3. Referat Tanatologi.docx

  • Uploaded by: Zuhelni Zainuddin
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 3. Referat Tanatologi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,964
  • Pages: 35
BAB I PENDAHULUAN

Dalam menetapkan waktu kematian atau jarak antara waktu kematian dan ketika tubuh ditemukan (postmortem interval) biasanya tidak dapat ditentukan dengan pasti. Kecuali kematian disaksikan, waktu pasti kematian tidak dapat ditentukan; Namun, informasi yang memadai seringkali tidak tersedia untuk dapat menerka perkiraan rentang waktu kematian sebenarnya. Pada umumnya, jika postmortem interval lebih pendek, perkirakan rentang waktu lebih sempit. Sebaliknya, postmortem interval yang lebih panjang memerlukan berbagai perkiraan yang lebih luas dan sering kali ada peluang yang sangat besar untuk terjadi kesalahan. Tidak adanya pengamatan tunggal mengenai mayat merupakan indikator yang tepat atau akurat pada postmortem interval. Perkiraan yang paling dapat diandalkan didasarkan pada kombinasi berbagai pengamatan yang dilakukan dari tubuh dan tempat kejadian kematian. Kondisi yang diamati melibatkan tubuh termasuk rigor mortis, livor mortis, algor mortis dan dekomposisi. Isi lambung juga dapat membantu dalam menentukan waktu kematian.1 Selain memeriksa tubuh, juga penting untuk menyelidiki tempat kejadian kematian, selama waktu yang ditentukan kondisi lingkungan harus didokumentasi. Kondisi lingkungan, terutama suhu, serta banyak faktor-faktor penting yang mempengaruhi perubahan tubuh setelah kematian. Penentuan interval postmortem tergantung pada beberapa faktor yang berhubungan namun tidak terbatas pada aktivitas antemortem, livor mortis, rigor mortis, algor mortis, suhu tubuh pada saat kematian, habitus tubuh, dan kondisi lingkungan seperti pakaian, suhu lingkungan, media lingkungan (misalnya, udara, air, tanah), riwayat, peristiwa terminal, dan tempat kejadian yang ditemukan. Sebagai akibat dari beberapa faktor yang kompleks, melibatkan pengaruh dari perubahan postmortem, patologi forensik memperkirakan interval postmortem, sebagai perbandingan tunggal atau kepastian waktu kematian. Pengamatan yang dilakukan selama penyelidikan tempat kejadian dapat membantu menilai perubahan tubuh dan juga dapat

1

memberikan informasi tambahan yang berguna dalam memperkirakan saat kematian terjadi. Kombinasi dari pemeriksaan tempat kejadian dan pemeriksaan tubuh akan memberikan infornasi terbaik untuk penyidik dalam memperkirakan waktu kematian terjadi. 1, 2 Pengamatan tubuh seharusnya dilakukan oleh seseorang dengan pelatihan dan pengalaman yang cukup dalam penyelidikan kematian sesegera mungkin setelah tubuh ditemukan. Tubuh tidak harus perlu dimanipulasi sebelum melakukan pengamatan ini. Perubahan lingkungan, seperti membuka pintu dan jendela atau menyalakan AC, juga harus diminimalisir sampai pengamatan dilakukan. Berbagai kondisi di berbagai belahan negara (dan dunia) akan mempengaruhi perubahan laju postmortem. Para ahli hendaknya menyediakan waktu dalam menentukan tepatnya kematian dengan memperhitungkan laporan saksi atau bukti fisik. 1, 2 Estimasi waktu setelah kematian yang paling mendekati adalah melalui pertimbangan semua data investigasi, termasuk pemeriksaan tubuh di tempat kematian. Awal timbulnya livor mortis, rigor mortis, dan postmortem lainnya. Perubahan dapat dievaluasi, estimasi dari interval postmortem semakin akurat. Dokumentasi dan studi tentang algor, livor, dan rigor mortis pada kamar pendingin mayat dalam semalam atau setelah beberapa jam atau hari akan sangat bermakna.2

2

BAB II PEMBAHASAN

Tanatologi merupakan ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian yaitu definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut, seperti4: 1.

Menentukan apakah seseorang benar-benar telah meninggal atau belum.

2.

Menentukan berapa lama seseorang telah meninggal.

3.

Membedakan perubahan-perubahan post mortal dengan kelainan-kelainan yang terjadi pada waktu korban masih hidup.3

A. Jenis Kematian Agar suatu kehidupan seseorang dapat berlangsung, terdapat tiga sistem yang mempengaruhinya. Ketiga sistem utama tersebut antara lain sistem persarafan, sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan. Ketiga sistem itu sangat mempengaruhi satu sama lainnya, ketika terjadi gangguan pada satu sistem, maka sistem-sistem yang lainnya juga akan ikut berpengaruh.4 Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu : 

Mati somatis (mati klinis) ialah suatu keadaan dimana oleh karena sesuatu sebab terjadi gangguan pada ketiga sistem utama tersebut yang bersifat menetap. Pada kejadian mati somatis ini secara klinis tidak ditemukan adanya refleks, elektro ensefalografi (EEG) mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara napas tidak terdengar saat auskultasi4,5



Mati suri (apparent death) ialah suatu keadaan yang mirip dengan kematian somatis, akan tetapi gangguan yang terdapat pada ketiga sistem bersifat sementara. Kasus seperti ini sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam 4,5



Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup

3

masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ tidak bersamaan 4,5 

Mati serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat 4,5



Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.4,5

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan peredaran darah berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata hilang, kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan pasca mati yang jelas, yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa lebam mayat (hipostatis atau lividitas pasca kematian), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh, pembusukan, mumifikasi, dan adiposera.4

B. Cara Mendeteksi Kematian Melalui fungsi sistem saraf, kardiovaskuler, dan pernapasan, kita bisa mendeteksi hidup matinya seseorang. Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem saraf, ada lima hal yang harus kita perhatikan yaitu tanda areflex, relaksasi, tidak ada pegerakan, tidak ada tonus, dan elektroensefalografi (EEG) mendatar/ flat. Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler ada enam hal yang harus kita perhatikan yaitu denyut nadi berhenti pada palpasi, denyut jantung berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi, elektrokardiografi (EKG) mendatar/

