2_makalah Explisit Attention To Strategic Positioning.docx

  • Uploaded by: Mochamad Zakaria
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 2_makalah Explisit Attention To Strategic Positioning.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,424
  • Pages: 23
MAKALAH EXPLISIT ATTENTION TO STRATEGIC POSITIONING : THE SECOND KEY TO STRATEGIC COST MANAGEMENT Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Strategi Manajemen BIaya Dosen Pembimbing: Dr. Rita Yuniarti, S.E., M.M.,Ak., CA.

Disusun Oleh : Nabila Putri

1617204001

Chandra Anggana

1617204005

Mochamad Zakaria

1617204007

SEKOLAH PASCA SARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI UNIVERSITAS WIDYATAMA 2019

BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Peran informasi akuntansi dalam bisnis adalah untuk memfasilitasi pengembangan dan

pelaksanaan dari strategi bisnis. Fokus eksplisit pada konteks manajemen strategis membedakan SCM dengan akuntansi manajemen. Banyak faktor yang secara bersama-sama mempengaruhi proses pengendalian manajemen dalam sebuah perusahaan. Para peneliti telah berusaha untuk memeriksa faktor-faktor ini dengan menerapkan apa yang disebut teori kontingensi: yang berarti bahwa pengendalian manajemen yang bergantung pada berbagai faktor eksternal dan internal. Studi penelitian telah mengidentifikasi faktor-faktor penting yang mempengaruhi desain sistem pengendalian,

beberapa

faktor

tersebut

yaitu

ukuran,

lingkungan,

teknologi,

saling

ketergantungan, dan strategi. Berdasarkan kerangka keseluruhan buku ini bahwa manajemen biaya dan pengendalian menjadi hal yang paling berarti dalam konteks strategi tertentu, serta diikuti dengan apa disarankan dalam bab ini, yaitu bagaimana strategi yang berbeda mempengaruhi proses pengendalian manajemen. Strategi berbeda dalam berbagai jenis organisasi, dan kontrol harus disesuaikan dengan persyaratan dan kebutuhan dari strategi khusus. Logika untuk menghubungkan pengendalian untuk strategi didasarkan pada baris pemikiran berikut: 1. Untuk pelaksanaan yang efektif. Strategi yang berbeda memerlukan prioritas tugas 2. Sistem Pengendalian adalah suatu sistem pengukuran yang mempengaruhi perilaku dari orang-orang yang kegiatannya sedang diukur. 3. Dengan Demikian maka fokus berikutnya berlanjut pada apakah desain sistem pengendalian yang sebaiknya terdiri dari perilaku yang dipicu oleh sistem adalah satusatunya hal yang konsisten dengan strategi. Terdapat dua observasi umum yang penting. Pertama, saran yang dibuat dalam bab ini yaitu pada dasarnya menghubungkan pengedalian kepada strategi dan disajikan dengan tedensi, mudah dan menganut prinsip-prinsip cepat. Kedua, desainer sistem perlu mempertimbangkan pengaruh faktor eksternal dan internal lainnya (lingkungan, teknologi, ukuran, budaya, lokasi geografis. gaya manajemen) saat merancang sistem pengendalian. Pada bagian pertama dari bab

ini. kita mendefinisikan konsep strategi dan menggambarkan strategi umum yang dapat diaopsi oleh unit bisnis. Pada bagian kedua, kita membahas bagaimana bervariasi bentuk dan struktur dari sistem pengawasan sesuai dengan variasi dalam konteks strategis tingkat bisnis generik.

1.2

Identifikasi Masalah Sesuai dengan judul makalah “Expicit Attention to Strategic Positioning: The Second

Key to Stategic Cost Management .”, maka identifikasi masalah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana The Concept of strategy ini digunakan untuk tujuan strategi bisnis ? 2. Bagaimana sistem pengedalian harus dirancang sehingga unit usaha menerapkan beragam misi dalam unit bisnis (Business Unit Mission) ? 3. Bagaimana peranan Incenive Compensasion System dalam unit bisnis untuk keputusan atau strategi bagi seorang manajer ? 4. Apa saja pendekatan Business Unit Competitive Advantage untuk tercapai tujuan unit bisnis? 5. Apa yang menjadi pertimbangan tambahan (Additional Considerations) dalam masalah yang perlu disadari oleh unit bisnis?

1.3

Tujuan 1. Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memberi gambaran tentang Peran informasi akuntansi dalam bisnis. 2. Memberikan pengetahuan mengenai pengertian, jenis, peranan dan instrumen unit bisnis. 3. Memberikan pengetahuan mengenai The Concept of Strategy, Business Unit Mission, Incentive Compensasion System,Business Unit Competitive Advantage

dan

Additional Considerations dalam unit bisnis. 1.4

Manfaat 1. Dengan memahami makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, khususnya dalam ilmu Strategi Manajemen Biaya. 2. Para pembaca akan memahami pengertian, peranan, dan teori mengenai Strategi Manajemen Biaya dalam unit bisnis.

