3. Refrat Pdl Hipertensi Rada.docx

  • Uploaded by: belina metri lidiasari
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 3. Refrat Pdl Hipertensi Rada.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,029
  • Pages: 26
BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling umum ditemukan dalam praktik kedokteran primer. Menurut NHLBI (National Heart, Lung, and Blood Institute), 1 dari 3 pasien menderita hipertensi. Hipertensi juga merupakan faktor risiko infark miokard, stroke, gagal ginjal akut, dan juga kematian.1 Riset Kesehatan Dasar/RISKESDES tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia adalah sebesar 26,5%.2 Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ target, seperti jantung, otak, ginjal, mata, dan arteri perifer. Kerusakan organ-organ tersebut bergantung pada seberapa tinggi tekanan darah dan seberapa lama tekanan darah tinggi tersebut tidak terkontrol dan tidak diobati. Studi menunjukkan bahwa penurunan rerata tekanan darah sistolik dapat menurunkan risiko mortalitas akibat penyakit jantung iskemik atau stroke. 2 Salah satu guideline terbaru yang dapat dijadikan acuan di Indonesia adalah guideline Joint National Committee (JNC) 8 tahun 2014. Rekomendasi JNC 8 dibuat berdasarkan bukti-bukti dari berbagai studi acak terkontrol. Dua poin baru yang penting dalam guideline JNC 8 ini adalah perubahan target tekanan darah sistolik pada pasien berusia 60 tahun ke atas menjadi <150 mmHg dan target tekanan darah pada pasien dewasa dengan diabetes atau penyakit ginjal kronik berubah menjadi <140/90 mmHg. Modfikasi gaya hidup, meskipun tidak dijelaskan secara detail juga tetap masuk dalam algoritma JNC 8.3 Mengingat bahwa tingginya angka prevalensi Hipertensi di Indonesia serta banyaknya komplikasi yang dapat ditimbulkan hipertensi maka penulis referat ini mengangkat topik untuk membahas mengenai masalah Tatalaksana Hipertensi. 1

2

1.1.

Tujuan 1.1.1. Tujuan Umum Referat ini disusun sebagai salah satu tugas persyaratan mengikuti serangkaian kegiatan kepaniteraan klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RS Muhamadiyah Palembang.

1.1.2. Tujuan Khusus

1.2.

1.

Untuk mengetahui definisi dari Sindrom Koroner Akut

2.

Untuk mengetahui epidemilogi Sindrom Koroner Akut

3.

Untuk mengetahui faktor risiko dari Sindrom Koroner Akut

4.

Untuk mengetahui patogenesis dari Sindrom Koroner Akut

5.

Untuk mengetahui Klasifikasi dari Sindrom Koroner Akut

6.

Untuk mengetahui Diagnosis dari Sindrom Koroner Akut

7.

Untuk mengetahui Penatalaksanaan dari Sindrom Koroner Akut

8.

Untuk mengetahui Komplikasi dari Sindrom Koroner Akut

9.

Untuk mengetahui Prognosis dari Sindrom Koroner Akut

Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penyusunan referat ini, yaitu: a) Bagi Institusi Pendidikan: Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan untuk menjadi kepustakaan untuk penyusunan karya ilmiah lainnya. b) Bagi mahasiswa: 1. Mahasiswa mampu mengaplikasikan semua ilmu yang telah diperoleh selama proses penyusunan referat ini. 2. Menambah wawasan mahasiswa dalam memahami ilmu yang diperoleh selama proses penyusunan referat ini. c) Bagi masyarakat

3

Referat ini dapat menjadi sumber informasi tentang sindrom coroner akut sehingga dapat menurunkan angka prevalensi sindrom coroner akut di Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Definisi Hipertensi Seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang. Tekanan darah sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi. Adapun pembagian derajat keparahan hipertensi pada seseorang merupakan salah satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi (disadur dari A Statement by the American Society of Hypertension and the International Society of Hypertension2013).3

2.2.Epidemiologi Hipertensi Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi demografi dan transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas.1 WHO memperkirakan, pada tahun 2020 penyakit tidak menular (PTM) akan menyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia. Diperkirakan negara yang paling merasakan dampaknya adalah negara berkembang termasuk Indonesia. Salah satu PTM yang menjadi masalah