4

flat, tidak ada tanda sianotik pada ujung jari tangan setelah jari tangan korban kita ikat (tes magnus), daerah sekitar tempat penyuntikan icard subkutan tidak berwarna kuning kehijauan (tes icard), dan tidak keluarnya darah dengan pulsasi pada insisi arteri radialis.1 Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem pernapasan juga ada beberapa hal yang harus kita perhatikan, antara lain tidak ada gerak napas pada inspeksi dan palpasi, tidak ada bising napas pada auskultasi, tidak ada gerakan permukaan air dalam gelas yang kita taruh diatas perut korban pada tes, tidak ada uap air pada cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban, serta tidak ada gerakan bulu ayam yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban.1 C. Tanda Kematian Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian yang perubahannya biasa timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian. Perubahan tersebut dikenal sebagai tanda kematian yang nantinya akan dibagi lagi menjadi tanda kematian pasti dan tanda kematian tidak pasti.4 1. Tanda Kematian Tidak Pasti4,5 a. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit. b. Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba. c. Kulit pucat. d. Tonus otot menghilang dan relaksasi. e. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian. f. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air mata. 2. Tanda Kematian Pasti a. Livor Mortis 1) Definisi

5

Livor Mortis (Postmortem Lividity, Postmortem Stains, Postmortem Hypostatis, Postmortem Suggillation, Postmortem Vibices, lebam mayat) yaitu warna ungu kemerahan (livide) atau merah kebiruan pada bagian tubuh akibat akumulasi darah yang menetap di pembuluh darah kecil di bagian tubuh paling rendah akibat gaya gravitasi kecuali pada bagian yang tertekan alas keras. Livor Mortis dapat berwarna ungu kebiruan ataupun merah kebiruan.5,6,7 Livor Mortis terbentuk pada daerah

tubuh yang menyokong berat

badan tubuh seperti bahu, punggung, bokong, betis pada saat terbaring diatas permukaan yang keras akan tampak pucat yang terlihat kontras dengan warna livor mortis disekitarnya akibat dari kompresi pembuluh darah di daerah ini yang mencegah akumulasi darah.6

Gambar 2.1 Lebam pada mayat7

2) Patomekanisme Livor Mortis Livor Mortis terbentuk saat terjadi kegagalan sirkulasi darah, pada saat arteri rusak dan aliran balik vena gagal mempertahankan tekanan hidrostatik yang menggerakan darah mencapai capillary bed yaitu tempat pembuluh-pembuluh darah kecil aferen dan eferen saling berhubungan. Darah dan sel-sel darah terakumulasi memenuhi saluran tersebut

dan

sukar dialirkan ke daerah tubuh lainnya.6 Sel darah merah (eritrosit) akan bersedimentasi melalui jaringan longgar, tetapi plasma akan berpindah ke jaringan longgar yang menyebabkan terbentuknya edema setempat,menimbulkan blister pada kulit. Dari luar akan terlihat bintik-bintik berwarna merah kebiruan atau

6

adanya eritrosit pada daerah terendah terlihat dengan timbulnya perubahan warna kemerahan pada kulit yang disebut livor mortis.6 Lebam mayat

Bagian terendah tubuh

Muncul dalam beberapa bentuk ‘patch’

Bergabung membentuk area luas perubahan warna

Posisi tubuh berubah

Lebam masih hilang dengan penekanan

Lebam muncul di area baru

Posisi tubuh tetap

Sering posisi

Berubah

Lebam mayat tidak muncul

Lebam tidak hilang dengan penekanan

Gambar 2.2 Bagan terjadinya lebam mayat7

Pada tahap awal pembentukannya, livor mortis memiliki warna kemerahan yang dihasilkan dari jumlah eritrosit yang membawa hemoglobin yang teroksidasi. Meningkatnya interval waktu post mortem, akan mengakibatkan perubahan warna menjadi lebih gelap. Warna normal livor mortis ialah merah keunguan. Warna merah keunguan ini akan berubah menjadi warna ungu akibat hasil pemisahan oksigen dari hemoglobin eritrosit post mortem dan konsumsi oksigen terus-menerus oleh selsel yang awalnya mempertahankan fungsi sistem kardiovaskuler

7

(misalnya sel-sel hati yang mempertahankan fungsi kardiovaskuler selama kira-kira 40 menit dan selotot rangka antara 2 sampai 8 jam). Produk deoxyhemoglobin yang dihasilkan akan mengubah warna biru keunguan menjadi warna ungu.6 Livor mortis mulai tampak 20-30 menit paska kematian, semakin lama intensitasnya bertambah kemudian menetap setelah 8-12 jam. Menetapnya livor mortis disebabkan oleh karena terjadinya perembesan darah ke dalam jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh darah akibat tertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa sel sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan demikian penekanan pada daerah terbentuknya livor mortis yang dilakukan setelah 8-12 jam tidak akan menghilang. Hilangnya livor mortis pada penekanan dengan ibu jari memberi indikasi bahwa livor mortis belum terfiksasi

secara sempurna. Lebam mayat dikatakan sempurna

ketika area lebam tidak menghilang jika ditekan (misalnya dengan ibu jari) selama 30 detik. Akan tetapi, lebam baru masih dapat terbentuk setelah 24 jam jika dilakukan perubahan posisi.5,6

Tabel 2.1 Mekanisme dan Estimasi waktu munculnya Livor mortis Mekanisme Pengendapan

Onset Segera setelah kematian

Mulai muncul 2 – 4 jam

Maksimum 8 – 12 jam

Lebam postmortem dan memar pada antemortem dapat dibedakan dari penyebab, situasi yang mendasari, apakah terdapat bengkak, dan jika dilakukan sayatan dan disiram air, lebam mayat akan pudar/hilang, tetapi pada kasus resapan darah (ekstravasasi akibat trauma) bercak tidak hilang.5,7

