304837999-laporan-pendahuluan-rdn-respiratory-distress-newborn (1).docx

  • Uploaded by: alivia bertha
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 304837999-laporan-pendahuluan-rdn-respiratory-distress-newborn (1).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,571
  • Pages: 19
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN DENGAN RESPIRATORY DISTRESS NEWBORN ( RDN ) DI RUANG PERAWATAN ANAK DIRUANGAN NICU

RSUP. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Disusun Oleh: Alivia Bertha Basiang 18.04.018

CI LAHAN

(

CI INSTITUSI

)

(

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR 2018

)

BAB I KONSEP MEDIS

A. Anatomi Dan Fisiologi

Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru terletak sedemikian rupa sehingga setiap paru-paru berada di samping mediastinum. Oleh karenanya, masing-masing paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar serta struktur-struktur lain dalam mediastinum. Masing-masing paru-paru berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru terbenam bebas dalam rongga pleuranya sendiri, dan hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radiks pulmonalis. Masingmasing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul, menjorok ke atas dan masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Di pertengahan permukaan medial, terdapat hilus pu]\lmonalis, suatu lekukan tempat masuknya bronkus, pembuluh darah dan saraf ke paru-paru untuk membentuk radiks pulmonalis. Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi oleh fisura oblikua dan fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan inferior. Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu lobus superior dan inferior.

Paru –paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx, yang bercabang dan

kemudian

bercabang kembali

membentuk

struktur

percabangan bronkus. Proses ini terus berlanjut terus berlanjut setelah kelahiran hingga sekitar usia 8 tahun sampai jumlah bronkiolus dan alveolus akan sepenuhnya berkembang, walaupun janin memperlihatkan adanya bukti gerakan nafas sepanjang trimester kedua dan ketiga. Ketidak matangan paru –paru akan mengurangi peluang kelangsungan hidup bayi baru lahir sebelum usia24 minggu yang disebabkan oleh keterbatasan permukaan alveolus, ketidakmatangan sistem kapiler paru –paru dan tidak mencukupinya jumlah surfaktan. Upaya pernapasan pertama seorang bayi berfungsi untuk: 1. Mengeluarkan cairan dalam paru. 2. Mengembangkan jaringan alveolus paru –paru untuk pertama kali. Agar alveolus dapat berfungsi, harus terdapat surfaktan yang cukup dan aliran darah ke paru- paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan dan jumlahnya akan meningkat sampai paru- paru matang sekitar 30 -34 minggu kehamilan. Surfaktan ini mengurangi tekanan permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan dinding alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan. Tanpa surfaktan alveoli akan kolaps setiap saat setelah akhir setiap pernapasan, yang menyebabkan sulit bernapas. Peningkatan kebutuhan energi ini memerlukan penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan ini menyebabkan steress pada bayi yang sebelumnya sudah terganggu. Pada bayi cukup bulan, mempunyai cairan di dalam paru –parunya. Pada saat bayi melalui jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga cairan ini diperas keluar dari paru –paru. Pada bayi yang dilahirkan melalui seksio sesaria kehilangan keuntungan dari kompresi rongga dada dapat menderita paru- paru basah dalam jangka waktu lebih lama. Dengan sisa cairan di dalam paru –paru dikeluarkan dari paru dan diserap oleh pembulu limfe dan darah. Semua alveolus paru –paru akan berkembang terisi udara sesuai dengan perjalanan waktu.

B. Definisi Respiratory Distress of the Newborn (RDN) atau biasa juga disebut Respiratory Distress Syndrome (RDS) biasa juga disebut Hyaline Membrane Disease (HMD) Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik, sekitar 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS. RDS menurut Bernard et.al (2009) apabila onset akut, ada infiltrat bilateral pada foto thorak, tekanan arteri pulmonal =18mmHg dan tidak ada bukti secara klinik adanya hipertensi atrium kiri, adanya kerusakan paru akut dengan PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 300, adanya sindrom gawat napas akut yang ditandai PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 200,disebut sebagai RDS Respiratory Distress Syndrome Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark 2011). Menurut Petty dan Asbaugh (2010), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak nafas berat (dyspnea ), frekuensi nafas meningkat (tachypnea ),

sianosis

yang

menetap

dengan

terapi

oksigen,

penurunan

daya

pengembangan paru,adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat otopsi. Sindrom gawat napas (RDS) (juga dikenal sebagai idiopathic respiratory distress syndrome) adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas. Istilah-istilah Hyaline Membrane Disease (HMD) sering kali digunakan saling bertukar dengan RDS (Bobak, 2007).

