Laporan Studi Pustaka (KPM 403)
PROSES ADOPSI INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN OLEH PETANI
Thasin Abdullah
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015
ii
PERNYATAAN Dengan ini Saya menyatakan bahwa Studi Pustaka yang berjudul “Proses Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian Oleh Petani” benar merupakan hasil karya Saya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian surat pernyataan ini Saya buat dengan sesungguhnya dan Saya bersedia mempertanggungjawabkan penyataan ini.
Bogor, Januari 2015
Thasin Abdullah NIM. I34110144
iii
ABSTRAK THASIN ABDULLAH. Proses Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian Oleh Petani. Dibimbing oleh DWI SADONO. Berbagai teknologi pertanian terus dikembangkan dan diintroduksikan kepada petani untuk bisa diterapkan oleh petani. Hasil evaluasi dari beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kecepatan dan tingkat pemanfaatan inovasi teknologi yang dihasilkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) cenderung lambat, bahkan menurun. Fenomena ini terlihat jelas di tingkat petani inovasi teknologi usahatani seperti SRI, Jajar Legowo dan PHSL (Pemupukan Hara Spesifik Lokasi) yang telah diperkenalkan belum sepenuhnya diadopsi oleh seluruh petani khususnya petani padi. Penulisan ini bertujuan untuk: (1) Merumuskan konsep penyuluhan, (2) Merumuskan konsep adopsi inovasi, (3) Menganalisis pengaruh penyuluhan terhadap tingkat adopsi inovasi oleh petani, dan (4) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku petani. Metode penulisan ini yaitu dengan menggunakan metode analisa terhadap data-data sekunder yang relevan dengan topik studi pustaka. Hasil dari penulisan ini yaitu penyuluhan adalah suatu kegiatan pendidikan di luar sekolah untuk para petani dan keluarganya sehingga petani mampu mengatasi masalah di dalam kegiatan berusahatani yang dilihat dari adanya perubahan perilaku petani baik dari pengetahuan, sikap dan keterampilan. Adopsi inovasi yaitu suatu proses yang melibatkan mental seseorang atau individu pada keputusan untuk menerima atau menolak suatu ideide baru, gagasan, praktek-praktek baru, informasi, program serta perilaku baru sehingga dapat meningkat produktivitas usaha tani dan meningkatkan kesejahteraan petani. Kata kunci : adopsi inovasi, penyuluhan.
iv
ABSTRACT THASIN ABDULLAH. The Adoption of Innovation Process Of Agriculture Technology By Farmers. Supervised by DWI SADONO. Various agricultural technologies must be developed and introduced to farmers to be applied by farmers. The evaluation results of some previous studies have shown that the speed and the utilization rate of technological innovation generated by Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) tends to be slow, even declining. This phenomenon is obviously visible at the level of farmers farming, innovations such as SRI, Jajar Legowo and PHSL (Pemupukan Hara Spesifik Lokasi) that have been introduced have not been fully adopted by all farmers, especially rice farmers. The objective of this writing is to: (1) formulate the concept of extension, (2) formulate the concept of adoption of the innovation, (3) analyze the influence of information on the extent of the adoption of innovation by farmers, and (4) analyzing the factors that effecting a change of behavior farmers. A method of writing is using the method of relevant secondary analysis of the data on the topic on the literature study. The result of the writing is extension is an activity education in external to the school to farmers so that farmers and their families able to overcome problem in farming activities as seen from the change in behavior farmers better than knowledge, the attitudes and skills. The adoption of innovation which ia a mental process involving a person or individual at the decision to accept or reject new ideas, practices, information, program and new behavior so as to be increased farming productivity and improve the welfare of farmers. Keyword: the adoption of innovation, extension.
v
PROSES ADOPSI INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN OLEH PETANI
Oleh THASIN ABDULLAH I34110144
Laporan Studi Pustaka Sebagai Syarat Kelulusan KPM 403
Pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015
vi
LEMBAR PENGESAHAN Dengan ini menyatakan bahwa Studi Pustaka yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Thasin Abdullah Nomor Pokok : I34110144 Judul : Proses Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian Oleh Petani dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM 403) pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Disetujui oleh,
Dr. Ir. Dwi Sadono, MSi. Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Siti Amanah, MSc Ketua Departemen
Tanggal pengesahan : ________________________
vii
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rashmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Studi Pustaka berjudul “Proses Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian Oleh Petani” ini dengan baik. Laporan Studi Pustaka ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan MK Studi Pustaka (KPM 403) pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Dwi Sadono, MSi. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian laporan studi pustaka ini.
