3. Bab Iii Pkl.docx

  • Uploaded by: Miemma Puenya Leo
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 3. Bab Iii Pkl.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,435
  • Pages: 31
BAB III PELAKSANAAN PKL

3.1 Waktu dan Tempat Waktu pelaksanaan PKL dimulai pada 20 Mei 2018 – 22 Agustus 2018. Tempat pelaksanaan PKL di Instalasi Patologi Rumah Sakit Saiful Anwar, Jalan Jaksa Agung Suprapto No. 2, Klojen, Kota Malang, Jawa Timur 65112.

3.2 Instalasi Patologi Anatomi Instalasi

Patologi

Anatomi

memilki

pelayanan

untuk

pengecatan

immunohistokimia maupun histopatologi anatomi. Pengecatan immunohistokimia bermanfaat untuk diagnosa dan terapi suatu penyakit. Secara rinci pemeriksaan yang dikerjakan di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Saiful Anwar sebagai berikut: a. Pemeriksaan Histopatologi: 1. Biopsi 2. Operasi 3. Kerokan 4. Vries Coupe (Frozen section) 5. Histokimia (PAS, Masson Trichome, Van Gielson, Ziehl Neelsen, Alcian Blue)

b. Pemeriksaan Sitologi: 1. Vagina Smear 2. Sediaan kiriman FNAB 3. Cairan pleura 4. Cairan ascitesurine 5. Sputum

c. Pemeriksaan FNAB: Bahan pemeriksaan berupa: 1. Tumor organ superisial 2, Tumor organ visceral dengan atau tanpa tuntunan radiologik (USG, CT SCAN) 3. Tumor tulang d. Pemeriksaan Immunohistokimia dan imunositokimia Jenis pengecatan Immunohistokimia ada 54 antibodi, berikut ini jenis antibodi beserta kegunaannya.

No. 1.

Antibody ER (Esterogen Receptor) PR (Prpgesteron Receptor)

Fungsi - Untuk menentukan pemilihan terapi hormonal pada penderita Ca. Mamma - Untuk menentukan asal primer Adeno Carcinoma Metasfase

2.

HER-2

- Untuk

menentukan

pemilihan

kemoterapi

Herceptin pada penderita Ca. Mamma 3.

P-53 (Tumor Supressor Gene)

4.

LCA (Leucocyte Common Antigen)

5.

Cytokeratin

- Untuk membantu penentuan ganas/jinak pada tumor-tumor yang meragukan keganasannya - Untuk menentukan bahwa Small Round Cell tumor berasal dari Lymphoid - Untuk

memastikan

berdifferensiasi

bahwa

epithelial

sel

tumor

(diagnosa

pada

Carcinoma, Synovial Sarcoma) 6.

VIMENTIN

- Untuk memastikan bahwa sel tumor berasal dari sel Mesenchymal

7.

DESMIN

- Untuk membantu mendiagnosa tumor-tumor yang berasal dari sel otot polos dan sel otot skeltet

8.

S 100

- Untuk membantu mendiagnosa melanomaligna,

Peripheral Nerve Sheat Tumor, Adipocytic Tumor dan Chondrogenic Tumor. 9.

CD-20

- Untuk

memastikan

jenis

non

Hodgkin

Lyhmphoma Tipe-B 10.

CD-34

- Vaskolar Tumor - Dermato Fibro Sarcoma Protuberans

11.

CD-99

- EWING - PNET

12.

TOP 2A

- Untuk mengetahui resistensi terhadap kemoterapi

13.

Ki67

- Untuk penanda index proliferasi pada carcinoma mama atau tumor lain

14.

NSE

- Untuk

penanda

neuroendocrine

tumor

atau

neuroepithelia 15.

SMA

- Untuk mendiagnosa tumor otot polos

16.

EGFR

- Untuk mengetahui ekspresi Epithelial Grawith Factor Receptor

17.

CD-117

- Untuk penentu diagnosa Gastro Intestinal Stromal Tumor (GIST)

18.

CK-7

- Terekspresi pada Adeno Carcinoma yang berasal dari paru maupun ovarium

19.

CK-20

- Terekpresi pada Adeno Carcinoma yang berasal dari GI Tract

20.

EMA

- Terekspresi pada Meningoma dan Mesothelioma

21.

Thyroglobulin

- Merupakan marker spesifik untuk organ Thyroid berguna menentukan Tumor Primer Thyroid

22.

NAPSIN A-PARU

- Mengetahui bahwa sel asal Metasfase dari paru

23.

CALRETININ

- Membedakan

Mesothelioma

Carcinoma 24.

KAPPA

- Diagnosa Lymphoma Maligna

dengan

Adeno

25.

LAMBDA

- Diagnosa Lymphoma Maligna

26.

CD-15

- Diagnosa Hodgkin Lymphoma

27.

CD-3

- Diagnosa Lymphoma Non Hodgkin Type T

28.

TTFI

- Diagnosa Adeno Carcinoma Paru/Thyroid

29.

P-63

- Mewarnai sel Mycoepithel

30

BCL-2

- Membedakan

Follicular

Hyperplasia

dan

Follicular Lymphoma 31.

CEA

- Diagnosa Adeno Carcinoma

32.

CD-43

- Diagnosa masih meragukan neoplasma jinak

33.

CD-5/6

- Diagnosa NKT-cell dan Squamous Cell

34.

CD-10

- Diagnosa Adeno Carcinoma di Cervix, Germinal Lenra Mark

35.

CD-Granzym

- Diagnosa NKT-cell

36.

BCL-6

- Diagnosa Adeno Carcinoma di Cervix, Germinal Lenra Mark

37.

CD-68

- Diagnosa untuk makrofag

38.

CD-138

- Diagnosa untuk neoplasma dari sel plasma (plasmacytoma)

39.

CD-31

-

40.

Cyclin D1

- Mantell cell

41.

H-Caldesmon

- Diagnosa T cell, diagnosa differensiasi otot polos

42.

CD-8

- Diagnosa T cell

43.

CD-4

- Diagnosa T cell

44.

