3. Bab I - Bab Vii.docx

  • Uploaded by: Yudianus Samuel
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 3. Bab I - Bab Vii.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 13,454
  • Pages: 66
2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II BAB I PENDAHULUAN

Pembahasan yang akan dilakukan dalam pembahasan dalam tugas “ Irigasi dan Bangunan Air II ” adalah perencanaan bendungan pembagi atau bendung (weir). Bendung yang

dibahas adalah bendung sederhana, yaitu bendung yang umum

digunakan untuk irigasi sesuai dengan Standar Perencanaan Irigasi dari Direktorat Irigasi Ditjen Pengairan.Walaupun langkah – langkah perencanaan yang dibahas dalam tugas ini mungkin saja dapat diterapkan untuk bendungan yang lain, namun pembahasan perencanaan dalam tulisan ini tetap ditujukan untuk bendung ukuran kecil sampai sedang.

I.1. Perencanaan Pendahuluan Perencanaan pendahuluan bendung mencakup : 1.

Penentuan lokasi bendung.

2.

Pemilihan type bendung.

I.2. Analisa Hidrologi Analisa Hidrologi yang diperlukan dalam perencanaan bendung ini adalah besarnya debit maksimum yang dapat melewati bendung. Besarnya debit ini harus dihitung sebaik – baiknya, karena kalau perkiraan besarnya debit maksimum ini lebih rendah dari yang terjadi kemudian, maka kemungkinan runtuhnya bangunan akan sangat mungkin terjadi. Sebaliknya kalau perkiraan besarnya debit maksimum ini terlalu besar, maka bangunan bendung yang harus dibangun juga cukup besar, sehingga memerlukan biaya yang cukup mahal. Perkiraan besarnya debit maksimum atau debit banjir rencana dihitung berdasarkan data pengamatan debit sungai yang dilakukan pada periode yang cukup lama. Namun data tersebut tidak selamanya ada sehingga perkiraan debit tersebut didasarkan pada perkiraan besarnya curah hujan yang mungkin terjadi. Baik perkiraan debit berdasar data pengamatan debit maupun berdasar data curah hujan, besarnya debit maksimum atau curah hujan maksimum dihitung berdasar prinsip statistik,

dengan

probabilitas

atau

periode

ulang

tertentu.

Semakin

tinggi

probabilitasnya, semakin kecil resiko keruntuhan bangunan namun bendung yang perlu

1 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

2016

dibangun akan cukup besar. Karena itu perhitungan perkiraan debit banjir rencana menjadi penting, baik menggunakan data pengamatan debit maupun data curah hujan.

I.3. Perencanaan Hidrolis Bendung Yang dimaksud dengan perencanaan hidrolis bendung adalah perencanaan bentuk bendung serta bagian – bagiannya sehingga bentuk tersebut memenuhi persyaratan hidrolis, antara lain : (a) Dapat mengalirkan debit yang seharusnya dialirkan. (b) Membatasi gejala – gejala yang dapat merusak seperti : kavitasi, sedimentasi, gerusan (scouring), rembesan dan sebagainya.

Perencanaan hidrolis ini mencakup : 1.

Penentuan ketinggian mercu.

2.

Perencanaan bentuk mercu serta ukurannya.

3.

Perhitungan lebar bendung.

4.

Perhitungan lengkung debit dihilir bendung.

5.

Perencanaan kolam olakan.

6.

Perencanaan pintu pembilas dan pembilas sawah.

7.

Perencanaan pintu pengambilan.

8.

Perhitungan lantai muka.

9.

Perencanaan kantong lumpur.

10. Perencanaan sudetan dan lainnya yang diperlukan.

I.4. Perencanaan Konstruksi Bendung Perencanaan konstruksi bendung ini mencakup : a. Perhitungan stabilitas bendung. b. Kontrol tebal pelat ruang olak. c. Perhitungan ukuran pintu. d. Perencanaan jembatan diatas mercu. e. Perhitungan konstruksi pilar. f. Perhitungan tembok penahan tanah.

2 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

2016

I.5. Pemilihan Lokasi Bendung Dalam Perencanaan Bendung Pemilihan lokasi bendung, merupakan awal karena bertolak dari pemilihan lokasi bendung inilah perencanaan jaringan irigasi akan dilakukan. Setelah lokasi bendung ditetapkan, beberapa penyelidikan yang mengikutinya seperti pemetaan sungai dan bendung, penyelidikan geologi teknik serta penyelidikan model hidrolis (kalau diperlukan). Tidak mustahil setelah dilakukan penyelidikan selanjutnya lokasi bendung tersebut masih harus dipindah lagi, mengingat : (a) Ada areal sawah yang belum terjangkau. (b) Kondisi geologis pada lokasi bendung tidak memungkinkan. (c) Bentuk alur sungai yang kurang cocok dan sebagainya. Kalau penyelidikan berikutnya mendukung penempatan bendung yang diambil, maka perencanaan bendung dapat dilakukan.Perencanaan itu mencakup perencanaan hidrolis maupun perencanaan konstruksi bendung. Kriteria umum pemilihan lokasi bendung menurut Direktorat Irigasi Ditjen Pengairan adalah : (a)

Bendung akan dibangun di ruas sungai yang stabil dengan lebar yang hampir sama dengan lebar normal sungai; jika sungai mengangkut terutama sedimen halus, maka pengambilan harus dibuat diujung tikungan luar yang stabil; jika sungai mengangkut terutama bongkah dan kerikil, maka bendung sebaiknya dibangun di ruas lurus sungai.

(b)

Sawah tertinggi yang akan diairi dan lokasinya.

(c)

Lokasi bendung harus sedemikian rupa sehingga trase saluran primer bisa dibuat sederhana dan ekonomis.

(d)

Beda tinggi energi diatas bendung dibatasi sampai 6 meter.

(e)

Topografi pada lokasi bendung yang diusulkan; lebar sungai.

(f)

Kondisi geologi dari subbase untuk keperluan pondasi.

(g)

Metoda pelaksanaan (diluar sungai atau di sungai).

(h)

Angkutan sedimen oleh sungai.

(i)

Panjang dan tinggi tanggul banjir.

(j)

Mudah dicapai.

3 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II I.6. Data Hidrologi Pada tugas ini telah ditentukan data hidrologi sebagai berikut: 1. Debit Banjir

: 15 m3/detik

2. Debit Normal

: 150 lt/detik

3. Lebar Sungai

:8m

4. Kedalaman Sungai

: 1,5 m

5. Debit Pengambilan

: 75 lt/detik

I.7. Perencanaan Mercu Bendung Elevasi bendung ditentukan berdasarkan : a.

Elevasi sawah tertinggi.

b.

Kehilangan tekanan pada pemasukan ke saluran - saluran.

c.

Tinggi air di sawah.

I.7.1. Perhitungan Elevasi Mercu Bendung a.

Elevasi sawah tertinggi

=

90.76

m

b.

Tinggi air disawah

=

0,20

m

c.

Kehilangan tekanan dari saluran tersier ke sawah

=

0,10

m

d.

Kehilangan tekanan dari saluran sekunder ke tersier =

0,10

m

e.

Kehilangan tekanan dari saluran primer ke sekunder =

0,10

m

f.

Kehilangan tekanan dari sungai ke saluran primer

=

0,20

m

g.

Kehilangan tekanan karena kemiringan saluran

=

0,15

m

h.

Kehilangan tekanan dari alat – alat ukur

=

0,40

m

i.

Persediaan tekanan karena eksploitasi

=

0,10

m

j.

Persediaan untuk lain – lain tekanan

=

0,25

m

Elevasi mercu bendung

=

92.36

m

I.7.2. Menentukan Tinggi Bendung a.

Elevasi sawah tertinggi

:

90,76

m

b.

Elevasi dasar sungai

:

89,26

m

c.

Elevasi mercu bendung

:

92,36

m

Jadi tinggi bendungnya adalah :

4 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

92,36 – 89,26 = 3,10 m

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

2016

I.7.3. Mencari Kemiringan Sungai Rata – Rata ( I ) Untuk kemiringan sungai rata – rata ( I ) yaitu membuat potongan memanjang dihulu dan dihilir dari As bendung dengan panjang tiap segmen + 100 meter. Dari tiap – tiap segmen tersebut dicari harga In – nya. Selanjutnya dari jumlah harga In yang didapat hitung rata – ratanya, sehingga didapat nilai I. Rumus kemiringan rata – rata sungai : I1 + I2 + I3 + I4 + I5 + I6 + ……….+ In I = n Kemiringan sungai pada masing – masing segmen :

Hulu I1=

(elevasi tertinggi-kedalaman sungai)-(elevasi terendah-kedalaman sungai) 100 (92,906 - 2,00) – (92,700 – 2,00 )

I1= 100 I 1 = 0,00206 Jadi Kemiringan Rata – Rata Dasar Sungai hulu( I ) I1 + I2 + I3 + I4 + I5 + I6 + I7 + I8 + I9 + I10 I Rata – Rata = 10 0,02145 = Hilir I1=

= 0,002145 10 (elevasi tertinggi-kedalaman sungai)-(elevasi terendah-kedalaman sungai) 100 (92,669 - 2,00) – (90,637 – 2,00 )

I1= 100 I 1 = 0,00062 Jadi Kemiringan Rata – Rata Dasar Sungai hilir( I ) I1 + I2 + I3 + I4 + I5 + I6 + I7 + I8 + I9 + I10 I Rata – Rata = 10 0,01999 =

= 0,001999 10

5 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II Jadi Kemiringan Rata – Rata Dasar Sungai ( I ) 0,002145 + 0,001999 I Rata – Rata = 2 0,004144 =

= 0,002072 2

Selanjutnya Perhitungan di Tabelkan Hulu Potongan P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10

Hilir

Elevasi Jarak Kemiringan Dasar (m) Dasar 92,906 92,700 92,587 92,475 92,363 91,68 90,997 90,938 90,879 90,82 90,761

100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Potongan P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10

0,00206 0,00113 0,00112 0,00112 0,00683 0,00683 0,00059 0,00059 0,00059 0,00059

Elevasi Jarak Kemiringan Dasar (m) Dasar 90,699 90,637 90,415 90,193 89,774 89,595 89,416 89,237 89,058 88,879 88,700

100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Gambar Profil Memanjang Sungai di Hulu (biru) dan Sungai di Hilir (merah) :

Kemiringan (m)

Profil Memanjang Sungai 93.5 93 92.5 92 91.5 91 90.5 90 89.5 89 88.5 88

y = -0.0025x + 93.001 R² = 0.9164 hilir

hulu Linear (hilir) Linear (hulu) y = -0.0021x + 90.753 R² = 0.9875 0

200

400

600 Jarak (m)

800

6 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

1000

1200

0,00062 0,00222 0,00222 0,00419 0,00179 0,00179 0,00179 0,00179 0,00179 0,00179

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II I.7.4. Menentukan Tinggi Muka Air di Hilir Bendung Dari buku “ Open Channel ” Von T. Chow, diperoleh rumus sebagai berikut :

Chezy

:

V = C .( R . I )1/2

Bazin

:

C

87 M (1  1 ) R 2

Dimana : R

=

A/P

dan

Q

=

V.A

Q

=

Debit rencana (m3/detik)

V

=

Kecepatan aliaran rata - rata (m/detik)

C

=

Faktor ketahanan aliran

I

=

Kemiringan sungai

R

=

Jari – jari hidrolis (m)

A

=

Luas penampang basah (m2)

P

=

Keliling basah penampang (m)

m

=

Koefisien kekerasan Bazin, diambil m = 1,3 ( tanah biasa )

b

=

Lebar dasar saluran sungai, dengan diasumsikan lebarnya sebesar

Dengan :

15 m. Z

=

Kemiringan dinding saluran = 2.

y

=

Tinggi air disaluran hilir bendung.