Bogor, Januari 2015
Thasin Abdullah NIM. I34110144
viii
DAFTAR ISI PRAKATA ........................................................................................................................ vii DAFTAR ISI .................................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ............................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... xi PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 2 Metode Penulisan ........................................................................................................ 2 RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA ..................................................................... 3 Judul : Pengaruh Penyuluhan Terhadap Keputusan Petani Dalam Adopsi Inovasi Teknologi Usahatani Terpadu ................................... Error! Bookmark not defined. Judul : Proses Adopsi Inovasi Pertanian Suku Pedalaman Arfak di Kabupaten Manokwari – Pupua Barat ......................................... Error! Bookmark not defined. Judul : Adopsi Petani Padi Sawah Terhadap Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1 di Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Talakar.............................................. 7 Judul : Tingkat Adopsi Teknologi Jangung Hibrida Oleh Petani di Lahan Kering Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur ............................... 9 Judul : Tingkat Adopsi Inovasi Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah di Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor ................................................................ 11 Judul : Tingkat Adopsi Teknologi Budidaya Sayuran Organik Oleh Petani Mitra ADSUF IPB Serta Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya ............................................. 13 Judul : Hubungan Sosial Ekonomi Petani dengan Tingkat Adopsi Inovasi Teknologi Komoditas Jagung di Sidoharjo Wonogiri ...............Error! Bookmark not defined.5 Judul : Tingkat Adopsi Petani Terhadap Benih Padi (Oryza sativa L.) Bersertifikat dan Non-Sertifikat...........................................................Error! Bookmark not defined.7 Judul : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Oleh Petani Padi ............................................Error! Bookmark not defined.9 Judul : Analisis Produksi dan Faktor-Faktor Penentu Adopsi Teknologi Pemupukan Berimbang Pada Usahatani Padi ............................................................................... 21 RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 23 Inovasi ..................................................................................................................... 233 Adopsi Inovasi .......................................................................................................... 23 Penyuluhan sebagai Upaya Perubahan Perilaku ....................................................... 25 KESIMPULAN ................................................................................................................. 28 Pertanyaan Penelitian ................................................................................................ 28 Kerangka Berpikir ................................................................................................... 299
ix
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 31 RIWAYAT HIDUP......................................................................................................... 332
x
DAFTAR TABEL Tabel 1 Keuntungan dan kerugian metode penyuluhan..................................
26
xi
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Tahapan proses adopsi................................................................... Gambar 2 Tahapan proses keputusan inovasi................................................. Gambar 3 Kerangka pikir penelitian varietas unggul padi.............................
24 25 30
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dalam bidang pertanian merupakan proses yang dinamis untuk meningkatkan kemampuan sektor pertanian dalam menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan masyarakat dan untuk mewujudkan kedaulatan pangan sesuai dengan misi Kementerian Pertanian yang terdapat pada Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019. Berbagai teknologi pertanian terus dikembangkan dan diintroduksikan kepada petani untuk bisa diterapkan oleh petani. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) telah menghasilkan kurang lebih 400 inovasi teknologi untuk mendorong sistem dan usaha pertanian yang efisien yang pada akhirnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil evaluasi dari beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kecepatan dan tingkat pemanfaatan inovasi teknologi yang dihasilkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) cenderung lambat, bahkan menurun. Fenomena ini terlihat jelas di tingkat petani inovasi teknologi usahatani seperti SRI, Jajar Legowo ataupun PHSL (Pemupukan Hara Spesifik Lokasi) yang telah diperkenalkan belum sepenuhnya diadopsi oleh seluruh petani khususnya petani padi. Mengingat fakta yang terjadi di lapangan masih terdapat kesenjangan antara teknologi yang dianjurkan penyuluh dengan teknologi yang dibutuhkan oleh petani, maka perlu dikaji lebih lanjut mengenai apa yang menjadi penyebab dari masalah kesenjangan ini. Beras merupakan komoditas pangan terpenting saat ini, beras adalah bahan pangan utama masyarakat Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS 2014) konsumsi beras masyarakat Indonesia pada tahun 2014 sejumlah 84,628 kg perkapita, jumlah