Sindrom Distres Pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai hyalin membrane diseaser (Suriadi dan Yulianni, 2006). C. Etiologi Penyebab utama terjadinya RDN atau RDS adalah defesiensi atau kerusakan surfaktan. Faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu: 1. Premature (Usia gestasi dibawah 32 minggu) 2. Asfiksia perinatal 3. Maternal diabetes, 4. Bayi prematur yang lahir dengan operasi caesar Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari RDS yaitu: 1. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka. 2. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. 3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh makrofag. 4. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram. 5. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH). 6. Bayi prematur atau kurang bulan Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadi RDS.

D. Manifestasi Klinis Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu: 1. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara. 2. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru. 3. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat. Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah: 1. Pernapasan cepat 2. Pernapasan terlihat parodaks 3. Cuping hidung 4. Apnea 5. Murmur 6. Sianosis pusat E. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik 1. Seri rontqen dada, untuk

melihat

densitas

atelektasis dan elevasi

diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar. 2. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.

3. Data laboratorium 4. Profil paru, a. Untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS) Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas paru Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu Tingkat phosphatydylinosito b. Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg, saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45 c. Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar yang rusak. F. Penatalaksanaan Menurut Suriadi dan Yuliani (2007) dan Surasmi,dkk (2009) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi : 1. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat. 2. Mempertahankan keseimbangan asam basa. 3. Mempertahankan suhu lingkungan netral. 4. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat. 5. Mencegah hipotermia. 6. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat. Penatalaksanaan secara umum : 1. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 % 2. Pantau selalu tanda vital 3. Jaga kepatenan jalan nafas 4. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal) Jika bayi mengalami apneu 5. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan 6. Bila terjadi kejang segera periksa kadar gula darah 7. Pemberian nutrisi adekuat Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut :

a. Gangguan nafas ringan beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik. b. Gangguan nafas sedang 1) Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup 2) Bayi jangan diberi minum 3) Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis.  Suhu aksiler <> 39˚C  Air ketuban bercampur mekonium 4) Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (> 18 jam) . 5) Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:  Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis  Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan tersebut diatas. 6) Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis 7) Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum

8) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan . c. Gangguan nafas berat 1) Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya. 2) Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan. 3) Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman. 4) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit. Penatalaksanaan medis: Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah: a. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder b. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru c. Fenobarbital d. Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen e. Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik. Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan . G. Komplikasi Penyakit 1. Komplikasi jangka pendek dapat terjadi : a. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema

intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap. b. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi. c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik. 2. Komplikasi jangka panjang Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi : a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi. b. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 1070% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

BAB II KONSEP KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Anamnesa : a. Data Demografi  Nama  Usia : bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu.  Jenis Kelamin  Suku / Bangsa  Alamat a. Keluhan Utama : Pasien dengan RDS didapatkan keluhan seperti sesak, mengorok ekspiratori, pernapasan cuping hidung, lemah, lesu, apneu, tidak responsive, penurunan bunyi napas. b. Riwayat Penyakit Sekarang : Pada pasien RDS, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih, dispnea, sianosis, bradikardi, hipotensi, hipotermi, tonus otot menurun, edema terutama di daerah dorsal tangan atau kaki, retraksi supersternal/ epigastrik/ intercosta, grunting expirasi. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut. c. Riwayat Penyakit Dahulu : Perlu ditanyakan apakah pasien mengalami prematuritas dengan paruparu yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu), gangguan surfactan, lahir premature dengan operasi Caesar serta penurunan suplay oksigen saat janin saat kelahiran pada bayi matur atau premature, atelektasis, diabetes mellitus, hipoksia, asidosis d. Riwayat Maternal Meliputi riwayat menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti perdarahan placenta, placenta previa, tipe dan lama persalinan,

