REFLEKSI KASUS
AGUSTUS, 2018
ADENOMIOSIS
OLEH:
NABILA AULIA RAMADHANTY N 111 17 056
PEMBIMBING KLINIK : dr. DANIEL SARANGA, Sp.OG (K)
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2018
BAB I PENDAHULUAN Saat ini gangguan haid merupakan keluhan tersering bagi wanita yang datang ke poliklinik ginekologis dan menoragia merupakan selama hidupnya bahkan banyak diantaranya harus mengalami gangguan ini setiap bulannya. Gangguan ini dapat terjadi dalam kurun waktu antara menarche dan menopause. Ganguan haid atau perdarahan abnormal menjadi masalah menarik sehubungan dengan makin meningkatnya usia harapan hidup perempuan.1 Penelitian ginekologis terbaru melaporkan bahwa sekitar 30% wanita premenopause mengeluhkan menstruasi yang berlebihan. World Health Organization (WHO) baru-baru ini melaporkan bahwa 18 juta golongan usia 30-55 tahun merasa bahwa perdarahan dalam menstruasinya berlebihan. Menoragia harus dapat dibedakan dan diagnosis ginekologis lainnya termasuk metroragia, menometroragia, polimenorea dan perdarahan karena disfungsi uterus. Menoragia sendiri merupakan suatu keadaan dimana siklus menstruasi dalam interval yang normal tapi memiliki durasi yang memanjang dan perdarahan yang berlebihan.2 Adenomiosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium, yang biasanya ada pada garis rahim, tumbuh ke dalam dinding otot rahim. Hal ini paling mungkin terjadi setelah anda melahirkan. Adenomiosis tidak sama dengan endometriosis meskipun perempuan dengan adenomiosis sering juga memiliki endometriosis. Walaupun tidak berbahaya, nyeri dan perdarahan berlebihan yang ditimbulkannya bisa mengganggu aktifitas sehari-hari. Bahkan jika nyeri berulang dapat menyebabkan gangguan psiokologis pada penderita seperti depresi, sensi, gelisah, marah dan rasa tidak berdaya. Dalam hal seperti perlu segera mencari pertolongan. Perdarahan yang banyak dalam waktu yang lama akan menyebabkan anemia.4
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA I.
DEFINISI Adenomiosis adalah suatu kondisi di mana terdapat jaringan mukosa endometrium (kelenjar-kelenjar dan stroma) pada miometrium yang hipertrofi dan reaktif. Hal ini terjadi akibat rusaknya batas antara stratum basalis endometrium dengan miometrium sehingga kelenjar endometrium dapat menembus miometrium, terbentuklah kelenjar intramiometrium ektopik yang dapat menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia miometrium difus atau lokal. Terdapatnya jaringan endometrium di lapisan miometrium tersebut dapat menyebabkan pembesaran uterus. Pemicu terjadinya peristiwa ini sampai sekarang masih belum jelas.2
II.
EPIDEMIOLOGI Etiologi adenomiosis tidak diketahui, dan berbagai teori telah diajukan. Dari berbagai macam teori berasal dari faktor-faktor risiko yang umum diidentifikasi seperti paparan terhadap estrogen, paritas, dan riwayat operasi pada rahim. Diperkirakan bahwa peningkatan paparan estrogen dapat menyebabkan adenomiosis. Adenomiosis ini paling sering didiagnosis pada wanita usia 40 – 50 tahun, yang sesuai dengan praktek klinis dimana operasi histerektomi umum dilakukan pada usia kelompok ini dan adenomiosis kemudian didiagnosis dengan histologi.
Namun, peningkatan adenomiosis
pada kelompok usia ini juga bisa disebabkan oleh kontak yang terlalu lama dengan hormon selama seumur hidup wanita tersebut. 2,6 Sebuah studi dari Templeman dkk, membandingkan 961 wanita yang dilakukan pembedahan didiagnosis sebagai adenomiosis dengan 79.329 wanita kelompok kontrol untuk membandingkan analisis adenomiosis.