Osteocalein

- Diagnosa tulang (osteosarcoma)

45.

MDM-2

- Diagnosa Liposarcoma

46.

Chromagranin

- Diagnosa Neuroendocrin tumor, Neuroblastoma

47.

CD-3

- Diagnosa cell T

48.

CD-15

- Diagnosa Hodgkin Lymphoma

49.

CD-20

- Diagnosa Lymphoma sel-B

50.

CD-30

- Diagnosa Hodgkin Lymphoma

3.3 Histopatologi Anatomi 3.3.1 Prinsip Histopatologi Anatomi Histopatologi merupakan ilmu yang mempelajari kondisi dan fungsi jaringan yang berhubungan dengan penyakit. Definisi umum pemeriksaan histopatologi adalah pemeriksaan terhadap organ atau jaringan yang mengalami kelainan patologis secara makroskopik dengan proses rutin dan pewarnaan hematoksilin eosin untuk mengetahui diagnosa pasti kelainan patologis pada jaringan dan organ. Histopatologi dibutuhkan ketika mendiagnosis penyakit karena salah satu pertimbangan dalam memperkuat diagnosis yaitu dengan mengamati jaringan yang diduga terganggu. Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan cara mengambil sampel jaringan dan dibandingkan dengan kondisi jaringan sehat maka dapat diketahui suatu penyakit menyerang atau tidak. Sampel yang digunakan adalah organ manusia yang diduga terkena kanker. organ yang dijadikan sampel akan dilakukan pengujian di laboratorium patologi karena mengalami perubahan klinis. Perubahan klinis yang terjadi berupa warna tubuh dan permukaan organ yang berbeda. Oleh karena itu, organ diambil dan segera diawetkan untuk selanjutnya dibawa ke laboratorium patologi untuk dibuat preparat histologi. Tujuannya

untuk proses histologi adalah untuk dilakukan

diagnosa lebih lanjut dari perubahan klinis yang terjadi.Dalam pemeriksaan sampel dapat berupa biopsi, kerokan, operasi. Proses histopatologi dirangkum dengan diagram alir berikut:

Fiksasi Jaringan

Pemilihan Jaringan (Trimming)

Dehidrasi

Clearing

Blocking

Impregnation

Deparafinisasi

Rehidrasi

Pemotongan Jaringan (Sectioning)

Pewarnaan (Staining)

Dehidrasi

Pembeningan

Mounting

3.3.2 Prosedur Pemeriksaan Hispotologi A. Hispotologi Spesimen untuk Pemotongan Gross 1. Spesimen Operasi Jaringan Polip Cavum Nasi

-

Diambil jaringan yg telah difiksasi sempurna dengan formalin 10% (terdapat 3sediaan)

-

Diletakkan di atas telenan kayu

-

Dipotong jaringan menjadi bagian yg tipis

-

Diberi eosin jaringan di atas kasa

-

Dibungkus menggunakan kassa

-

Dimasukkan kaset yg berisi potongan jaringan ke dalam buffer formalin 10%

Hasil

Jaringan Tiroid -

Diambil jaringan yg telah difiksasi sempurna dengan formalin 10%

-

Diletakkan di atas telenan kayu

-

Dipotong jaringan menjadi bagian bagian yang tipis

-

Diletakkan di dalam 3 buah karet

-

Dimasukkan kaset yg berisi potongan jaringan ke dalam buffer formalin 10% Hasil

Jaringan Mamma -

Diambil jaringan yg telah difiksasi sempurna dengan formalin 10%

-

Diletakkan jaringan di atas telenan kayu

-

Dipotong jaringan dengan pisau yg tajam sesuai bagiannya masing-masing a. Papilla Mamma b. Tumor/Lubang – kulit c. Tumor/Lubang – dasar operasi d. Tumor/Lubang dengan jaringan selular e. KGB

-

Dimasukkan dalam 10 kaset

-

Ditutup kaset sampai berbunyi klik

-

Dimasukkan kaset yg telah berisi potongan jaringan ke dalam wadah berisi formalin 10%buffer phorpat maksimal selama 24 jam Hasil

Jaringan Cervix -

Diambil jaringan yg telah difiksasi sempurna dengan formalin 10%

-

Diletakkan jaringan diatas telenan kayu

-

Dipotong jaringan sesuai potongannya atau bagian-bagiannya: a. Vagina cuff b. Cervix dan parametrium c. Endometrium + myometrium d. Mymoma e. Adneksa D f. Adneksa S g. KGB

-

Dimasukkan ke dalam 3 kaset

-

Ditutup hingga berbunyi klik

-

Dimasukkan kaset yg telah berisi jaringan ke dalam wadah yg berisi formalin 10% buffer phospat maksimal selama 24 jam Hasil

Intra axial Cerebellum (otak kecil) -

Diambil jaringan yg telah difiksasi sempurna dengan formalin 10%

-

Diletakkan di atas telenan kayu

-

Dipotong kecil-kecil jaringannya

-

Dimasukkan dalam 2 kaset

-

Ditutup sampai berbunyi klik

-

Dimasukkan kaset ke dalam wadah berisi formalin 10% buffer fosfat maksimal selama 24 jam Hasil

Jaringan Esofagus -

Diambil jaringan yg telah difiksasi sempurna dengan formalin 10%

-

Diletakkan jaringan di atas telenan kayu

-

Dipotong jaringan sesuai bagian yg telah diinginkan

-

Dimasukkan dalam 1 buah karet

-

Ditutup karet sampai berbunyi klik dimasukkan karet yg berisi potongan jaringan ke dalam formalin 10% buffer fosfat Hasil

2. Spesimen Biopsi Jaringan Rectum -

Diambil jaringan yg telah difiksasi sempurna dengan formalin 10%

-

Diletakkan di atas telenan kayu

-

Dipotong jaringan di bagian yg terdapat kelainan

-

Dimasukkan dalam 1 buah kaset

-

Ditutup karet sampai berbunya klik

-

Dimasukkan karet yg berisi potongan jaringan ke dalam formalin 10% Buffer fosfat Hasil