BAB II PEMBAHASAN 2.1

The Concept of Strategy Strategi ini telah dikonsep oleh Andrews (1971). Ansoff (1965) Chandler (1962) Hofer

dan Schendel (1978), Miles dan Snow (1978), dan lain-lain sebagai sebuah proses dimana manajer, menggunakan tiga sampai lima tahun rentan waktu, untuk mengevaluasi peluang lingkungan eksternal serta kekuatan internal dan sumber daya dalam rangka untuk memutuskan tujuan serta satu rangkaian rencana aksi untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian, strategi unit bisnis tergantung pada dua aspek yang saling terkait: (1) misi atau tujuannya. dan (2) cara unit bisnis memilih untuk bersaing di industri untuk mencapai tujuannya keunggulan kompetitif unit bisnis. Perusahaan konsultan seperti Boston Consulting Group (Henderson, 1979). Ashur D. Sedikit (Wright, 1975). dan AT Kearney (. Hofer & Davoust 1977) serta peneliti akademis seperti Buzzell dan Wiersema (1981) dan Hofer dan Schendel (1978) telah mengusulkan tiga misi berikut bahwa unit bisnis dapat mengadopsi: 1. Build. Misi ini mengimplikasikan tujuan untuk meningkatkan pangsa pasar, bahkan dengan mengorbankan laba jangka pendek dan arus kas. Sebuah unit bisnis yang mengikuti misi ini diharapkan menjadi pengguna bersih kas yang terlepas dari operasional saat ini yang biasanya tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan investasi modal. Unit bisnis dengan pangsa pasar yang rendah dalam industri pertumbuhan tinggi biasanya mengejar misi untuk build (misalnya bisnis Bioteknologi, bisnis Apple Computer Macintosh). 2. Hold. Strategi dari misi ini ditujukan untuk perlindungan pangsa pasar unit bisnis dan posisi kompetitif. Arus kas keluar untuk unit bisnis pada misi ini biasanya akan lebih atau kurang dari sama dengan arus kas masuk. Bisnis dengan pangsa pasar yang tinggi di industri pertumbuhan tinggi biasanya mengejar misi. Contohnya, IBM pada komputer mainframe. 3. Harvest. Misi ini mengimplikasikan tujuan untuk memaksimalkan laba jangka pendek dan arus kas, bahkan dengan mengorbankan pangsa pasar. Sebuah unit bisnis mengikuti misi tersebut akan menjadi pemasok bersih kas. Bisnis dengan pangsa

pasar yang tinggi di industri pertumbuhan rendah biasanya mengejar misi harvest (misalnya, Amerika Brand dalam produk tembakau). Porter (1980) mengusulkan dua cara umum berikut di mana bisnis dapat mengembangkan keunggulan kompetitif (competitive advantage) secara berkelanjutan: 1. Low Cost Fokus utama dari strategi ini adalah untuk mencapai biaya yang relatif rendah terhadap pesaing. Cost leadership dapat dicapai melalui pendekatan seperti skala ekonomi produksi, meneliti efek kurva, pengendalian biaya yang ketat, dan minimalisasi biaya di berbagai bidang seperti bidang R & D, tenaga penjualan, atau iklan. Contoh perusahaan mengikuti strategi ini yaitu Texas Instruments (consumer electronics). Emerson Electric (electric motors), Chevrolet dalam industri mobil. Briggs dan Stratton (gasoline engine), Black dan Decker (machine tools), dan Commodore (business machine). 2.

Differentiation Fokus utama dari strategi ini adalah untuk menawarkan produk yang “berbeda” dari unit bisnis, menciptakan sesuatu yang dirasakan oleh pelanggan sebagai sesuatu yang unik. Pendekatan untuk diferensiasi produk diantaranya meliputi loyalitas merek (seperti Coca Cola, Apple), layanan pelanggan yang unggul (seperti IBM, Dell), jaringan dealer (Caterpillar Traktor), disain produk dan fitur produk (Hewlett Packard,), dan / atau teknologi produk (Coleman).