8

Tabel 2.2 Perbedaan antara lebam mayat dengan memar7 Lebam mayat Kongesti/ memar intravital Penyebab Akumulasi menetapnya Statisnya sistem pembuluh darah pada pembuluh darah darah yang disebabkan oleh keadaan patologi Lokasi Bagian tubuh terendah Sebagian atau seluruh bagian organ yang mungkin mengalami kelainan patologi Edema Tidak ada Mungkin ada Kejadian Postmortem Antemortem Sayatan pada lebam mayat akan pudar/ Terbentuk eksudasi cairan permukaan hilang bercampur dengan darah 3) Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Livor Mortis Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya lebam mayat antara lain7: a) Posisi – posisi yang menetap dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan terbentuknya lebam mayat. Demikian jika tubuh sering dibolak balikkan maka biasanya lebam tidak terbentuk. b) Perdarahan – jika terjadi kehilangan darah yang banyak atau terjadi syok hemoragik, lebam mayat mungkin sulit dinilai. c) Anemia – jika pada menderita anemia maka akan sulit menilai adanya lebam pada mayat. d) Warna kulit – lebam mayat lebih mudah dinilai pada orang dengan warna kulit terang dibandingkan orang dengan warna kulit gelap. e) Suhu dingin – jika mayat disimpan dalam pendingin, maka lebam mayat mungkin lebih lama terbentuk dan dalam beberapa keadaan, hal ini bukanlah parameter yang baik untuk menentukan estimasi waktu kematian.

4) Distribusi Livor Mortis

9

Lebam mayat menetap pada bagian terendah tubuh disebabkan karena adanya gaya gravitasi. Selain itu alasan yang pertama, setelah terbentuknya lebam mayat, darah tidak mudah melewati pembuluh darah. Kedua, selang beberapa jam lebam mayat menjadi lengkap, rigor mortis juga akan terjadi pada otot. Saat terjadinya kaku mayat, pembuluh darah yang berjalan diantara otot tertekan sehingga darah sulit untuk mengalir. Dan ketiga, saat rigor mortis lengkap terjadi, pembuluh darah berikutnya juga tertekan sehingga tidak dapat berdilatasi untuk mengalirkan darah pada area berikutnya.7 Jika posisi korban terlentang, maka lebam muncul pada daerah terendah tubuh, yaitu pada daerah belakang tubuh seperti punggung, paha, betis. Jika korban dalam posisi tengkurap, maka lebam mayat muncul di daerah terendah tubuh, yaitu bagian depan tubuh yaitu dada, perut, paha bagian depan, tangan. Saat posisi korban miring ke samping, maka lebam muncul di sisi terendah tubuh.7

Gambar 2.3 Pembentukan lebam mayat pada bagian tubuh terendah berdasarkan posisi7

10

5) Warna Livor Mortis Warna lebam dapat menentukan penyebab kematian, misalnya merah terang pada keracunan karbonmonoksida (CO) atau sianida (CN). Serta kecokelatan pada keracunan aniline, nitrit, atau sulfonal.5 Tabel 2.3 Distribusi lebam mayat berdasarkan warna yang terbentuk7 Penyebab Karbon monoksida Sianida Fluoroasetat Di Lemari pendingin Hipotermi Sodium klorat Hidrogen sulfida Anilin Karbon dioksida

Warna lebam yang terbentuk Merah muda Merah terang Merah muda/merah terang Kemerahan Kemerahan Cokelat Hijau Biru gelap Kebirua-biruan

6) Kepentingan Medikolegal Beberapa hal berikut terbentuknya livor mortis digunakan dalam kepentingan medikolegal7: 1. Sebagai tanda pasti kematian 2. Estimasi waktu kematian dapat ditentukan 3. Distribusi terbentuknya lebam mayat, dapat membantu posisi tubuh mayat saat kematian 4. Penyebab kematian – diketahui dari warna lebam mayat yang terbentuk 5. Lebam mayat mungkin dapat ditemukan di jaringan bawah kuku jika memang berada dalam posisi yang lebih rendah dan menetap. Hal ini penting jika sulit membedakan dengan sianosis. 6. Lebam mayat mungkin sulit dibedakan dengan memar 7. Bintik perdarahan mungkin sulit dibedakan dengan lebam mayat 8. Keadaan dibawah suhu lingkungan, membuat warna keunguan pada lebam mayat akan terlihat merah terang atau merah muda karena re-

11

saturasi

hemoglobin

dengan

oksigen.

Hal

ini

penting untuk

membedakannya dengan keracunan karbon monoksida 9. Terbentuknya lebam mayat pada daerah usus, kadang sulit dibedakan dengan terjadinya infark atau strangulasi usus.

b. Algor mortis Algor mortis dapat juga disebut penurunan suhu tubuh. (algor yaitu dingin, mortis yaitu setelah kematian). Temperatur oral normal pada individu yang hidup adalah 37° C (98,7°F) pada rectal suhu lebih tinggi sekitar 0,5°C dibanding temperatur oral. Setelah meninggal suhu tubuh akan menurun secara signifikan hingga mencapai suhu yang sesuai dengan lingkungan sekitar. Penurunan suhu tubuh setelah meninggal dipengaruhi oleh 2 hal:7 1. Setelah meninggal tidak lagi diproduksi panas baik secara fisik, kimia dan aktivitas metabolik. 2. Terjadi penurunan suhu tubuh yang terjadi secara konstan hingga suhu tubuh sama dengan suhu lingkungan, hal ini diakibatkan oleh pusat yang mengatur regulasi panas menjadi tidak aktif .