4

kesehatan yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. 1 Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Apabila penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung. 1 Menurut WHO dan The International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat. Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Riset Kesehatan Dasar/RISKESDES tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia adalah sebesar 26,5%.2 Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004. Kelompok Kerja Serebrokardiovaskuler FK UNPAD/RSHS tahun 1999, menemukan prevalensi hipertensi sebesar 17,6%,10,11 dan MONICA Jakarta tahun 2000 melaporkan prevalensi hipertensi di daerah urban adalah 31,7%. Sementara untuk daerah rural (Sukabumi) FKUI menemukan prevalensi sebesar 38,7%.10 Hasil SKRT 1995, 2001 dan 2004 menunjukkan penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20–35% dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi. Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa hipertensi berhubungan secara linear dengan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular.5 2.3.Faktor Risiko Hipertensi

5

Faktor risiko hipertensi dipengaruhi oleh multifaktorial yang dihubungkan dengan patogenesis hipertensi primer yang terutama terdiri dari 3 elemen penting yaitu : 1. Faktor genetik 2. Rangsangan lingkungan : terutama asupan garam, stress dan obesitas 3. Adaptasi struktural yang membuat pembuluh darah dan jantung membutuhkan tekanan yang lebih tingi dari fungsi normalnya. Ketiga elemen tersebut saling terkait dimana pengaruh lingkungan yang berlebihan dibutuhkan untuk mencetuskan predisposisi genetik sedangkan perubahan struktural kadang-kadang dipercepat oleh faktor genetik.5 Pada fase awal, interaksi antara predisposisi genetik dan pengaruh lingkungan menyebabkan terjadi peningkatan cardiac output (CO) melebihi resistensi perifer. 1. Faktor genetik a. Peran faktor genetik dibuktikan dengan berbagai kenyataan yang dijumpai maupun dari penelitian, misalnya: 

Kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot dari pada heterozigot, apabila salah satu diantaranya menderita hipertensi.



Kejadian hipertensi primer dijumpai lebih tinggi 3,8 kali pada usia sebelum 50 tahun, pada seseorang yang mempunyai hubungan keluarga derajat pertama yang hipertensi sebelum usia 50 tahun.



Percobaan pada tikus golongan Japanese spontaneosly hypertensive rat (SHR) Dahl salt sensitive (DS) dan sal resistance (R) dan Milan hypertensive rat strain (MHS) menunjukkan bahwa dua turunan tikus tersebut mempunyai faktor genetik yang secara genetik diturunkan sebagai faktor penting timbulnya hipertensi, sedangkan turunan yang lain menunjukkan faktor kepekaan terhadap garam yang juga

6

diturunkan secara genetik sebagai faktor utama timbulnya hipertensi.5 b. Faktor yang mungkin diturunkan secara genetik antara lain adanya defek transport Na pada membran sel, defek ekskresi natrium dan peningkatan aktivitas saraf simpatis yang merupakan respon terhadap stress. 5

2. Faktor lingkungan a. Keseimbangan garam Garam merupakan hal yang amat penting dalam patofisiologi hipertensi primer. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada golongan suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Apabila asupan garam kurang dari 3 gram perhari, prevalensi hipertensi beberapa persen saja, sedangkan apabila asupan garam antara 5-15 gram perhari, prevalensi hipertensi menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung GFR (glomerula filtrat rate) meningkat. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan kelebihan ekskresi garam (pressure natriuresis) sehingga kembali kepada keadaan hemodinamik yang normal. Pada penderita hipertensi, mekanisme ini terganggu dimana pressure natriuresis mengalami “reset” dan dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi untuk mengeksresikan natrium, disamping adanya faktor lain yang berpengaruh. 5 b. Obesitas Banyak penyelidikan menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif diantara obesitas (terutama upper body obesity) dan hipertensi. Bagaimana mekanisme obesitas menyebabkan hipertensi masih belum jelas. Akhir-akhir ini ada pendapat yang menyatakan

7

hubungan yang erat diantara obesitas, diabetes melitus tipe 2, hiperlipidemia dengan hipertensi melalui hiperinsulinemia. 5 c. Stress Hubungan antara stress dan hipertensi primer diduga oleh aktivitas saraf simpatis (melalui cathecholamin maupun renin yang disebabkan oleh pengaruh cathecolamin) yang dapat meningkatkan tekanan

darah

yang

intermittent.