Mereka
menemukan bahwa peningkatan paritas, awal menars (usia 10 tahun), siklus
3
menstruasi pendek (24 hari), indeks massa tubuh yang tinggi, kontrasepsi oral yang digunakan, semua temuan yang signifikan secara statistik pada pasien dengan adenomiosis, sehingga menunjukkan hubungan antara adenomiosis dengan paparan estrogen. Tetapi hal ini tidak dijelaskan apakah penggunaan kontrasepsi merupakan faktor risiko untuk adenomiosis atau jika wanita diberikan kontrasepsi oral sebagai terapi dismenorea dan perdarahan uterus yang merupakan gejala klinis dari adenomiosis.2,3 Kejadian
adenomiosis
bervariasi
antara
8-40%
dijumpai
pada
pemeriksaan dari semua spesimen histerektomi. Dari 30% pasien ini ditemukan adanya endometriosis dalam rongga peritoneum secara bersamaan.1 Insidensi endometriosis sulit dipastikan, karena pada banyak kejadian, kelainan ini baru ditemukan pada laparoskopi ketika pasien mengeluh infertilitas atau nyeri abdomen yang samar-samar. Diperkirakan endometriosis mengenai antara 1 dan 7 prsen wanita pada masa reproduktif. Endometriosis lebih sering didapati pada wanita infertil atau yang menunda melahirkan hingga usia 30 tahun.2
III. ETIOLOGI Penyebab adenomiosis belum diketahui secara pasti. Kemungkinan disebabkan adanya erupsi dari membrana basalis dan disebabkan oleh trauma berulang, persalinan berulang, opeasi sesar ataupun kuretase.1 Bagaimana endometrium mencapai lokasi ektopik tidak seluruhnya dipahami. Adenomiosis mungkin disebabkan oleh infiltrasi secara langsung, atau penyebaran jaringan endometrium lewat pembuluh limfe ke miometrium. Sekali jaringan endometrium viabel mencapai dan melekat pada lokasi ektopik, masih harus dijelaskan mengapa jaringan dapat terus hidup dan tumbuh di lokasi tersebut, bukan dihilangkan oleh makrofag. Teori baru menyatakan bahwa ada suatu defek imunitas seluler yang memungkinkan jaringan endometrium tetap dapat hidup. Agar dapat tumbuh pada tempat-tempat ektopik
4
ini, jaringan endometrium harus berespon terhadap siklus estrogen berlangsung konstan, seperti pada kehamilan, lesi ini cenderung mendapat serangan dari makrofag dan menjadi fibrotik.2
Gambar 2.1. Adenomiosis4 IV. PATOFISIOLOGI Pertumbuhan
endometrium
menembus
membran
basalis.
Pada
pemeriksaan histologis sebagian menunjukkan pertumbuhan endometrium menyambung ke dalam fokus adenomiosis, sebagian ada di dalam miometrium dan sebagian lagi ada yang tidak tampak adanya hubungan antara permukaan endometrium dengan fokus adenomiosis. Hal ini mungkin disebabkan oleh hubungan ini terputus oleh adanya fibrosis. Seiring dengan berkembangnya adenomiosis, uterus membesar secara difus dan terjadi hipertrofi otot polos. Kadang-kadang elemen kelenjar berada dalam lingkup tumor otot polos yang menyerupai mioma. Kondisi ini disebut sebagai adenomioma. Fundus uteri merupakan tempat yang paling umum dari adenomiosis. Pola mikrokopik dijumpai adanya pulau-pulau endometrium yang tersebar dalam miometrium. Endometrium ektopik dapat memperlihatkan adanya perubahan seiring dengan adanya siklus haid, umumnya jaringan ini berekasi dengan estrogen tapi tidak dengan progesteron.1
5
Dimanapun lokasinya, endometrium ektopik, yang dikelilingi stroma, mengadakan implantasi dan membentuk kista kecil, yang berespon terhadap seksresi ekstrogen dan progesteron secara siklik, sama seperti yang terjadi di dalam endometrium uteri. Selama menstruasi, terjadi perdarahan di dalam kista. Darah, jaringan endometrium dan cairan jaringan terperangkap di dalam kista tersebut. Pada siklus berikutnya, cairan jaringan dan plasma darah diabsorpsi, sehingga meninggalkan darah kental berwarna coklat seperti ter. Ukuran maksimal kista bergantung pada lokasinya. Kista kecil mungkin tetap kecil atau diserang
makrofag
dan
menjadi
lesi
fibrotik
kecil.
Kista
ovarium
(endometriomata) cenderung lebih besar daripada kista lainnya, tetapi biasanya tidak lebih besar daripada jeruk berukuran sedang. Ketika kista tumbuh, tekanan internal mungkin merusak dinding endoterium yang aktif, sehingga kista tidak berfungsi lagi.2 Tidak jarang terjadi ruptur atau kebocoran materi dari kista yang kecil pun. Darah kental yang keluar sangat iritatif dan mengakibatkan perlengketan multipel di sekeliling kista. Sel yang menginfiltrasi otot terutama berasal dari lapisan basal endometrium. Karena lapisan ini relatif tidak sensitif terhadap ransangan hormonal, nodul endometriotik tersebut cenderung kecil dan mengandung sedikit darah, tetapi menimbulkan reaksi stroma yang nyata. Lesi ini tampaknya juga meransang proliferasi miometrium dan menyebabkan tumor lambat laun membesar. Secara klinis, adenomiosis tidak dapat dibedakan dengan
mioma,
dan
keduanya
dapat
ditemukan
bersamaan.