ini jauh di atas konsumsi bahan pangan lain antara lain, tepung terigu (1,356 kg perkapita), Jagung pipilan 1,199 kg perkapita. Pada tahun 2014 Indonesia mengalami penurunan luas panen padi seluas 41,61 ribu hektar (0,30 persen) dan penurunan produktivitas sebesar 0,17 kuintal/hektar (0,33 persen). Hal itu jelas merupakan ancaman bagi Indonesia yang pada tahun 2035 diproyeksikan penduduknya mencapai 305,6 juta jiwa. Dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan, maka mutlak diperlukan ada sebuah inovasi baru untuk menaikkan produksi beras. Dalam upaya meningkatkan produktivitas padi, banyak inovasi teknologi yang dihasilkan, salah satu pendekatan yang bisa dilakukan adalah dengan menerapkan panca usaha tani yang salah satunya adalah penggunaan bibit (benih) unggul. Peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menemukan varietas padi baru yaitu IPB 3S. Varietas baru ini memiliki produktivitas 9,4 ton/hektar gabah kering giling, jauh di atas rata-rata produktivitas nasional yaitu 5,1 ton/hektar gabah kering giling. Varietas baru ini belum lama diluncurkan melalui kebun-kebun percobaan kerja sama Kementerian pertanian dengan IPB, yang langsung ditanam oleh petani anggota kelompok tani yang sudah dipilih untuk mendapatkan kesempatan menanam varietas ini. Tentu saja petani tidak langsung menerima varietas baru ini, karena pengenalan ini adalah serangkain proses adopsi inovasi sehingga nantinya petani sendiri yang menentukan apakah menerima atau menolak inovasi. Sehingga menarik untuk diteliti bagaimana proses petani dalam mengadopsi inovasi varietas baru ini.
2
Tujuan Penulisan Penulisan ini bertujuan untuk: (1) Merumuskan konsep penyuluhan. (2) Merumuskan konsep adopsi inovasi. (3) Menganalisis pengaruh penyuluhan terhadap tingkat adopsi inovasi oleh petani. (4) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku petani. Metode Penulisan Metode yang digunakan dalam penulisan studi pustaka ini adalah metode analisa terhadap data-data sekunder yang relevan dengan topik studi pustaka. Bahan pustaka yang digunakan berasal dari hasil penelitian, yaitu berupa: jurnal ilmiah, tesis, disertasi, dan buku teks. Bahan pustaka yang sudah terkumpul kemudian dipelajari, disusun, dan dianalisis sehingga menjadi suatu tulisan ilmiah yang berisi tinjauan teoritis dan tinjauan faktual beserta analisis dan sintesisnya. Selanjutnnya, dari studi pustaka ini akan menghasilkan kerangka pemikiran serta pertanyaan penelitian yang akan digunakan sebagai acuan dalam penelitian yang akan dilakukan.
3
RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA 1.
Judul
Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Jurnal Volume (Edisi) Alamat URL/doi Tanggal diunduh
: Pengaruh Penyuluhan Terhadap Keputusan Petani Dalam Adopsi Inovasi Teknologi Usahatani Terpadu : 2011 : Jurnal : Elektronik : Kurnia Suci Indraningsih : Jurnal Agro Ekonomi : Volume 29 No. 1, Mei 2011 : 1-24 : http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/JAE %2029-1a.pdf : 7 Oktober 2015, pukul 09.15 WIB
Ringkasan Indonesia memiliki potensi lahan pertanian kering yang relatif luas, namun penggunaannya baru sekitar 22,8 persen dari total potensi lahan pertanian kering yang ada. Untuk teknologi pengelolaan lahan pertanian kering, Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian telah menghasilkan beberapa inovasi teknologi, akan tetapi hasil evaluasi eksternal maupun internal menunjukkan bahwa kecepatan dan tingkat pemanfaatan inovasi teknologi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian cenderung lambat bahkan menurun. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji persepsi petani terhadap penyuluhan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi tersebut, mengkaji persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi teknologi usahatani terpadu yang diperkenalkan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi tersebut dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani keputusan petani dalam mengadopsi teknologi. Penelitian ini menggunakan metode survey yang bersifat eksplanasi. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Desember 2008 sampai Maret 2009. Penelitian ini dilakukan di dua desa yaitu Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur dan Desa Jatiwangi, Kecamatan Pakenjen, Kabupaten Garut. Populasi dalam penelitian ini adalah semua petani yang berada di kedua desa tersebut. Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin sebanyak 302 petani responden. Pengambilan sampel petani menggunakan teknik sampel acak stratifikasi (stratified random sampling) dengan stratifikasi petani adopter dan petani nonadapter. Hasil Penelitian menunjukkan persepsi sebagian besar petani adopter Cianjur (63%) dan petani adopter serta nonadopter Garut (sekitar 65,3% - 70,3%) terhadap kompetensi penyuluh yang dimensinya mencakup kemampuan dalam aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan termasuk dalam kategori sedang. Persepsi petani adopter (63,5%) dan petani nonadopter (44,2%) terhadap peran penyuluh adalah tergolong sedang, petani masih mengeluhkan bahwa penyuluh kurang berperan dalam meningkatkan produktivitas,dan pengendalian hama penyakit, terutama pada komoditas nonpadi. Persepsi petani terhadap materi penyuluhan yang masih menggunakan pendekatan “topdown” termasuk dalam kategori sedang, petani adopter (73,7%) dan petani nonadopter (70,9%). Persepsi petani terhadap metode penyuluhan sebagian besar petani adopter (72,3%) dan petani nonadopter (63,6%) termasuk dalam kategori sedang, metode yang dominan digunakan penyuluh adalah diskusi kelompok.