2.2

Business Unit Mission Perencanaan dan pengendalian yang dibutuhkan terhadap unit usaha yang mengejar

strategi yang berbeda, akan sangat berbeda pula perencanaan dan pengendaliannya. Dalam hal ini, Penulis membahas bagaimana sistem pengedalian harus dirancang sehingga mereka menerapkan beragam misi dalam unit bisnis. Penulis membahas pengendalian ter-diferensiasi untuk keunggulan kompetitif diferensiasi di sekumpulan bagian. Seperti disebutkan sebelumnya, misi untuk unit bisnis yang sedang berlangsung yaitu harus dapat build, hold dan harvest. Untuk implemetasi yang efektif, harus terdapat keselarasan antara misi yang dipilih dan tipe pengendalian yang dipilih. Penulis coba membangun misi pengendalian dengan pendekatan alasan sebagai berikut berikut :

Misi dari unit bisnis mempengaruhi ketidakpastian yang Direktur Umum hadapi, serta tradeoffs yang mereka buat baik dalam jangka pendek atau jangka panjang. Sistem pengendalian manajement dapat bervariasi secara sistematis untuk membantu memotivasi manajer untuk mengatasi secara efektif ketidakpastian dan membuat misi jangka pendek yang tepat terhadap tradeoffs jangka panjang. Dengan demikian, misi yang berbeda secara sistematis memerlukan sistem pengendalian manajemen yang berbeda juga. 1. Mission and Uncertainty Fase misi build pada unit lebih cenderung menghadapi ketidakpastian jika dibandingkan dengan fase misi harvest. Strategi build biasanya dilakukan pada tahap pertumbuhan product life cycle, sedangkan strategi harvest biasanya yang dilakukan dalam tahap kematangan atau penurunan dari product life cycle. Faktor-faktor seperti proses manufaktur, teknologi produk, permintaan pasar, hubungan dengan pemasok, pembeli, dan jalur distribusi, jumlah pesaing dan perubahan struktur kompetitif yang lebih cepat dan lebih tak terduga dalam pertumbuhan dari tahap pematangan / penurunan dari product life cycle. Ketidakpastian yang dihadapi oleh bisnis dalam tahap build juga lebih besar karena salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan pangsa pasar. Sejak total pangsa pasar dari seluruh perusahaan dalam suatu industri adalah 100%, maka persaingan untuk pangsa pasar adalah zero-sum game; dengan demikian, strategi build menempatkan unit bisnis ke dalam konflik yang lebih besar dengan pesaingnya daripada strategi harvest. Para Pesaing dalam mengatasi ketidakpastian biasanya membutuhkan pandangan / jangkauan yang lebih luas dari perencanaan tidak hanya sekedar yang ada pada anggaran tahunan. Jika lingkungan stabil, mungkin tidak ada proses perencanaan strategis atau hanya rencana broad brush strategic plan.

Dengan demikian, proses perencanaan strategis yang lebih critical dan lebih penting untuk build, dibandingkan dengan harvest pada unit bisnis. Namun demikian, rencana strategis untuk unit bisnis harvest mungkin diperlukan karena rencana strategis perusahaan secara keseluruhan harus mencakup semua bisnis dalam rangka untuk secara efektif menyeimbangkan arus kas.

2. Capital Deployment Dalam menyaring investasi modal dan mengalokasikan sumber daya, secara sistem mungkin unit strategi harvest lebih kuantitatif dan lebih memperhatikan aspek keuangan. Sebuah unit bisnis harvest beroperasi dalam industri yang mature dan tidak menawarkan kemungkinan investasi baru yang luar biasa. Oleh karena itu, tingkat pendapatan yang diperlukan untuk suatu unit usaha mungkin relatif tinggi sehingga dapat memotivasi manajer untuk mencari proyek-proyek dengan hasil yang luar biasa. Sejak unit harvest cenderung mengalami lingkungan yang stabil (dengan produk yang diprediksi, teknologi, pesaing, dan pelanggan), analisis arus kas diskonto sering dapat digunakan dengan penuh keyakinan sebagai sebuah tolak ukur. Informasi yang diperlukan ini digunakan untuk mengevaluasi investasi dari unit harvest terutama dalam bidang keuangan. Di sisi lain, sebuah unit build diposisikan pada tahap pertumbuhan product life cycle. Perusahaan ingin mengambil keuntungan dari peluang di pasar yang berkembang, dan karena itu mereka dapat menetapkan tingkat diskonto yang relatif rendah, sehingga memotivasi Manajer unit build untuk terus memberikan ide investasi yang lebih kepada Perusahaan. Mengingat ketidakpastian produk / pasar, analisis keuangan beberapa proyek dari unit build mungkin tidak dapat diandalkan. Untuk proyek tersebut, data non finansial yang lebih penting.