Karena
pertumbuhan adenomiosis klinis memerlukan waktu, adenomiosis klinis cenderung terjadi pada akhir masa reproduktif, sering pada wanita para setelah lama mangalami infertilitas sekunder.2
6
V.
MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS Sepertiga pasien tidak menunjukkan gejala. Uterus yang membesar, yang disangka mioma, ditemukan pada pemeriksaan panggul rutin. Pada yang lainnya, keluhan utamanya adalah:2 a. Rasa nyeri yang semakin meningkat, sering berhubungan dengan menstruasi. Dalam hal ini, intensitas nyeri meningkat sepanjang menstruasi, hingga mencapai puncak pada akhir menstruasi. b. Ketidakteraturan
menstruasi:
bercak
darah
pada
premenstruasi,
meningkatnya jumlah perdarahan menstruasi dan menstruasi lebih sering.
Seiring dengan bertambah beratnya adenomiosis gejala yang timbul adalah:1 a. Sebanyak 50% mengalami menoragia kemungkinan disebabkan oleh gangguan kontraksi miometrium akibat adanya fokus-fokus adenomiosis ataupun makin bertambahnya vaskularisasi di dalam rahim. b. Sebanyak 30% dari pasien mengeluh dismenorea ini semakin lama semakin berat, hal ini akibat gangguan kontraksi miometrium yang disebabkan oleh pembengkakan prahaid dan perhadarahan haid di dalam kelenjar endometrium. c. Subfertilitas. Dengan makin beratnya adenomiosis biasanya pasien semakin sulit untuk mendapatkan keturunan. d. Pada pemeriksaan dalam dijumpai rahim yang membesar secara merata. Rahim biasanya nyeri tekan dan sedikit lunak bila dilakukan pemeriksaan bimanual sebelum prahaid (tanda Halban). Pemeriksaan abdomen dan panggul mungkin tidak menunjukkan kelainan apa-apa jika lesinya kecil. Kista besar dapat menyebabkan benjolanbenjolan terfiksir dan nyeri tekan serta mudah diraba.2
7
Pemeriksaan Penunjang :1 Ultrasonografi (USG) Paling umum digunakan dan mampu menemukan adenomiosis yaitu berupa gambaran echotexture yang homogen pada miometrium.
Adanya
pembesaran uterus dengan modalitas USTV 2 dimensi ini hingga 12 cm telah dilaporkan sebagai adenomiosis.
Sebuah studi oleh Exacoustos dkk,
menemukan bahwa volume pengukuran USTV 2 dimensi dihitung dengan rumus “ellipsoid” yaitu diameter panjang uterus x diameter melintang x diameter anteroposterior x 0,532 (cm3). Dengan USTV 2 dimensi mampu mendiagnosis adenomiosis dimana dapat memberi gambaran uterus yang diperbesar pada daerah fundus, uterus yang asimetris (misalnya dinding anterior lebih tebal dari dinding posterior atau sebaliknya) tidak terkait dengan leiomioma, daya Doppler dapat digunakan untuk membedakan kista miometrium dari pembuluh darah, gambaran homogen echotexture tidak teratur di daerah miometrium, batas antara endometrium dan miometrium yang tidak jelas, dan adanya “question mark sign” pada uterus yang dijelaskan ketika corpus uteri tertekuk ke belakang, fundus uteri menghadap posterior kompartemen panggul, dan leher rahim diarahkan secara frontal ke kandung kemih. Sebuah metaanalisis terbaru dari 14 penelitian dan 1985 sampel, dilaporkan sensitifitas dan spesifitas USTV mendiagnosis suatu adenomiosis masingmasing 82,5% dan 84,6%. Temuan USTV 2 dimensi lebih mudah dilihat pada penyakit yang lanjut,dankebanyakan studi pada USTV dan adenomiosis memiliki minimal 2 sampai 3 fitur gambaran adenomiosis. Adanya gambaran USTV 2 dimensi disertai dengan gejala seperti menommetrorrhagia, dismenorea, atau infertilitas dapat meningkatkan akurasi diagnostik.