Jaringan Tungkai Bawah Kiri -

Diambil jaringan yg telah difiksasi sempurna dengan formalin 10 %

-

Diletakkan jaringan di atas telenan kayu

-

Dipotong jaringan di bagian yg terdapat kelainan

-

Dimasukkan dalam 1 buah kaset

-

Ditutup karet sampai berbunyi klik

-

Dimasukkan karet yg berisi potongan jaringan ke dalam buffer fosfat 10% Hasil

3. Spesimen Kerokan Jaringan Prostat -

Diambil jaringan yg telah difiksasi dengan formalin 10%

-

Diletakkan jaringan diatas telenan kayu

-

Dipotong jaringan sesuai dengan bagian-bagian yg bermasalah

-

Ditambahkan eosin dibungkus dengan kasa

-

Dimasukkan kaset sampai berbunyi klik

-

Dimasukkan karet yg berisi jaringan ke dalam formalin fosfat (buffer) 10% Hasil

B. Processing ( Autotechnicon) Kasset Berisi Jaringan yang Telah diberi Buffer Fosfat -

Dikeluarkan dari buffer fosfat 10% yang telah dibiarkan selama 24 jam

-

Dimasukkan ke dalam keranjang pengecatan

-

Dicuci keranjang dengan air mengalir selama 2 menit

-

Dimasukkan keranjang yang berisi kasset ke dalam alat Automatic Tissue Processor yang terdiri dari 2 tabung alkohol absolut, 2 tabung etanol absolut, alcohol dengan konsentrasi 70%, 80%, 95%, dan 96%; 3 tabung berisi xylol dan 2 tabung berisi paraffin cair

-

Tabung berputar pada setiap tabung secara bergantian

-

Ditunggu processing selama 17-18 jam Hasil

C. M

Block Paraffin yang Berisi Jaringan -

Diambil block jaringan

-

Dimasukkan ke dalam holder

-

Diatur ukurannya pada holder ± 40 mikron untuk trimming atau meratakan block parafinnya

-

Diputar mesin sampai menyentuh pisau mikrotom

-

Ditrimming hingga merata

-

Diatur lagi ukuran mikrotom menjadi 5 -6 mikron

-

Dipaskan pisau hingga menyentuh block

-

Dipotong hingga terbentuk pita jaringan tipis

-

Digunakan kuas untuk mengambil pita jaringan

-

Dimasukkan sayatan di dalam air hangat pada alat floation bath yang telah dicampurkan dengan gelatin

-

Diambil sayatan dengan objek glass

-

Dimasukkan dalam keranjang staining atau bak pengecatan

-

Dimasukkan di dalam incubator dan letakkan di dalam larutan xylol yang ada di dalam incubator

-

Diatur suhunya hingga 40ºC Hasil

D. Pengecatan Hispatologi Sayatan Jaringan Mamme Pada Slide - Diletakkan di dalam incubator pada suhu 40º C selama 5-10 menit -

Diletakkan di dalam xylol I dan II yang terletak di dalam incubator

-

Ditunggu selama 5 menit Hasil

Sayatan Jaringan Pada Slide -

Dibilas di dalam alkohol bertingkat hingga 4x bilasan pada setiap alkohol 90% masing-masing selama 5 menit

-

Direndam di dalam air mengalir selama 5 menit

-

Dimasukkan ke dalam larutan HE selama 5 menit

-

Dibilas dengan air megalir selama 5 menit

-

Direndam di dalam larutan HCl selama 2 menit

-

Dibilas lagi dengan air selama 3 menit

-

Dimasukkan ke dalam larutan litium karbonat 0,5% selama 2 menit

-

Dibilas dengan air selama 2 menit

-

Dimasukkan di dalam larutan eosin selama 3 menit

-

Dimasukkan ke dalam alkohol bertingkat lagi sampai 4x bilas masingmasing 3 menit

-

Dihydrayer selama 5 menit

-

Dibilas kembali denga xylol I dan II selama 5 menit

-

Dibiarkan di udara terbuka

-

Dibersihkan dengan kain kassa

-

Ditutup dengan cover glas menggunakan entelan

Hasil

Sayatan Jaringan Uterus Pada Slide -

Diletakkan di dalam incubator pada suhu 40º C selama 5-10 menit

-

Diletakkan di dalam xylol I dan II yang terletak di dalam incubator

-

Ditunggu selama 5 menit Hasil

Sayatan Jaringan Pada Slide -

Dibilas di dalam alkohol bertingkat hingga 4x bilasan pada setiap alkohol 90% masing-masing selama 5 menit

-

Direndam di dalam air mengalir selama 5 menit

-

Dimasukkan ke dalam larutan HE selama 5 menit

-

Dibilas dengan air megalir selama 5 menit

-

Direndam di dalam larutan HCl selama 2 menit

-

Dibilas lagi dengan air selama 3 menit

-

Dimasukkan ke dalam larutan litium karbonat 0,5% selama 2 menit

-

Dibilas dengan air selama 2 menit

-

Dimasukkan di dalam larutan eosin selama 3 me

-

Dimasukkan ke dalam alkohol bertingkat lagi sampai 4x bilas masingmasing 3 menit

-

Dihydrayer selama 5 menit

-

Dibilas kembali denga xylol I dan II selama 5 menit

-

Dibiarkan di udara terbuka

-

Dibersihkan dengan kain kasa

-

Ditutup dengan cover glas menggunakan entelan Hasil

3.3.3 Analisis Prosedur A. Fiksasi Fiksasi (pengawetan) bertujuan agar jaringan mati secepatnya sehingga tidak terjadi perubahan pasca mati sehingga struktur jaringan sampel dapat dipertahankan seperti saat sampel masih hidup. Untuk dapat melakukan hal tersebut larutan fiksasi harus dapat : a. Menghentikan proses enzimatik sel tubuh secepatnya untuk mencegah autolisis. Autolisis adalah pengerusakan sel sendiri sesudah terjadi kematian sel dan disebabkan oleh kerja enzim yang terdapat di dalam sel itu sendiri. Autolisis ini dapat dihambatdengan mendinginkan jaringan dalam ternperatur di bawah 0°C atau dalam udara panas lebih dari 57°C, namun dalam suhu kamar akan dipercepat. Selain autolisis, kerusakan jaringan dapat terjadi akibat bakteri, baik disebabkan oleh bakteri yang ada (septikemi) ataupun bakteri komensial. b. Mengkoagulasi protein jaringan sehingga menjadikan sel insoluble yang mencegah masuk atau keluarnya zat-zat dalam sel. c. Membuat jaringan mudah diwarnai. Jaringan harus dimasukkan ke dalam larutan fiksasi secepat mungkin setelah diambil dari bila organ tersebut mudah dalam