3. Budgeting Implikasi untuk merancang sistem budgeting untuk mendukung misi bervariasi tertuang dalam exhibit 6-2.

a. Ketergantungan pada Budget dalam Sebuah Evaluasi Kinerja Isu kunci dari pembahasan ini adalah seberapa besar pentingnya unit harus memenuhi budget saat kinerja manajer unit bisnis dievaluasi. Semakin besar ketidakpastian, semakin sulit bagi atasan untuk mengaggap target budget bawahan sebagai komitmen yang tegas dan untuk mempertimbangkan anggaran yang tidak menguntungkan berdasarkan varians indikator yang jelas dari kinerja yang buruk (lihat Govindarajan, 1984). Ada beberapa alasan untuk ini. Pertama. evaluasi kinerja membutuhkan prediksi pembentukan target laba yang akurat. Untuk sampai pada target yang dapat berfungsi sebagai standar yang berlaku untuk penilaian kinerja, salah satu harus dapat memprediksi kondisi yang akan terjadi untuk tahun mendatang. Jika prediksi ini tidak benar, tujuan keuntungan juga akan salah atau meleset. Jelas, kondisi ini dapat diprediksi lebih akurat dalam kondisi stabil daripada di bawah kondisi yang berubah. Efek dasar ketidakpastian adalah untuk membatasi kemampuan manajer dalam merencanakan atau membuat keputusan tentang kegiatan di awal terjadinya. Dengan demikian, semakin besar ketidakpastian, semakin sulit adalah untuk mempersiapkan target yang dapat memuaskan, yang kemudian bisa menjadi dasar untuk evaluasi kinerja Kedua, karena efisiensi mengacu pada jumlah output per unit input, evaluasi efisiensi manajer tergantung pada pengetahuan yang terperinci dari hasil terkait dengan tindakan manajemen yang diberikan yaitu, pengetahuan tentang hubungan sebab-akibat. Pengetahuan yang lebih baik tentang hubungan sebab-akibat ada pada saat kondisi stabil daripada di bawah kondisi yang tidak pasti. Oleh karena itu, penilaian tentang efisiensi lebih sulit jika di bawah kondisi yang tidak pasti. Ketiga, penekanan indikator kinerja keuangan lebih pada out-comes bukan pada proses. Manajer mengontrol tindakan mereka sendiri, tetapi mereka tidak dapat mengendalikan keadaan alam yang digabungkan dengan tindakan mereka untuk menghasilkan hasil dalam situasi ketidakpastian yang tinggi.

Oleh karena itu, informasi keuangan tidak cukup mencerminkan kinerja manajerial. Sejak unit build cenderung menghadapi ketidakpastian yang lebih tinggi dari unit harvest, ketergantungan biasanya kurang ditempatkan pada budget dalam unit build daripada di unit harvest. Sebagai contoh, pada akhir tahun 1970, SCM Perusahaan mengadopsi ukuran dua dimensi untuk mengevaluasi unit bisnis: kinerja bottom-line terhadap budget, serta budget salah satu dimensi dan kinerja terhadap objektivitas khusus pada sisis lain. Rasio keduanya dibuat bervariasi sesuai dengan misi dari unit bisnis. Misalnya, unit harvest murni dievaluasi 100% pada kinerja anggaran, murni 50% pada budget dan 50% pada penyelesaian tujuan; sedangkan unit build murni 100% pada penyelesaian tujuan (Hall, 1987). b. Perbedaan lainnya dalam Proses Budget Dua perbedaan tambahan dalam proses anggaran cenderung ada antara unit build dan unit harvest. Pertama, berbeda dengan unit harvest, revisi anggaran cenderung lebih sering untuk build unit karena perubahan lebih sering dalam lingkungan produk / pasar mereka. Juga, manajer build unit mungkin memiliki masukan yang relatif lebih besar dan pengaruh dalam perumusan anggaran dari manajer unit harvest karena build manajer beroperasi di lingkungan yang berubah dengan cepat dan memiliki pengetahuan yang lebih baik dari perubahan ini daripada manajemen senior. Untuk unit harvest, dengan lingkungan yang stabil, pengetahuan manajer kurang penting.

2.3

Incentive Compensation System Dalam merancang sistem kompensasi untuk manajer unit bisnis, beberapa pertanyaan

berikut perlu diselesaikan dan ditemukan solusinya : 1. Apakah besaran pembayaran bonus insentif secara umum relatif berdasarkan gaji pokok manager umum? Haruskah pembayaran bonus insentif memiliki batas atas? 2. Faktor pengukuran kinerja apa (misalnya, laba, laba atas investasi, volume penjualan, pangsa pasar, pengembangan produk) yang harus digunakan sebagai dasar untuk menentukan penghargaan bonus insentif manajer umum? jika digunakan beberapa pengukuran kinerja, bagaimana perhitungan bobotnya? 3. Berapa banyak ketergantungan yang harus ditempatkan terhadap penilaian subjektif dalam menentukan jumlah bonus? 4. Dengan frekuensi periode apa (semesteran, tahunan, dua tahunan, dll) pemberian insentif dilakukan? Keputusan mengenai variabel desain ini dipengaruhi oleh misi unit bisnis (exhibit 6-3).

