3. Lp Peritonitis (icu).docx

  • Uploaded by: yoelbagus
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 3. Lp Peritonitis (icu).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,653
  • Pages: 15
LAPORAN PENDAHULUAN Peritonitis

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Penugasan Individu Departemen Surgical

Disusun Oleh: Shelly Leonia Sisca 170070301111114

PROGRAM PROFESI NERS JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018

Definisi Peritonitis

adalah

peradangan

pada

peritoneum

yang

merupakan

pembungkus visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah lapisan tunggal dari selsel mesoepitelial diatas dasar fibroelastik. Terbagi menjadi bagian visceral, yang menutupi usus dan mesenterium, dan bagian parietal yang melapisi dinding abdomen dan berhubungan dengan fasia muskularis.Peritoneum viselare yang menyelimuti organ perut dipersyarafi oleh systemsyaraf otonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan. Dengan demikian sayatan atau penjahita pada usus dapat dilakukan tanpa dirasakan oleh pasien. Akan tetapi bila dilakukan tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot yang menyebabkan ischemia misalnya pada colic atau radang seperti appendicitis maka akan timbul nyeri. Pasien yang merasakan nyeri visceral biasanya tidak dapat menunjukan dengan tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya denganmenunjukkan daerah yang nyeri (Wim, 2011).

Klasifikasi Menurut

Muttaqin

(2011)

Berdasarkan

patogenesis

peritonitis

dapat

diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Peritonitis bakterial primer Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu: a. Spesifik: misalnya Tuberculosis b. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis dan Tonsilitis. Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites. 2. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa) Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau

tractus

urinarius.

Pada

umumnya

organisme

tunggal

tidak

akan

menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari : a. Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal. b. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus. c. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis. 3. Peritonitis tersier Peritonitis tersier, misalnya: a. Peritonitis yang disebabkan oleh jamur. b. Peritonitis

yang

sumber

kumannya

tidak

dapat

ditemukan.

Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine. c. Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:  Aseptik/steril peritonitis.  Granulomatous peritonitis.  Hiperlipidemik peritonitis.  Talkum peritonitis. Etiologi dan Faktor Risiko Menurut Daldiyono (2010) Peritonitis biasanya disebabkan oleh : 1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi Yang paling sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, kandung empedu, usus buntu, asites (dimana cairan berkumpul di perut dan kemudian mengalami infeksi). 2. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan Cedera pada kantung empedu, ureter, kandung kemih, atau usus selama pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam perut.

3. Trauma tembus dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berrongga intra peritoneal. Usus merupakan organ yang paling sering terkena pada luka tembus abdomen, sebab usus mengisi sebagian besar rongga abdomen. 4. Peritonitis mekonium dapat terjadi jika ada defek pada dinding usus pada masa antenatal

Epidemiologi Pada 39 kasus peritonitis neonatal ditemukan sekitar 51,3% mempunyai peritonitis mekonium. Asites pada 45% kasus dan muntah-muntah pada 40% kasus, 30% mempunyai massa pada abdominal. Angka mortalitas pada peritonitis mekonium sekitar 80% (Brian, 2010). Patofisiologi (Terlampir)

Manifestasi Klinis Menurut Gearhart (2008) manifestasi klinis peritonitis antara lain: 1. Nyeri yang menyebar dan sangat terasa. Nyeri cenderung menjadi konstan, terlokalisasi, lebih terasa didekat sisi inflamasi dan biasanya diperberat oleh gerakan. 2. Nyeri abdomen. Nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (pertonium visceral) kemudian lama kelamaan menjadi jelas lokasinya (peritoneum parietal). 3. Demam

tinggi.Karena

adanya

reaksi

inflamasi

maka

rangsngan

pada

hypothalamus untuk pengaktifan thermoregulator secara point meningkat dan respon menggigil sehingga suhu tubuh meningkat. 4. Dinding perut akan terasa tegang, biasanya karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasi yang menyakitkan, atau juga memang tegang karena iritasi peritoneum 5. Dehidrasi.