membusuk

misalnya

otak,

hati,

paru,

usus

dan

organ

lainnya, jangan ditunggu sampai operasi selesai. Daya penetrasi

larutan fiksasi juga terbatas. Banyaknya larutan fiksasi minimal jaringan dapat berenang di dalamnya dan yang ideal jumlah larutan 10 x besar jaringan. Kegunaan yang lain untuk mengawetkan jaringan pada organ yang akan dianalisis yaitu dengan merendam dalam larutan formalin 10% sampai terendam semua dalam larutan. Volume larutan pengawet minimal 20 kali volume jaringan yang mau difiksasi. Proses ini dilakukan selama 24 jam. Proses ini tidak boleh dilakukan terlalu lama karena dapat menyebabkan kerapuhan pada jaringan sehingga tidak mungkin untuk dipotong dengan mikrotom secara baik. Jaringan yang sudah siap diproses adalah yang sudah terfiksasi sempurna. Jaringan yang sudah terfiksasi sempurna memiliki ciri yaitu keras, dan berwarna putih atau

kecoklatan. Jaringan kemudian dipotong gross menggunakan pisau, alas potong, gergaji untuk amputasi dan pinset dengan ketebalan ± 2-3 mm. Jika sampel berupa biopsi tulang direndam dalam cairan dekalsifikasi terlebih dahulu. Dekalsifikasi tulang merupakan suatu proses untuk menghilangkan ion kalsium dari tulang sehingga tulang menjadi fleksibel dan mudah untuk untuk dilakukan penyelidikan patologi. Selain itu tujuan proses ini adalah membuat proses sectioning lebih sempurna, menjauhkan dari kerusakan mata pisau mikrotom. Ciri-ciri dari agen dekalsifikasi yang baik yaitu menghilangkan kalsium dalam masa singkat, tidak merusak komponen atau struktur tisu dan tidak berpengaruh pada proses pencelupan. Agen yang digunakan pada Labaratorium patologi anatomi ini campuran asam nitrat dan asam klorida. Proses ini berlangsung selama 24 jam.

B. Pemilihan Jaringan (Trimming) Pemilihan ini bertujuan untuk mendapatkan jaringan yang akan dianalisis sehingga memungkinkan diagnosis dengan tepat. Pada gross besar dibuat sesuai dengan kebutuhan diagnosa: a. Jaringan mamma MRM 4-6 kaset terdiri dari Papilla mamma, tumor jaringan sekitar, tumor dengan kulit, tumor dengan dasar, KGB. b. Reseksi usus, dibuat 6 kaset KGB terdiri dari tepi-tepi reseksi, tumor – serosa, tumor KGB c. Uterus, TAH-BSO, dengan kecurigaan Ca.Cervix → 6 kaset, untuk cervix, parametrium, vaginal cuff, uterus adnexa D/S. d. Uterus, TAH-BSO, dengan kecurigaan Ca.Endometrium → 6 kaset, untuk cervix, endometrium, tepi serosa myometrium/ penembusan, kedua adnexa D/S. e. Prostat TUR atau Prosatektomy → 3-6 kaset f. Jaringan amputasi harus dilakukan dekalsifikasi dahulu Jaringan yang telah dipotong, dimasukkan dalam kaset dan ditutup, diberi nomor blok sesuai dengan nomor laboratorium Patologi Anatomi. Selanjutnya dimasukkan dalam wadah yang berisi formalin 10% sampai benar-benar

terendam. Didiamkan selama 24 jam. Sediaan diproses dalam Tissue prosesor dengan siklus pendek, yaitu tahap dehidrasi, clearing, dan impregnasi:

C. Dehidrasi Dehidrasi jaringan dilakukan dengan tujuan untuk mengeluarkan seluruh cairan yang terdapat dalam jaringan yang telah difiksasi sehingga nantinya dapat diisi dengan parafin atau zat lainnya yang dipakai untuk membuat blok preparat. Hal ini perlu dilakukan karena air tidak dapat bercampur dengan cairan parafin atau zat lainnya yang dipakai untuk membuat blok preparat. Penarikan air keluar dari sel/jaringan dilakukan dengan cara merendam jaringan dalam bahan kimia yang berfungsi sebagai dehidrator (penarik air) yang secara progresif konsentrasinya meningkat, yakni alkohol.

D. Clearing Clearing (pembeningan) bertujuan untuk mengeluarkan atau menarik alkohol sehinggan sampel menjadi transparan dan untuk mempersiapkan jaringan untuk pembenaman (impregnasi). Bahan yang digunakan yaitu xylol.

E. Impregnasi (Pembenaman) Impregnasi yaitu memasukkan jaringan ke larutan parafin, dengan syarat semua jaringan harus terendam parafin. Bahan yang digunakan: parafin yang dicairkan.

F. Pembuatan Blok Paraffin Pembuatan blok jaringan dilakukan untuk menjaga masing-masing bagian dari jaringan agar tidak berubah seperti pada kondisi tahap awal pemotongan dengan menggunakan alat yang disebut tissue embeding. Dalam proses ini digunakan cetakan anti karat atau basemold untuk pembuatan blok. Pada proses ini digunakan zat pembenam yaitu paraffin cair panas dengan suhu 70℃.

Embedding dilakukan secara merata agar semua keping jaringan berada dipermukaan. Nomor pada blok paraffin harus masih jelas. Selanjutnya dilakukan Pendinginan pada lempeng pendingin. Ketika sudah keras maka blok jaringan diambil.