2.4

Business Unit Competitive Advantage Sebuah unit usaha dapat memilih untuk bersaing baik sebagai pemain diferensiasi atau

dibedakan sebagai pemain low-cost. Pilihan pendekatan diferensiasi daripada pendekatan lowcost meningkatkan ketidakpastian dalam tugas lingkungan unit bisnis untuk tiga alasan. Pertama, inovasi produk mungkin akan lebih kritis untuk unit bisnis diferensiasi dari unit bisnis low-cost. Kecenderungan ini sebagian disebabkan oleh kenyataan bahwa unit bisnis lowcost, dengan penekanan utama pada pengurangan biaya, biasanya lebih memilih untuk menjaga penawaran produk yang stabil dari waktu ke waktu, sedangkan unit bisnis diferensiasi, dengan fokus utama pada keunikan dan eksklusivitas, kemungkinan untuk terlibat dalam inovasi produk yang lebih besar. Sebuah unit bisnis dengan penekanan lebih besar pada kegiatan produk baru cenderung menghadapi ketidakpastian yang lebih besar karena unit bisnis taruhan pada produk yang belum terbukti. Kedua, unit bisnis low-cost biasanya cenderung memiliki lini produk yang sempit untuk meminimalkan biaya-biaya pada persediaan serta untuk mendapatkan keuntungan dari skala ekonomi. Di sisi lain, unit bisnis diferensiasi, cenderung memiliki satu set lini produk yang lebih luas dari produk dalam rangka menciptakan keunikan. Luasnya lini produk menciptakan kompleksitas lingkungan yang tinggi dan akibatnya ketidakpastian yang lebih tinggi. Ketiga. unit bisnis low cost biasanya tidak memiliki “embel-embel”, berupa produk komoditas, dan produk-produk ini berhasil terutama karena mereka memiliki harga yang lebih rendah dari produk yang bersaing. Di sisi lain, produk dari unit bisnis diferensiasi berhasil jika pelanggan merasa bahwa produk memiliki keunggulan dibandingkan produk pesaing. Karena persepsi pelanggan sulit untuk dipelajari dan karena loyalitas pelanggan adalah subjek yang dapat merubah hasil dari tindakan pesaing, permintaan untuk produk diferensiasi biasanya lebih sulit untuk diprediksi daripada permintaan untuk produk komoditas. Sistem kontrol Spesifik untuk low-cost dan diferensiasi unit bisnis serupa dengan yang dijelaskan sebelumnya untuk unit bisnis harvest dan unit bisnis build. Hal ini terjadi karena unit bisnis low-cost dan diferensiasi menghadapi tingkat ketidakpastian yang sama dengan yang dihadapi unit bisnis harvest dan unit bisnis build. Sebagai contoh masing-masing.. Digital Equipment Corporation (DEC) mengikuti strategi diferensiasi, sedangkan Data General mengikuti strategi low-cost. Sistem kontrol di perusahaan tersebut akan berbeda. Manajer produk DEC akan fokus dievaluasi atas dasar kualitas interaksi mereka dengan pelanggan mereka

(ukuran subjektif), sedangkan untuk produk Data General, manajer akan dievaluasi atas dasar hasil, atau keuntungan. Kemudian. Perwakilan penjualan DEC di gaji flat, tapi salesman Data General menerima lima puluh persen dari gaji mereka berdasarkan komisi. Kompensasi gaji menunjukkan kontrol perilaku dan kompensasi komisi, serta outcome kontrol. Seperti dibahas lebih lengkap dalam bab 8, produsen bahan kimia menggunakan kontrol manajemen diferensiasi dengan fokus pada faktor-faktor kunci keberhasilan yang berbeda untuk unit pewarna kuning (yang mengikuti strategi cost leadeship) dan Unit pewarna merah (yang mengikuti strategi diferensiasi ). Manajer yang bertanggung jawab atas pewarna kuning erat dikaitkan terhadap sasaran continous improvement dan dikaitkan dengan biaya yang ideal secara teoritis daripada biaya standar saat ini dapat dicapai. Hasil pengawasan keuangan yang ketat ini adalah luar biasa: dalam jangka waktu dua tahun, biaya aktual untuk pewarna kuning menurun dari $5,72-53,84 per pon dam memberikan unit pewarna kuning keunggulan biaya yang besar. Isu strategis bagi pewarna merah adalah diferensiasi produk, bukan cost leadership. Laporan pengendalian manajemen untuk unit pewarna merah fokus pada variabel product leadership daripada variabel cost control.