Maka didapat :

1 Z b

7 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

y

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

Untuk mendapatkan nilai y digunakan cara “Trial & Error” , berdasarkan rumus – rumus sebagai berikut : Keliling basah penampang ( P )

:

b + 2y . ( 1 + Z2 )1/2

Luas penempang basah ( A )

:

( b + 2y ) . y

Jari – jari hidrolis ( R )

:

A/P

Faktor ketahanan aliran ( C )

:

87 / { 1 + ( m / R1/2) } nilai m = 1,3 ( tanah biasa )

Kecepatan aliran rata – rata ( V )

:

C . ( R . I )1/2

Untuk mencari y digunakan cara “Trial & Error” sehingga didapat harga y yang menghasilkan Qd = 15,002 m3/detik.

y (m)

b (m)

P (m)

0,5514 0,5515 0,5516 0,5517 0,5518 0,5519 0,5520 0,5521 0,5522 0,5523 0,5524 0,5525 0,5526

0,5514 0,5515 0,5516 0,5517 0,5518 0,5519 0,5520 0,5521 0,5522 0,5523 0,5524 0,5525 0,5526

9,46594 9,46638 9,46683 9,46728 9,46772 9,46817 9,46862 9,46907 9,46951 9,46996 9,47041 9,47086 9,47130

A (m2)

R (m)

C

5,01928 0,53025 31,23574 5,02030 0,53033 31,23730 5,02133 0,53041 31,23886 5,02235 0,53050 31,24042 5,02337 0,53058 31,24198 5,02439 0,53066 31,24354 5,02541 0,53074 31,24511 5,02643 0,53083 31,24667 5,02745 0,53091 31,24823 5,02847 0,53099 31,24979 5,02949 0,53107 31,25135 5,03051 0,53116 31,25291 5,03153 0,53124 31,25447 Tabel I.1. Trial and Error

V (m/det) 2,98301 2,98339 2,98378 2,98416 2,98454 2,98492 2,98530 2,98569 2,98607 2,98645 2,98683 2,98721 2,98759

Q (m3/det) 14,973 14,978 14,983 14,987 14,992 14,997 15,002 15,007 15,012 15,017 15,022 15,027 15,032

Jadi harga yang mendekarti Qd = 15,00 m3/detik adalah pada y = 0,5520 m, dengan Q = 15,002 m3/detik. Sehingga didapat tinggi (elevasi) muka air bendung = 88,700 m + 0,5520 m = 89,2520 m.

8 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II BAB II PERENCANAAN MERCU BEDUNG ALA INDONESIA

Dari ratusan bendung yang telah dibangun di Indonesia, diketahui bahwa sebagian besar terdiri dari bendung mercu bulat dengan satu jari – jari. Diketahui pula bahwa sebagian besar sungai – sungai di Indonesia mempunyai kadar sedimen yang tinggi, baik berupa sedimen dasar (bedload), maupun sedimen layang (suspen-ded). Sedimen ini akan mengendap di udik bendung, di waduk dan juga terbawa masuk ke intake bendung yang kemudian mengendap di saluran – sluran irigasi. Dari penyelidikan lapangan yang sering dilakukan DPMA (Pulitbang Air) pada bendung lama maupun yang baru dibangun, terlihat bahwa hampir sebagian besar dari bagian udik bendung telah dipenuhi oleh endapan sedimen. Pada bendung – bendung baru pemenuhan tersebut dapat terjadi dalam aktu yang relatif singkat (1 – 2 tahun). Bertolak dari hal tersebut , maka DPMA mengadakan penyelidikan kapasitas bendung mercu bulat dengan memasukkan pengaruh faktor endapan sedimen di udik bendung. II.1. Jari – Jari Mercu Dari penyelidikan di laboratorium, didapat dengan adanya sedimen diudik bendung ini gejala kavitasi, tidak akan terjadi kalau jari – jari mercu memenuhi syarat. Menurut Direktorat Irigasi, persyaratan jari – jari mercu baik satu jari – jari atau dua jari – jari ditinjau dari tekanan yang terjadi pada mercu. Besarnya tekanan pada mercu merupakan fungsi perbandingan antara H1 dengan r (H1/r) dan dapat dilihat pada Grafik 2.1.Grafik besarnya tekanan pada mercu. Dari grafik tersebut, dengan mengambil tekanan negatif yang diijinkan, maka didapat jari – jari yang memenuhi syarat adalah : Beton p/g dibatasi = -4 meter

r = 0,3 – 0,7 . H1 max

Pasangan batu p/g dibatasi = - 1 meter

r = 0,1 – 0,7. H1 max

Perlu diperhatikan bahwa untuk bentuk mercu dengan dua jari – jari, jari – jari yang harus memenuhi syarat tersebut adalah jari – jari hilir. Menurut Vlughter, jari – jari mercu diisyaratkan :

0,3H 1 max  r  0,7 H 1 max

9 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

2016

Untuk mercu bulat yang dikembangkan oleh DPMA, persyaratan jari – jari mercu adalah sebagai berikut : 0,7 h  r  h

Kalau kita bandingkan persyaratan yang disampaikan Direktorat Irigasi dengan Vlughter dan DPMA, persyaratan yang diajukan Vlughter ini sama dengan persyaratan untuk beton pada Direktorat Irigasi. Sedangkan mercu bulat hasil penyelidikan DPMA, memerlukan jari – jari yang lebih besar sehingga tubuh bendungnya menjadi relatif lebih gemuk.

II.2. Besarnya Debit Yang Dapat Dialirkan Menurut Direktorat Irigasi, besarnya debit yang dapat dialirkan oleh mercu bulat dapat dihitung menurut rumus : Q  Cd.2 / 3. 2 / 3.g .b.H1

1,5

Dimana : Q

=

Debit m3/detik

Cd

=

Koeffisien debit (Cd = Co.C1.C2)

g

=

Percepatan grafitasi = 9,8 m/det2

b

=

Lebar mercu,m

H1

=

Tinggi energi diatas mercu,m

Besarnya Co merupakan fungsi dari H1/r, seperti pada Gambar 2.8.Koeffisien Co sebagai fungsi perbandingan H1/r, dimana nilainya maksimum 1,49 untuk H1/r lebih dari 5,0. Untuk C1 merupakan fungsi /H1, dimana  adalah tinggi pembendungan yang harganya seperti pada Gambar 2.9. Koeffisien C1 sebagai fungsi perbandingan /H1. Untuk C2 merupakan fungsi dari kemiringan muka hulu bendung, yang besarnya diandaikan sama dengan harga faktor koreksi untuk mercu Ogee, dan dapat dilihat pada Gambar 2.10. Harga Koeffisien C2 untuk bendung mercu Ogee. Untuk aliran yang tenggelam, koeffisien tersebut masih harus dikalikan lagi dengan faktor f, yang merupakan fungsi dari H2/H1. H2 disini adalah tinggi muka air hilir diukur dari atas mercu. Besarnya f diambil dari Gambar 2.11. Faktor f pengurangan aliran tenggelam sebagai fungsi H2/H1.

10 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

Dengan adanya faktor koreksi tersebut, maka debit yang dialirkaan akan menjadi lebih kecil. Sedangkan menurut Vlughter, debit yang dapat dialirkan dihitung menurut rumus untuk Z  1/3 He, sebagai berikut :

Q  0,385.m.Beff .He . 2.9 1, 5

 Hu   m  1,49  0,018 5  g 

2

Dimana : Q

=

Debit yang dialirkan

m

=

Koeffisien pengaliran

Beff

=

Lebar bendung effektif

He

=

Tinggi energi total diatas mercu

g

=

Gravitasi bumi, g = 9,81 m/det2

Dalam mercu bulat DPMA, besarnya debit disampaikan dalam bentuk grafik. Grafik hubungan antara muka air udik dengan muka air hilir yang didapat DPMA dengan memperhitungkan adanya endapan diudik bendung, untuk jari – jari 1 – 3 meter, dapat dilihat pada Grafik 2.1 – Grafik 2.7.

II.3. Perhitungan Mercu Bendung Type Ala Indonesia Data : a. Debit banjir rencana (Qr)

:

15 m3/detik

b. Lebar mercu (b)

:

1,2 x lebar sungai = 9,6 m

c. Lebar sungai (B’)

:

8m

d. Ketinggian mercu

:

+ 92,36 m

e. Ketinggian dasar sungai

:

+ 90,76 m

f. Ketinggian muka air banjir

:

+ 92,96 m

II.3.1. Kemungkinan I (Mercu Bulat DPMA)  Tinggi muka air banjir diatas mercu = 92,96 – 92,36 = 0,60 meter  Menentukan jari – jari mercu : Dengan tinggi muka air banjir rencana (Hd) = 0,60 m, maka berdasar syarat 0,7.Hd  r  Hd

Maka : Harga r

= 0,7.Hd = 0,7 x 0,6 = 0,42 meter, 0,42 ≤ r ≤ 0,60, jadi r = 1 m

11 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

2016

 Menghitung lebar effektif : Dengan jari – jari 1 meter dan tinggi muka air hulu (hd) = 0,60 meter, dari Grafik 2.1 didapat harga q = 14,80 m3/detik untuk setiap meter lebar mercu. Untuk mengalirkan debit banjir sebesar 15 m3/detik, diperlukan lebar efektif : Beff = Q/q = 15/14,8 = 1,013 m Untuk pintu bilas yang lebarnya (pb) 1,00 meter, lebar effektifnya = 0,8 x 1,00 = 0,80 meter, sehingga lebar effektif untuk mercu saja = 1,013 – 0,80 = 0,213 meter.  Menghitung lebar total bendung : Lebar total bendung dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : Beff  B  2(n.Kp  Ka).H1   b  0,2. pb

Dengan perencanaan pilar – pilar sebagai berikut : a.

Pilar jembatan 2 buah dengan lebar 1,00 meter.

b.

Pilar bendung 1 buah dengan lebar 1,50 meter.

c.

Pilar pembilas bawah 1 buah dengan lebar 1,20 meter.

d.

Pintu bilas lebarnya ( pb) = 4,00 meter. Beff B

=B – 2 (n.Kp + Ka). H1 – b – 0,2.pb = 1,013 + 2 (4.0,01 + 0,1).0,6 + {(2.1) + (1.1,50) + (1.1,20)} + 0,2.4 = 6,681 m  6,70 m

Besarnya lebar total bendung, lebih kecil dari 1,2 x lebar sungai = 1,2 x 8 = 9,6 meter. Jadi tinggi muka air di hulu yang direncanakan setinggi 0,6 meter, memenuhi syarat dan jari – jari mercu diambil 1 meter.

II.3.2. Kemungkinan II (Mercu Bulat Biasa)  Tinggi pembendungan ( p ) = 92,36 – 90,76 = 1,60 m, dengan tinggi muka air banjir rencana ( Hd ) = 92,96 – 92,36 = 0,60 m.  Besarnya kecepatan hampiran ( V1 ) merupakan kecepatan pada sungai dihulu bendung. Besarnya V1 ini dapat dihitung menurut rumus :

Qr [ B'.(P  Hd )] 15 V1   0,852m3 / dtk [8.(1,60  0,60)]

V1 

12 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II 2

V Ha  1 2. g 0,8522 Ha   0,037m 2.9,81 H1  Hd  Ha  0,60  0,037  0,637m

Grafik 2.8 Koefisien C0 Pada Fungsi perbandingn H1/r

Grafik 2.9 Koefisien C1 Pada Fungsi perbandingn p/H1

Grafik 2.10 Koefisien C2 Pada Fungsi perbandingn p/H1 13 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

 Permukaan hulu bendung 1 : 1, bendung dibuat dari pasangan batu sehingga syarat jari – jari mercu sebagai berikut :

0,1.H1  r  0,7.H1 atau 0,0637 ≤ r ≤ 0,4459 Sehingga jari – jari yang diambil sebesar 1 meter.  Menentukan Co,C1,C2, dan Cd

H 1 0,637   0,637 r 1

P 1,60   2,512 H1 0,637

P 1,60   2,67 Hd 0,60

Hd 0,60   0,942 H1 0,637 Berdasarkan Grafik 2.8 Koeffisien Co sebagai perbandingan H1/r, didapat besarnya Co = 1,1 Berdasarkan Grafik 2.9 Koeffisien C1 sebagai fungsi perbandingan P/H1, didapat besarnya C1 = 0,998 Berdasarkan Grafik 2.10. Harga koeffisien C2, didapat besarnya C2 = 0,999.

