luka yang kotor dan basah menjadi media yang baik bagi perkembangbiakan bakteri.

5.

Beri terapi antibiotik sesuai program medik. R/ Antibiotik menghambat hidup dan berkembang biaknya bakteri.

5. Kurang pengetahuan tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh dilakukan dan perawatan di rumah b.d kurang informasi. 

Klien dapat mengetahui aktivitas yang boleh dilakukan dan perawatan saat di rumah.

Rencana Tindakan : 1.

Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penatalaksanaan perawatan di rumah. R/ Mengukur sejauh mana tingkat pengetahuan klien.

2.

Ajarkan dan anjurkan klien untuk melakukan latihan pasif dan aktif secara teratur. R/ Dengan latihan aktif dan pasif diharapkan mencegah terjadinya kontraktur pada tulang.

3.

Berikan kesempatan pada klien untuk dapat bertanya. R/ Hal kurang jelas dapat diklarifikasikan kembali.

4.

Anjurkan klien untuk mentaati terapi dan kontrol tepat waktu. R/ Mencegah keadaan yang dapat memperburuk keadaan fraktur.

5.

Anjurkan klien untuk tidak mengangkat beban berat pada tangan yang fraktur. R/ Mencegah stres tulang.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 3, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Black, Joyce M (1997). Medical Surgical Nursing, Clinical Management for Continuity of Care. 5th edition, 3rd volume. Philadelphia. W.B Saunders Company. Carpenito, Lynda Jual (1997). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis. Edisi keenam, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Doengoes, Marilynn. E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Evelyn. C. Pearce (1999). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Cetakan ke-22, Jakarta. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Umum. Price, Sylvia. A (1995). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4 buku 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

More Documents from "alfrida tambing"

Bab 1.docx
November 2019 41
Lp-oligohidramnion.docx
November 2019 40
Askep Ca Recti.doc
November 2019 42
Lp Leukimiaq,.docx
November 2019 39
Bab I.docx
November 2019 10