8
Gambar 2.2. Gambaran adenomiosis dengan USG Transvaginal 2 dimensi A. Potongan longitudinal uterus dengan penebalan asimetris pada dinding anterior B. Penebalan asimetris uterus. Dinding anterior lebih tebal daripada posterios dengan homogeny echotexture miometrium tidak jelas C. Gambaran Doppler yang difus pada miometrium MRI. Akurasi diagnostik MRI dalam mendiagnosis adenomiosis sudah lama digunakan. MRI dianggap lebih akurat daripada USTV untuk mendiagnosis penyakit ini. Temuan dari pemeriksaan MRI terkait dengan penebalan atau hyperplasia dari juctional zone.
Protokol standar MRI menggabungkan
potongan sagital dan aksial. Adanya tiga fitur pada pemeriksaan MRI telah dianggap mendiagnosis suatu adenomiosis, yaitu penebalan dari juctional zone sekitar 8 sampai 12 mm.6,8
9
2.4 Gambaran dengan Fat Saturated, adenomiosis yang aktif Patologi Anatomi. Diagnosis pasti adenomiosis adalah pemeriksaan patologi dari bahan spesimen histerektomi. Ditemukan adanya pulau-pulau endometrium yang tersebar dalam miometrium. Konsistensi uterus keras dan tidak beraturan pada potongan permukaan terlihat cembung dan mengeluarkan serum, jaringan berpola trabekula atau gambaran kumparan dengan isi cairan kuning kecoklatan atau darah. Umumnya, tampakan luar uterus yaitu terjadi pembesaran difus dengan penebalan miometrium berisi jaringan glandula irreguler dan stroma. Cavum endometrium terjadi pembesaran. Kadang, adenomiosis terbatas pada bagian miometrium dan membentuk adenomioma berbatas tegas.1,3
10
Gambar 2.5. Tampakan mikroskpik adenomiosis. (A) Nodul adenomiosis tampak pada miometrium, disertai dengan glandula dan stroma. (B) Spesimen lain dengan perbesaran yang lebih tinggi tampak glandula dan stroma yang jelas.3 Secara klinis endometriosis sering sulit dibedakan dari penyakit peradangan pelvis atau kista ovarium lainnya. Karena itu lebih baik dilakukan pemeriksaan panggul dengan laparoskop jika diduga ada endometriosis. Dengan laparoskop dapat ditentukan luasnya penyakit, yang dapat mempengaruhi pengobatan.2
VI. TATALAKSANA Jika tidak disertai endometriosis ekstrauteri, diagnosis sering dikelirukan dengan miomanya. Jika pasien tidak menunjukkan gejala dan adenomiosisnya tidak besar, tidak dieprlukan pengobatan. Jika terdapat gejala, tindakan histerektomi merupakan pilihan terapi karena tumor tidak memberikan respon baik terhadap pengobatan hormonal. Secara medik agak sulit. Bila pasien masih ingin mempunyai anak dan usia muda maka pertimbangan yang perlu dilakukan adalah melakukan pengobatan hormonal GnRH agonis selama 6 bulan dengan/atau disertai penanganan bedah reseksi minimalis jaringan adenomiosis, dilanjutkan dengan program tekonologi reproduksi berbantu. Penanganan secara medik sehubungan dengan keluhan perdarahan atau nyeri dapat dilakukan dengan:1,2 a. Danazol. Danazol, suatu derivat isoxazol dari 17-α-etinil testosteron, dapat mengurangi kadar sex hormone binding globulin (SHBG). Penurunan
11
SHBG menyebabkan peningkatan testosteron bebas dan penurunan estradiol yang tidak terikat. Danazol mungkin juga bekerja secara langsung pada ovarium untuk mengurangi sintesis steroid. Danazol diberikan dalam dosis 200 mg, 2-4 kali sehari selama 3-12 bulan. Biasanya gejala berkurang pada 2-6 minggu pada tiga perempat wanita yang diobati. Efek danazol terhadap lesi endometriosis akan diberikan kemudian. Efek buruknya adalah: -
Amenore pada 60 persen wanita dan sisanya terjadi oligomenore.
-
Pertambahan berat badan, sering >3 kg.
-
Kulit berminyak atau akne pada 20 persen wanita.
-
Suara menjadi dalam pada 10 persen wanita.
b. Pengobatan Hormonal GnRH agonis. Diberikan selama 6 bulan, tapi ini bersifat sementara yang dalam beberapa waktu kemudian akan kambuh kembali. GnRH agonis membuat gonadotropin hipofisis menjadi tidak sensitif terhadap rangsangan GnRH endogen, sehingga mengakibatkan supresi sekresi steroid dari ovarium. Obat ini diberikan dengan dosis 20 µg intranasal dua kali sehari selama 3-6 bulan atau dalam bentuk injeksi kerja panjang setiap bulan. Efek terhadap endometrosis hampir sama dengan danazol. Efek samping adalah: -
Hampir semua wanita mengalami wajah merah (hot flushes) yang mungkin berat.