Dengan demikian :

Cd  C0 .C1 .C 2  1,1x0,998x0,999  1,09  Lebar total bendung : Lebar total bendung dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : Beff  B  2(n.Kp  Ka).H1   b  0,2. pb

Dengan perencanaan pilar – pilar sebagai berikut : a.

Pilar jembatan 2 buah dengan lebar 1,00 meter.

b.

Pilar bendung 1 buah dengan lebar 1,80 meter.

c.

Pilar pembilas bawah 1 buah dengan lebar 1,30 meter.

d.

Pintu bilas lebarnya ( pb) = 4,00 meter.

Beff

=

B – 2 (n.Kp + Ka). H1 – b – 0,2.pb

1,013

=

B – 2 (4.0,01 + 0,1).2,3 – {(2.1) + (1.1,50) + (1.1,20)} – 0,2.4

1.013

=

B + 5,1707

B

=

1,013 + 5,1707

B

=

6,184 meter  6,20 meter

14 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

2016

Besarnya lebar total bendung, lebih kecil dari 1,2 x lebar sungai = 1,2 x 8 = 9,6 meter. Jadi tinggi muka air di hulu yang direncanakan setinggi 0,60 meter, memenuhi syarat dan jari – jari mercu diambil 1 meter.

Maka Mercu Bendung dapat didesign menggunakan Ala Indonesia dengan tipe Mercu Bulat DPMA atau dengan tipe Mercu Bulat Biasa.

15 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

2016

BAB III PERENCANAAN KOLAM OLAKAN III.1. Dasar Teori Beberapa Prinsip Perencanaan Kolam Olakan : 1.

Prinsip peredam energi pada bendung Peredam energi dapat mengikuti salah satu dari beberapa prinsip peredam energi berikut ini : a. Prinsip air loncat Peredam energi menurut prinsip ini adalah merubah aliran super kritis menjadi subkritis yang dilakukan pada kolam olakan. Aliran superkritis mempunyai bilangan Froude  1, aliran terjadi pada liran mercu yang cukup tinggi. Sedangkan aliran sub kritis diharapkan terjadi pada aliran dihilir bendung. Dengan adanya peralihan tersebut akan mengakibatkan air loncat. Untuk memperbesar efek peredaman , dibagian hilir kolam olakan dilengkapi dengan ambang. Beberapa kolam olakan yang menggunakan prinsip ini :  Vlughter  Kolam loncat air (Foster dan Kunde) b. Prinsip memperbesar gesekan Gesekan antara aliran air dengan dasar aluran, dapat dilakukan dengan memasang gigi – gigi atau blok – blok beton pada dasar saluaran atau kolam olakan. Dengan adanya gigi atau block – block tersebut terjadi peredam energi. Kolam olakan yang menggunakan prinsip ini adalah kolam olakan USBR. c. Prinsip memperbesar pusaran air Dengan membentuk pusaran air, maka akan terjadi benturan molekul – molekul air, benturan – benturan itulah akan meredam energi yang dihasilkan oleh aliran dari atas mercu. Kolam olakan yang menggunakan prinsip ini adalah kolam olakan dengan prinsip bak tenggelam, baik bak bercelah maupun tidak. d. Prinsip membenturkan aliran ke badan yang kuat/ke air Peredam ini dilakukan dengan melontarkan atau menjauhkan atau mengalirkan air dari mercu bendung ke badan yang kuat atau ke bantalan air yang cukup dalam. Kolam olakan yang menggunakan prinsip ini adalah “ Sky Jump

16 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

2016

Spillway ”, di mana air diloncatkan jauh ke hilir menjauhi tubuh bendung sehingga tidak membahayakan konstruksi bendung.

2.

Aliran di kaki bendung Menghitung V1 , Y1 , Fr. Secara teoritis kecepatan aliran dikaki bendung dapat dihitung menurut rumus sebagai berikut : V1  2.g.(1/ 2.H1  Z )

Dimana : H1

=

Tinggi energi diukur dari mercu, m

Z

=

Tinggi jatuh diukur dari mercu ke dasar lantai kolam olakan,m.

Tinggi energi/air di kaki bendung dapat dicari dengan :

Y1 

Qd Bbr .V1

Dimana : Y1

=

Tinggi muka air di kai bendung (m)

Qd

=

Debit rencana (m3/det)

Bbr

=

Lebar total bendung, (m)

V1

=

Kecepatan aliran di kaki bendung, (m)

Besarnya bilangan Froude ini dihitung menurut rumus : Fr 

3.

V1 g .V1

Hal yang penting mengenai air loncat Hubungan antara kedalaman air di hulu dan di hilir air loncat adalah sebagai berikut :





Y2 1  . 1  Fr 2  1 Y1 2 Dimana : Y2

=

Kedalaman air di hilir air loncat

Y1

=

Kedalaman air di hulu air loncat

17 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II Fr

=

2016

Bilangan Froude

Dalam perencanaan bendung, kalau kondisi air loncat bergeser ke hilir tersebut terjadi pada debit rencana, maka lantai kolam olakan perlu diturunkan. Dengan penurunan ini diharapkan ketinggian muka air hilir menjadi sesuai dengan muka air kedalaman berpasangan.

4.

Lengkung debit air di hilir bendung Q  V .A V  C.R 1 / 2 .I 1 / 2 (Rumus Chezy)

Dimana : C

=

Koefisien Chezy

R

=

Jari – jari hidroulis dalam m (R = A/P)

A

=

Luas penampang basah, m2

P

=

Keliling basah,m

I

=

Kemiringan memanjang sungai

Koefisien Chezy menurut Ganguillet – Kutter : Dalam satuan Inggris :

0,0281 1,811  s n C 0,0281  n  1   41,65  . s  R  41,65 

Dalam satuan Matrik

0,00155 1  s n C 0,00155  n  1   23  . s   R 23 

III.2. Perencanaan Kolam Olakan Vlughter Kolam olakan Vlughter pada dasarnya sama dengan kolam loncat air yang telah diuraikan diatas. Bentuk kolam olakan Vlughter ini adalah seperti pada gambar berikut ini.

18 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

2016

Dari gambar tersebut kita lihat bahwa kolam olakan Vlughter ini dilengkapi dengan ambang hilir yang tingginya sebesar a dan panjangnya 2a. Kolam olakan Vlughter ini hanya boleh digunakan untuk D ( jarak antara mercu ke kolam olakan ) sampai 8 meter dan besarnya Z ( perbedaan tinggi energi dihulu dan dihilir ) kurang dari 4,50 meter. Selain itu kolam olakan Vlughter ini hanya dapat digunakan untuk sungai yang tidak banyak membawa batu-batu yang besar. Bentuk hidrolis kolam olakan Vlughter ini dapat dihitung menurut rumus : Untuk :

4 z   10 3 H

D = L = R = 1,1 Z + 0,6 He

a  0,15 He Untuk :

He Z

1 z 4   3 H 3

D = L = R = 1,4 Z + 0,6 He

a  0,20 H e

He Z

Gambar 3.1. Kolam olakan Vlughter. Berdasar penyelidikan laboratorium, kolam olakan Vlughter ini telah terbukti tidak handal untuk dipakai pada tinggi air hilir diatas dan dibawah muka air yang sudah diuji di Laboratorium. Karenanya kolam olakan Vlughter ini tidak lagi dianjurkan jika debit selalu mengalami fluktuasi misalnya pada bendung di sungai.

19 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II Contoh Perhitungan : 1. Debit Banjir Rencana

= 15 m3/detik.

2. Lebar sungai

= 8 meter.

3. Ketinggian mercu

= + 92,36 meter.

4. Ketinggian dasar sungai

= + 89,26 meter.

5. Ketinggian muka air banjir

= + 92,96 meter.

6. Jari-jari mercu

= 1 meter.

7. Lebar kolam olakan

= 10 meter.

8. Tinggi energi ( ha )

= 0,19 meter.

= ( 92,96 – 92,36 ) + 0,19 = 0,79 meter.

H1

Z = (92,96 + 0,19 ) – 90,76 = 2,39 meter.

( Z adalah tinggi mercu dari dasar kolam olakan)

q =15/8 = 1,875 ; 3

hc = √

1,8752 9,81

= 0,71

Z/hc = 2,77 t = 2,4 . 0,71 + 0,4 . 2,39 = 2,66 m. a = 0,28 . 0,71 ( 0,71/2,39 ) = 0,108 m. Elevasi kolam olakan = 90,76 – t – a = 90,76 - 2,66 – 0,108 = 87,992 m. D = 92,35 – 87,992 = 4,36 meter. Kontrol terhadap air loncat :

1  V1  2 g  H 1  Z  2  V1 =  ( 2 . 9,81 . ( ½ . 0,79 + 2,39 ) = 7,39 m ; y1 = Q /( V1 x b ) = 15/( 7,39 . 8 ) = 0,254 ; Fr = 7,39/(9,8 . 0,254) = 4,68 ; 𝑦2 =

0,255 2

[√1 + 8.4,68² − 1] = 1,687

t + a = 2,66 + 0,108 = 2,768 ternyata t + a lebih besar dari y2 sehingga air loncat agak bergeser kehulu, sehingga aman. Dari Grafik 3.1 untuk Fr = 4,68 didapat L/ y2 = 5,9 sehingga L = 5,9 x 1,687 = 9,95 meter. Ternyata kolam olakan Vlughter kurang panjang.

20 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

Grafik 3.1 Panjang air loncat. Dari grafik tersebut dapat kita lihat bahwa bilangan Freude aliran dikaki bendung, sebaiknya bernilai 4,5 sampai 9 karena dengan nilai ini air loncat terbentuk secara nyata. Untuk nilai bilangan Freude yang lebih kecil, yaitu antara 2,5 sampai 4,5, terdapat semburan berosilasi menyertai dasar loncatan bergerak kearah permukaan dan kembali lagi tanpa perioda tertentu. Setiap osilasi menghasilkan gelombang tidak teratur yang besar, seringkali menjalar sampai beberapa mil jauhnya dan menyebabkan kerusakan tak terbatas pada tanggul-tanggul dari tanah dan batu lapis lindung. Loncatan ini disebut loncatan berosilasi. Untuk nilai yang lebih kecil lagi, yaitu antara 1,7 sampai 2,5 air loncat yang terjadi hanya berupa gulungan ombak pada permukaan loncatan, tetapi permukaan air di hilir tetap halus. Secara keseluruhan kecepatannya seragam dan peredaman energinya kecil, loncatan ini dinamakan loncatan lemah. Untuk bilangan Freude yang tinggi, diatas 9 kecepatan semburan yang tinggi akan

memisahkan

menimbulkan

hempasan

gelombang

gelombang-gelombang

hilir,

gulung jika

dari

permukaan

permukaannya

loncatan,

kasar

aka

mempengaruhi gelombang yang terjadi. Loncatan ini disebut loncatan kuat. Dari nilai bilangan Freude tersebut, yang masih dapat diterima untuk diredam pada kolam olakan

21 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

2016

adalah untuk bilangan Freude 9 sampai 13. Untuk nilai yang lebih tinggi, memerlukan kolam olakan yang mahal.