4
Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa peubah yang berpengaruh positif nyata pada persepsi petani terhadap penyuluhan adalah karakteristik petani dan perilaku komunikasi petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata dukungan iklim usaha yang mencakup ketersediaan input (sarana produksi), fasilitas keuangan (KUD, perbankan), dan sarana pemasaran tidak berpengaruh nyata pada persepsi terhadap penyuluhan. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi petani adopter terhadap penyuluhan adalah tingkat mobilitas, tingkat intelegensi, tingkat keberanian beresiko dan kerja sama. Pada petani nonadapter adalah sikap terhadap perubahan, kerja sama, keterdedahan terhadap media, dan ketersediaan fasilitas keuangan sedangkan faktor yang mempengaruhi negatif nyata adalah daya beli, ini menunjukkan bahwa makin tinggi daya beli petani nonadopter maka persepsi terhadap penyuluhan makin rendah. Keputusan petani responden (Cianjur dan Garut) dalam mengadopsi inovasi usahatani terpadu termasuk dalam keputusan kolektif, pengambilan keputusan dilakukan oleh pengurus kelompok tani (ketua, sekretaris, dan bendahara) yang secara informal mewakili anggota kelompok tani. Pembentukan kelompok tani sebagian besar (80.0% kelompok tani Cianjur dan 71,4% kelompok tani Garut) didasari atas kepentingan pemerintah untuk mendiseminasikan teknologi usahatani terpadu. Faktor yang mendorong petani responden mengadopsi usahatani terpadu adalah perolehan bantuan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut. Penulis mengatakan bahwa hal tersebut menyebabkan ketergantungan petani pada proyek dan mematikan kemandirian dalam pengambilan keputusan. Penentuan komoditas yang ditanam petani (Cianjur dan Garut) tergolong rendah, pertimbangan yang digunakan sebagian besar petani di dua lokasi penelitian adalah kemudahan mendapatkan benih/bibit, besaran biaya awal (modal usahatani) yang dibutuhkan, penggunaan tenaga kerja dan keberhasilan petani lain. Penggunaan sarana produksi sebagian besar petani adopter, petani nonadopter Cianjur dan petani adopter Garut tergolong sedang, dan pada petani nonadopter Garut tergolong rendah. Persepsi petani (adopter dan petani nonadopter) terhadap pengaruh informasi interpersonal berpengaruh positif nyata terhadap keputusan petani dalam adopsi inovasi. Pada petani adopter keputusan dalam mengadopsi inovasi teknologi usahatani terpadu dipengaruhi oleh faktor keuntungan relatif dan kesesuaian teknologi. Pada petani nonadopter yang mempunyai aset lahan relatif terbatas, faktor kesesuaian dan kerumitan menjadi pertimbangan pengambilan keputusan adopsi teknologi. Analisis Pustaka : Dalam teori difusi inovasi Rogers (2003) ada lima tahap proses adopsi yaitu tahap pengetahuan, tahap persuasi, tahap pengambilan keputusan, tahap implementasi, dan tahap konfirmasi. Dalam penelitian ini hanya peneliti hanya mempelajari tahap pengambilan keputusan inovasi, sehingga dirasa penelitian ini kurang menyeluruh.
5
2.
Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Jurnal Volume (Edisi) Alamat URL/doi Tanggal diunduh
: Proses Adopsi Inovasi Pertanian Suku Pedalaman Arfak di Kabupaten Manokwari – Papua Barat : 2007 : Jurnal : Elektronik : Mulyadi, Basita Ginting Sugihen, Pang S. Angsari, dan Djoko Susanto : Jurnal Penyuluhan : Volume 3 No. 2, September 2007 : 110-118 : http://download.portalgaruda.org/article.php?arti cle=83481&val=222 : 7 Oktober 2015, pukul 09.15 WIB
Ringkasan Suku Arfak yang tinggal di pedalaman Papua memiliki masalah pembangunan pertanian yang berjalan lamban, penyebabnya adalah terhambatnya inovasi. Penelitian sebelumnya mengatakan penyebab para petani menolak teknologi inovasi adalah: (1) Teknologi yang direkomendasikan sering kali tidak menjawab masalah yang dihadapi petani sasaran; (2) Teknologi yang ditawarkan sulit diterapkan petani dan mungkin tidak lebih baik dibandingkan dengan teknologi lokal yang sudah ada; (3) Inovasi teknologi justru menciptakan masalah baru bagi petani karena kurang sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi, norma budaya, pranata sosial dan kebiasaan masyarakat setempat; (4) Penerapan teknologi membutuhkan biaya tinggi sementara imbalan yang diperoleh para petani sebagai adopter kurang memadai; (5) Sistem dan strategi penyuluhan yang masih lemah sehingga tidak mampu menyampaikan pesan dengan tepat, tidak informatif dan tidak dimengerti; (6) Ketidakpedulian petani terhadap tawaran teknologi baru, sering kali akibat pengalaman kurang baik di masa lalu dan telah merasa puas dengan apa yang dirasakan saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi proses adopsi pada suku pedalaman Arfak, mengidentifikasi persepsi masyarakat suku Arfak terhadap inovasi pertanian dan penyuluhan yang mereka dapatkan dari pemerintah dan untuk mengidentifikasi nilai-nilai sosial (norma, sistem tradisional, adat) baik yang mendukung maupun yang menghambat usahatani masyarakat Arfak. Populasi penelitian ini adalah Kepala Keluarga Petani (Laki-laki atau Perempuan) yang berasal dari Suku Besar Pedalaman Arfak yang terdiri dari empat sub suku bangsa yaitu: Hatam, Meyakh, Sougb, dan Moule. Penentuan responden dalam penelitian ini dilakukan dengan pembagian wilayah yang disengaja (area sampling and purposive) dengan alasan sesuai dengan obyek penelitian yaitu pemilihan Distrik penyebaran suku besar Arfak dan kampung yang memiliki kegiatan bercocok tanam ubi jalar dan sayuran sebagai mata pencaharian pokoknya. Pada tahap pengetahuan, hanya peubah kebutuhan belajar yang memiliki hubungan yang nyata saling mempengaruhi dengan tahap kesadaran pengetahuan adopsi inovasi. Hal ini diduga karena adanya ketidakpuasan terhadap kondisi pertanian yang ada atau kejenuhan dengan inovasi yang mereka terima selama ini yang dianggap tidak mampu menambah penghasilan mereka. Bisa dikatakan faktor kebutuhan belajar adalah faktor yang mempercepat atau memperlancar proses adopsi inovasi. Kebutuhan belajar yang tinggi menunjukkan petani Arfak telah mengalami perubahan atau masa transisi dari masyarakat tradisional ke arah masyarakat maju.