-
Tujuh persen wanita mengalami amenorea.
-
Tiga persen wanita mengalami kehilangan massa tulang 2-4 persen selama 6 bulan: keadaan ini bersifat reversibel. Akan tetapi, lebih sedikit pasien lagi yang dilaporkan mengeluhkan efek samping dibandingkan dengan yang ditimbulkan danazol.
c. Pengobatan
dengan
Suntikan
Progesteron.
Pemberian
suntikan
progesteron depot seperti suntikan KB dapat membantu mengurangi gejala nyeri dan perdarahan.
12
d. Penggunaan IUD yang mengandng Hormom Progesteron. Penelitian menunjukkan
penggunaan
IUD
yang
mengandung
hormon
dapat
mengurangi gejala dismenorea dan menoragia seperti Mirena yang mengandung levonotgestrel yang dilepaskan secara perlahan-lahan ke dalam rongga rahim. e. Gestrinon. Ini merupakan “progesteron generasi baru”. Hormon ini diberikan dalam dosis 1,2 mg dua kali seminggu dan, pada studi awal, tampaknya sama efektif dengan danazol. Pertambahan berat badan menjadi 50 persen pada wanita. f. Aromatase Inhibitor. Fungsinya menghambat enzim aromatase yang menghasilkan estrogen seperti anastrazole dan letrozole. g. Histerektomi. Dilakukan pada perempuan yang tidak membutuhkan fungsi reproduksi.
VII. PROGNOSIS Adenomiosis merupakan suatu penyakit yang progresif selama masa reproduksi dan akan mengalami regresi bila memasuki masa menopause. Tidak mempunyai kecendrungan menjadi ganas.1 Efek masing-masing pengobatan hormonal ini adalah mirip dalam arti mengurangi nyeri dan mengurangi keparahan endometriosis yang ditentukan dengan laparoskopi kedua yang dibuat setelah pengobatan dihentikan dan pasien sekurang-kurangnya telah mendapat satu kali menstruasi. Hasilnya adalah 30 persen wanita akan mengalami regresi lengkap; 60m persen wanita akan mengalami regresi parsial; dan pada 10 persen tidak terjadi perbahan luasnya penyakit, walaupun gejala telah berkurang atau sembuh. Temuantemuan memberi kesan bahwa diperlukan pengobatan lebih lanjut. Tampak juga bahwa begitu pengobatan hormonal dihentikan, endometriosis dapat timbul kembali pada kira-kira 50 persen wanita dalam 5 tahun.2
13
Masih dapat diperdebatkan bahwa pembedahan memberikan hasil yang lebih baik. Hal ini hanya berlaku jika dilakukan ooforektomi di samping pembedahan yang lain. Jika ovarium dipertahankan, endometriosis mungkin kambuh lagi.2
14
BAB III LAPORAN KASUS
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 09 Juli 2018 Tanggal Pemeriksaan
:10 Juli 2018
Ruangan
: Sando Husada, RS Wirabuana
Jam
:14.30 WITA
I. IDENTITAS Nama
: Ny. FS
Nama Suami: Tn. F
Umur
: 47 thn
Umur: 50 thn
Alamat
: Jl. Kapten Tendean
Alamat: Jl. Kapten Tendean
Pekerjaan : IRT
Pekerjaan: PNS
Agama
Agama:Islam
: Islam
Pendidikan : SMA
Pendidikan : S1
II. ANAMNESIS Menarche : 13 tahun Perkawinan : Pertama (10 tahun) Keluhan Utama
: Nyeri hebat pada saat haid
Riwayat Penyakit Sekarang
:
Pasien datang ke IGD RS Wirabuana rujukan dari praktek dr Abd Faris. Sp.OG (K). Pasien masuk dengan keluhan nyeri hebat pada saat haid, keluhan ini dirasakan sudah sejak lebih dari 2 tahun yang lalu.Pasien mengaku haid tidak teratur dengan perdarahan yang banyak dan menggumpal. Pada saat haid, pasien mengaku mengganti pembalut 30 kali dalam sehari. Pasien juga mengeluhkan
15
nyeri perut bagian bawah, mual (+), muntah (-), demam (-), pusing (+), sakit kepala (-), BAB (+) lancar, BAK (+) lancar.
Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat menstruasi sebelumnya teratur (+) tiap bulan dengan durasi 5-7hari. Riwayat Hipertensi (-), Riwayat Diabetes Mellitus (-), Asma (-), Alergi (-)
Riwayat Obstetri : 1
♂, tahun 2000.lahir di RS BK, spontan, letak belakang kepala, aterm, ditolong dokter, BBL 3000 gram
2
♀, tahun 2002. lahir di RS BK, spontan, letak belakang kepala, aterm, ditolong dokter, BBL 3000 gram
3
♂, tahun 2003, lahir di RS BL, spontan, letak belakang kepala, aterm, ditolong dokter, BBL 3100 gram
4
Tahun 2004, mengalami aborsi, dilakukan tindakan kuretase.
5.
♂, tahun 2005 lahir di RS BA, spontan, letak belakang kepala, aterm, ditolong dokter, BBL 2800 gram
6.
♂, tahun 2006, lahir di RS BA, spontan, letak belakang kepala, aterm, ditolong dokter, BBL 2750 gram
Riwayat ANC
:-
Riwayat Imunisasi
:-
16
III. PEMERIKSAAN FISIK KU
: Sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis Tanda – Tanda Vital : Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi
Respirasi
Suhu : 36,7 ºC
: 20 kali/menit
: 88 kali/menit
Kepala – Leher : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), edema palpebra (-/-), pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
:
I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-) P : Vokal fremitus ka = ki P : Sonor pada kedua lapang paru A : Vesikular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
:
I : Tampak cembung A : Peristaltik usus (+) kesan normal P : Timpani diseluruh kuadran P : Teraba massa di regio umbilicalis, teraba keras, terfiksir, nyeri tekan (+). Nyeri tekan suprapubik (+)
Ekstremitas: Atas
: Akral hangat, edema -/-
Bawah
: Akral hangat, edema -/-
17
IV. PEMERIKSAAN GINEKOLOGI Pemeriksaan luar Inspeksi : Pembesaran abdomen (+) Palpasi
: nyeri tekan (+) pada umbilicus dan suprapubik
Pemeriksaan Dalam (VT) - Vulva : Tidak ada kelainan - Vagina : Tidak ada kelainan - Portio : Konsistensi kenyal, teraba permukaan licin, OUE tertutup,nyeri goyang (-), massa tumor (-) - Uterus : Posisi antefleksi, uterus membesar, teraba adanya massa - Adneksa: tidak ada massa, nyeri (-) - Pelepasan: darah segar (-)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah rutin:
WBC : 7,7 x 103/uL
RBC
HGB : 10,0 g/Dl
HCT
: 33,4 %
PLT
: 219 x 103/uL
: 5,34 x 106/uL
HbSAg : Non reaktif GDS : 90 mg/dl Kolesterol Total : 134 mg/dl SGOT : 19 U/L SGPT : 17 U/L Ureum : 15 mg/dl Creatinin : 0,8 mg/dl
18
Dari Pemeriksaan USG Ginekologi didapatkan Kesan: Adenomiosis
VI. PENATALAKSANAAN Persiapan Operasi Histerektomy total - Diet bubur susu - Antasida 3 x 1 tab - Cotrimoxazole - Doxisiklin - Colon Skema selama 2 hari, malam jam 08.00 dan pagi jam 06.00 - IVFD RL 20 tpm - Inj. Cefotaxime 2 gr/IV
19
Berikut Gambar Hasil Operasi Pasien
VII.RESUME Pasien perempuan usia 47 tahun masuk RS Wirabuana dengan keluhan nyeri hebat pada saat haid yang dirasakan sejak lebih dari 2 tahun yang lalu, haid tidak teratur dengan perdarahan yang banyak dan menggumpal. Pada saat haid, pasien mengaku mengganti pembalut 30 kali dalam sehari. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut bagian bawah, mual (+), BAB (+) biasa, BAK (+) lancar. Keadaan umum sakit sedang. Kesadaran komposmentis. Tekanan darah 130/80 mmHg, denyut nadi 88 kali/menit, laju pernafasan 20 kali/menit, suhu 36,7°C. Pemeriksaan fisik abdomen: teraba massa di regioumbilicalis, teraba keras, terfiksir, nyeri tekan ada dan nyeri tekan suprapubik. Pemeriksaan ginekologiditemukan nyeri tekan pada region umbilikalis dan suprapubik. Pada pemeriksaan dalam, uterus teraba membesar dan teraba adanya massa dan ditambah pemeriksaan USG Ginekologi didapatkan Kesan : Adenomiosis.