2.5

Additional Considerations Meskipun menyesuaikan pengedalian untuk strategi terdengar seperti sebuah logika,

desainer sistem pengendalian harus menyadari beberapa masalah yang terlibat dalam melakukannya 1. Perubahan Lingkungan Lingkungan eksternal unit bisnis pasti berubah dari waktu ke waktu, dan perubahan mungkin menyiratkan perlunya perubahan strategi. Pertimbangan ini menimbulkan masalah yang menarik. Sukses di setiap tugas membutuhkan komitmen. Kontrol strategi fit diharapkan untuk mendorong komitmen tersebut untuk strategi saat ini. Namun, jika sistem kontrol terlalu erat kaitannya dengan strategi saat ini, itu bisa mengakibatkan overcommitment sehingga menghambat manajer untul beralih ke strategi

baru

ketika

diperlukan.

Industri

radio

menggambarkan

masalah

overcommitment ketika ada kedekatan yang cocok antara strategi dan kontrol.

Contoh lain adalah Yamaha dalam instrumen pasar musik di Amerika Serikat, dan Honda, Kawasaki, Suzuki, dan Yamaha di siklus pasar motor Amerika Serikat dan Eropa. Perusahaan-perusahaan ini berhasil menghancurkan dominasi produsen incumbent yang berkonsentrasi pada fase “memerah” produk mereka untuk keuntungan dalam pasar stagnan. Dengan demikian, ada dilema yang sedang berlangsung: Bagaimana merancang sistem pengendalian yang secara bersamaan dapat mempertahankan tingkat komitmen yang tinggi serta skeptisisme yang sehat mengenai strategi saat ini. Ada banyak contoh dari penurunan industri yang telah berubah menjadi industri pertumbuhan. Misalnya, pertumbuhan utama Ann & Hammer baking soda.

2. Pertimbangan simultan Misi dan Keunggulan Kompetitif Kita telah membahas misi dan keunggulan kompetitif sebagai karakteristik yang terpisah; Namun, unit bisnis memiliki keduanya baik misi maupun keunggulan kompetitif dalam beberapa kombinasi, dapat menyebabkan konflik mengenai jenis kontrol yang akan digunakan. Pada exhibit 6-4 menunjukkan, klasifikasi ordinal dari misi dan keunggulan kompetitif menghasilkan empat kombinasi yang berbeda. Ada desain unconflicting dalam sel 2 dan 3. Kedua sel ini memiliki tingkat ketidakpastian yang sama, dan ini menunjukkan desain sistem kontrol yang sama. Sementara Sel I dan 4 memiliki demands yang saling bertentangan, dan merancang sistem kontrol yang sesuai untuk keduanya cukup sulit. Beberapa kemungkinan memang ada. Ini mungkin dapat mengubah misi atau keunggulan kompetitif mereka sehingga tidak bertentangan dari sudut pandang desain sistem (misalkan memindahkan unit bisnis ke sel 2 atau sel 3). Jika hal ini tidak layak, mungkin bahwa baik misi atau keunggulan kompetitif yang lebih penting untuk implementasi dan akan mendominasi pilihan jenis yang tepat dari kontrol. Jika misi dan keunggulan kompetitif sama pentingnya. desain sistem pengendalian akan menjadi sangat sulit. Di sini, sistem pengendalian tidak dapat dirancang untuk misi atau keunggulan kompetitif dalam isolasi tanpa menimbulkan biaya.

3. Masalah administrasi dan Efek disfungsional Pengendalian yang secara eksplisit dibedakan di seluruh unit bisnis mungkin akan membuat kecanggungan administrasi dan efek disfungsional yang potensial. Terutama untuk manajer yang bertanggung jawab atas unit harvest. Banyak manajer harvest percaya bahwa prospek karir mereka dalam perusahaan agak terbatas. Sementara manajer perusahaan dalam kebanyakan perusahaan terdiversifikasi mungkin merasa rasional untuk melakukan fase harvest pada satu atau lebih dari bisnis mereka, setiap perusahaan ingin tumbuh pada tingkat perusahaan secara keseluruhan. Dengan demikian, sdikarenakan salah satu berjalan lebih tinggi dalam hirarki perusahaan, keterampilan yang berhasil dilaksanakan strategi build menjadi lebih penting daripada berhasil melaksanakan strategi harvest. Dari perspektif karir, kemungkinan ini cenderung mendukung manajer saat ini bertugas usaha build. Perancang

sistem

mungkin

mempertimbangkan

dua

kemungkinan

untuk

mengurangi masalah ini. Pertama, sebagai bagian dari proses perencanaan, mereka mungkin mempertimbangkan tidak menggunakan istilah kasar grafis dan negatif

seperti "cash cow," "dog" "question mark," and "star" melainkan menggunakan istilah-istilah seperti "build." "hold." dan "harvest." Kedua. sejauh mungkin, manajer harvest harus diberikan satu atau lebih produk dengan potensi pertumbuhan yang tinggi. Strategi ini akan mencegah manajer dari mendapatkan typecast semata-mata sebagai harvester. Corning Glass Works mengikuti kebijakan ini menetapkan produk yang berorientasi pada pertumbuhan untuk manajer yang bertanggung jawab atas bisnis harvest. 2.6