6
Pada tahap persuasif tidak terdapat pengaruh nyata antara atribut inovasi dan saluran komunikasi terhadap proses adopsi tahap persuasif namun terdapat pengaruh nyata pada tahap pengetahuan proses adopsi. Adopsi inovasi oleh masyarakat Arfak masih sulit keberlanjutannya karena saprodi tidak tersedia di sana. Hanya pengaruh sub peubah atribut inovasi kompabilitas/tingkat kesesuaian inovasi yang diduga masih berpengaruh. Masyarakat Arfak sulit mengadopsi inovasi yang tidak dibutuhkan dan tidak sesuai dengan teknologi lokal (kearifan tradisional) yang sudah mereka miliki sebelumnya. Misalnya, inovasi pemupukan atau membajak tidak pernah ada pada tradisi masyarakat Arfak, hanya mengenal teknologi ladang berpindah secara bergiliran dan menggali tanah dengan kayu tugal dan tenaga ternak babi untuk membalik tanah. Pada tahap keputusan peubah yang berpengaruh adalah peubah tahap persuasi dan peubah saluran komunikasi. Saluran komunikasi yang diterapkan masyarakat Arfak saat ini adalah komunikasi vertikal (top down) yaitu melalui pemerintah, Kepala Suku, dan Pendeta sedangkan media massa dan forum diskusi atau kelompok tani belum efektif dilakukan. Tahap ini bergantung pada dua tahap sebelumnya, kalau respon terhadap tahap dua berkurang maka pada tahap ini semakin berkurang adopsi inovasinya. Secara nyata petani Arfak telah mengalami perubahan sosial, budaya, dan orientasi ekonomi (masa transisi) dari masyarakat tradisional ke modern, ditunjukkan oleh kebutuhan belajar yang tinggi, nilai budaya yang mendukung, dan sikap terhadap kegiatan penyuluhan yang responsif. Petani Arfak mau belajar karena ingin memenuhi kebutuhan dasarnya yaitu berupa makanan, pakaian, dan perumahan. Kebutuhan dasar tersebut diperoleh melalui usaha pertanian yang diolah di ladang/kebun mereka. Kebutuhan dasar diperoleh dengan cara menjual produksi pertanian menghasilkan dalam bentuk uang tunai. Artinya, kebutuhan dasar yang dirasakan oleh masyarakat Arfak dapat dideteksi melalui kebutuhan belajar yang dimilikinya. Perubahan pada orientasi nilai budaya menunjukkan petani Arfak sudah mulai mengadopsi nilai-nilai budaya dari luar dalam bentuk inovasi atau informasi yang dipadu padankan dengan nilai-nilai budaya yang selama ini dianut atau diperankan. Nilai budaya pasrah dan ketergantungan kepada kekuatan alam dan hal-hal gaib lainnya mulai ditinggalkan. Analisis Pustaka Dalam penelitian ini penulis menyertakan hasil penelitian sebelumnya yaitu sehingga tulisan menjadi lebih menarik karena menceritakan kondisi sebelumnya pada lokasi tersebut. Pada hasil pembahasan penulis membahas tahap adopsi inovasi dari tahap pengetahuan sampai dengan tahap keputusan dengan baik, tulisan seperti mengalir sehingga memudahkan pembaca.
7
3. Judul
Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Jurnal Volume (Edisi) Alamat URL/doi Tanggal diunduh
: Adopsi Petani Padi Sawah Terhadap Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1 di Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Talakar : 2012 : Jurnal : Elektronik : Hajrah Lalla, M.Saleh S. Ali, Saadah : Jurnal Sains & Teknologi : Volume 12 No. 3, Desember 2012 : 255-264 : http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/4ac467540f1d ae9544904cb234748e7f.pdf : 25 Oktober 2015, pukul 05.13 WIB
Ringkasan Teknologi budidaya padi sawah terus dikembangkan untuk meningkatkan produksi padi. Salah satu inovasi yang diperkenalkan di Kabupaten Talakar adalah sistem tanam Jajar Legowo, inovasi teknologi ini merupakan perubahan dari teknologi jarak tanam tegel. Diantara kelompok barisan tanaman padi terdapat lorong yang luas dan memanjang sepanjang barisan, jarak antar kelompok barisan (lorong) bisa mencapai 50 cm, 60 cm atau 70 cm bergantung pada kesuburan tanah. Teknologi ini bisa meningkatkan produksi padi pada kisaran 1,9 – 29 %. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui (1) tingkat adopsi teknologi sistem tanam Jajar Legowo 2:1 pada petani padi sawah, (2) Hubungan faktor internal dan eksternal petani terhadap tingkat adopsi teknologi sistem tanam Jajar Legowo 2:1 pada petani padi, dan (3) Hubungan tingkat adopsi teknologi sistem tanam Jajar Legowo 2:1 terhadap peningkatan produktivitas usaha tani. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Panrannuangku, Desa Timbuseng dan Desa Ko’mara, Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar menggunakan metode survei yang bersifat deskriptif-korelasional. Dari tiga desa itu dipilih lagi secara acak dua kelompok setiap desa yakni satu kelompok lahan sawah beririgasi dan satu kelompok lahan sawah lahan sawah tadah hujan sehingga ada enam kelompok tani terpilih dari total populasi sebanyak 146 orang petani yang menerapkan teknologi Jajar Legowo 2:1 sejak tahun 2008. Selanjutnya dari populasi tersebut diambil sampel secara proporsional (16 orang dari Kelurahan Panrannuangku, 14 orang dari Desa Timbuseng dan 18 orang dari Desa Ko’mara). Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis dalam bentuk tabel frekuensi/tabulasi dan disajikan dalam bentuk deskriptif. Pengolahan data menggunakan bantuan program SPSS 17.0 Hasil penelitian pada faktor internal petani, petani responden memiliki motivasi tinggi dalam penerapan teknologi Jajar Legowo 2:1. Secara keseluruhan minat petani terhadap teknologi Jajar Legowo dilihat dari sifat-sifat inovasi terdistribusi pada kategori sedang sebanyak 90,20% dan 9,80% dalam kategori tinggi. Variabel motivasi mengikuti Jajar Legowo 2:1 mempunyai hubungan nyata terhadap tingkat adopsi teknologi Jajar Legowo 2:1 penyebabnya adalah setelah petani mengetahui keunggulan dari teknologi Jajar Legowo mereka sadar keuntungan teknologi Jajar Legowo sehingga mereka ingin menerapkan teknologi tersebut di lahannya. Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tingkat keuntungan relatif, tingkat kerumitan dan tingkat kemudahan untuk dicoba juga memiliki hubungan yang nyata dengan adopsi teknologi Jajar Legowo 2:1. Variabel jumlah tanggungan keluarga tidak berpengaruh terhadap tingkat adopsi teknologi Jajar Legowo 2:1 karena sumber tenaga kerja yang digunakan petani pada kegiatan budidaya berasal dari tenaga kerja luar keluarga. Pada petani dengan kepemilikan lahan yang luas
8
tidak menunjukkan hubungan yang nyata karena petani cenderung menerapkan teknologi Jajar Legowo 2:1 hanya pada sebagian kecil lahan saja, meskipun dilakukan beberapa kali pada lahan yang sama untuk mengetahui tingkat perkembangannya. Pada faktor eksternal menunjukkan 60,78% petani responden menilai bahwa informasi mengenai Jajar Legowo cukup tersedia, sedangkan 35,30% menilai sangat tersedia dan hanya 3,92% yang menilai informasi tidak tersedia. Mengenai intensitas penyuluhan tentang Jajar Legowo, 49,02% petani menilai dalam kategori sedang 31,37% menilai pada kategori rendah dan 19,61% tergolong tinggi. Tingkat ketersediaan informasi dan intensitas penyuluhan sama-sama tidak memiliki hubungan nyata dengan adopsi inovasi teknologi Jajar Legowo. Peningkatan produktivitas usahatani dapat dijadikan sebagai indikator tingkat penerapan suatu teknologi pada usahataninya. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan produktivitas petani responden termasuk kategori rendah (68,62%), sedang (15,69%) dan tinggi (15,69%). Kenaikan produktivitas terkecil 0,52 ku/ha dan yang tertinggi 14,76 ku/ha. Tingkat adopsi teknologi Jajar Legowo berhubungan nyata dengan tingkat produktivitas usahatani, hal ini disebabkan karena pengaturan jarak tanam tanaman padi dengan membuat semua tanaman padi menjadi tanaman pinggir sehingga setiap tanaman mendapatkan paparan sinar matahari maksimal. Hama tanaman, utamanya tikus berkurang karena kondisi lahan yang relatif terbuka dan juga pemupukan lebih efisien serta pertumbuhan gulma bisa dihambat. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat adopsi pada teknologi Jajar Legowo digolongkan pada kategori rendah 60,78% dan tinggi 39,22% meskipun motivasi petani tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa petani masih berada pada tahap berminat dan mencoba, belum mengadopsinya. Petani responden pada umumnya masuk dalam kategori mayoritas awal. penyebabnya adalah kurangnya permodalan, keterbatasan tenaga kerja tanam yang terampil, dan juga kegiatan usahatani yang dilakukan secara turun-temurun sehingga petani cenderung untuk melakukan kegiatannya berdasarkan pengalannya sehingga sulit untuk mengadopsi teknologi baru. Analisis Pustaka Penulis hanya mencantumkan petani padi lahan sawah dan Jajar Legowo pada abstrak jurnal, meskipun sebenarnya dalam penulisannya penulis menggunakan konsep adopsi inovasi yang seharusnya juga dicantumkan dalam kata kunci penelitian. Tinjauan pustaka yang dipakai penulis dirasa kurang, penulis mengangkat konsep adopsi inovasi yang pada umumnya memakai konsep Rogers, namun hal itu tidak dilakukan penulis. Dalam tinjauan pustaka penulis juga kurang jelas dalam mendeskripsikan pola tanam Jajar Legowo sehingga mungkin akan sulit dimengerti oleh masyarakat yang sebelumnya belum pernah mengetahui pola tanam Jajar Legowo.