stress fetal atau intrapartus, dan makrosomnia (bayi dengan ukuran besar akibat ibu yang memiliki riwayat sebagai perokok, dan pengkonsumsi minuman keras serta tidak memperhatikan gizi yang baik bagi janin). e. Riwayat penyakit keluarga Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang terkena penyakit penyakit yang disinyalir sebagai penyebab kelahiran premature / Caesar sehingga menimbulakan membrane hyialin disease. f. Riwayat psikososial Meliputi perasaan keluarga pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku keluarga pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap bayinya. g. Status Infant saat Lahir  Prematur, umur kehamilan  Apgar score, apakah terjadi aspiksia Apgar score adalah : Suatu ukuran yang dipakai untuk mengevaluasi keadaan umum bayi baru lahir.  Bayi premature yang lahir melalui operasi Caesar 2. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit),

pernafasan

mendengkur,

retraksi

subkostal/interkostal,

pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam. Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi: a. Frekuensi nafas Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha

kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik. b. Mekanika usaha pernafasan Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan. c. Warna kulit/membran mukosa Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin. d. Kardiovaskuler  Frekuensi jantung dan tekanan darahAdanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietas, nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung  Kualitas nadi Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat dan sianosis. e. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara:  Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)  Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit ekstremitas dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik

 Perfusi pada otak dan respirasiGangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi agitasi dan letargi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil. 3. ADL (Activity daily life) a. Nutrisi : Bayi dapat kekeurangan cairan sebagai akibat bayi belum minum atau menghisap b. Istirahat tidur Kebutuhan istirahat terganggu karena adanya sesak nafas ataupun kebutulan nyaman tergangu akibat tindakan medis c. Eliminasi Penurunan pengeluaran urine 4. Pemeriksaan penunjang a. Foto rontgen thorak  Pola retikulo granular difus bersama bromkogram udara yang saling tumpang tindih  Tanda paru sentral dan batas jantung sukar dilihat, inflasi paru buruk.  Kemungkinan terdapat kardiomegali bila sistem lain juga terkepa (bayi dari ; ibu diabetes, hipoksia, gagal jantung kongestif)  Bayangan timus yang besar  Bergranul merata pada bronkogram udara, yang menandakan penyakit berat jika terdapat pada beberapa jam pertama. b. Pemeriksa darah  Asidosis metabolik  PH menurun (N : PH 7,35- 7,45)  Penurunan Bicarbonat (N : 22-26 meg/L)  PaCO2 Normal (N : 35-45 mmHg)  Peningkatan serum K  Asidosis respiratorik  PH menurun (N : PH 7,35-7,45)

 Peningkatan PaCO2 (N : 35-45 mmHg)  Penurunan PaO2 (N : 80-100 mmHg)  Imatur lecithin / sphingomylin (L/S) B. Diagnosa Keperawatan 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis (defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar) 2. Hipotermia berhubungan dengan berada di lingkungan yang dingin 3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler- alveolar C. Intervensi Keperawatan No 1

Diagnose

Tujuan

Intervensi

Keperawatan

(NOC)

(NIC)

Kerusakan pertukaran b.d

Setelah

dilakukan Monitor Respirasi (3350) :

gas asuhan keperawatan 1. Monitor rata-rata irama, kedalaman

perubahan selama 5x 24 jam,

membran

pertukaran

kapiler-alveoli

pasien

menjadi

efektif,

dengan

gas 2. Catat

kriteria :

Batasan

gerakan

dada,

lihat

kesimetrisan, penggunaan otot bantu dan retraksi dinding dada. 3. Monitor

suara

nafas,

saturasi

oksigen, sianosis

karakteristik : -

dan usaha untuk bernafas.

Takikardia

Status Respirasi : 4. Monitor kelemahan otot diafragma

-

Hiperkapnea

Ventilasi (0403) :

-

Iritabilitas

-

Dispnea

menunjukkan

-

Sianosis

peningkatan

-

Hipoksemia

ventilasai

-

Hiperkarbia

oksigenasi

-

Pasien

- Abnormal frek, berdasarkan irama,

AGD

kedalaman nafas

parameter

5. Catat onset, karakteristik dan durasi batuk 6. Catat hasil foto rontgen

dan adequat nilai sesuai normel

Terapi Oksigen (3320) : 1. Kelola humidifikasi oksigen sesuai peralatan 2. Siapkan peralatan oksigenasi 3. Kelola O2 sesuai indikasi 4. Monitor terapi O2 dan observasi