Apabila

stress

menjadi

berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan dibuktikan, pemaparan terhadap stress membuat binatang tersebut hipertensi. 5 Lain-lain Faktor-faktor lain yang diduga berperan dalam hipertensi primer rasio asupan garam, kalium, inaktivitas fisik, umur, jenis kelamin dan ras. Adaptasi perubahan struktur pembuluh darah Perubahan adaptasi struktur kardiovaskular, timbul akibat tekanan darah yang meningkat secara kronis dan juga tergantung dari pengaruh trophic growth (angiotensin II dan growth hormon).5

2.4.Klasifikasi Hipertensi Ada pun klasifikasi hipertensi terbagi menjadi: 1. Berdasarkan penyebab a. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial Hipertensi

yang penyebabnya tidak diketahui

(idiopatik),

walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi. 4 b. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). 4

8

2. Berdasarkan bentuk Hipertensi Hipertensi diastolik {diastolic hypertension}, Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi), Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension).4

Terdapat jenis hipertensi yang lain: 1. Hipertensi Pulmonal Suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas. Berdasar penyebabnya hipertensi pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas dan gagal jantung kanan. Hipertensi pulmonal primer sering didapatkan pada usia muda dan usia pertengahan, lebih sering didapatkan pada perempuan dengan perbandingan 2:1, angka kejadian pertahun sekitar 2-3 kasus per 1 juta penduduk, dengan mean survival sampai timbulnya gejala penyakit sekitar 2-3 tahun. Kriteria diagnosis untuk hipertensi pulmonal merujuk pada National Institute of Health; bila tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35 mmHg atau "mean" tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg pada saat istirahat ataulebih 30 mmHg pada aktifitas dan tidak didapatkan adanya kelainan katup pada jantung kiri, penyakit myokardium, penyakit jantung kongenital dan tidak adanya kelainan paru. 4 2. Hipertensi Pada Kehamilan Pada dasarnya terdapat 4 jenis hipertensi yang umumnya terdapat pada saat kehamilan, yaitu: d. Preeklampsia-eklampsia atau disebut juga sebagai hipertensi yang diakibatkan kehamilan/keracunan kehamilan (selain tekanan darah yang meninggi, juga didapatkan kelainan pada air kencingnya). Preeklamsi adalah penyakit yang timbul dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan.

9

b. Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang sudah ada sejak sebelum ibu mengandung janin. c. Preeklampsia pada hipertensi kronik, yang merupakan gabungan preeklampsia dengan hipertensi kronik. d. Hipertensi gestasional atau hipertensi yang sesaat. 4 Penyebab hipertensi dalam kehamilan sebenarnya belum jelas. Ada yang mengatakan bahwa hal tersebut diakibatkan oleh kelainan pembuluh darah, ada yang mengatakan karena faktor diet, tetapi ada juga yang mengatakan disebabkan faktor keturunan, dan lain sebagainya.4

2.5.Gejala Klinis Tidak terdapat gejala spesifik yang menunjukkan seseorang menderita tekanan darah tinggi pada fase awal. Namun, beberapa survey pada populasi menunjukkan gejala hipertensi antara lain adalah gangguan tidur, gangguan emosional, dan mulut kering. Akan tetapi, gejala-gejala ini pun terkadang muncul pada mereka yang tidak memiliki tekanan darah tinggi. Serangan tiba-tiba yang muncul dikarenakan kondisi hipertensi adalah angina, serangan jantung, stroke, maupun komplikasi lainnya.6 Penderita hipertensi esensial tidak menunjukkan tanda bahwa mereka menderita hipertensi. Penampilan mereka tidak berbeda jauh dengan mereka yang normal. Akan tetapi, pada penderita hipertensi tingkat 2 (≥160/≥100 mmHg) muncul gejala-gejala seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, mual dan muntah. Keadaan dimana penderita hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya menderita hipertensi menyebabkan tidak adanya penanganan khusus terhadap penyakit sehingga kemudian menjadi hipertensi kronis. Hipertensi kronis pada akhirnya akan menyebabkan kegagalan organ seperti angina pectoris, serangan jantung, gagal jantung, retinopaty, penyakit pembuluh darah tepi, dan detak jantung abnormal. Manifestasi-manifestasi ini merupakan gejala penyakit hipertensi sekunder.6

10

2.6. Patofisiologi Hipertensi Secara fisiologis mekanisme pengaturan tekanan darah seperti tertea pada gambar di bawah ini:

11

Gambar 1. Fisiologi Tekanan Darah

Gambaran beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar: Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi esensial antara lain: 1. Curah jantung dan tahanan perifer Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial curah jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang irreversible. 8 2. Sistem Renin-Angiotensin Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik. 8 Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang

12

terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu: a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah. b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan

mengurangi

ekskresi

NaCl

(garam)

dengan

cara

mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.8

13

Gambar 2. Mekanisme Renin-Angitensin

3. Sistem Saraf Otonom Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem reninangiotensin bersama-sama dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.8 4. Disfungsi Endotelium Pembuluh darah Sel endotel mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara klinis pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit.8

14

5. Substansi vasoaktif Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium jantung dalam merespon peningkatan volum darah. Hal ini dapat meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan dan hipertensi.8 6. Hiperkoagulasi Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium), ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan semakin parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan pemberian obat anti-hipertensi.8 7. Disfungsi diastolik Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel.8

2.7. Diagnosis Hipertensi Dalam menegakkan diagnosis hipertensi, diperlukan beberapa tahapan pemeriksaan yang harus dijalani sebelum menentukan terapi atau tatalaksana yang akan diambil. Algoritme diagnosis ini diadaptasi dari Canadian Hypertension Education Program: The Canadian Recommendation for The Management of Hypertension 2014.3

15

Salah satu guideline terbaru yang dapat dijadikan acuan dalam penanganan hipertensi di Indonesia adalah guideline Joint National Committee (JNC), yang dipublikasikan pada tahun 2014. 3

gambar 3. Algoritma penegakan diagnosis Hipertensi

Menurut The American Society of Hypertension and the International Society of Hypertension2013 pembagian derajat keparahan hipertensi pada seseorang merupakan salah satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi. Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Klasifikasi

Sistolik

Diastolik

optimal

>120

dan

<80

Normal

120-129

dan/atau

80-84

Normal Tinggi

130-139

dan/atau

84-89

Hipertensi Derajat 1

140-159

dan/atau

90-99

Hipertensi Derajat 2

160-179

dan/atau

100-109

Hipertensi Derajat 3

≥ 180

dan/atau

≥ 110

16

≥ 140

Hipertensi sistolik terisolasi

dan

< 90

Sedangkan klasifikasi menurut menurut JNC 7, yaitu: Klasifikasi TD

SBP (mm Hg)

DBP (mm Hg)

Normal

<120

dan

<80

Prehipertensi

120-139

atau

80-90

Stadium 1

140-159

atau

90-99

Stadium 2

≥160

atau

99-100

2.8. Tatalaksanaan Hipertensi Non farmakologis Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 46 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.3 Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah : 

Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain penurunan

tekanan

darah,

seperti

menghindari

diabetes

dan

dislipidemia.3 

Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada

17

pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari. 3 

Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/ hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya. 3



Mengurangi konsumsi alkohol. Walaupun konsumsi alkohol belum menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol semakin hari semakin meningkat seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu dalam penurunan tekanan darah. 3



Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok.3

Terapi farmakologi Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek samping, yaitu : 

Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal.

18



Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya.



Berikan obat pada pasien usia lanjut (diatas usia 80 tahun) seperti pada usia 55 – 80 tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid.



Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs).



Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi farmakologi.



Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.3

Adapaun algoritem penanganan hipertensi berdasarkan JNC 7 adalah:

19

Gambar 4. Algoritma Tatalaksana Hipertensi berdasarkan JNC 7

Algoritme tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai guidelines memiliki persamaan prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme tatalaksana hipertensi secara umum menurut The American Society of Hypertension and the International Society of Hypertension2013;

20

Gambar 5. Algoritme Tatalaksana Hipertensi3

21

Gambar 6. Algoritma Tatalaksana Hipertensi JNC 8

Guideline JNC 8 mencantumkan 9 rekomendasi penanganan hipertensi: 1. Pada populasi umum berusia ≥60 tahun terapi farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥150 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target sistolik <150

mmHg

dan

target

diastolik

<90

mmHg.