22 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

2016

BAB IV PERENCANAAN PINTU PEMBILAS IV.1. Dasar Teori Pintu pembilas pada suatu bendung berfungsi untuk membilas sedimen yang tertimbun di depan bendung. Dengan membuka pintu pembilas, maka sedimen yang ada dapat digelontor. Pada bendung biasa / sederhana pintu pembilas ini mrupakan pintu sorong biasa yang diletakkan berdampingan dengan mercu bendung. Namun pada bendung yang diletakkan pada sungai yang banyak membawa sedimen, pintu pembilas tersebut perlu dilengkapi pembilas bawah. Disebabkan oleh keadaan sungai di Indonesia banyak mengandung sedimen dan material hanyutan maka perencanaan pintu pembilas atau penguras juga memperhatikan tekanan akibat lumpur, material hanyutan yang ada disebelah hilir pintu pembilas, disamping memperhatikan tekanan akibat air. Pada saat banjir, pintu pembilas ditutup dan banjir lewat diatasnya, oleh karenanya tinggi pintu pembilas penguras haru direncanakan setinggi bendung / mercu bendung dan tekanan oleh air yang diperhitungkan adalah gaya – gaya yang ditimbulkan air setinggi air banjir tadi. Daun pintu terbuat dari gabungan balok – balok kayu yang tahan terhadap pengaruh air serta tekanan air dan tanah terhadap pengaruh material hanyutan. Tekanan paling besar diderita oleh balok paling bawah. Perletakkannya dianggap bebas dan tekanan dianggap sebagi tekanan / beban terbagi rata.

23 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II IV.2. Perhitungan Pintu Pembilas

q

Pa PL

b

Data : Lebar pintu pembilas = 2,00 meter Tinggi pintu pembilas = 3,50 m , sesuai dengan tinggi mercu bendung ( P = 3,10 m  3,50 m) Direncanakan menggunakan pintu ganda ( 2 pintu) dimana pembilas atas setinggi 2,50 m dan pembilas bawah setinggi 1 m.

Lebar pintu pembilas = 2 x 2 meter

2m

Tekanan Yang Bekerja Pada Pintu Pembilas Atas Tekanan Akibat Air Diketahui : w = 1 t/m2 h1 = Muka air banjir – Dasar sungai di hilir = 92,96 – 88,70= 4,26 meter P1 = w . h1

h1 = hd = 0,60 meter

= 1 . 0,60

24 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II = 0,60 t/m2 P2 = w . h2 = 1 . (0,60 + 2,50) = 3,10 t/m2 P3 = w . h3 = 1 . (0,60 + 2,50 + 1) = 4,10 t/m2

Tekanan Akibat Lumpur Diketahui : lumpur = 1,75 t/m2 

= 200

C

= 0,2 t/m2

Maka ;

Ka 

1  sin  1  sin 20 0   0,4903 1  sin  1  sin 20 0

PL1  ( l   w ).ha.Ka  2.c. Ka  (1,75 - 1).2,50.0,4903 - 2.0,2. 0,4903  0,639 t/m 2 PL2  ( l   w ).( ha  hb).Ka  2.c. Ka  (1,75  1).( 2,50  1).0,4903  2.0,2. 0,4903  1,007 t/m 2

Perhitungan Untuk Pembilas Atas  Akibat Tekanan Air A1  P1.ha  0,60.2,50  1,50 t / m2 A2  1 / 2.( P2  P1 ).ha  1 / 2.(3,10  0,60).2,50  3,125 t/m 2

 Akibat Tekanan Lumpur

25 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II A3  1 / 2.PL1.ha  1 / 2.0,639.2,50  0,79875 t/m 2

Tekanan Total Akibat Pintu Pembilas Atas

Ptotal  A1  A2  A3  1,50  3,125  0,79875  5,424 t/m 2

Menghitung Muatan Terbagi Rata

q

Pt.B L

, Dimana : B

=

Lebar papan ( b = 20 cm = 0,2 m )

L

=

Lebar pintu pembilas (L = 2,0 m )

Pt.B L 5,424.0,2  2  0,5424 t/m 2  542,40 kg / m'  5,424 kg/cm'

q

Menghitung Besarnya Momen Maximum

M max  1/ 8.q.L2  1/8x542,40 x2 2  271,20 kg.m  27120 kg.cm Balok pintu atas direncanakan dari kayu jati, dengan data sebagai berikut :  Tekanan ijin lentur kayu (lt)

=

150 kg/cm2

 Tekanan ijin tekan / tarik ((tr)

=

130 kg/cm2

 Tekanan tanah (w)

=

1,0

 Modulus Elastisitas

=

125.000 kg/cm2

26 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

2016

Mendimensi Balok

w  1 / 6.b.h 2  h2 

M max

 lt

 h2 

6.M max  lt .b

6.M max  2lt.b

6 x 27120 150 x 20  54,24



h  54,24  7,36  7 cm Jadi dimensi balok yang digunakan = 7 cm Kontrol Lendutan I

b.h3 20 x73   571,67 cm4 12 12

Lendutan Yang Terjadi

5 q.L4 x 384 E.I 5 5,424 x 2004  x 384 125.000 x571,67  1,581

f 

Lendutan Yang Diijinkan

f '

L 200   0,5 400 400

Ternyata f’  f , sehingga dimensi hasil perhitungan tidak memenuhi syarat,untuk 20 x 7 cm. Maka nilai h diperbesar menjadi h = 12 cm dan didapat I = 2880 cm4, f = 0,314 ; f’ > f ….OK Kontrol Terhadap Geser

Q  1 / 2.q.L  1/2x5,424x 200  542,4 kg  542 kg



3.Q 3x524   3,275  3,3 kg/cm 2 2.b.h 2 x 20 x12

Tegangan geser ijin (  ) = 15 kg/cm2

27 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II Syarat

 

2016

= 3.3 15 ……………..OK !!!!! “ Konstruksi Aman Terhadap Geser ”

Penetapan Rangka Pintu Pembilas  Balok yang digunakan

:

20 x 12 ( cm2 )

 Panjang balok ( L )

:

(lebar pintu + 0,2) = 2,00 + 0,2 = 2,20 ( Pb )

 Berat jenis kayu jati

:

0,7 t/m3 ( Bj )

 Tinggi pintu

:

2,50 m ( hp )

Maka berat pintu sebenarnya adalah : P

=

Bj x b x hp x Pb

=

0,7 x 0,2 x 2,50 x 2,20

=

0,770 ton

Digunakan jenis baja dengan mutu U, dengan a = 1.400 kg/cm2. Untuk rangka pintu pembilas digunakan baja profil tanah, maka: M =

¼xPxL

=

¼ x 0,770x 2,20

=

0,4235 t.m

=

42350 kg.cm

W

M

a



42350  30,250 cm3 1.400

Dicoba menggunakan Canal C10 dimana Wx  W = 37,60  30,250 , dari tabel profil baja di dapat data sebagai berikut : h

= 100

mm

b

= 50

mm

d

=5

mm

t

= 7,5

mm

r

= 8,0

mm

r1

= 4,0

mm

28 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II Kontrol :  

2016

M 42350   1126,33 kg / cm' Wx 37,60

Syarat : a = 1126,33  1.400 Catatan : Untuk pintu pembilas bawah, lakukan perhitungan dengan cara yang sama (lihat halaman selanjutnya)

Tekanan Yang Bekerja Pada Pintu Pembilas Bawah Tekanan Akibat Air Data – data yang didapat : w

=

1 t/m2

P1

=

0,60 t/m2

P2

=

3,10 t/m2

P3

=

4,10 t/m2

Tekanan Akibat Lumpur Diketahui : lumpur = 1,75 t/m2 

= 200

C

= 0,2 t/m2

Maka ;

1  sin  1  sin 20 0 Ka    0,4903 1  sin  1  sin 20 0 PL1  ( l   w ).ha.Ka  2.c. Ka  (1,75 - 1).1,00.0,4903 - 2.0,2. 0,4903  0,0876 t/m 2 PL2  ( l   w ).( ha  hb).Ka  2.c. Ka  (1,75  1).(1,00  1).0,4903  2.0,2. 0,4903  0,455 t/m 2

Perhitungan Untuk Pembilas Bawah  Akibat Tekanan Air A1  P2 .hb  3,10.1  3,10 t / m 2 A2  1 / 2.( P3  P2 ).hb  1 / 2.(4,10  3,10).1  0,50 t/m 2

29 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II  Akibat Tekanan Lumpur A3  1 / 2.PL2 .hb  1 / 2.0,455.1  0,2275 t/m 2

Tekanan Total Akibat Pintu Pembilas Bawah

Ptotal  A1  A2  A3  3,10  0,50  0,2275  3,8275 t/m 2

Menghitung Muatan Terbagi Rata

q

Pt.B L

, Dimana : B

=

Lebar papan ( b = 20 cm = 0,2 m )

L

=

Lebar pintu pembilas (L = 2,0 m )

Pt.B L 3,8275x0,2  2  0,38275 t/m 2  382,75 kg / m'  3,8275 kg/cm'

q

Menghitung Besarnya Momen Maximum

M max  1 / 8.q.L2  1/8 x 382,75 x 2 2  191,375 kg.m  19137,5 kg.cm

Balok pintu atas direncanakan dari kayu jati, dengan data sebagai berikut :  Tekanan ijin lentur kayu (lt)

=

150 kg/cm2

 Tekanan ijin tekan / tarik ((tr)

=

130 kg/cm2

 Tekanan tanah (w)

=

1,0

 Modulus Elastisitas

=

125.000 kg/cm2

30 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

2016

Mendimensi Balok

w  1 / 6.b.h 2  h2 

M max

 lt

 h2 

6.M max  lt .b

6.M max  lt .b

6 x19137,5 150 x 20  38,275



h  38,275  6,18  6 cm Jadi dimensi balok yang digunakan = 6 cm

Kontrol Lendutan I

b.h 3 20 x6 3   360 cm 4 12 12

Lendutan Yang Terjadi

5 q.L4 f  x 384 E.I 5 3,8275 x 200 4  x 384 125.000 x360  1,772 Lendutan Yang Diijinkan

f '

L 200   0,5 400 400

Ternyata f’  f , sehingga dimensi hasil perhitungan tidak memenuhi syarat,untuk 20 x 6 cm. Maka nilai h diperbesar menjadi h = 10 cm dan didapat I = 1.6666,67 cm4, f = 0,383; f’ > f ….OK Kontrol Terhadap Geser

Q  1 / 2.q.L  1/2x 3,8275x200  382,75 kg  383 kg



3.Q 3x383   2,87  3 kg/cm 2 2.b.h 2 x 20 x10

31 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

2016

Tegangan geser ijin (  ) = 15 kg/cm2 Syarat

 

= 3  15 ……………..OK !!!!! “ Konstruksi Aman Terhadap Geser ”

Penetapan Rangka Pintu Pembilas  Balok yang digunakan

:

20 x 15 ( cm2 )

 Panjang balok ( L )

:

(lebar pintu + 0,2) = 2,00 + 0,2 = 2,20 m( Pb )

 Berat jenis kayu jati

:

0,7 t/m3 ( Bj )

 Tinggi pintu

:

1 m ( hp )

Maka berat pintu sebenarnya adalah : P

=

Bj x b x hp x Pb

=

0,7 x 0,2 x 1 x 2,20

=

0,308 ton

Digunakan jenis baja dengan mutu U, dengan a = 1.400 kg/cm2. Untuk rangka pintu pembilas digunakan baja profil tanah, maka: M =

¼xPxL

=

¼ x 0,308 x 2,20

=

0,1694 t.m

=

16.940 kg.cm

W

M

a



16.940  12,1 cm 3 1.400

Dicoba menggunakan Canal C6,5 dimana Wx  W = 17,7  12,1 ; dari tabel profil baja di dapat data sebagai berikut : h

=

65

mm

b

=

42

mm

d

=

5,5

mm

t=r =

7,5

mm

r1

4

mm

=

Kontrol :  

M 16.940   957,0621 kg / cm' Wx 17,7

32 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II Syarat : a = 957,0621  1.400

33 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

2016

BAB V PERENCANAAN INTAKE (PINTU PENGAMBILAN)

V.1. Dasar Teori Pintu Pengambilan (Intake) di Bendung dan di Kantong Lumpur Pintu pengambilan ( intake ) yang merupakan bagian dari bendung, disebut intake di bendung. Melalui pintu ini air dialirkan ke saluran induk atau dialirkan ke kantong lumpur kalau bendung tersebut dilengkapi dengan kantong lumpur. Selain di bendung, pintu pengambilan juga dipasang pada bagian hilir kantong lumpur, dimana melalui pintu pengambilan ini air dialirkan ke saluran induk. Ketinggian ambang diambil 10 cm diatas ketinggian maksimum sedimen pada tampungan sedimen.