Pengukuran suhu pada cadaver bedasarkan letaknya. Menggunakan termometer kimia, dengan rentang suhu 0°C - 50°C 1. Rectum, 4 inchi di atas anus 2. Daerah sub-hepatic Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan bentuk sigmoid. Hal ini disebabkan ada dua faktor, yaitu masih adanya sisa metabolism dalam tubuh mayat dan perbedaan koefisien hantar sehingga butuh waktu mencapai tangga suhu.10,11

Pada penilaian algor mortis perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut, antara lain:

12

a. Lingkungan sangat mempengaruhi ketidakteraturan penurunan suhu tubuh mayat. b. Tempat pengukuran suhu memegang peranan penting. c. Dahi dingin setelah 4 jam post mortem. d. Badan dingin setelah 12 jam post mortem. e. Suhu organ dalam mulai berubah setelah 5 jam post mortem. f. Bila korban mati dalam air, penurunan suhu tubuhnya tergantung dari suhu, aliran, dan keadaan lairnya. Apabila korban meninggal di dalam air, maka penurunan suhu jenazah tergantung pada: a. Suhu air b. Aliran air c. Keadaan air

Gambar 2.4 Kurva perubahan suhu pada postmortem

c. Rigor Mortis Rigor mortis adalah perubahan fisikokimia bergantung suhu yang terjadi di dalam sel-sel otot sebagai akibat dari kekurangan oksigen. Kurangnya oksigen berarti bahwa energi tidak dapat diperoleh dari glikogen melalui glukosa menggunakan fosforilasi oksidatif sehingga produksi adenosin trifosfat (ATP) dari proses ini berhenti dan proses

13

anoksik sekunder mengambil alih untuk waktu yang singkat, tapi karena asam laktat yang merupakan produk sampingan respirasi anoksik, sitoplasma sel menjadi semakin asam. Dalam menghadapi jumlah ATP rendah dan keasaman tinggi, aktin dan miosin berikatan bersama dan membentuk gel. Hasil dari perubahan metabolik selular kompleks ini adalah otot-otot yang menjadi kaku. Namun, otot tersebut tidak memendek kecuali jika berada di bawah ketegangan.9 Jika tingkat glikogen otot rendah, atau jika sel-sel otot menjadi bersifat asam pada saat kematian sebagai akibat dari latihan, proses rigor akan berkembang lebih cepat. Listrik juga berhubungan dengan rigor yang semakin cepat dan ini mungkin disebabkan oleh rangsangan berulang dari otot-otot. Sebaliknya, pada orang muda, tua atau kurus, kekakuan mungkin sangat sulit untuk dideteksi karena otot yang kecil.9 Rigor berkembang merata di seluruh tubuh tetapi umumnya pertama didapatkan pada kelompok otot yang lebih kecil seperti otot di sekitar mata dan mulut, rahang dan jari-jari. Kekakuan berjalan dari kepala ke kaki karena kelompok otot yang lebih besar dan lebih besar menjadi kaku. Kekakuan biasanya terlihat pertama di rahang, maka siku dan akhirnya lutut. Tubuh dikatakan dalam kekakuan lengkap atau penuh ketika rahang, siku dan lutut sendi yang tidak bergerak. Kemampuan untuk pasif memindahkan sendi tergantung pada jumlah otot mengendalikan sendi. Kekakuan melibatkan bersama dengan sejumlah kecil otot seperti jari mudah diatasi, sementara itu mungkin sulit untuk bergerak bersama seperti siku, yang terhubung ke otot-otot yang relatif besar. Sebagai patokan, orang akan memiliki kekakuan yang lebih kuat daripada perempuan karena laki-laki biasanya memiliki massa otot yang lebih besar daripada wanita. Pada individu berotot besar, tidak sering melakukan peregangan yang mungkin memerlukan upaya lebih dari satu orang untuk menggerakkannya. Kadang-kadang, tulang bisa patah sebelum rigor mortis diatasi. Sebaliknya, kekakuan mungkin sulit terbentuk atau tidak jelas

14

pada individu dengan massa otot kecil, seperti bayi atau orang dewasa yang kurus.9,10 Dalam kondisi beriklim sedang rigor umumnya dapat terdeteksi di wajah antara sekitar 1 jam sampai dengan 4 jam dan pada tungkai antara sekitar 3 jam sampai dengan 6 jam setelah kematian, dengan kekuatan rigor meningkat menjadi maksimal sekitar 18 jam setelah kematian. Rigor lengkap membutuhkan waktu sekitar 10-12 jam untuk sepenuhnya terjadi dalam tubuh orang dewasa rata-rata ketika suhu lingkungan adalah 70-75 ° F. Tubuh akan tetap kaku hingga 24-36 jam pada suhu yang sama sebelum dekomposisi terjadi, kemudian otot akan berelaksasi kembali.9 Tabel 2.4 Estimasi waktu perubahan rigor mortis14 Mekanisme Perubahan fisik

Onset

Mulai

Segera 1-6 jam

Maksimal 6-24 jam

Menghilang 12-36 jam

Rigor mortis dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Suhu yang tinggi akan mempercepat timbul dan hilangnya kekakuan. Kekakuan yang melibatkan tubuh yang tergeletak di ruang terbuka akan muncul dan hilang lebih cepat pada musim panas daripada musim dingin. Laju perkembangan dan hilangnya kekakuan akan terpengaruh oleh perubahan suhu yang dialami oleh tubuh, misalnya terjadi selama panasnya siang hari dan dinginnya malam hari.10 Rigor mortis juga dipengaruhi oleh suhu internal tubuh yg mati dan aktivitas sebelum kematian. Suhu tubuh yang lebih tinggi pada saat kematian dan kondisi yang menyebabkan asam laktat berproduksi lebih menyebabkan kekakuan lebih cepat terjadi. Misalnya, seseorang yang meninggal memiliki demam dari infeksi yang dideritanya seperti pneumonia. Kekakuan juga dapat terjadi lebih cepat pada orang dengan hipertermia meskipun suhu lingkungan mungkin normal, seperti pada kematian yang berhubungan dengan kokain, PCP atau metamfetamin. 10 Timbulnya kekakuan juga dapat terjadi lebih cepat jika aktivitas fisik yang berat terjadi segera sebelum kematian. Misalnya, seseorang