(Strong

Recommendation - Grade A). 1 2. Pada populasi umum berusia ≥60 tahunn jika terapi farmakologis hipertensi menghasilkan tekanan darah sistolik lebih rendah (misalnya <140 mmHg) dan ditoleransi baik tanpa efek samping kesehatan dan kualitas hidup, dosis tidak perlu disesuaikan. (Expert Opinion - Grade E). 1 3. Pada populasi umum <60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah diastolik <90

22

mmH dengan target tekanan darah diastolik <90 mmHg (untuk usia 30-59 tahun Strong Recommendation - Grade A - untuk usia 18-29 tahun Expert Opinion - Grade E). 1 4. Pada populasi umum <60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dengan target tekanan darah sistolik <140 mmHg (Expert Opinion – Grade E). 5. Pada populasi berusia >18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target tekanan darah sistolik <140 mmHg dan target tekanan darah diastolik <90 mmHg (Expert Opinion - Grade E). 1 6. Pada populasi berusia >18 tahun dengan diabetes, terapi farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target tekanan darah sistolik <140 mmHg dan target tekanan darah diastolik <90 mmHg (Expert Opinion - Grade E). 1 7. Pada populasi non-kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes, terapi antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe thiazide, calcium channel blocker (CCB), angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEI), atau angiotensin receptor blocker (ARB). (Moderate Recommendation - Grade B). 1 8. Pada populasi kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes, terapi antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe thiazide atau CCB. (Untuk populasi kulit hitam: Moderate Recommendation Grade B, untuk kulit hitam dengan diabetes: Weak Recommendation - Grade C). Pada populasi berusia >18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi antihipertensi awal (atau tambahan) sebaiknya mencakup ACEI atau ARB untuk meningkatkan outcome ginjal. Hal ini berlaku untuk semua pasien penyakit ginjal kronik dengan

23

hipertensi terlepas dari ras atau status diabetes. (Moderate Recommendation - Grade B). 1 Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan mempertahankan target tekanan darah. Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam 1 bulan perawatan, tingkatkan dosis obat awal atau tambahkan obat kedua dari salah satu kelas yang direkomendasikan dalam rekomendasi 6 (thiazide-type diuretic, CCB, ACEI, atau ARB). Dokter harus terus menilai tekanan darah dan menyesuaikan regimen perawatan sampai target tekanan darah dicapai. Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai dengan 2 obat, tambahkan dan titrasi obat ketiga dari daftar yang tersedia. Jangan gunakan ACEI dan ARB bersama-sama pada satu pasien. Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai menggunakan obat di dalam rekomendasi 6 karena kontraindikasi atau perlu menggunakan lebih dari 3 obat, obat antihipertensi kelas lain dapat digunakan. Rujukan ke spesialis hipertensi mungkin diindikasikan jika target tekanan darah tidak dapat tercapai dengan strategi di atas atau untuk penanganan pasien komplikasi yang membutuhkan konsultasi klinis tambahan. (Expert Opinion - Grade E).1

24

Adapun beberapa golongan obat hipertensi yang sering digunakan berdasarkan JNC 8, yaitu:

Gambar 7. Dosis Obat Hipertensi berdasarkan JNC 8

2.9. Komplikasi Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ target, seperti jantung (penyakit jantung iskemik, hipertroti ventrikel kiri, gagal jantung), otak (stroke), ginjal (gagal ginjal), mata (retinopati), juga arteri perifer (klaudikasio inter miten).1 Kerusakan organ-organ tersebut bergantung pada tingginya tekanan darah pasien dan berapa lama tekanan darah tinggi tersebut tidak terkontrol.1

2.10. Kompetensi Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2012, hipertensi primer atau esensial memiliki kompetensi 4A dengan rincian Lulusan

dokter

mampu

membuat

diagnosis

klinik,

melakukan

penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas. Sedangkan hipertensi sekunder atau non-esensial memeliki kompetensi 3A dengan rincian Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada

25

keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.9

26

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan 1. Seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang. Tekanan darah sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi. 2. Jenis dari hipertensi dibedakan berdasarkan penyebab terdiri dari: a. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial b. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial c. Berdasarkan bentuk Hipertensi: Hipertensi diastolik {diastolic hypertension}, Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi), Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension). 3. Faktor risiko hipertensi dipengaruhi oleh multifaktorial yaitu : a. Faktor genetik b. Rangsangan lingkungan 4. Tatalaksana Hipertensi terdiri dari tatalaksana non-farmakologis dan farmakologis berdasarkan JNC 8. 5. Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ target, seperti jantung (penyakit jantung iskemik, hipertroti ventrikel kiri, gagal jantung), otak (stroke), ginjal (gagal ginjal), mata (retinopati), juga arteri perifer (klaudikasio inter miten).

Related Documents

Pdl Lh
July 2020 6
Hipertensi
May 2020 42
Hipertensi
May 2020 37
Hipertensi
June 2020 44
Hipertensi
October 2019 62

More Documents from "marta sari"