Debit Yang Harus Dialirkan Intake  Debit yang harus dialirkan ke saluran induk Debit yang harus diaklirkan ke saluran induk dihitung berdasarkan rumus berikut ini : Q

c.NFR. A e

Dimana , Q

=

Debit rencana, liter/detik

c

=

Koefisien pengurangan akibat sistem golongan

NFR

=

Kebutuhan air di sawah (netto), liter/detik/ha

A

=

Luas daerah yang diairi,ha

e

=

Effisiensi irigasi

Menurut standar Perencanaan Irigasi, untuk Proyek Irigasi yang kurang dari 10.000 ha dan mengambil aair langsung dari sungai tidak ada pengurangan debit rencana (Qr) atau koefisien pengurangan c = 1 Besarnya kehilangan air di jaringan irigasi menurut Standar Perencanaan Irigasi adalah sebagai berikut : 

15 % – 22,5 % di petak tersier, antara bangunan sadap tersier dan sawah



7,5 % – 12,5 % di saluran sekunder

34 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II 

7,5 % – 12,5 % di saluran utama

Dan besarnya effisiensi irigasi = 100 % - kehilangan air, sehingga : 

et (effisiensi jaringan tersier)



es (effisiensi jaringan sekunder ) =

87,5 % - 92,5 %



ep (effisiensi jaringan primer )

87,5 % - 92,5 %

=

=

77,5 % - 85 %

Sehingga effisiensi total (e) = et x es x ep , mempunyai nilai antara 0,59 – 0,73  Debit yang harus dialirkan ke kantong lumpur Debit yang harus dialirkan ke kantong lumpur harus dihitung 120 % dari yang seharusnya dialirkan ke saluran induk.

V.2. Perhitungan Intake ( Pintu Pengambilan ) Debit Yang Harus Dalirkan ke Saluran Induk Data : Luas daerah yang diairi (A) =

564,13 ha

Kebutuhan air normal (DR) =

1,177 liter/detik/ha

Q

c.NFR. A NFR   DR dan c  1 e e

Q  DR. A  1,177.564,13  663,981 liter/deti k  0,664 m 3 / detik

Debit Yang Harus Dialirkan ke Kantong Lumpur QKL

=

120 % x Q

=

120 % x 663,981

=

796,77 liter/detik

=

0,797 m3/detik

Syarat aliran yang melewati ambang lebar, melimpas sempurna :

h'  2 / 3.h1

35 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II Debit yang dialirkan : Q  0,385..b.h1 . 2.g.h1

Dimana : 

=

koeffisien kontraksi (0,85 – 0,90)

g

=

grafitasi bumi = 9,81 m/detik2

b

=

lebar ambang ; diambil = 2,5 . h1

Maka, Q  0,385. .b.h1 . 2.g .h1  0,385 x0,90 x 2,5 xh1 x 2.g xh1 2

 0,385x0,90 x2,5xh 1

h1

5/2

1/ 2

5/ 2

x 2. g

Q



0,385 x0,90 x 2,5 x 2.g 0,797



0,385 x0,90 x 2,5 x 2 x9,81  0,207 h1

 (0,207) 2/5  0,532 m  0,50 m

h’ = 2/3 . h1

b = 2,5 x h1 = 1,75 meter

= 2/3 .0,5 = 0,333 m Panjang ambang

=

c  2.h1

Tinggi ambang

=

t = h – h1

ambil = 1,50 m h = p = 3,6 m  4,00 m

= 4,00 – 0,50 = 3,50 m

Dimensi Intake Z

h

=

Elevasi mercu bendung - Elevasi muka air hilir

=

92,36 – 90,699

=

1,661 m

=

Elevasi mercu bendung – Elevasi dasar sungai pada bendung

=

92,36 – 89,26

=

3,10 m

36 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II Sehingga : Q  .b.h. 2.g.z 0,797  0,9 xbx4 x 2 x9,81x1,661 0,797  20,551xb 0,797 b   0,0388 m 20,551

Z h1 = 0,50m

h1

H

Dimensi Saluran Debit yang melalui intake

=

0,797 m3/detik

Luas daerah yang dialiri

=

564,13 ha

Penampang saluaran

=

trapesium

Dari tabel : b/h

=

2,5

z

=

1 : 1,5

w

=

0,6

k

=

40

V

=

0,55

b = 2,5 x h

A  (b  z.h).h  (2,5.h  1,5.h).h  4.h 2

37 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

h’ = 0,333

IRIGASI & BANGUNAN AIR II Q V 0,797 4.h 2   1,449 0,55 A 

h 2  0,362 h  0,601 m  b  2,5.h  2,5 x 0,601  1,5025m

Kontrol : A  4.h 2  4 x 0,6012  1,445 m 2 Q 0,797 V   0,55  V ........................OK !!!! A 1,445

Keliling basah :

P  b  2.h. 1  Z 2  1,5025  2.0,601. 1  1,6612  3,833 m

Jari – jari hidrolis : R

A 1,445   0,377 m P 3,833

Rumus Stickler (kemiringan dasar saluran) :

I

V2 0,55 2   0,000699 K 2 .R 4 / 3 40 2.0,377 4 / 3

Kontrol gaya geser :

  0,97.w.h.I  0,97 x 0,6 x 0,601 x 0,000699  0,0002445 kg/cm 2    0,144 kg/cm 2  2,445 kg/m 2

38 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

Penampang saluran W

b

z , 1 5

h

0,60

1,5025 m

z , 1 5

39 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

m

0,601 m

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II BAB VI PERENCANAAN KANTONG LUMPUR

VI.1. Dasar Teori Tujuan pembuatan kantong lumpur adalah untuk mengendapkan fraksi pasir yang merupakan angkutan sedimen layang maupun angkutan sedimen dasar yang berasal dari sungai yang melalui intake.Bahan sedimen yang besar diendapkan adalah fraksi yang besar butir lebih besar dari pada ± 0,063 mm, yang merupakan fraksi pasir halus, kasar, kerikil, dan seterusnya. Dalam arah potongan melintang dan memanjang, bangunan penangkap pasir ini halus mempunyai dua bagian, yaitu: 1) Profil basah bebas. Pada bagian ini tidak boleh ada pengendapan material. 2) Kantong Pasir/Lumpur Tempat dimana pasir dilokasi. Perhitungan Ukuran Profil Basah Bebas Bahan Endapan. II I

I b

II

l

L

l

H K

( POT I – I )

40 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II Profil Basah Bebas Endapan Berbentuk Trapesium. B1 W 1,5 H

1

K

B2

( POT II – II )

Dimana: L

=

Panjang kantong Lumpur

l

=

Panjang daerah peralihan

H

=

Tinggi air dikantong hilir kantong

K

=

Kedalaman kantong Lumpur

B1 =

Lebar permukaan basah

B2 =

Lebar dasar kantong Lumpur

Z

=

½ (B2 – b)

b

=

Lebar dasar saluran primer

Asumsi : Material tidak hanyut =  0,1 mm H (tinggi air) design = 0,30 m

VI.2. Perhitungan Kantong Lumpur Ukuran Partikel Rencana : Diandaikan bahwa partikel yang terangkut sebagai sedimen layang dan masuk kejaringan irigasi adalah 0,07 mm = 70 x 10-6 m.

Volume Kantong Lumpur :  Kandungan sedimen yang harus diendapkan

:

0,5 0/00

 Debit yang dialirkan saluran induk

:

0,797 m3/detik

41 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II  Jarak waktu pembilasan satu minggu

:

7 hari

Volume kantong lumpur yang diperlukan : V

=

0,0005 x 0,797 x 7 x 24 x 3.600

=

241,01 m3  241 m3

Luas Medan Endap (L.B) : Besarnya kecepatan endap untuk diameter butir 0,07 mm dan suhu 200C. Berdasarkan grafik VI.5, didapat kecepatan endap (w) sebesar 0,004 m/detik, atau dapat dicari dengan rumus :

W

1 g . . s   w .d 2 18 

Dimana : w

=

Kecepatan endapan

g

=

Percepatan gravitasi = 9,81 m/detik



=

Viscositas akibat air = 1,023 x 10-7 t/m.dt

w =

Kecepatan jenis air = 0,1019 t/m3

s =

Kecepatan jenis pasir = 0,2701 t/m3

d

Diameter partikel terkecil = 0,07 mm

=

Maka :

1 g . . s   w .d 2 18  1 9,81  . .0,2701  0,1019. 70.10 -6 7 18 1,023x10

W



 4,39.10 -3 m / dt  0,004 m/dt

Sehingga luas medan endap adalah : L.B 

Qn 0,797   199,25 m 2 W 0,004

42 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA



2

IRIGASI & BANGUNAN AIR II L

2016

199,25 199,25   49,81 m  B  lebar pintu pembilas  4,00 m B 4

Kontrol L/B  8  49,81  8 ………..OK!!!!

Perhitungan Kemiringan Normal Perhitungan ini didasarkan pada kondisi eksploitasi normal dan kantong sedimen hampir penuh, kecepatan normal diambil 0,4 m/dt ; dengan pertimbangan :  Mencegah tumbuhnya vegetasi  Partikel – partikel yang lebih besar tidak langsung mengendap di hilir pengambilan

Luas penampang yang diperlukan berdasar kecepatan tersebut adalah : An 

Qn 0,797   1,99m 2 Vn 0,40

Dengan lebar rata – rata (B) = 4,00 meter ; kedalaman yang diperlukan adalah : hn 

An 1,99   0,4975 m B 4

Dengan kedalaman seperti itu dan kemiringan tebing 1 : 1,5 ; maka akan didapat penampang sebagai berikut: Lebar dasar (b) : B

=

( b + 2.hn )

4

=

( b + 2 . 0,4975 )

b

=

3,005 m

Keliling basah (p) : P  b  2.(hn. 1  z 2 )  3,005  2.(0,4975. 1  1,5 2 )  4,798 m

43 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

2016

Jari – jari hidrolis : Rn 

An 1,99   0,4147 m P 4,798

Sehingga kemiringan normal adalah

Vn 2 0,40 2 In    0,000323 ( Ks.Rn 2 / 3 ) 2 (40.0,4147 2 / 3 ) 2 Sebenarnya kemiringan ini tidak untuk seluruh panjang kantong lumpur karena akan bertambah ke arah hilir. Perbedaan elevasi yang dihasilkan sangat kecil dan boleh diabaikan.

Bagian Peralihan Panjang bagian peralihan : Lp = 8 s/d 10.z Dimana : z = ( B – b ) / 2 = ( 4 – 3,005 ) / 2 = 0,4975 Lp  10.z Lp  10.0,4975 Lp  4,975 Lp = 5 meter

Kemiringan Energi di Kantong Lumpur Selama Pembilasan Pada waktu pembilasan dan kantong lumpur kosong, maka kemiringan energi pembilasan akan sama dengan kemiringan memanjangan tampungan. Penampang tampungan diambil persegi dan debit yang dialirkan sewaktu pembilasan adalah :

Qs = 1,2 x Qn = 1,2 x 0,797 = 0,9564 m3/detik

Lebar dasar tampungan diambil sama dengan lebar dasar kantong lumpur : b

= 3,005 m

44 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II Kecepatan aliran : V = 0,55 m/detik As 

Qs 0,9564   1,7389 m 2 Vs 0,55

Kedalaman yang diperlukan :

As 1,7389   0,578 m b 3,005 As 1,7389 Rs    0,4179 m p 3,005  (2.0,578)

hs 

Untuk pembilasan , koeffisien kekasaran diambil

:

k = 40, sehingga besarnya

kemiringan adalah :

Is 

Vs 2 0,55 2   0,000605 ( Ks.Rs 2 / 3 ) 2 (40.0,4179 2 / 3 ) 2

Agar pembilasan dapat dilakukan dengan baik, kecepatan aliran harus dijaga agar tetap sub kritis atau bilangan Frounde : Fr  1

Fr 

V



g.h

0,55

 0,231  1  sub kritis

9,81x0,578

Untuk mengetahui apakah kecepatan seperti itu butir 0,07 mm akan terbilas, kita gunkan Grafik Shiled pada gambar VI.I dimana untuk kondisi diatas besarnya tegangan geser kritis adalah : pasir

=

0,2701 x 9,81 x 1000 = 2649,681  2650 N/m2



=

pasir x g x hs x Is

=

2650 x 9,81 x 0,578 x 0,000605

=

9,0907 N/m2

Pada Grafik VI.I tersebut er merupakan ordinat (garis verikal) sebelah kanan dan untuk nilai  = 9,0907 N/m2 akan di dapat diameter butir maksimum yang dihanyutkan adalah 1,9 mm. Dengan demikian maka sedimen dengan diameter di bawah 1,85 mm akan terbilas.