Pemeriksaan Diagnostik Menurut Muttaqin (2011) pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk peritonitis antara lain: Test laboratorium 1. Leukositosis Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat. 2. Hematokrit meningkat 3. Asidosis metabolic (dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien peritonitis didapatkan PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 ) X Ray Dari tes X Ray didapat : Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan: 1. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis. 2. Usus halus dan usus besar dilatasi. 3. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi. a. Gambaran Radiologis Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk

pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan

abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu:  Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan

proyeksi

anteroposterior.  Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar dari arah horizontal proyeksi anteroposterior.  Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal proyeksi anteroposterior. Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran

kaset dan film ukuran 35x43 cm. Sebelum terjadi

peritonitis, jika

penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain: a. Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance). b. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon.Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level. c. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level dan step ladder appearance. Penatalaksanaan Menurut Wim (2011) penatalaksaan peritonitis adalah: 1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena untuk mengganti elektrolit dan kehilangan protein. Biasanya selang usus dimasukkan melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi tekanan dalam usus. 2. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan dapat diupayakan. 3. Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti apendiktomi. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase terhadap abses. 4. Vitamin (Vitamin c 1000mg, Curvit)

Komplikasi Menurut Daldiono (2010) komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu : (chushieri)

1. Komplikasi dini a. Septikemia dan syok septic b. Syok hipovolemik c. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multisystem d. Abses residual intraperitoneal e. Portal Pyemia (misal abses hepar) 2. Komplikasi lanjut a. Adhesi b. Obstruksi intestinal rekuren. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Biodata Nama, umur, alamat, agama, pendidikan, dll. b. Riwayat kesehatan 

Kaji keluhan utama



Keluhan waktu di data : Terdapat pasien muntah-muntah, demam, sakit kepala, nyeri ulu hati, makan-minum kurang, turgor kulit jelek, keadaan umum lemah.



Riwayat kesehatan yang lalu : Pernah menderita moviting atau tidak



Riwayat kesehatan keluarga : Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit seperti pasien

c. Pemeriksaan fisik 

Tanda vital : kenaikan TD, nadi, suhu dan respirasi



Inspeksi : -

Kepala : Keadaan rambut, mata, muka, hidung, mulut, telinga dan leher

-

Abdomen: biasanya terjadi pembesaran limfa,

-

Genetalia : Tidak ada perubahan



Palpasi abdomen : Teraba pembesaran limfa , perut kembung, nyeri



Auskultasi : peristaltic usus menurun



Perkusi abdomen : hipersonor

2. Pemeriksaan fisik a. Airway Menilai apakah jalan nafas pasien bebas. Adakah sumbatan jalan nafas berupa secret, lidah jatuh atau benda asing b. Breathing Kaji pernafasan klien, berupa pola nafas, ritme, kedalaman, dan nilai berapa frekuensi pernafasan klien per menitnya. c. Circulation Nilai sirkulasi dan peredaran darah, kaji pengisian kapiler, kaji keseimbangan cairan dan elektrolit klien, lebih lanjut kaji output dan intake klien. d. Disability e. Menilai kesadaran dengan cepat dan akurat. Hanya respon terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak di anjurkan menggunakan GCS, adapun cara yang cukup jelas dan cepat adalah : A: Awakening V: Respon Bicara P: Respon Nyeri U: Tidak Ada Nyeri f.

Exposure Lepaskan pakaian yang dikenakan dan penutup tubuh agar dapat diketahui kelaianan yang muncul, pada abdomen akan tampak distensi sebagai akibat perubahan sirkulasi, penumpukan cairan dan udara yang tertahan dilumen.

3. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang muncul pada pasien dengan kasus peritonitis berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan menurut NANDA antara lain: Pre Operasi a. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit. b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia. c. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.

d. Konstipasi berhubungan dengan distensi abdomen. e. Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur. Post Operasi a. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat. c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif. d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

4. Intervensi Keperawatan Pre Operasi a. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang. NOC : Level nyeri, kriteria hasil:  Nyeri berkurang  Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah  Kegelisahan atau keteganganotot  Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.  Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan. NIC : Penatalaksanaan nyeri  Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan, factor presipitasinya  Observasi ketidaknyamanan non verbal  Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru  Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan  Anjurkan pasien untuk istirahat  Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.  Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien adekuat. NOC : Status Gizi, kriteria hasil:  Mempertahankan berat badan.  Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.  Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.  Turgor kulit baik. NIC : Pengelolaan Nutrisi  Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.  Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.  Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.  Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.  Pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.

c. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali normal 370 C NOC : Thermoregulation,kriteria hasil:  Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan  Suhu tubuh dalam batas normal  Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan  Perubahan warna kulit tidak ada NIC : Fever Treatment  Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan  Pantau warna kulit dan suhu  Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan hanya selembar pakaian.  Berikan cairan intravena

d. Konstipasi berhubungan dengan pola makan yang buruk. Tujuan : Setelah dilakukan

tindakan keperawatan diharapkan konstipasi

teratasi. NOC : Eliminasi defekasi, kriteria hasil:  Pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan  Mengeluarkan feses tanpa bantuan.  Mengingesti cairan dan serat dengan adekuat. NIC : Penatalaksanaan defekasi  Pantau pergerakan defekasi meliputi frekuensi, konsistensi,bentuk, volume, dan warna yang tepat.  Perhatikan masalah defekasi yang telah ada sebelumnya, rutinitas defekasi dan penggunaan laksatif.  Instruksikan

pada

pasien

dan

keluarga

tentang

diet,

asupan

cairan,aktivitas dan latihan.  Awali konferensi keperawatan dengan melibatkan pasien dan keluarga untuk mendorong perilaku positif yaitu perubahan diet.  Beri umpan balik positif untuk pasien saat terjadi perubahan tingkah laku.

e. Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien bebas dari gejala peritonitis. NOC : Pengendalian Resiko, kriteria hasil:  Terbebas dari tanda dan gejala peritonitis.  Mengindikasikan status gastrointestinal, pernafasan,genitourinaria, dan imun dalam batas normal.  Menunjukan gejala dan tanda infeksi dan mengikuti prosedur dan pemantauan. NIC : Pengendalian Infeksi  Pantau TTV dengan ketat, khususnya adanya peningkatan frekuensi jantung dan suhu serta pernafasan yang cepat dan dangkal untuk mendeteksi rupturnya apendiks.

 Observasi adanya tanda-tanda lain peritonitis ( misal hilangnya nyeri secara tiba-tiba pada saat terjadi perforasi diikuti dengan peningkatan nyeri yang menyebar dan kaku abdomen, distensi abdomen, kembung, sendawa karena akumulasi udara, pucat, menggigil, peka rangsang untuk menentukan tindakan yang tepat.  Hindari pemberian laksatif,karena dapat merangsang motilitas usus dan meningkatkan resiko perforasi.  Pantau jumlah SDP sebagai indikator infeksi.  Lindungi pasien dari kontaminasi silang.

Post Operasi a. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang. NOC : Level nyeri, kriteria hasil:  Nyeri berkurang  Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah  Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.  Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan. NIC: Penatalaksanaan nyeri  Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan.  Observasi ketidaknyamanan non verbal  Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru  Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan  Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat nyeri.  Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan pasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat. NOC : Fluid balance, kriteria hasil: 

Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal



Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal



Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab,



Tidak ada rasa haus yang berlebihan

NIC : Fluid Management 

Pertahankan catatan intake dan output yang akurat



Monitor vital sign dan status hidrasi



Monitor status nutrisi



Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan.



Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.



Atur kemungkinan transfusi darah.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif. Tujuan: Setelah dilakuakan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi pada luka bedah. NOC : Pengendalian Resiko, kriteria hasil:  Bebas dari tanda dan gejala infeksi.  Higiene pribadi yang adekuat.  Mengikuti prosedur dan pemantauan. NIC: Pengendalian Infeksi  Pantau tanda dan gejala infeksi( suhu, denyut jantung, penampilan luka).  Amati penampilan praktek higiene pribadi untuk perlindungan terhadap infeksi.

 Instruksikan untuk menjaga higiene pribadi untuk melindungi tubuh terhadap infeksi.  Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang dengan pemakaian set ganti balut yang steril.  Bersihkan lingkungan dengan benar setelah.

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan diharapkan pasien dapat beraktivitas tanpa mengalami kelemahan. NOC : Konservasi energi, kriteria hasil:  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi, dan RR  Mampu melakukan aktivitas secara mandiri. NIC : Management Energi  Tirah baring pada pasien dan bantu segala aktivitas sehari-hari, atur periode istirahat dan aktivitas  Monitor terhadap tingkat kemampuan aktivitas, hindari aktivitas yang berlebihan  Tingkatkan aktivitas sesuai dengan toleransi  Monitor kadar enzim serum untuk mengkaji kemampuan aktivitas  Monitor tanda-tanda vital dan atur perubahan posisi.  Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.

Daftar Pustaka

Brian,

J.

2011.

Peritonitis

and

Abdominal

Sepsis.

(Online).

(http://emedicine.medscape.com/article1130234-overview#aw2aab6b2b4aa diakses 7 Agustus 2018 Daldiyono, Syam AF. 2010. Nyeri abdomen akut. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor (penyunting). Edisi ke-5 Jilid ke-1. Jakarta: Interna Publishing Gearhart SL, Silen W. 2008. Acute appendisitis and peritonitis. Dalam: Fauci A, Braunwald E, Kasper D, Hauser S, Longo D, Jameson J, et al, editor (penyunting). Harrison’s principal of internal medicine. Edisi ke-17 Volume II. USA: McGrawHill; Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika Wim de jong, Sjamsuhidayat. R. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC

Related Documents

Peritonitis
June 2020 19
Peritonitis
December 2019 26
Peritonitis
April 2020 26
Peritonitis Silvi.docx
December 2019 36

More Documents from "Anissa Inayah"