Summary Peran Pengendalian Manajemen benar-benar tergantung pada strategi yang diikuti, dan

sistem manajemen biaya yang efektif bisa berbeda, tergantung pada strategi bisnis yang dianut. Misalnya, untuk sebuah perusahaan seperti Champion International mengikuti strategi cost leadership dalam bisnis yang mature, berorientasi komoditas, hati-hati dalam perhitungan target biaya produk, cenderung menjadi alat pengendalian manajemen yang sangat penting pada saat sedang berlangsung. Tapi, untuk sebuah perusahaan mengikuti strategi diferensiasi sebagai market-driven produk maka cenderung hati-hati dalam proses manufaktur, perkembangan pertumbuhan pesat, basis pasar bisnis yang berubah cepat, akan menjadi tolak ukur alat pengendalian manajemen yang sangat vital dikarenakan memang segmen pasar produk terdiferesiasi dapat dikatakan lebih “tidak pasti” jika dibandingkan dengan low-cost.

BAB III KAJIAN JURNAL 3.1

Hasil Penelitian Mengenai Pengaruh Stategic Costing Sebagai Strategic Management Accounting

Techniques

Terhadap

Competitive

Advantage

dan

0rganization

Performance Greenley, (1995) serta Kumar, Subramanian dan Yauger (1998) mengatakan bahwa badan riset menemukan adanya pengaruh yang kuat antara kinerja dengan keadaan persaingan di pasar (dalam Kumar, Subramanian, dan Standholm, n.d., p.37). Organizational performance merupakan bukti dari hasil anggota perusahaan diukur dari segi pendapatan, laba, pertumbuhan, pengembangan dan perluasan organisasi (Ejere dan Abasilim, 2012). Salah satu cara untuk meningkatkan kinerja adalah dengan menciptakan competitive advantage. Keunggulan ini berdampak bagi perusahaan dalam mendapatkan laba yang lebih tinggi (Majeed, 2011). Maa (2000) menyimpulkan bahwa competitive advantage yang unik akan berdampak pada organizational performance yang lebih baik (dalam Majeed, 2011, p.191). Competitive advantage didefinisikan sebagai nilai yang bisa membedakan sebuah perusahaan dengan kompetitor lainnya (Porter, 1985). Menurut Porter, competitive advantage ini bisa dicapai melalui 2 strategi, yaitu cost-leadership dan differentiation. Cost leadership dicapai dengan memaksimalkan produktivitas, sehingga terjadi efisiensi yang membuat biaya perusahaan lebih rendah daripada biaya kompetitornya. Sedangkan pada differentiation strategy, perusahaan berusaha membuat produknya unik dan istimewa untuk melayani sebuah segmen pasar yang spesial (Cinquini, Tenucci 2008). Salah satu teknik yang dapat digunakan manajemen untuk mencapai competitive advantage adalah Strategic Management Accounting Techniques (SMAT). SMAT dapat digunakan dalam menilai semua faktor baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi perusahaan (Alnawayseh, 2013). Aykan dan Aksoylu (2013) menyatakan bahwa Istilah “Strategic Management Accounting” pertama kali digunakan oleh Simmonds pada tahun 1981. Penelitian ini meneliti teknik strategic costing yang merupakan bagian SMAT. Strategic costing adalah penggunaan strategi dan biaya berorientasi pasar untuk mendahulukan serta mengembangkan strategi yang dapat menyediakan competitive advantage secara berkelanjutan. Strategic costing sendiri dapat diukur melalui 5 indikator, antara lain activity based costing,