45 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

Grafik 4.1. Gradasi Panjang Kantong Lumpur Data – data : L

=

49.81 m

V

=

241 m3

ds =

(Is - In).L

V

(hs x b x L) + ½.(b x ds x L)

=

241 =

(hs x b x L) + ½.(b x ( Is – In ).L x L)

241 =

(hs x b x L) + ½.(b x ( Is – In).L2)

241 =

(0,578 x 3,005 x L) + (1/2 x 3,005 x (0,000605 – 0,000323) x L2 )

241 =

1,73789.L + 0,000424.L2

Dengan Trial and Error, maka nilai L dapat dicari : 108,51 m  110 m

46 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

2016

BAB VII ANALISA KONSTRUKSI

VII.1. Perencanaan Lantai Muka Erosi Bawah Tanah dan Upaya Penanggulangannya Dengan adanya pembangunan bendung, maka akan terjadi perbedaan tinggi muka air antara di hulu bendung dengan di hilir bendung perbedaan ini akan mengakibatkan terjadinya rembesan karena tekanan air. Karena tubuh bendung terdiri dari bahan yang kedap air , maka rembesan akan terjadi melalui bawah tubuh bendung. Kalau hambatan melalui tubuh bendung ini lebih kecil dengan tekanan air tersebut, maka pada ujung hilir tersebut akan terjadi aliran air. Aliran tersebut dapat membawa serta butir – butir tanah yang ada di bawah bendung dan kalau ini tidak dicegah, maka akan mengakibatkan kerusakan pada tubuh bendung. Untuk mencegah erosi bawah tanah ini, perlu di buat konstruksi lindung yang berfungsi memperpanjang bidang kontak atau mengurangi kehilangan beda tinggi persatuan panjang pada jalur rembesan serta ketidak terusan (disconfiruitaties) pada garis tersebut. Beberapa bentuk konstruksi lindung yang dapat digunakan secara sendiri – sendiri atau kombinasi adalah : -

Lantai muka

-

Dinding talang

-

Filter pembuang

-

Konstruksi pelengkap

Lantai muka adalah lantai yang dipasang menempel pada dinding udik bending. Lantai muka ini akan memperpanjang jalur rembesan. Sebaiknya lantai muka ini dibuat dari beton bertulang. Dan kalau di buat dari pasangan batu kali, untuk mencegah terjadinya rembesan akibat retaknya lantai muka. Maka dibawah lantai muka di beri lapisan lempung. Sedangkan pada pertemuan dengan bendung diberi sekat dari karet untuk mencegah rembesan pada pertemuan antara lantai muka dengan tubuh bendung.

47 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

2016

Menurut Standar Perencanaan Irigasi, tebal lantai muka ini dapat dibuat dari beton bertulang dengan tebal 1,00 m atau pasangan batu kali dengan tebal 0,20 – 0,25 m.

Tekanan Air dan Pencegahan Rembesan Tekanan air yang diperhitungkan dalam perencanaan bendung umumnya adalah tekanan hidrostatis yang besarnya tergantung dari kedalaman titik yang ditinjau dari permukaan air. Besarnya tekanan air ini dihitung menurut rumus :

  wxh Dimana : 

=

Tekanan air (kN/m2)

w =

Berat jenis air (kN/m2)

H

Kedalaman titik yang ditinjau (m)

=

Tekanan air tersebut bekerja ke semua aarah, sehingga arah gaya yang bekerja pada suatu bidang tergantung pada posisi bendung atau bidang tersebut. Untuyk bidang yang vertikal maka gaya yang bekerja mempunyai arah horizontal, sebaliknya untuk bidang horizontal, gaya yang bekerja mempunyai arah vertikal. Besarnya gaya yang bekerjaa adalah luas bidang dikali tekanan ai rata – rata pada bidang terssebut. Tekanan air yang bekeerja pada tubuh bendung, tidk hanya diperhitungkan terhadap bagian bendung yang ada di atas tanah. Tetapi juga terhadap bagian bendung yang menerima tekanan ai tanah karena berada di bawah tanah. Dengan demikian tekanan air tanah karena berada dibawah tanah. Dengan demikian tekanan air tanah karena berada di bawah tanah. Dengan demikian tekanan air tanah pada tubuh bendung dihitung dengan cara diatas, dimana kedalaman diukur terhadap muka air hulu. Ini berarti bahwa tekanan air yang bekerja pada kolam olakan masih cukup tinggi. Walaupun tekanan air ini diimbangi oleh tekanan air di hilir bendung, namun karena muka iar di hulu lebih tinggi di banding dengan muka air di hilir. Maka di ujung kolom olakan ini maih terdapat tekanan air ke atas. Namun tekanan air terssebut akan dihambat oleh tahanan yang terjadi pada sepanjang bidang kontak pondasi bendung dengan tanah. Jika tahanan ini lebih besar dari sebelah tinggi antara muka air dihilir dengan dihulu. Maka tekanan air diujung kolam olakan akan dinetralkan oleh tahanan tersebut sehingga tekanan menjadi nol.

48 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

Tetapi besarnya tahanan lebih kecil, maka di ujung kolam olakan masih akan terjadi tekanan ke atas yang akan mengakibatkan terjadinya rembesan atau gejala piping. Untuk mencegah terjadinya hal trsebut, maka bidang kontak diperpanjang dengan menggunakan konstruksi yang dibahas pada pasal sebelumnya. Untuk menghitung besarnya tahanan tersebut, metode yang umum digunakan adalah metode Lane, yang juga disebut metode angka rembesan Caane (Weighted Creep Rane Method). Menurut metode Lane ini, bidang vertikl dianggap memiliki daya tahan terhadap aliran 3 X lebih kuat dari pada jalur hoizontal. Untuk bidang yang mempunyai kemiringan kurang dari 450 dianggap horizontal, sedangkan untuk bidang yang mempunyai kemiringan lebih dari 450 dianggap vertikal. Dengan demikian rumus Lane tersebut adalah :

CL 

 LV  1 / 3. LH H

Dimana : CL

 LV  LH H

= Angka rembesan Lane = Jumlah panjang vertikal (m) = Jumlah panjang horizontal (m) = Perbedaan tinggi muka air (m)

Besarnya angka rembesan Lane : 

Pasir sangat halus/lanau

8,5



Pasir halus

7,0



Pasir sedang

6,0



Pasir kasar

5,0



Kerikil halus

4,0



Kerikil sedang

3,5



Kerikil kasar berangkal

3,0



Bongkah dengan sedikit beraangkal dan berkerikil

2,5



Lempung lunak

3,0



Lempung sedang

2,0



Lempung keras

1,8



Lempung sangat keras

1,6

49 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

Perhitungan Lantai Muka Perencanaan lantai muka disarankan/didasarkan pada rumus Lane. Kalau panjang bidang kontak setelah dihitung dengan rumus diatas menghasilkan nilai CL lebih kecil dari nilai yang ada pada daftar. Maka untuk memperpanjang bidang kontak ditambahkanlah lantai muka agar nilai CL yang didapat lebih besar dari nilai pada daftar diatas nilai CL adalah 3,0. Pada waktu terjadi banjir, ketinggian muka air banjir di hulu adalah + 92,91 m dan dihilir +90,699 m, sehingga H1 = 0,637 m. Sedangkan pada waktu air normal ketinggian muka air di hulu adalah +92,361 m dan di hilir +90,699 m , sehingga H = 1,662 m. Dengan demikian tinjauan yang di gunakan adalah pada waktu air banjir. Jembatan Relling Jembatan ,037

Pintu Pembilas

.60

+ 92,96 + 92,36

1.50

Pilar Jembatan

Lantai Muka

T

M N

4.00

O

1.20

1,20

1.00

1.00

U,

82 0

V W ,493

Q

P

1.20

+ 90.699 1,613

L

G

,500 1,504

K

I

R

.50

X + 90,749

.50

.50 .50

F

,750

J ,750

1,00

Kolam Olakan

E H

2.50

B C

,66 1

D

0,50

+ 90,76

1.00

.50

A

2.00

S

2.00

25,05

0,65 .50

Gambar VII.1 : Potongan A-A

Dari gambar dapat dihitung panjang vertikal sebesar :

 LV  AB  CD  EF  HG  IJ  KL  MN  OP  QR  TS  UV  XW  1,00  0,66  1,50  0,75  0,75  1,00  0,5  0,5  1,61  0,82  1,50  10,59 m

Sedangkan panjang horizontal sebesar :

 LH  BC  DE  FG  HI  JK  LM  NO  PQ  RS  TU  VW  0,50  4,00  1,20  1,20  1,20  1,00  1,00  2,00  2,00  25,05  0,50  40,10

m

CL 

 LV  1 / 3. LH  10,59  1 / 3.40,10  14,41 2 H

1,662

50 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

Karena CL hasil perhitungan lebih besar dari CL tanah lempung sedang maka dengan demikian tidak diperlukan lantai muka.

VII.2. Stabilitas Bendung Bendung yang dihitung stabilitasnya adalah bendung yang telah dihitung lantai mukanya.Namun lantai muka tersebut tidak ikut diperhitungkan dalam perhitungan stabilitas bendung.

Gaya Tekan Air ke Atas / Uplift Pressure Besarnya gaya tekanan air yang bekerja pada bendung, baik akibat tekanan ke atas (up lift) maupun tekanan air di atas permukaan tanah, ditinjau terhadap 2 kondisi : kondisi muka air normal dan kondisi muka air banjir.

a.. Perhitungan gaya tekan air dalam kondisi muka air normal Muka air hulu

:

+ 92,361

Muka air hilir

:

+ 90,699

Ht

:

92,361 – 90,699 = 1,662 m

Lwt

:

 LV  1 / 3.LH  10,59  (1 / 3x40,10)  22,957m

Cwo

:

Lwt/ Ht

w

:

10 kN/m3

H

:

Lw/Cwo

= 1,662

m

P1

:

H . w

= 16,62

kN/m2

P2

:

Lw. w

= 229,57

kN/m2

P

:

P2 - P1

= 212,95

kN/m2

= 22,957 / 1,662 = 13,81 m

51 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II Daftar perhitungan tekanan ke atas ( kondisi air normal) : Kondisi Air Normal Ux = Hx- 0,0341 .Lx

TITIK

Hx

Lx

GAYA (t)

Ux V

I

2,6295

7,19

JARAK (m)

H

x

y

MOMEN Mx

2,384 2,057

J

3,3795

8,20

3,100

K

3,3795

9,20

3,066

L

2,6295

9,70

2,299

5,549

3,083

3,501 2,012

M

2,6295

10,70

2,265

N

3,6295

11,20

3,248

O

3,6295

13,20

3,179 4,162

Q

4,6295

16,38

4,071

R

5,6295

17,99

5,016

S

5,6295

23,88

4,815

T

4,1295

24,53

3,293

11,253

3,502 4,543

20,805 14,416

5,673

4,916

3,503 6,081

18,044

15,600

5,668

4,117

JUMLAH

9,765

3,502 3,671

13,70

11,231

5,660

3,213

4,6295

10,793

3,596 2,756

P

11,411

5,583

2,715

25,774 17,221

5,987

21,120

36,408 63,448

Tabel VII.1. Perhitungan Uplift Kondisi Muka Air Normal b.