15

yang melarikan diri dari penyerang sebelum ditembak atau ditikam dapat mengalami rigor mortis lebih cepat daripada jika tidak ada aktivitas fisik yang intens. Rigor mortis yang sangat cepat dapat terjadi karena kombinasi dari suhu tubuh meningkat dan peningkatan produksi asam laktat. 10 Pada sedikit kasus, rigor mortis dapat muncul dalam beberapa menit setelah kematian. Hal ini disebut “cadaveric spasm” dan biasanya dikaitkan dengan aktivitas fisik yang ekstrim sesaat sebelum kematian. Hal ini juga dikaitkan dengan beberapa kondisi lain seperti luka listrik. 10 Berbeda dengan suhu lingkungan yang tinggi, kondisi dingin dapat memperlambat atau mencegah rigor mortis. Proses ini akan dimulai atau bertambah cepat ketika tubuh berada di lingkungan yang hangat. Jika tubuh tidak dalam kekakuan lengkap dan ditempatkan dalam pendingin proses akan melambat dan mungkin berhenti. Rigor dapat berlanjut sampai selesai ketika tubuh hangat. Kekakuan pada rigor harus dibedakan dari pengerasan otot atau beku karena cuaca sangat dingin. Dalam kondisi lingkungan seperti itu, kekakuan mungkin sulit untuk dievaluasi. 10 Rigor mortis juga akan membantu penyidik dalam menentukan apakah tubuh telah dipindahkan. Jika penyidik tiba di tempat kejadian dan menemukan sebuah lengan yang tidak disangga atau kaki mengarah ke udara, penyidik tahu bahwa orang yang meninggal telah dipindahkan setelah rigor terjadi. Seseorang mungkin mati dengan lengan atau kaki di udara, tapi gravitasi akan mencegah ekstremitas yang tidak disangga tetap dalam posisi tersebut setelah kematian. 10

Gambar 2.5. Rigor mortis lengkap 12 jam post-mortem

16

Gambar 2.6 Cadaveric spasm. Bentuk rigor yang terjadi spontan, pada korban yang jatuh ke air. Korban ditemukan dalam waktu singkat (dapat dilihat dari tidak adanya maserasi kulit) namun ditemukan rumput dari sungai yang dipegang erat di tangannya.

d. Dekomposisi Dekomposisi

adalah

penghancuran

jaringan

tubuh

setelah

meninggal. Dekomposisi merupakan suatu hal yang wajar pada tubuh yang mati. Modifikasi dekomposisi tersebut dapat terjadi jika terbentuk mumifikasi dan adipocere.7 Kategori dan tahap dari dekomposisi 1. Early dekomposisi 2. Advanced dekomposisi 3. Partial skeletonization 4. Skeletonization Mekanisme Dekomposisi7 Dekomposisi mengikuti perkembangan proses biokimia, mempertahankan dan menjaga integritas elemen seluler. Selama dekompposisi, komponen jaringan bocor dan hancur melepaskan enzim hidrolitik. Jaringan tubuh organik kompleks terurai menjadi komponen yang lebih sederhana. Bakteri dan mikroorganisme lain yang berkembang pada komponen organik tidak terlindung dari tubuh.

17

a) Autolisis. Penghancuran pada jaringan tubuh oleh pelepasan enzim dari penghancuran sel. b) Pembusukan. Ini adalah perubahan yang dihasilkan oleh aksi bakteri dan mikroorganisme lain berkembang pada tubuh c) Jenis postmortem yang ketiga penghancuran bisa diidentifikasi pada beberapa tubuh yang tidak dibuang. Seperti dekomposisi postmortem tersebut dibawa keluar karena serangan berbagai jenis hewan seperti serangga, tikus, rubah, srigala, burung pemakan bangkai, ikan, dan lainlain. a) Perubahan autolisis7 Autolisis adalah sebuah proses penghancuran diri pada jaringan tubuh oleh enzim. Proses ini juga bisa terjadi pada orang yang hidup ditandai dengan cedera fokal jaringan dan nekrosis yang dikelilingi oleh reaksi inflamasi. Mekanisme yang sama terjadi setelah kematian,di tubuh yang mati, proses yang terjadi pada skala besar dan tanpa reaksi inflamasi autolisis diduga dirangsang oleh penurunan ph intraseluler diikuti akibat penurunan oksigen setelah kematian. Proses ini terjadi awal dan cepat di beberapa jaringan kaya enzim hidrolitik seperti pancreas dan mukosa gaster; jaringan menengah seperti jantung, hati dan ginjal dan terlambat jaringan fibrosa seperti uterus dan otot rangka.

Gambar 2.7 Kulit terkupas7

18

b) Pembusukan7 Perubahan pembusukan tergantung pada berbagai faktor seperti dijelaskan di bawah ini. Mikroorganisme yang bertanggung jawab adalah

Clostridium

welchi,

B.coli,

Staphylococci,non-

hemolitik,Streptococcus, Proteus, dan lain-lain. Perubahan fisik terdiri dari kembung dengan distensi abdomen oleh distensi gas Hal ini menyebabkan obliterasi identitas mayat. Pada laki-laki, gas terakumulasi pada peritoneum yang menekan ke rongga bawah

kanalis

inguinalis

ke

dalam

skrotum

menyebabkan

pembengkakan skrotum. Gas yang berbeda dari dekomposisi menginduksi perubahan kimia. Misalnya hidrogen Sulfida mudah berdifusi melalui jaringan. Bereaksi dengan hemoglobin membentuk sulfhemoglobin. Pigmen ini awalnya diuraikan oleh pembuluh darah superfisial dan sebagai dekomposisi lanjutan, akan terbentuk warna hijau pada tubuh. Pembusukan terjadi pada tingkat yang berbeda di berbagai jaringan tubuh dan tergantung pada kadar air organ tersebut. Tiga Perubahan utama dapat diperhatikan selama pembusukan sebagai: 1. Perubahan warna Perubahan warna adalah karena hemolisis sel darah merah. Hemoglobin dibebaskan diubah ke sulpmethemoglobin oleh gas hidrogen Sulfida dan menanamkan perubahan warna kehijauan. 2. Pembebasan gas Selama proses dekomposisi, protein dan karbohidrat dibagi menjadi senyawa sederhana. Akibatnya, sejumlah gas akan dibebaskan (Vide supra). Bau pada tubuh yang mati terjadi karena pembentukan gas hidrogen Sulfida. Gas-gas dikumpulkan dalam usus dalam 12 sampai 18 jam pada musim panas dan 18 sampai 24 jam pada musim dingin. 3. Pencairan jaringan

19

Dekomposisi lanjutan menyebabkan organ berubah menjadi lebih tebal.