20
VIII. DIAGNOSIS Adenomiosis
IX. PENATALAKSANAAN Persiapan Operasi Histerektomy total - Diet bubur susu - Antasida 3 x 1 tab - Cotrimoxazole - Doxisiklin - Colon Skema selama 2 hari, malam jam 08.00 dan pagi jam 06.00 - IVFD RL 20 tpm - Inj. Cefotaxime 2 gr/IV
21
FOLLOW UP
11 Juli 2018 S : Nyeri bekas operasi (+), PPV (+), mual (-), muntah (-), pusing (-), sakit kepal (-), BAB (+) biasa, BAK (+) Lancar O : TD R
: 150/90 mmHg
N : 88 kali/menit
: 20 kali/mnt
S : 36,7oC
Konjungtiva anemis (-/-). Pemeriksaan fisik : pada abdomen, nyeri tekan post operasi (+) A : Adenomiosis Post Histerektomi P: - IVFD RL : Dex 5 % = 2 : 1 + drips farbion 20 tpm - Oxytocin 2 amp dalam RL 500 cc 20 tpm - Inj. Cefotaxime/ 12 Jam/ IV - Inj. Ranitidine/ 12 jam / IV - Inj. Ondansentron 1 amp/ IV (k.p) - Drips Metronidazole 500 mg/ 12 jam - Inj. Ketorolac/8 jam/ IV - Kaltofren Supp (k.p) - Observasi TTV/ 15 menit - Takar Urine
12 Juli 2018 S
: Nyeri bekas operasi(+), PPV (+), mual (-), muntah (-), pusing (-), sakit kepala (-), BAB (+) biasa, BAK (+) Lancar
O : TD : 130/80 mmHg R
: 18kali/mnt
N : 88 kali/menit S : 36,4oC
Konjungtiva anemis (-/-).
22
Pemeriksaan fisik: pada abdomen, nyeri tekan post operasi (+) A : Adenomiosis Post Histerektomi hari ke – 1 P: - IVFD RL : Dex 5 % = 2 : 1 + drips farbion 20 tpm - Oxytocin 2 amp dalam RL 500 cc 20 tpm - Inj. Cefotaxime/ 12 Jam/ IV - Inj. Ranitidine/ 12 jam / IV - Inj. Ondansentron 1 amp/ IV (k.p) - Drips Metronidazole 500 mg/ 12 jam - Inj. Ketorolac/8 jam/ IV - Kaltofren Supp (k.p) - Dulcolax supp 1 x 2 /rectal - Observasi TTV - Takar Urine
13 Juli 2018 S
: Nyeri bekas operasi(+), PPV (+), mual (-), muntah (-), pusing (-), sakit kepala (-), BAB (+) biasa, BAK (+) Lancar
O : TD : 130/80 mmHg R
: 18kali/mnt
N : 88 kali/menit S : 36,4oC
Konjungtiva anemis (-/-). Pemeriksaan fisik: pada abdomen, nyeri tekan post operasi (+) A : Adenomiosis Post Histerektomi hari ke – 2 P: - Meloxicam 7,5 mg 2x1 - Metronidazole 500 mg, 3x1 - Cefixime 100 mg, 2x1
23
14 Juli 2018 S : Nyeri bekas operasi(+) berkurang, PPV (+) sedikit, mual (-), muntah (-), pusing (-), sakit kepala (-), BAB (+) biasa, BAK (+) Lancar O : TD R
: 130/90 mmHg
N : 86 kali/menit
: 20kali/mnt
S : 36,6oC
Konjungtiva anemis (-/-). Pemeriksaan fisik : pada abdomen, nyeri tekan post operasi (-) A : Adenomiosis Post Histerektomi hari ke- 3 P: - Meloxicam 7,5 mg 2x1 - Metronidazole 500 mg, 3x1 - Cefixime 100 mg, 2x1
15 Juli 2018 S : Nyeri bekas operasi (-), PPV (-), mual (-), muntah (-), pusing (-), sakit kepala (-), BAB (+) biasa, BAK (+) Lancar O : TD R
: 130/90 mmHg
N : 86 kali/menit
: 20kali/mnt
S : 36,6oC
Konjungtiva anemis (-/-). Pemeriksaan fisik : pada abdomen, nyeri tekan post operasi (-) A : Adenomiosis Post Histerektomi hari ke- 3 P: - Meloxicam 7,5 mg 2x1 - Metronidazole 500 mg, 3x1 - Cefixime 100 mg, 2x1 - Pasien dinyatakan boleh pulang
24
BAB IV PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien berusia 47 tahun mengeluhkan nyeri hebat saat haid sejak 2 tahun yang lalu disertai haid tidak teratur dengan perdarahan yang banyak dan menggumpal. Pada saat haid, pasien mengaku mengganti pembalut 30 kali dalam sehari. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut bagian bawah disertai rasa mual yang mengganggu. Dari hasil pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital dalam batas normal, pemeriksaan abdomen: teraba massa di regio umbilicalis, teraba keras, terfiksir, nyeri tekan ada dan nyeri tekan suprapubik.Pemeriksaan ginekologi ditemukan nyeri tekan pada region umbilikalis dan suprapubik. Pada pemeriksaan dalam, uterus teraba membesar dan teraba adanya massa. Berdasarkan teori, dari gejala-gejala diatas hal ini memiliki kemiripan dengan gejala adenomiosis yang umum yaitu menorragia, dismenorea dan pembesaran uterus. Pembesaran uterus nodular dan penebalan nodular septum rektovaginal. Ini terjadi ketika adenomiosis eksternal (kelenjar endometrium, stroma, dan hiperplasia fibromuskular pada septum). Keadaan ini dapat menimbulkan gejala Dispareunia yang sangat jelas. Pada hyperplasia endometrium, pasien selalu datang dengan keluhan perdarahan uterus abnormal merupakan gejala yang paling sering. Pada wanita menopause, keluhan yang paling sering dikeluhkan adalah perdarahan per vaginam. Ditambah pemeriksaan USG Ginekologi transvaginal didapatkan Kesan: Adenomiosis + Hiperplasia endometrium pemeriksan yang digunakan sudah sesuai karena Modalitas yang paling umum yaitu USG transvaginal (TVUS) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) telah menunjukkan tinggat akurasi yang tinggi. Paling umum digunakan dan mampu menemukan adenomiosis yaitu berupa gambaran echotexture yang homogen pada miometrium. Adanya pembesaran uterus dengan modalitas USTV 2 dimensi ini hingga 12 cm telah dilaporkan sebagai adenomiosis.
25
Faktor-faktor risiko yang umum diidentifikasi seperti paparan terhadap estrogen, peningkatan paritas, dan riwayat operasi pada rahim, awal menars (usia 10 tahun), siklus menstruasi pendek (24 hari), indeks massa tubuh yang tinggi, kontrasepsi oral yang digunakan. Adenomiosis ini paling sering didiagnosis pada wanita usia 40 – 50 tahun. Pada pasien ini kemungkinan faktor resikonya adalah peningkatan paritas yaitu pasien memiliki 5 anak dan sesuai dengan penelitian, pasien ini berumur 47 tahun yang dimana merupakan jarak umur insiden terbanyak penyakit ini. Pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan histerektomi total. Tetapi pada saat dilakukan eksplorasi pada ovarium pasien ditemukan adanya kista coklat bilateral sehingga dilakukan juga tindakan shalphyngoooveroctomy
bilateral.
Operasi ini dilakukan mengingat pasien sudah tidak berniat lagi mempunyai anak dan factor usia. Menurut teori, sampai saat ini histerektomi merupakan terapi definitif untuk adenomiosis. Indikasi operasi antara lain ukuran adenomioma lebih dari 8 cm, gejala yang progresif seperti perdarahan yang semakin banyak dan infertilitas lebih dari 1 tahun walaupun telah mendapat terapi hormonal konvensional. Begitupun dengan
penatalkasanaan
hyperplasia
endometrium
sebaiknya
dilakukan
histerektomi kecuali bila pasien masih menghendaki anak. Sedangakan terapi untuk kista coklat dianjurkan dengan tindakan pembedahan apabila kista besar dengan diameter > 5 cm, padat, tumbuh atau menetap selama 2-3 siklus haid atau kista yang berbentuk ireguler, menyebabkan nyeri atau gejala-gejala yang berat. Perawatan untuk pasien Post Histerektomi dan shalphyngoooveroctomy bilateral tetap diberikan yaitu pengobatan simptomatik, suportif, dan nutrisi hingga 3 hari sambil
mengevaluasi
perkembangan
tanda-tanda
vital,
pencernaan
dan
keseimbangan cairan dalam tubuh pasien hingga pasien dipulangkan dari perawatan.
26
DAFTAR PUSTAKA 1. Wikniosastro, H. Ilmu Kandungan. Edisi 5. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardio. 2017. 2. Llewellyn-Jones, Derek. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Edisi 6. Jakarta : Hipokrates. 2001. 3. Hacker NF, Gambone JC, Hobel CJ. Hacker and Moore’s Essentials of Obstetrics and Gynaecology. Edisi 6. Los Angeles : ELSEVIER. 2016. 4. Impey, Lawrence. Obstetrics and Gynaecology. Edisi 4. USA: Willey-Blackwell. 2012. 5. Oats J, Abraham S. Llewellyn-Jones Fundamentals of Obstetrics and Gynaecology. Edisi 10. Los Angeles : Elsevier. 2017. 6. Achmad, B. Ilmu Kesehatan Reproduksi Ginekologi. Bandung: Fakultas Kedokteran. Universitas Padjajaran. 2003.
27