- Nafas

cuping pasien

hidung

-

tanda keracunan O2

Menunjukkan fungsi paru yang normal dan

bebas

tanda-tanda

dari distres

Manajemen Jalan Nafas (3140) : 1. Bersihkan

saluran

nafas

dan

pastikan airway paten 2. Monitor perilaku dan status mental

pernafasan

pasien,

kelemahan

,

agitasi

dan konfusi 3. Posisikan klien dgn elevasi tempat tidur 4. Bila klien mengalami unilateral penyakit paru, berikan posisi semi fowlers dengan posisi lateral 10-15 derajat / sesuai tole-ransi 5. Monitor efek sedasi dan analgetik pada pola nafas klien Manajemen Asam Basa (1910) : 1. Kelola pemeriksaan laboratorium 2. Monitor nilai AGD dan saturasi oksigen dalam batas normal 2

Pola nafas tidak Setelah efektif

dilakukan Manajemen Jalan Nafas (3140) :

b.d tindakan

1. Bebaskan jalan nafas dengan posisi

imaturitas

keperawatan selama

(defisiensi

…..x

surfaktan

dan diharapkan

24

leher ektensi jika memungkinkan.

jam 2. Posisikan pola

ketidak-stabilan

nafas efektif denga

alveolar).

kriteria hasil :

klien

memaksimalkan

ventilasi

untuk dan

mengurangi dispnea 3. Auskultasi suara nafas 4. Monitor respirasi dan status oksigen

Batasan

Status Respirasi :

karakteristik : -

Ventilasi (0403) :

Bernafas

-

mengguna-kan otot

Pernapasan

pasien 1. Monitoring

30-60X/menit.

pernafasan -

tambahan -

Monitor Respirasi (3350) : kecepatan,

irama,

kedalaman dan upaya nafas.

Pengembangan

2. Monitor pergerakan, kesimetrisan

dada simetris.

dada, retraksi dada dan alat bantu

Irama

pernafasan

-

Dispnea

pernapasan

-

Nafas pendek

-

Pernafasan rata- Tidak ada retraksi 4. Monitor pola nafas : bradipnea,

teratur

3. Monitor adanya cuping hidung

rata < 25 atau > dada saat bernapas

takipnea,

60 kali permenit-

kusmaul, apnea

Inspirasi

dalam

tidak ditemukan -

hiperventilasi,

5. Monitor

Saat bernapas tidak

adanya

respirasi

lelemahan

otot

diafragma

memakai otot napas 6. Auskultasi suara nafas, catat area tambahan

penurunan

-

Bernapas mudah

ventilasi dan bunyi nafas

-

Tidak

ada

dan

ketidak

adanya

suara

napas tambahan 3

Hipotermia

b.d Setelah

berada

dilakukan Pengobatan Hipotermi (3800) :

di tindakan

1. Pindahkan bayi dari lingkungan

lingkungan yang keperawatan selama …..x

dingin

24

jam

hipotermia

-

Batasan

terjadi

karakteristik :

kriteria :

tidak

yang dingin ke dalam lingkungan / tempat

yang

hangat

(didalam

inkubator atau lampu sorot)

dengan 2. Segera ganti pakaian bayi yang dingin dan basah dengan pakaian

Penurunan suhu

yang hangat dan kering, berikan

tu-buh di bawah Termoregulasi

selimut.

ren-tang normal

Neonatus (0801) :

3. Monitor gejala dari hopotermia :

-

Pucat

-

Suhu axila 36-37˚ C

fatigue, lemah, apatis, perubahan

-

Menggigil -

RR : 30-60 X/menit

warna kulit

-

Kulit dingin -

Warna kulit merah 4. Monitor status pernafasan

-

Dasar

kuku muda

sianosis -

-

Tidak ada distress 5. Monitor intake dan output

pengisian kapiler respirasi lambat

-

Tidak menggigil

-

Bayi tidak gelisah

-

Bayi tidak letargi

DAFTAR PUSTAKA Hidayat. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika Medical Record Rumah Sakit Muhammadiyah. 2014. Nughoro. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika Wilkinsom dkk. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawata. Jakarta : EGC Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika NANDA International. Nanda International: Nursing Diagnoses 2009-2011. USA:Willey Blackwell Publication, 2009

Related Documents


More Documents from "Kevin Bran"