Gambar 2.8 Gambaran kembung pada dekomposisi

Gambar 2.9 Warna kehijauan pada tungkai

Gambar 2.10 warna kehijauan pada fossa iliaka

c) Perubahan Dekomposisi -

Tanda eksternal Pembusukan adalah tanda yang mutlak pada kematian.Tanda eksternal pertama dari pembusukan (dekomposisi) adalah perubahan warna kehijauan dari sisi kanan perut atas daerah caecum. Secara bertahap warna akan menyebar ke seluruh perut dan bau busuk akan ditemui. Isi cairan caecum dan bakteri karena pembusukan akan terbentuk. Caecum paling dekat dengan dinding perut kanan bawah. 20

Demikian pula, permukaan pada hati dan appendiks juga menunjukkan perubahan warna kehijauan. Perubahan warna kehijauan terjadi karena pembentukan sulphmethemoglobin. Di musim panas, warna tersebut muncul sekitar 12 sampai 18 jam dan di musim dingin dibutuhkan sekitar 18 sampai 24 jam. Sebagian kulit melepuh karena mengandung udara hingga akhirnya kulit terlepas. Seluruh tubuh menjadi bengkak karena akumulasi cairan dan akhirnya megalami disintegrasi. Marbling pada kulit terjadi 24 jam di musim panas sedangkan sekitar 36 sampai 48 jam di musim dingin. Pembuluh darah pada daerah tersebut terdapat mikroorganisme. Pembentukan dari sulphmethemoglobin menyebabkan perubahan warna coklat kehijauan dari dinding bagian dalam pembuluh darah. Fenomena ini memberikan efek timbul seperti marmer pada kulit. Warna merah pada gigi (pink gigi) postmortem disebabkan karena hemolisis setelah eksudasi derivatif hemoglobin melalui tubulus gigi.7 Berbagai produk yang terbentuk selama proses dekomposisi dan disebutkan dalam Tabel 5. Saat proses dekomposisi berlangsung, bau aneh yang dipancarkan oleh tubuh akan menarik serangga. Setelah invasi tubuh oleh lalat, mereka bertelur pada 18 sampai 36 jam tergantung pada kondisi lingkungan. Mereka biasanya bertelur di dekat lubang pada tubuh. Telur menetas dalam waktu 12-24 jam untuk larva. Larva juga disebut sebagai belatung. Belatung mempunyai enzim proteolitik yang menyebabkan kerusakan lebih dalam dan dapat menyebabkan kesulitan dalam menafsirkan cedera pada permukaan kulit.7

Gambar 2.11 Pembentukan beberapa kulit melepuh

21

Gambar 2.12 Bukti Marbling

Gambar 2.13 Pembentukan beberapa kulit melepuh dan kulit terkupas

Gambar 2.14 Telur

Tabel 2.5 Produk Dekomposisi Asam: asetat, palmitat, oksalat, suksinat, laktat Amina dan asam amino: leusin, tirosin, putrisine, cadaverine Zat aromatik: indol, skatol merkaptan Gas: Hidrogen Sulfida, karbon dioksida, sulfur dioksida, amonia dll Enzim: SGOT, LDH dll

22

-

Tanda internal7 Dekomposisi dari organ internal tergantung pada beberapa faktor seperti : 1. Keutuhan organ 2. Kadar air dari organ 3. Kepadatan organ 4. Jumlah darah pada organ

Urutan dari awal dan akhir pembusukan terjadi pada organ internal yang dipaparkan pada Tabel 6.

Gambar 2.15 telur

Gambar 2.16 Larva

23

Gambar 2.17 Hati berbusa

Gambar 2.18 Dekomposisi hati Tabel 2.6 Urutan pembusukan organ internal Organ internal membusuk awal Otak Mukosa trakea dan laring Lambung dan usus Limpa Hati

Organ internal membusuk akhir Esofagus Diafragma Jantung paru-paru Ginjal Kandung kemih Uterus prostat

- Faktor eksternal7 1. Suhu antara 21 ° C sampai 43 ° C ideal untuk penguraian. Dekomposisi terjadi di bawah 0 ° C dan di atas 50 ° C. Paparan oleh suhu tinggi dan kelembaban yang rendah mempercepat dekomposisi. 2. Kelembaban sangat penting untuk proses dekomposisi karena mikroorganisme penyebab pembusukan membutuhkan kelembaban dan suhu optimum untuk pertumbuhan mereka. Oleh karena itu organ yang

24

mengandung lebih banyak air terurai lebih awal daripada organ yang kering. 3. Air, adanya udara dapat membentuk dekomposisi oleh karena berkurangnya penguapan. 4. Cara penguburan, dekomposisi mulai terjadi dalam tubuh yang dikuburkan di tempat yang dangkal. Dekomposisi akan menjadi delapan kali lebih lambat di bawah tanah dan dua kali lebih lambat di bawah air dibandingkan dengan mayat yang berada di udara - Faktor internal7 1. Usia - mayat anak-anak terurai lebih cepat dari pada orang dewasa. Mayat orang tua tidak terurai dengan cepat, mungkin karena lebih lembab. 2. Seks - jenis kelamin tersebut tidak memiliki pengaruh

pada

dekomposisi Namun, perempuan dalam periode postpartum awal mungkin terurai dengan cepat jika kematian tersebut terkait dengan eklampsia 3. Kondisi tubuh – mayat gemuk terurai lebih awal daripada mayat yang tipis dan kurus. 4. Penyebab kematian 5. Skar - laju dekomposisi terhambat di daerah bekas luka karena tanpa pembuluh darah.