G. Pemotongan Jaringan (Sectioning) Pengirisan jaringan adalah proses pemotongan blok jaringan dengan menggunakan mikrotom. Mikrotom merupakan alat yang digunakan untuk memotong tipis atau irisan suatu jaringan. Sampel jaringan berparaffin bergerak maju secara manual menuju pisau sesuai dengan ketebalan irisan yang diinginkan. Hasil dari pengirisan jaringan ini berupa pita tipis yang sangat penting karena irisan-irisan tipis ini akan membantu ketepatan diagnosa. Dilakukan trimming tissue blok menggunakan mikrotom dan disposable knife putar, untuk biopsy KGB ketebalan 3-4 U.Pita paraffin dimekarkan dengan cara menggunakan pemanas air (water bath) dengan ditambahkan bubuk gelatin, kemudian diletakkan dalam lempeng penghangat dengan suhu 60 ℃ (deparafinisasi). Deparafinisasi merupakan proses penghilangan parafin dalam jaringan.

H. Pewarnaan Pewarnaan adalah proses pemberian warna pada jaringan yang telah dipotong sehingga jaringan dapat dikenali dan memudahkan dalam pengamatan jaringan dengan mikroskop. Pulasan (pewarna) yang sering digunakan secara rutin adalah pewarnaan yang dapat digunakan untuk memulas inti dan sitoplasma serta jaringan penyambungnya yaitu pulasan hematoksilin-eosin (HE). Pada pulasan HE digunakan 2 macam zat warna yaitu hematoksilin yang berfungsi untuk memulas inti sel dan memberikan warna biru (basofilik) serta eosin yang merupakan counterstaining hematoksilin, digunakan untuk memulas sitoplasma sel dan jaringan penyambung dan memberikan warna merah muda dengan nuansa yang berbeda. Di lokasi PKL, hematoksilin yang digunakan adalah hematoksilin

Mayer dan counterstaining yang digunakan adalah eosin. Jika warna terlalu pekat maka dimasukkan ke dalam HCL setelah didiferensiasi dengan air kran.

I. Dehidrasi Dehidrasi jaringan dilakukan dengan tujuan untuk mengeluarkan seluruh cairan yang terdapat dalam jaringan yang telah masuk dalam proses pewarnaan. Penarikan air keluar dari sel/jaringan dilakukan dengan cara merendam jaringan dalam bahan kimia yang berfungsi sebagai dehidrator (penarik air) yang secara progresif konsentrasinya meningkat, yakni alkohol.

J. Clearing Clearing (pembeningan) bertujuan untuk mengeluarkan atau menarik alkohol sehinggan sampel menjadi transparan dan untuk mempersiapkan jaringan untuk masuk dalam proses mounting. Bahan yang digunakan yaitu xylol.

K. Mounting Mounting merupakan proses penutupan slide yang telah berisi jaringan dengan cover glass dengan perekat entelan. Sebaiknya dalam perekatan tidak ada air buble atau gelembung karena akan mempersulit proses pemeriksaan.

L. Mikroskoping Preparat yang telah diwarnai kemudian diamati dibawah mikroskop. Mikroskop yang digunakan adalah mikroskop binokuler. Periksa atau lihat object glass di mikroskop untuk melihat bagus atau tidak pewarnaan yang kita lakukan serta melihat ada atau tidak air buble, bila ada air buble kita tekan-tekan lagi fiber glas dengan pinset. Pengambilan gambar jaringan dapat dengan kamera digital.

3.4 Immunohistokimia 3.4.1 Prinsip Immuno Histokimia Menggunakan Antibodi ER Imunohistokimia adalah suatu metode kombinasi dari anatomi, imunologi dan biokimia untuk mengidentifikasi komponen jaringan yang memiliki ciri tertentu dengan menggunakan interaksi antara antigen target dan antibodi spesifik yang diberi label. Imunohistokimia merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mengukur derajat imunitas atau kadar antibodi atau antigen dalam sediaan jaringan. Nama imunohistokimia diambil dari nama immune yang menunjukkan bahwa prinsip dasar dalam proses ini ialah penggunaan antibodi dan histo menunjukkan jaringan secara mikroskopis. Dengan kata lain, imunohistokimia adalah metode untuk mendeteksi keberadaan antigen spesifik di dalam sel suatu jaringan dengan menggunakan prinsip pengikatan antara antibody. Teknik imunohistokimia bermanfaat untuk identifikasi, lokalisasi, dan karakterisasi suatu antigen tertentu, serta menentukan diagnosis, therapi, dan prognosis kanker. Antibodi terbentuk akibat masuknya bahan kimia spesifik dari spesies lain ke dalam sistem imun. Sistem imun memiliki kemampuan innate untuk mengenali setiap asam amino, karbohidrat, atau lipid dan bereaksi terhadap bahan-bahan kimia melalui ,molekuler reseptor spesifik. Molekul yang besarnya beberapa ratus dalton untuk memulai pengenalan oleh reseptor dan timbulnya respon imun. Molekul-molekul ini disebut antigen. Beberapa protein cukup besar untuk menimbulkan respon imun, sehingga protein ini dapat bersifat antigen. Beberapa molekul lain, atau protein kecil disebut haptens, harus terlebih dahulu dilekatkan pada molekul yang lebih besar, baru kemudian dapat dikenal oleh sistem imun. Bila molekul asing masuk ke dalam tubuh, molekul ini dikenal oleh reseptor Human leukocyte antigen (HLA) atau reseptor Mayor Histocompatibility Complex (MHC) yang terdapat dalam sel penampil antigen (SPA) (Antigen Presenting Cell). SPA mencerna molekul tersebut dan menampilkannya dalam bentuk kombinasi kelompok atom eksternal yang disebut epitop pada permukaan SPA tersebut (Key, 2006). Epitop tersebut kemudian kontak dengan limfosit T helper, yang menolong menampilkan epitop tersebut pada limfosit sel B. sel B akan mensintesa rantai protein immunoglobulin yang mampu mengikat epitope secara

spesifik. Adapun beberapa marker yang berupa senyawa berwarna yaitu, Luminescence, zat berfluoresensi yang meliputi fluorescein, umbelliferon, tetrametil rodhamin. Logam berat yang meliputi colloidal, microsphere, gold, silver, label radioaktif. Enzim yang meliputi Horse Radish Peroxidase (HRP), dan alkaline phosphatase Ikatan antibodi-antigen dapat dilihat dengan menggunakan berbagai cara, paling sering dengan mengkonjugasi antibodi dengan enzim, misalnya peroxidase, yang dapat mengkatalis reaksi dan menghasilkan warna. Bila menggunakan DAB maka warna yang timbul adalah coklat. Ikatan antibodiantigen ini dapat berlokasi pada sitoplasma atau inti sel (Mikel, 1994). Estrogen