My

Perhitungan gaya tekan air dalam kondisi muka air banjir Muka air hulu

:

+ 92,91

Muka air hilir

:

+ 90,699

Ht

:

92,91– 90,699 = 2,211 m

Lwt

:

 LV  1 / 3.LH  10,59  (1 / 3x40,10)  22,957m

Cwo

:

Lwt/ Ht

w

:

10 kN/m3

H

:

Lw/Cwo

= 2,21

m

P1

:

H . w

= 22,112

kN/m2

P2

:

Lw. w

= 229,570 kN/m2

= 22,957 / 2,211 = 10,383 m

52 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

121,229

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II P

:

= 207,398 kN/m2

P2 - P1

Daftar perhitungan tekanan ke atas ( kondisi air banjir) :

Kondisi Air Banjir Ux = Hx- 0,04997 .Lx

TITIK

Hx

Lx

GAYA (t)

Ux V

I

2,57398

7,60

2,194

J

3,32398

8,61

2,894

H

JARAK (m) x

1,908 2,869 K

3,32398

9,61

2,844

L

2,57398

10,11

2,069

M

2,57398

11,11

2,019

3,501

2,432

11,61

2,994

O

3,57398

13,61

2,894

P

4,57398

14,11

3,869

4,57398

16,79

3,735

R

5,57398

18,40

4,655

5,57398

24,29

4,360

T

4,07398

24,94

2,828 16,554

19,159 13,318

5,672 3,505

5,391 JUMLAH

10,312

3,503

4,507

14,180

5,666

4,195

S

8,749

3,503

3,802

10,288

5,658

3,381

Q

10,045

3,597

2,944

My 10,585

5,585

2,506 3,57398

Mx

5,548

1,842

N

y

MOMEN

23,792 15,800

5,993

19,224

32,310 58,224

110,313

Tabel VII.2. Perhitungan Uplift Kondisi Muka Air Banjir Gaya Tekan Lumpur Tekanan lumpur yang bekerja terhadap muka hulu 53ending atau terhadap pintu dapat dihitung menurut rumus :

  45 h = p =1,50 m



L= 1,92

t/m3

 w = 1 t/m3

53 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II 𝐾𝑎 =

1 − sin ∝ 1 + sin ∝ 1−sin 45

𝐾𝑎 = 1+sin 45= 1 Besar gaya yang bekerja : P1 = ½ .L’ . h2 . Ka = ½ . 1,92 . 1,502 . 1 = 2,16 t/m2 Y = 1/3 . h + 3 = 1/3 .1,50 + 3 = 3,50 m Mv = P1. Y = 2,16. 3,50 = 7,56 t.m = 75,60 kN P2 = ½ .L’ . h .a . Ka = ½ . 1,92 .1,50 .(2/3. 1,50) . 1 = 1,44 t/m2 X = 2/3 h + 1,37 = 2/3 .1,50 + 1,37 = 2,37 m Mh = P2 . x = 1,44 .2,37 = 3,413 t.m = 34,128 kN

Akibat Tekanan Air a. Muka Air Normal Diketahui : h = 1,50 m h1=1,660 m

 w = 1 t/m3 Gaya Horizontal W1 = ½ .w . h2 .ka = ½ . 1 .1,502 = 1,125 t/m2 X = 1/3 ka + 0,72 = 1/3 .1,50 + 0,72 = 1,22 m Mt = W1 . X = 1,125 x 1,22 = 1,373 t.m = 13,73 kN Gaya Vertikal W2= ½ .h . a = ½ . 1 .1,50 .(2/3 .1,50) = 0,75 t/m2 Y = 2/3 . h + 4,54 = 2/3 .1,50 + 4,54 = 5,54 m Mg = W2. Y = 0,75 x 5,54 = 4,155 t.m = 41,55 kN

b. Muka Air Banjir h

= 1,50 m

h1 = 1,50 m h2 = 0,60 m

54 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

2016

 w = 1 t/m3

Gaya 55ending55 : W1 = 0,5 w . h2 (1/2 . a ) = 0,5 .1 . 1,50 . (1/2 . 1,50) = 0,5625 t/m2 X = 1/2 a + 1,07 = 1/2 .1,50 + 1,07 = 1,82 m Mt1 = W1 . X = 0,5625 x 1,82 = 1,023 t.m = 10,23 kN W2= ½ .w . h1 (2/3 . h) = ½ . 1 .1,50 . (2/3 .1,50) = 0,75 t/m2 x = 2/3 h + 0,72 = 2/3 .1,50 + 0,72 = 1,72 m Mt2 = W2 . x = 0,75 x 1,72 = 1,29 t.m = 12,90 kN

Gaya horizontal : W1= ½ .w . h.a = ½ . 1 .1,50 .(1/2 .1,50) = 0,5625 t/m2 y = 1/3 h + L 55ending55 = 1/3 . 1,50 + 3,73 = 4,23 m Mg1= W1 .y = 0,5625 x 4,23 = 2,379 t.m = 23,79 kN W2= ½ .w . h.a= ½ . 1 .1,50 .(1/3 . 1,50) = 0,375 t/m2 Y = 1/3 h= 1/3 . 1,50 = 0,5 m Mg2 = W2.y = 0,375 x 0,5 = 0,1875 t.m = 1,875 kN

Berat Sendiri Bangunan

Berat sendiri bangunan tergantung pada bahan yang digunakan untuk membangun 55 ending. Untuk tujuan perencanaan pendahuluan, digunakan harga – harga berat volume berikut ini : Pasangan batu

:

22 kN/m3 ( 2200 kg/m3)

Beton tembok

:

23 kN/m3 ( 2300 kg/m3)

Beton bertulang :

24 kN/m3 ( 2400 kg/m3)

Berat volume beton untuk beton tumbuk bergantung kepada berat volume agregat serta ukuran maksimum kerikil yang digunakan. Untuk ukuran maksimum agregat 150 mm dengan berat volume 2,65 maka berat volumenya lebih dari 24 kN/m3.

55 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

Untuk menghitung berat sendiri, potongan 56ending dibagi – bagi kedalam segmen – segmen yang mudah dihitung seperti pada gambar lengkung mercu di sederhanakan menjadi garis lurus. Karena 56ending dibuat dari pasangan batu, maka digunakan berat volume sebesar 22 kN/m2. PERHITUNGAN AKIBAT BERAT BENDUNG DAN GAYA GEMPA SEGMEN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

LUAS 1,20 1,20 1,20 1,00 1,00 2,00 2,00 1/2 1/2 0,44 1/2 1/2 1/2 1/2 1/2

x x x x x x x

x x x x x x x 1,20 0,75 x 1,20 1,00 1,00 2,00 2,00

x x x x x x x

2,00 2,40 1,78 2,45 2,58 2,35 2,11 1,15 0,35 0,35 0,21 0,34 0,37 0,73 0,73

Total

A (m2)

X (m)

Y (m)

MX = A.X

MY = A.Y

2,40 2,88 2,14 2,45 2,58 4,70 4,22 0,69 0,13 0,15 0,13 0,17 0,19 0,73 0,73

8,99 7,79 6,59 5,50 4,50 3,00 1,00 8,75 7,87 7,41 6,81 5,64 4,66 3,20 1,33

2,01 2,96 3,40 2,72 2,29 1,67 1,06 3,41 4,28 4,33 4,36 4,06 3,70 3,07 2,36

21,58 22,44 14,08 13,48 11,61 14,10 4,22 6,04 1,03 1,14 0,86 0,96 0,86 2,34 0,97

4,82 8,52 7,26 6,66 5,91 7,85 4,47 2,35 0,56 0,67 0,55 0,69 0,68 2,24 1,72

115,69

54,98

24,28

Tabel VII.3. Perhitungan Akibat Berat Bendung Dan Gaya Gempa Perhitungan Berat Sendiri : GAYA

LUAS

G=A.Gama

X (m)

Y (m)

G.X

G.Y

G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7 G8 G9 G10 G11 G12 G13 G14 G15

2,40 2,88 2,14 2,45 2,58 4,70 4,22 0,69 0,13 0,15 0,13 0,17 0,19 0,73 0,73

52,80 63,36 46,99 53,90 56,76 103,40 92,84 15,18 2,89 3,39 2,77 3,74 4,07 16,06 16,06

8,99 7,79 6,59 5,50 4,50 3,00 1,00 8,75 7,87 7,41 6,81 5,64 4,66 3,20 1,33

2,01 2,96 3,4 2,72 2,29 1,67 1,06 3,41 4,28 4,33 4,36 4,06 3,7 3,07 2,36

474,67 493,57 309,68 296,45 255,42 310,20 92,84 132,83 22,72 25,11 18,88 21,09 18,97 51,39 21,36

106,13 187,55 159,77 146,61 129,98 172,68 98,41 51,76 12,36 14,67 12,09 15,18 15,06 49,30 37,90

Total

534,21

2545,18

1209,45

Tabel VII.4. Perhitungan Akibat Berat Bendung Dan Gaya Gempa

56 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II Titik Berat :

G G G y G

x

X



2545,18  4,764 m 534,21

Y



1209,45  2,264 m 534,21

Berat Bendung ( G )

=

Momen Tahan ( MT ) =

534,21 kN

G . x

=

534,21 x 4,764

=

2544,9744 kNm

Gaya Gempa Harga – harga gaya gempa dihitung menurut ketentuan sebagai berikut :

k  G.E E 

ad ad  n.(ac.z ) m g

Dimana : k

=

Gaya akibat gempa

G

=

Berat sendiri bendung

E

=

Kecepatan gempa Percepatan gempa rencana

ac =

Percepatan kerja dasar

= 160 cm/det2

g

=

Percepatan gravitasi

=

z

=

Koeffisien zona

n,m =

=

cm/det2

ad =

981 cm/det2

Koeffisien jenis tanah

Sedangkan besarnya percepatan kerja dasar tergantung dari periode ulang seperti pada daftar berikut : Periode ulang :

20

tahun

ac :

85

cm/det2

100 tahun

160 cm/det2

500 tahun

225 cm/det2

1000 tahun

275 cm/det2

Untuk harga – harga diantaranya dapat dilakukan interpolasi.

57 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II Besarnya koeffisien tanah adalah sebagai berikut :

Jenis Tanah

n

m

Batu

2,76

0,71

Dilivium

0,87

1,05

Aluvium

1,56

0,89

Aluvium Lunak

0,29

1,32

Besarnya koeffisien zona dapat dilihat pada peta. Harga – harga tersebut didasarkan pada peta Indonesia yang menunjukkan berbagai daerah dan resiko. Faktor minimum yang akan dipertimbangkan adalah 0,1 . g percepatan gravitasi sebagai harga percepatan. Gaya gempa yang didapat dari rumus tersebut diperhitungkan bekerja horizontal menuju ke arah yang paling tidak aman, yaitu arah hilir.