Tabel 2.7 Kondisi yang mempercepat dekomposisi Kondisi mempercepat dekomposisi - Sepsis - Rhabdomyolysis - Overdosis Kokain - Daerah edema Kondisi menghambat dekomposisi

25

- Dehidrasi - Perdarahan masif - Lingkungan Dingin Emblasing

a. Skeletonikasi Skeletonikasi tergantung pada banyak faktor, termasuk iklim dan lingkungan mikro seluruh tubuh. Skeletonikasi akan terjadi lebih cepat dalam tubuh pada permukaan tanah dibandingkan tubuh yang dikuburkan dalam tanah. Secara umum, dalam tubuh yang terkubur, jaringan lunak akan hilang selama 2 tahun. Tendon, ligamen, rambut dan kuku akan diidentifikasi untuk beberapa waktu setelah itu. 1

b. Adipocera Adipocere adalah istilah yang berasal dari bahasa Latin yang secara harfiah berarti "lemak" (adipo) "lilin" (cera). Hal ini mengacu pada zat lilin abu-abu putih keras yang terbentuk selama penguraian. Hal ini merupakan perubahan yang jarang terjadi, terutama apabila mayat terkubur selama waktu dingin, lingkungan yang lembab dan paling sering terlihat setelah mayat telah terendam air selama musim dingin. Tidak semua adipocera ditemukan dalam air. Misalnya, mayat yang ditemukan dalam kantong plastik yang menyediakan lingkungan yang lembab juga dapat mengalami perubahan ini. Pembentukan zat ini membutuhkan lemak. Jaringan lemak di bawah kulit mulai berubah menjadi sabun. Umumnya, wanita dan anak-anak membentuk adipocera lebih mudah karena mereka memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi.9 Adipocera awalnya terbentuk pada bagian yang benar-benar tenggelam

dalam

air,

selanjutnya

adipocera

biasanya

akan

didistribusikan cukup merata seluruh permukaan tubuh. Kadangkadang, mungkin ada perbedaan pembentukan antara bagian-bagian

26

tubuh yang berpakaian dan bagian-bagian telanjang. Pembentukan berbeda juga dapat terjadi di daerah yang cedera.9 1) Mekanisme7 • asam lemak tak jenuh dari tubuh diubah menjadi asam lemak jenuh dengan proses hidrolisis dan hidrogenasi. • dalam adipocera, ada hidrogenasi lemak tubuh tak jenuh menjadi keras, berwarna putih kekuningan, seperti lilin lemak asam jenuh. Proses pembentukan adipocera dimulai

lemak netral (misalnya

adiposa) dan dibantu oleh lipase intrinsik, yang menurunkan trigliserida menjadi asam lemak. Asam lemak yang dihidrolisis dan terhidrogenasi menjadi hidroksi-asam lemak. Proses ini difasilitasi oleh bakteri anaerob seperti Clostridium welchii. Clostridium welchii mengandung toksin rahasia lecithinase, protease dan phospholipases. Aksi bakteri menciptakan produk yang kaya amonia yang memberikan kontribusi untuk membentuk lingkungan basa. • Pada saat kematian, tubuh mengandung sekitar setengah persen asam lemak tetapi sebagai pembentukan adipocere dimulai dari lemak tubuh 20% dalam waktu satu bulan dan lebih dari 70% dalam tiga bulan. • Awalnya air yang diperlukan untuk proses ini diperoleh dari jaringan tubuh (air intrinsik). 2) Persyaratan7 Berikut ini adalah persyaratan untuk pembentukan adipocera: • Hujan atau lingkungan yang lembab • Suhu hangat • Rindakan enzimatik bakteri intrinsik • Jaringan adiposa

27

Faktor pembentukan adipocera tergantung pada beberapa faktor seperti7: 1. Kondisi Atmosfer - Dikatakan bahwa untuk pembentukan adipocera, kondisi ambient menengah (tepat kondisi atau fenomena Goldilocks) yang diperlukan. Dengan kata lain, jaringan akan mengering (mummifikasi) jika kondisi terlalu kering sedangkan jika kondisi terlalu basah, tubuh mungkin lebih basah atau mungkin cair. 2. Suhu - ketika suhu lingkungan terlalu rendah atau terlalu tinggi, tidak ada pembentukan adipocera terjadi, karena bakteri diperlukan untuk mempercepat proses tersebut agar berproliferasi pada suhu tersebut. Oleh karena itu, diperkirakan bahwa pertumbuhan optimum adipocera terjadi pada suhu ambient. 3. Kelembaban atau air yang diperlukan untuk proses pembentukan adipocera. Awalnya cairan tubuh dapat digunakan untuk memulai proses tapi untuk proses akhir adipocera, kondisi kelembaban atau air yang diperlukan dalam lingkungan. 4. Gerakan Air - memperlambat proses karena udara tubuh menguap dan mengurangi suhu tubuh sehingga memperlambat proses kimia. 5. Tempat dan media pembuangan - lebih sering terjadi pada tubuh terendam air atau dikuburkan di tempat yang lembab. 6. Iklim lembab bagus utnuk pembentukan adipocera. 7. Tanah - dalam lingkungan mayat, pH tanah, suhu, kelembaban dan kandungan oksigen dalam kubur mempengaruhi pembentukkan adipocera. 8. Pakaian - adanya pakaian luar tubuh mempercepat pembentukan adipocera karena dapat mempertahankan air. 9. Peti - jika tubuh dimasukkan dalam peti, peti akan menghambat laju pembentukan adipocera. 10. Air - bentuk adipocera lebih baik terbentuk dalam air hangat daripada air dingin.