Receptor (ER) adalah salah satu anggota reseptor inti yang

fungsinya sebagai perantara hormon estrogen dalam sel. Reseptor estrogen pertama kali diidentifikasi oleh Elwood V. Jensen di University of Chicago pada tahun 1950. Kuiper pada tahun 1996 menemukan gen untuk Erβ pada prostat dan ovarium tikus (Kuiper, 2006). ER terdiri dari dua tipe yaitu reseptor estrogen α (ER- α) dan reseptor estrogen β (ER- β). Reseptor estrogen memiliki tiga daerah ikatan yaitu LDB/AF-2 terhadap ikatan ligan, AF-1 terhadap ikatan growth factor, dan DNA-Binding Domain (DBD) terhadap ikatan DNA. Daerah DBD adalah daerah terjadinya proses transkripsi. Struktur reseptor estrogen α (ER- α) dan reseptor estrogen β (ER- β) sangat mirip tetapi berbeda pada lokalisasi dan konsentrasinya (Hewitt and Kenneth, 2002). Reseptor estrogen merupakan faktor prediktif yang paling utama untuk pemeriksaan kanker payudara karena reseptor estrogen sebagai perantara kerja hormon estrogen yang sangat berpengaruh terhadap kanker payudara khususnya pada proliferasi sel kanker. Yager (2006) menjelaskan bahwa mekanisme ikatan estrogen dan reseptor estrogen dimulai dari hormon estrogen yang disintesis oleh sel teka dan sel granulosa di dalam ovarium. Estrogen akan menuju sel target melalui aliran darah. Sel target adalah sel yang memiliki reseptor dari hormon estrogen sehingga ketika berikatan akan menghasilkan kompleks estrogen dan reseptor estrogen. Kompleks estrogen dan reseptor estrogen berikatan dalam sitosol yang kemudian akan berdifusi ke dalam inti sel dan melekat pada DNA. Ikatan kompleks estrogen dan reseptor pada DNA akan menginduksi sintesis dan ekspresi protein untuk proliferasi sel sehingga sel target teraktivasi. Apabila

konsentrasi kompleks reseptor estrogen dan estrogen banyak maka proliferasi sel semakin meningkat dan tidak terkendali sehingga dapat menyebabkan kanker payudara. Kanker payudara terjadi ketika proliferasi sel, diferensiasi sel dan kematian sel pada jaringan payudara tidak seimbang. Menurut Payne (2008) menjelaskan bahwa konsentrasi reseptor estrogen lebih rendah pada wanita premenopause daripada wanita postmenopouse. Pasien kanker payudara yang memiliki estrogen receptors (ER) atau ERpositif, maka dibutuhkan terapi hormon untuk membantu mengurangi resiko kanker datang kembali. Karena dengan adanya hormon estrogen mampu mendorong pertumbuhan sel kanker. Terapi hormon dilakukan untuk memblokir atau menurunkan kadar estrogen. Terapi hormon yang dilakukan menggunakan obat-obatan seperti tamoxifen dan toremifene. Aktivasi tamoxifen pda beberapa organ akan menghasilkan efek samping yang berbeda.

Gambar 2. Aksi dan efek samping tamoksifen. (http://www.ubooks.pub/Books/ON/B0/E18R1818/17MB18.html). HER2 merupakan suatu protoonkogen yang termasuk dalam golongan epidermal growth factor receptor (EGFR). Gen HER2 berlokasi pada kromosom 17q21, mengkode 185 kD glikoprotein transmembran dengan aktivitas tirosin

kinase yang berperan dalam proses transduksi sinyal untuk proliferasi dan diferensiasi sel kanker. Di permukaan sel-sel payudara normal terdapat sekitar 20.000 reseptor HER2, sedangkan pada sel kanker payudara terdapat 1,5 juta reseptor HER2. Pada pertumbuhan kanker payudara terjadi amplifikasi gen, pada keadaan normal terjadi dua penggandaan gen HER2, sedangkan pada kanker payudara terjadi penggandaan berlipat ganda, sehingga terjadi overekspresi protein HER2 pada permukaan sel, berkaitan dengan peningkatan aktifitas sel kanker, tumor tumbuh lebih cepat, lebih agresif, kurang sensitif terhadap terapi hormonal dan kemoterapi dan berhubungan dengan prognosis jelek dan angka kekambuhan yang tinggi (Rahman dkk., 2013).