Peta tersebut berasal dari peta yang diterbitkan oleh DPMA dalam tahun 1981 dengan judul “ Peta Zona Seismik untuk Perencanaan Bangunan Air Tahan Gempa”. Peta tersebut dikutif dari buku Standar Perencanaan Irigasi. Pada peta tersebut pulau – pulau di Indonesia menjadi 5 daerah dengan parameter yang berbeda. z

:

0,56

ac

:

160 cm/det2 (periode ulang 100 tahun)

G

:

534,21 kN

Jenis tanah alluvium

: n = 1,56 m = 0,89

Sehingga : ad  n.(ac.z ) m  1,56.(0,56.160) 0,89  85,247 cm/det 2 E

ad 85,247   0,087 g 981

k  G.E  534,21 x 0,087  46,476kN

Dengan y = 2,566 m ; didapat Mh = k . y = 46,476 x 2,566 = 119,257 kN

58 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II Kontrol Ketahanan Terhadap Guling

Besarnya gaya dan momen yang bekerja pada tubuh bendung berdasar perhitungan diatas adalah :  Kondisi Air Normal Beban Akibat

V

H

Mv

Mh

Tekanan Air

-7,50

11,25

-41,55

13,73

Tekanan Lumpur

21,60

14,40

75,60

34,128

Berat Sendiri

-534,21

Beban Gempa

2544,9744 46,476

119,257

Jumlah -520,110 72,126 2579,0244 167,115 Tabel.VII.5. Rekap Kondisi Air Normal  Kondisi Air Banjir Beban Akibat

V

H

MV

MH

Tekanan Air

-13,125

9,375

-25,665

23,13

Tekanan Lumpur

14,40

21,60

75,60

34,128

Berat Sendiri

-534,21

Beban Gempa

2544,9744 46,476

119,257

Jumlah -532,935 77,451 2594,9094 176,515 Tabel VII.6. Rekap Kondisi Air Banjir  Eksentrisitas Titik tangkap gaya vertikal dari titik 0 adalah : - Kondisi Air Normal x

M V  M H 2579,0244  167,115   4,64 V  520,110

- Kondisi Air Banjir x

M V  M H 2594,9094  176,515   4,54 V  532,935

Lebar pondasi ( b ) = 8 meter, sehingga besarnya eksentrisitas adalah : - Kondisi Air Normal

e  1 / 2.b  x  1/2x8 - (-4,64)  8,64 m  1 / 6.b  1,33 OK!!!!

59 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

2016

- Kondisi Air Banjir

e  1 / 2.b  x  1/2x8 - (-4,54)  8,54 m  1 / 6.b  1,33 OK!!!!

Ternyata pada kondisi air normal dan kondisi air banjir tidak terjadi tegangan tarik menarik. Disarankan profil permukaan dasar bendung didesain dengan memperbanyak kaki bendung dengan dimensi yang sesuai.  Reaksi Pondasi Pondasi ditinjau sebagai pondasi jalur dengan panjang skala/sesuai dengan lebar bendung, sedangkan lebarnya sesuai dengan lebar pondasi bendung. Reaksi bendung/pondasi dihitung sebagai reaksi akibat gaya normal dan reaksi akibat momen guling yang terjadi. Kombinasi pembebanan akibat kedua reaksi ini akan menghasilkan diagram tekanan yang berbentuk trapesium.

Reaksi Pondasi Akibat Gaya Normal :

n 

V V  A b.B

Dan Akibat Momen :

M M V .e   2 w 1 / 6.B.b 1 / 6.B.b 2

m 

Kombinasi keduanya akan menghasilkan :

n 

V M V V .e    A w b.B 1 / 6.B.b 2

Dimana : n =

Reaksi pondasi akibat gaya normal

m =

Reaksi pondasi akibat momen

b

=

Lebar pondasi

B

=

Panjang pondasi yang ditinjau ( = 1 meter)

e

=

Eksentrisitas gaya normal

60 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

2016

Kalau tekanan akibat momen lebih besar dari tekanan akibat gaya normal, maka dengan mengambil nilai kurang ( - ) pada rumus akan didapat nilai negatif, sehingga terjadi tekanan tarik pada pondasi. Ini berarti pondasi akan lepas dari dasar tanah, karenanya tekanan akibat momen tidak boleh lebih besar dari tekanan akibat gaya normal. Dengan kombinasi tersebut, besarnya gaya reaksi tanah adalah sebesar gaya normal ( N ), yang mempunyai titik tangkap sebesar eksentrisitas gaya normal ( e ). Eksentrisitas ini diukur dari titik tengah pondasi.

Lebar total bendung yang ditinjau ( B ) adalah untuk 1 m dan lebar pondasi ( b ) adalah 18,50. Dengan demikian maka reaksi pondasi adalah : -

Kondisi Air Normal

V M V V .e    A w b.B 1 / 6.B.b 2 - 520,110 - 520,110 x 8,64   8 x1 1 / 6 x 1 x8 2  65.014  421,289

n 

 max  65,014  421,289  486,303 kN/m 2  min  65,014  421,289  356,275 kN/m 2 -

Kondisi Air Banjir

V M V V .e    A w b.B 1 / 6.B.b 2 - 532,935 - 532,935 x8,54   8 x1 1 / 6 x 1 x8 2  66,617   426,681

n 

 max  66,617  426,681  493,298 kN/m 2  min  66,617  426,681  360,064 kN/m 2 Dari perhitungan tersebut, tidak terjadi tegangan tarik karena daya dukung izin pada lempung sedang / teguh = 75 s/d 150 kN/m2 , masih memenuhi syarat.

61 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

Tegangan yang ditinjau harus ditinjau terhadap daya dukung tanah. Besarnya perkiraan daya dukung izin, menurut Standar Perencanaan Irigasi yang menyadur dari “British Standard of Dractaase Cf Zooa” adalah sebagai berikut : Daya

Daya Dukung No.

Dukung

Jenis kN/m2

kN/cm2

1

Batu sangat keras

10

100

2

Batu kapur/batu pasir keras

4

40

3

Batu berkerapatan sedang/pasir dan kerikil

200 - 600

2-6

4

Pasir berkerapatan sedang

100 - 300

1-3

5

Lempung kenyal

150 - 300

1,5 - 3

6

Lempung teguh

75 - 150

0,75 - 1,5

7

Lempung lunak dan lanau

< 75

< 7,5

Dapat juga dihitung berdasar rumus Terzaghi :

qu   .z F qu   .c.Nc   .z.Ng   . .B.N 

qa 

Dimana : qa =

Daya dukung izin, kN/m2

qu =

Daya dukung batas, kN/m2

F

=

Faktor keamanan ( 2 s/d 3 )



=

Berat volume tanah, kN/m3

z

=

Kedalaman pndasi di bawah permukaan tanah , m = 7 meter

c

=

Tegangan kohesi, kN/m2

Nc,Nq,N = Fktor – faktor daya dukung tak berdimensi , =

Faktor tak berdimensi untuk pondasi  = 1 dan  = 0,5

Besarnya daya dukung dihitung berdasar data tanah :  Tegangan kohesif ( c ) = 0,28 kg/cm2

=

( 0,28 x 900 ) / 1000 kN/m2

=

0,2520 kN/m2

 Berat volume tanah (  ) = 1,27 ton/m2 =

62 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

( 1,27 x 9,81 ) kN/m2

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II =

12,4587 kN/m2

 Sudut geser dalam 270 , sehingga dari grafik di dapat : Nc

=

23,94

Nq

=

13,20

N

=

14,47

qu   .c.Nc   .z.Nq   . .B.N   1 . 0,2520 . 23,94  12,4587.7.13,20  0,5.12,4587.18,5.14,47  2824,7826 kN/m 2

q a  qu / F    .z

 2824,7826 / 2  12,4587.7  1499,6022 kN/m 2  115,552 kN/m 2

Ternyata tegangan yang terjadi masih lebih kecil dari tegangan yang diizinkan. Dari analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa aman terhadap guling.

Ketahanan Terhadap Gelincir Suatu bendung dinyatakan tahan terhadap gelincir kalau tegangan  lebih kecil dari koeffisien gesekan, yang dapat dihitung menurut rumus :

 ( H )  tan  f s  (V  U ) Dimana :

 (H ) =  (V  U ) =

Seluruh gaya horizontal yang bekerja pada bendung, kN Keseluruhan gaya vertikal ( V), dikurangi dengan gaya tekan yang bekerja ke atas pada bendung, kN



=

Sudut resultante semua gaya terhadp garis vertikal, derajat

f

=

Koeffisien gesekan

s

=

Faktor keamanan

Besarnya koeffisien gesekan untuk berbagai bahan menurut Standar Perencanaan Irigasi adalah sebagai berikut :

63 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016

IRIGASI & BANGUNAN AIR II Bahan

f

Pasangan batu pada pasangan batu

0,60 - 0,75

Batu keras berkualitas baik

0,75

Kerikil

0,50

Pasir

0,40

Lempung

0,30

Menurut Standar Perencanaan Irigasi itu pula, untuk bangunan – bangunan kecil, harga – harga faktor keamanan (s) adalah : - Kondisi pembebanan normal

=

2,0

- Kondisi pembebanan ekstrim

=

1,25

Yang dimaksud pembebanan ekstrim adalah : - Tidak ada aliran diatas mercu selama gempa - Banjir rencana maksimum

Besarnya koeffisien gesekan untuk lempung 0,30 dan faktor keamanan untuk kondisi normal s = 2 , sehingga :

tan  

0,30  0,15 2

Sedangkan untuk kondisi ekstrim s = 1,25 , sehingga : tan  

0,30  0,24 1,25

 Kondisi air normal

 ( H )  tan   F  11,25  14,40  0,037 s (520,110  180,44)  (V  U )  Kondisi ekstrim Kondisi ekstrim (muka air normal dengan gempa)

 ( H )  tan   F  11,25  14,40  46,476  0,103 s (520,110  180,44)  (V  U )

64 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

2016

Kondisi ekstrim (muka air banjir)

 ( H )  tan   F  9,375  21,60  46,476  0,111 s (532,935  165,54)  (V  U ) Dari perhitungan tersebut, ternyata tan  dalam kondisi normal tidak lebih besar dari 0,15 yaitu -0,037 dan dalam kondisi banjir juga tidak lebih besar dari 0,24, yaitu -0,111. Itu berarti bendung aman terhadap gelincir, sehingga bendung tidak perlu di perbesar lagi.

Stabilitas Terhadap Erosi di Bawah Tanah

Dengan adanya pembangunan bendung, maka akan terjadi perbedaan tinggi muka air di antaranya hulu bendung dengan hilirnya. Perbedaan ini akan mengakibatkan terjadinya rembesan karena tekanan air. Karena tubuh bendung terdiri dari bahan yang kedap air, maka rembesan akan terjadi melalui bawah tubuh bendung. Kalau hambatan pada bawah tubuh bendung ini lebih kecil dibanding dengan tekanan air tersebut, maka pada ujung hilir bendung akan terjadi aliran air. Aliran air tersebut dapat membawa serta butir – butir tanah yang ada dibawah bendung dan kalau tidak dicegah, maka akan mengakibatkan kerusakan pada tubuh bendung. Untuk stabilitas terhadap erosi di bawh tanah ini telah dihitung pada perencanaan lantai muka, dimana lantai muka tidak diperlukan karena hambatan pada bawah tubuh bendung lebih besar dibanding dengan tekanan air di hilir maka tidak terjadi aliran air sehingga bendung aliran terhadap erosi dibawah tanah.

65 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

IRIGASI & BANGUNAN AIR II

2016

KESIMPULAN

Dari perencanaan bendungan dalam tugas Irigasi Dan Bangunan Air II ini didapat : 1.

Perencanaan hidrolis bendung mencakup :  Elevasi mercu bendung = 92,36 m  Ketinggian bendung = 1,5 m  Bentuk mercu yang digunakan dalam tugas ini adalah Mercu Ala Indonesia dengan Tipe Mercu Bulat DPMA atau Tipe Mercu Bulat Biasa dengan lebar effektif bendung 9,6 m dan jari-jari 1m.  Kolam olakan type vlugther dengan L = 9,95 m.  Pintu pembilas atas menggunakan balok 20 x 12 cm.  Pintu pembilas bawah menggunakan balok 20 x 10 cm .  Perencanaan intake dengan keliling basah 3,833 m, jari-jari hidrolis 0,377 m dan kemiringan dasar saluran 0,000699 m.  Setelah diperhitungkan ternyata bendung yang direncanakan aman terhadap guling, eksentrisitas, geser dan daya dukung tanah.

66 ADIKA SEPTIANTO ( D1013151006) UNIVERSITAS TANJUNGPURA

Related Documents

3. Bab I - Bab Vii.docx
April 2020 18
3. Bab I Ok.docx
June 2020 5
Bab I & 3 Hema.docx
November 2019 13
Bab I-3.docx
July 2020 4
3 Bab I Fix.docx
December 2019 6

More Documents from "Deri okfa rizki"

Laporan Tekban.docx
April 2020 8
3. Bab I - Bab Vii.docx
April 2020 18
Indra, Tian.docx
April 2020 20
May 2020 64