28

Gambar 2.18 Pembentukan adipocera

Gambar 2.19 Pembentukkan adipocera

Gambar 2.20 Adipocera tangan diawetkan

Gambar 2.21 Adipocera kaki diawetkan

c. Mummifikasi Mumifikasi terjadi di lingkungan kering panas dimana tubuh dapat dehidrasi dan terjadi proliferasi bakteri minimal. Kulit menjadi gelap,

29

kering dan kasar. Organ internal mengering dan menyusut. Kebanyakan mumifikasi terjadi pada bulan-bulan terjadinya musim panas, tetapi juga dapat terjadi selama musim dingin jika suhu cukup hangat. Seluruh tubuh dapat terjadi mumifikasi dalam beberapa hari sampai minggu. Kulit mengering dan mengeras dan jaringan lunak akan membusuk. Setelah beberapa minggu, seluruh tubuh akan terjadi pengawetan dengan beberapa penyusutan karena dehidrasi. 9

Kulit menjadi kering karena dehidrasi sel dan menampilkan perubahan warna hitam kecoklatan dan perkamen. Mummifikasi menjadikan jari-jari dan jari-jari kaki dalam keadaan kering, keras dan layu.7 Pengeringan dari bagian-bagian tertentu dari tubuh dapat menyebabkan penyusutan kulit dan karena menyusut dan meregang, menyebabkan pemisahan besar terutama pemisahan ini umumnya

di

pangkal paha, leher dan ketiak. Pemisahan tersebut dapat menyerupai cedera.7 Lemak subkutan mejadi cair selama mummifikasi.Organ internal berkurang dalam ukuran karena kehilangan konten air dan mungkin tidak mudah diidentifikasi.7 Waktu yang dibutuhkan untuk mummifikasi lengkap tubuh tidak dapat dinyatakan, bervariasi dan tergantung pada beberapa faktor seperti dibahas di bawah. Peripheral mummifikasi adalah fenomena yang cukup umum dengan ekstremitas distal, terutama jari-jari dan jari-jari kaki dalam waktu 2 sampai 3 hari. Dalam kondisi lingkungan, perubahan dapat terjadi antara kira-kira 3 minggu sampai 3 bulan.7

Mekanisme Mummifikasi berlangsung di mana tubuh kehilangan cairan ke lingkungan melalui penguapan. Karena tidak adanya kelembaban dan suhu

30

panas yang menyebabkan pembusukan, bakteri tidak dapat berkembang biak di lingkungan yang tidak optimal seperti itu.

Gambar 2.22 Gambar mumifikasi diawetkan

Gambar 2.23 Gambar mumifikasi

Gambar 2.24 Mumifikasi pada tangan

Gambar 2.25 Mumifikasi pada kaki

31

BAB III KESIMPULAN

Untuk menetapkan waktu kematian atau jarak antara waktu kematian dan ketika tubuh ditemukan (postmortem interval) biasanya tidak dapat ditentukan dengan pasti. Kecuali kematian disaksikan, waktu pasti kematian tidak dapat ditentukan. Estimasi waktu setelah kematian yang paling mendekati adalah melalui pertimbangan semua data investigasi, termasuk pemeriksaan tubuh di tempat kematian. Awal timbulnya livor mortis, rigor mortis, dan postmortem lainnya. Tanda kematian ada yang tidak pasti seperti pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit, terhentinya sirkulasi dinilai dalam 15 menit dengan nadi karotis tidak teraba, kulit pucat, tonus otot menghilang dan relaksasi, pembuluh darah retina mengalami segmentasi, dan terjadi pengeringan kornea. Tanda kematian pasti yang terdiri dari livor mortis yang dapat ditemukan pada bagian terendah tubuh dipengaruhi oleh gaya gravitasi yang mulai muncul 2-4 jam setelah kematian dan tidak menghilang dengan penekanan setelah 8-12 jam setelah kematian. Algor mortis dapat disebut penurunan suhu tubuh dimana pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan bentuk sigmoid kemudian setelah itu suhu tubuh akan menurun secara signifikan hingga mencapai suhu yang sesuai dengan lingkungan sekitar. Rigor mortis atau kaku mayat mulai terjadi 1-6 jam setelah kematian dan lengkap pada 10-12 jam, dan menghilang 12-36 jam. Dekomposisi atau pembusukan sangat dipengaruhi oleh lingkungan, dapat muncul setelah 24 jam kematian.

32

37 35 33 31 29 27 0

6

12

Algor Mortis

18

24

Rigor Mortis

30

36

Livor Mortis

42

48

54

Dekomposisi

Gambar 3.1 Interval Postmortem berdasarkan Tanatologi

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Dix J, Graham M, Time of Death, Decomposition, and Identification An Atlas. CRC Press LLC. 2000 2. Dolinak D, Matshes E W, Lew E O. Forensic Pathology Principles and Practice. Elsevier Inc. USA. 2005. p. 528-553 3.

Henβge C, Madea B. Estimation of the Time Since Death in the Early PostMortem Period. Forensic Science International. 2004; 144; 167–75.

4.

Sampurna, Budi, et al. 2003. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Universitas Indonesia.

5.

Eng, V dan Oktavinda S. 2014. Tanatologi dalam Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

6.

Thanos C.A, Djemi T, dan Nola T.S.M. 2016. Livor mortis pada Keracunan insektisida golongan organofosfat di kelinci. Jurnal e-Clinic (eCI), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016

7.

Bardale, R. 2011. Principle of Forensic Medicine and Toxicology. New Delhi: Jaypee Brother Medical Publisher

8. Tsokos M, eds. Postmortem Changes and Artifacts Occurring During the Early Postmortem Interval. In: Forensic Pathology Reviews Vol 3. Germany: Humana Press; 2005. p: 189-235. 9. Payne, J. Simpson’s Forensic medicine 13th edition. London: Hodder Arnold An Hachette UK Company; 2011. P 46 10. Dix J, Graham M. Time of Death (Postmortem Interval) and Decomposition dalam Time of death, decomposition and identification: an atlas. 2000. Florida: CRC Press LLC 11. Catts EP. Problems in Estimating the Postmortem Interval in Death Investigations. J. Agric. Entomol. October 1992; 9(4); 245-55. 12. Death: Meaning, Manner, Mechanism, Cause and Time. Chapter 11. 13. Kercheval J. 1997. Standards Employed to Determine Time of Death. Disajikan dalam AAFS New York Meeting, New York, NY, 17 – 22 Februari.

34

TAKE HOME MESSAGE

35

Related Documents

Referat Part 3.docx
April 2020 7
Referat
May 2020 53
Referat 3 Iac 2.docx
December 2019 51
Referat Skizoid.docx
April 2020 17
Referat Carotid.docx
November 2019 20

More Documents from "Fairuz Majid"