target costing, value chain costing, quality costing, dan lifecycle costing (Cadez dan Guilding, 2008). Beberapa penelitian sebelumnya telah meneliti pengaruh dari Strategic Management Accounting Techniques (SMAT) terhadap competitive advantage serta organizational performance (Alnawayseh, 2013). Kesimpulan dari penelitian ini adalah perusahaan industri di Jordania memiliki kemampuan untuk mengaplikasikan target costing sebagai metode untuk mengurangi biaya, namun ada banyak faktor yang menghalangi hal tersebut. Penelitian lain dilakukan oleh El-Dyasty (2007) dengan tujuan untuk menganalisa metode dalam strategic cost management untuk menghasilkan framework yang terintegrasi yang dapat digunakan bagi stakeholder perusahaan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil dari penelitian ini adalah dalam mengembangkan kerangka yang terintegrasi, penting untuk menghubungkan antar sesama metode. Aksoylu dan Aykan (2013) meneliti tentang kecocokan penerapan SMAT dalam perusahan skala menengah dan besar di Turki serta untuk mengetahui efek dari SMAT terhadap organizational performance. Kesimpulan yang didapat dari penelitian itu adalah penerapan SMAT memiliki efek positif bagi organizational performance dan ada hubungan positif antara 2 variabel tersebut. Jenis data yang digunakan di dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data primer yang akan diperoleh dengan penyebaran kuesioner pada perusahaan industri manufaktur di Surabaya dan Sidoarjo. Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang berlokasi di Surabaya dan Sidoarjo. Pada penelitian ini, sampel yang diambil peneliti dalam penelitian ini adalah 50 perusahaan manufaktur di Surabaya dan Sidoarjo. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Kriteria sampel yang dapat dijadikan obyek penelitian ini adalah perusahaan yang ada di Surabaya dan Sidoarjo, diutamakan perusahaan manufaktur, dan responden sejumlah 1-4 orang karyawan bagian akuntansi. Unit analisis dalam penelitian ini adalah 50 perusahaan manufaktur di Surabaya dan Sidoarjo.

Kuesioner yang ada dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1) Variabel independen: Strategic costing yang diadopsi dari Alnawayseh (2013). 2) Variabel intervening: Competitive advantage diadopsi dari Voola&O’Cass (2010). 3) Variabel dependen : Organizational performance diadopsi dari Hernaus, Skerlavaj, & Dimovski (2008).

Berikut disajikan deskripsi profil responden dari 420 mahasiswa yang menjadi sampel penelitian:

3.2

Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil penelitian terhadap nilai koefisien path pengaruh Strategic Costing terhadap

Competitive Advantage adalah sebesar 0,723 dengan t hitung sebesar 9,570 yang lebih besar dari nilai t tabel 1,96, hal ini menunjukkan terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Strategic Costing terhadap Competitive Advantage. Semakin bagus Strategic Costing yang diterapkan perusahaan, maka semakin tinggi Competitive Advantage perusahaan dari kompetitornya. Berdasarkan hasil ini hipotesis penelitian yang menduga adanya pengaruh positif dan signifikan antara Strategic Costing terhadap Competitive Advantage, dapat diterima. Hasil penelitian terhadap nilai koefisien path pengaruh Strategic Costing terhadap Organizational Performance adalah sebesar 0,369 dengan t hitung sebesar 4,437 yang lebih besar dari nilai t tabel 1,96, hal ini menunjukkan terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Strategic Costing terhadap Organizational Performance. Semakin baik Strategic Costing yang diterapkan, maka semakin meningkat Organizational Performance. Berdasarkan hasil ini hipotesis penelitian yang menduga adanya pengaruh positif dan signifikan antara Strategic Costing terhadap Organizational Performance, juga dapat diterima. Hasil penelitian terhadap nilai koefisien path pengaruh Competitive Advantage terhadap Organizational Performance adalah sebesar 0,586 dengan t hitung sebesar 6,891 yang lebih besar dari nilai t tabel 1,96, hal ini menunjukkan terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Competitive Advantage terhadap Organizational Performance. Semakin tinggi Competitive Advantage perusahaan dari kompetitornya, maka akan meningkatkan Organizational Performance. Berdasarkan hasil ini hipotesis penelitian yang menduga adanya pengaruh positif dan signifikan antara Competitive Advantage terhadap Organizational Performance, juga dapat diterima.

3.3

Kesimpulan Penelitian yang dilakukan meneliti tentang pengaruh antara Strategic Costing terhadap

Organizational Performance secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan Competitive advantage sebagai variabel intervening (perantara). Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Strategic Costing terhadap Competitive Advantage. Hal ini terlihat dari hasil uji hipotesis yang menunjukkan nilai t hitung sebesar 9,570. 2. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Strategic Costing terhadap Organizational Performance. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji hipotesis yang menunjukkan nilai t hitung sebesar 4,437. 3. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Competitive Advantage terhadap Organizational Performance. Hal ini terlihat dari hasil uji hipotesis yang menunjukkan nilai t hitung sebesar 6,891.

DAFTAR PUSTAKA John Shanks & Anthony Govindarajan.2000. “Strategic Cost Management and the Value Chain”. Thomson Learning : South-Western College Publishing. Cynthia dan Devie. 2015. “Pengaruh Stategic Costing Sebagai Strategic Management Accounting Techniques Terhadap Competitive Advantage dan 0rganization Performance”. Business Accounting Review : Vol. 3, No 1.

Related Documents


More Documents from ""