3.4.2 Prosedur Pemeriksaan Immunohistokimia A. Alat yang Digunakan -

Keranjang pengecatan

-

Preparat

-

Incubator

-

Mikrotom rotocut

-

Coverglas

-

Decloaking Chamber

-

Incubator

-

Floating Chamber

B. Bahan yang Digunakan -

Xylol

-

Etanol

-

Alkohol

-

Larutan Diva

-

Aquades

-

Cairan PBS

-

Larutan DAB

-

Reagen A

-

Reagen B

-

Hematoxilineosin

-

Entelan

-

Gelatin

-

Organ payudara hasil operasi

C. Prosedur 1. Pemotongan Block Paraffin untuk Immunohistokimia dengan Menggunakan Mikrotom Block Parafin yang berisi Jaringan -

Diambil block paraffin yang berisi jaringan

-

Dimasukkan ke dalam holder yang terdapat pada rotocut

-

Diatur ukurannya pada holder ± 40 mikron untuk trimming atau meratakan block parafinnya

-

Diputar mesin sampai menyentuh pisau mikrotom

-

Ditrimming hingga merata

-

Diatur lagi ukuran mikrotom menjadi 4-5 mikron

-

Dipaskan pisau hingga menyentuh block

-

Dipotong hingga terbentuk pita jaringan tipis

-

Digunakan kuas untuk mengambil pita jaringan

-

Dimasukkan sayatan di dalam air hangat pada alat floation bath yang telah dicampurkan dengan gelatin

-

Diambil sayatan dengan objek glass

-

Dimasukkan dalam keranjang staining atau bak pengecatan

-

Dimasukkan di dalam incubator dan letakkan di dalam larutan xylol yang ada di dalam incubator

-

Diatur suhunya hingga 40ºC Hasil

2. Pengecatan Immuno Histokimia Menggunakan Antibodi ER dan HER2 Sayatan Jaringan pada Slide -

Dideparafinisasi sayatan jaringan pada slide di xylol I, II, dan III masing-masing selama 5 menit

-

Dimasukkan ke dalam etanol selama 3 menit

-

Dimasukkan ke dalam alkohol 90%dan 80% masing-masing selama 3 menit

-

Dicuci dengan air mengalir ± 3 menit

-

Dimasukkan ke dalam larutan hydrogen peroksida selama 30 menit

-

Dibuatkan larutan DIVA dengan cara 20 ml universal decloaker 10x + 180 ml aquades

-

Dimasukkan slide ke dalam cairan DIVA

-

Dimasukkan dalam alat decloaking chamber 90 ºC selama 45 menit

-

Dikeluarkan slide setelah alat deckloaking chamber mati

-

Didinginkan selama 30 menit

-

Dibilas slide dengan aquades

-

Disiapkan antibody primer yaitu ER yang akan dipakai dengan pengenceran 1:100

-

Diteteskan dengan antibody primer yang telah diencerkan pada bagian jaringan

-

Direndam slide ke dalam cairan PBS selama 3 menit

-

Dibuat larutan DAB dengan cara 1 ml reagen B + 2 tetes reagen A

-

Ditiriskan slide

-

Diteteskan slide satu per satu dengan larutan DAB

-

Diinkubasi selama 10 menit atau diangkat terlebih dahulu apabila sudah terlihat coklat

-

Dibilas menggunakan air yang mengalir selama 3 menit

-

Dimasukkan dalam larutan HE selama 3 menit

-

Dibilas menggunakan air mengalir

-

Dimasukkan ke dalam alcohol 80% dan 90% selama 3 menit

-

Dimasukkan ke dalam etanol selama 3 menit

-

Dimasukkan ke dalam xylol I, II, dan III masing-masing selama 5 menit

-

Dibiarkan di udara terbuka

-

Dimounting atau diberi entelan pada bagian yang terdapat jaringan

-

Ditutup dengan cover glass

-

Didiagnosa Hasil

3.4.3 Analisis Prosedur Teknik Imunohistokimia untuk Deteksi Status Hormon Estrogen Reseptor (ER) dan HER2 (Human Epidermal growth factor Receptor 2 gene) pada Jaringan Kanker Payudara Teknik imunohistokimia digunakan sebagai salah satu deteksi status hormon pada kanker payudara. Tujuan teknik imunohistokimia adalah untuk mengidentifikasi

antigen

(protein

tertentu)

di

dalam

jaringan

menggunakan antibodi. Karena pada dasarnya setiap tumor/kanker

dengan memiliki

antigen/protein tertentu. Prinsip dasar imunohistokimia yaitu pengikatan antara antigen dan antibodi spesifik sehingga akan menghasilkan ekspresi warna tertentu. Reseptor estrogen dan reseptor progesteron dianggap sebagai antigen dan akan berikatan dengan antibodi yang sepesifik berupa anti-ER dan anti-PR. Jenis teknik imunohistokimia yang digunakan adalah teknik polimer yang termasuk dalam teknik indirect.

Secara umum, tahapan-tahapan imunohistokimia terdiri dari deparafinisasi dengan larutan xilol, rehidrasi dengan alkohol konsentrasi menurun, perendaman dalam H2O2 dalam metanol untuk menghilangkan aktivitas endogenous peroksidase, antigen retrieval dengan larutan DIVA untuk mengembalikan epitop antigen seperti semula, pemberian antibodi primer yang tidak dilabel, pemberian antibodi sekunder berupa polimer yaitu Simple Stain MAX PO “MULTI”, pemberian kromogen berupa 3,3’-diaminobenzidine tetrahydrochloride (DAB), kemudian counter stain dengan Mayers Haematoxilin, dehidrasi dengan alkohol bertingkat, deparafinisasi dengan xilol, dan mounting dengan enthelan. Sayatan jaringan pada slide yang keluar dari incubator di dideparafinisasi di xylol I, II, dan III masing-masing selama 5 menit. Xylol merupakan larutan tak berwarna dan berbau menyengat. Tujuan pemberian xylol yaitu untuk menghilangkan sisa-sisa paraffin. Setelah dari xylol I, II, dan III dimasukkan dalam etanol dan alcohol 80% dan 90% untuk menghilangkan sisa-sisa paraffin dan air. Hidrogen peroksida digunakan untuk membersihkan sisa-sisa kotoran pada jaringan. Larutan DIVA dibuat Dibuatkan larutan DIVA dengan cara 20 ml universal decloaker 10x + 180 ml aquades tujuannya untuk membantu proses pematangan pada jaringan . Larutan universal decloaker 10x berwarna kuning pekat. Alat deckloaking chamber yang diisi deng 200 ml aquades yang dipanaskan pada suhu 90°𝐶 bertujuan untuk mematangkan jaringan yang ada pada slide. Setelah alat mati jaringan pada slide dikeluarkan dan dibilas dengan aquades yang bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran. Pemberian antibody primer pada pengenceran 1 : 100 dengan cara diteteskan satu persatu menggunakan mikropipet bertujuan untuk mengenali antigen yang diidentifikasi pada jaringan. Anti body primer yang digunakan yaitu ER dan HER2 yang merupakan larutan yang tidak berwarna. Jaringan dimasukkan ke dalam larutan PBS bertujuan untuk membersihkan debris protein yang menutupi epitope. Larutan DAB yang dibuat dengan mencampurkan reagen B + 2 tetes reagen A yang diteteskan pada jaringan bertujuan untuk memberikan warna coklat atau sebagai indicator warna pada jaringan yang akan didiagnosa. Setelah itu dibilas dengan air dan dimasukkan ke dalam larutan HE yang merupakan larutan berwarna biru keunguan selama 3 menit. Pemberian HE bertujuan untuk

memberikan warna pada inti dan sitoplasma pada jaringan. Jaringan setelah dari larutan HE dibilas dengan air dan dimasukkan ke dalam larutan litium karbonat yang bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa HE. Sebelum dimasukkan ke dalam alcohol dengan konsentari yang berbeda-beda dibilas dengan air terlebih dahulu. Perendaman pada alcohol bertingkat selama 3 menit bertujuan untuk menghilangkan air yang terdapat pada jaringan. Dan setelah itu dimasukkan ke dalam xylol I, II, dan III. Tahap terakhir yaitu mounting atau pemberian entelan pada bagian yang terdapat jaringan. Pemberian entelan bertujuan untuk mengawetkan jaringan yang telah diwarnai. Berdasarkan pemeriksaan mikroskopis pada preparat HE menggunakan antybodi ER menghasilkan kesimpulan berupa Invasive Ductal Carcinoma (IDC). Karakteristik Invasive Ductal Carcinoma (IDC) yaitu sel kanker berasal dari daerah duktus dengan pertumbuhan sel kanker telah merusak membran basal dan akan menginvasi pada jaringan yang ada di sekitarnya menjadi sel metastatic. Menurut Wheeler dkk (2004) perkembangal sel Invasive Ductal Carcinoma (IDC) dimulai dari duktus kemudian menembus dinding duktus dan menyebar ke dalam jaringan lemak payudara.

Kesimpulan dari pemeriksaan makroskopik dan mikroskopis pada preparat HE dapat diperkuat dengan deteksi status hormon berupa ekspresi estrogen receptors (ER) dengan menggunakan teknik imunohistokimia. Estrogen receptors (ER) merupakan salah satu faktor prediktif yang paling utama untuk pemeriksaan status hormon pada kanker payudara. Hal ini terjadi karena reseptor estrogen sebagai perantara kerja hormon estrogen dalam sel yang sangat berpegaruh terhadap kanker payudara khususnya pada proliferasi sel kanker. Hormon

estrogen ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan seksual sekunder pada wanita/betina, contohnya pada kelenjar mammae dan organ reproduksi lainnya seperti endometrium, serviks, vagina dan lain-lain. Pengaruh estrogen terhadap pertumbuhan sel pada organ reproduksi yaitu dapat memacu proliferasi sel yang tidak normal apabila konsentrasi aktivasi sel oleh estrogen yang terlalu banyak. Menurut Ganong (2003) menjelaskan bahwa estrogen akan berikatan dengan reseptor estrogen pada sel target yang dikendalikan oleh gen pada kromosom. Setelah estrogen berikatan dengan reseptor di dalam sitosol, selanjutnya kompleks estrogen dan reseptor estrogen berdifusi ke dalam inti sel dan melekat pada DNA. Ikatan kompleks estrogen dan estrogen receptors (ER) dengan coactivator akan mengaktifkan faktor transkripsi gen dan menghasilkan mRNA.

Berdasarkan gambar pengamatan di atas menunjukkan bahwa hasil deteksi estrogen receptors (ER) dengan menggunakan imunohistokimia pada jaringan payudara yaitu menghasilkan warna coklat pada inti sel dan sitoplasma. Intensitas warna coklat di inti lebih kuat dibandingkan dengan di sitoplasma. Berdasarkan pengamatan secara mikroskopis pada deteksi estrogen receptors (ER) dengan imunohistokimia didapatkan hasil yaitu deteksi estrogen receptors (ER) bersifat positif karena sebagian besar inti berwarna coklat dengan luas lebih dari 75% dengan intensitas kuat. Selain itu, di daerah sitoplasma juga ada yang berwarna coklat tetapi intensitasnya sangat lemah. Dengan demikian terapi hormon dilakukan untuk memblokir atau menurunkan kadar estrogen. Terapi

hormone yang dilakukan menggunakan obat-obatan seperti tamoxifen dan toremifene.

HER-2 merupakan suatu protoonkogen yang termasuk dalam golongan epidermal growth factor receptor (EGFR). HER2 (Human Epidermal growth factor Receptor 2 gene) atau c-erbB-2 adalah sebuah gen yang bekerja mengatur regulasi dari pertumbuhan sel dan berperan dalam proses transduksi sinyal untuk proses proliferasi dan diferensiasi sel karsinoma. Ekspresi yang berlebihan pada protein HER2 atau c-erbB-2 pada penderita karsinoma payudara berhubungan dengan jumlah mitosis yang tinggi, prognosis yang buruk dan angka kekambuhan yang tinggi (Aini dkk., 2015). Kanker dengan HER2+ mempunyai prognosis yang lebih buruk, tetapi sel kanker HER2+ mempunyai respon baik terhadap obat antibodi monoklonal trastuzumab dan jika dikombinasikan dengan kemoterapi konvensional dapat meningkatkan prognosis.

Berdasarkan gambar pengamatan di atas menunjukkan bahwa hasil deteksi HER-2 atau c-erbB-2 dengan menggunakan imunohistokimia pada jaringan payudara yaitu menghasilkan warna coklat pada membrane sel. Intensitas warna coklat akan menunjukkan tingkat keganasan dari suatu penyakit kanker.

Related Documents


More Documents from "Syiva Dwifatmala"