9
4. Judul
Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Jurnal Volume (Edisi) Alamat URL/doi
Tanggal diunduh
: Tingkat Adopsi Teknologi Jagung Hibrida Oleh Petani di Lahan Kering Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur : 2011 : Jurnal : Elektronik : Marsianus Falo, Amiruddin Saleh, Richard W.E Lumintang : Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Lahan Kering (JIIPLK) : Volume 2 No. 2 Desember 2011; hal. 197-212 : http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456 789/57522/ART2011_Amiruddin%20Saleh.pdf?seq uence=1&isAllowed=y : 25 Oktober 2015, pukul 10.43 WIB
Ringkasan Pengembangan teknologi jagung hibrida di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2007 kerja sama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dengan menggunakan slogan “NTT Jagungnisasi” merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan pendapatan dan produktivitas usaha. Provinsi Nusa Tenggara Timur yang berkeinginan untuk menjadikan jagung sebagai komoditas unggulan dengan berusaha meningkatkan produksi usahataninya melalui pengembangan teknologi jagung hibrida. Penelitian ini dilakukan di empat desa/kelurahan di Provinsi Nusa Tenggara. Populasi penelitian adalah seluruh masyarakat yang berprofesi sebagai petani yang terlibat dalam sasaran program pengembangan teknologi jagung hibrida di lahan kering yang berjumlah 904 orang. Pengambilan responden dilakukan dengan penarikan sampel secara acak sederhana, sebanyak 133 orang yang terpilih dari empat desa. Tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang berhubungan dengan tingkat adopsi petani pada teknologi jagung hibrida di lahan kering Kabupaten Timor Tengah Utara, (2) Menganalisis tingkat adopsi petani pada teknologi jagung hibrida di lahan kering Kabupaten Timor Tengah Utara, (3) Menganalisis tingkat kinerja petani pada teknologi jagung hibrida di lahan kering Kabupaten Timor Tengah Utara, (4) Menganalisis hubungan faktor internal dan eksternal dengan tingkat adopsi petani pada teknologi jagung hibrida di lahan kering Kabupaten Timor Tengah Utara, (5) Menganalisis hubungan tingkat adopsi pada teknologi jagung hibrida dengan kinerja petani di lahan kering Kabupaten Timor Tengah Utara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor internal umur petani jagung hibrida tergolong produktif dengan proporsi (57,0%) berada pada kisaran 42-55 tahun. Tingkat pendidikan formal sebagian besar petani tergolong rendah yaitu hanya sampai empat tahun (50,4%) dan berpendidikan 5-8 tahun (27,1%) serta berpendidikan lebih besar dari delapan tahun (22,5%). Tingkat pendidikan nonformal petani tergolong rendah yakni 57,0% yang mengikuti pelatihan kurang dari tiga kali dan 38,0% tergolong sedang dalam mengikuti pelatihan antara 3-4 kali serta 4,0% yang mengikuti pelatihan lebih dari empat kali. Pengalaman dalam berusahatani jagung hibrida masih tergolong rendah yaitu antara 1-2 tahun atau 76,7%, 21,8% tergolong sedang, serta 1,5% tergolong tinggi. Rataan jumlah anggota keluarga sebanyak empat orang dengan kisaran antara 2-8 orang. Jumlah responden petani jagung hibrida memiliki jumlah anggota keluarga ke dalam kategori
10
sedang yakni 4-5 orang (52,6%). Rataan luas lahan garapan petani jagung hibrida adalah 0,66 ha dalam kisaran 0,35-1,4 ha. Berdasarkan kategori, petani mayoritas berada dalam kategori rendah yakni kurang dari 0,70 ha. Akses terhadap informasi menunjukkan 64,0% petani memiliki akses terhadap informasi berada dalam kategori rendah (< 5 kali). Keaktivan petani sesuai dengan hasil penelitian tergolong sedang 6-12 kali (56,4%). Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa rataan ketersediaan sarana dan prasarana dalam berusahatani jagung hibrida sebagian besar (66,2%) merasakan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana berada pada kategori sedang. Tingkat ketersediaan sumber modal bagi petani jagung hibrida di lahan kering Kecamatan Insana Barat untuk memanfaatkan sumber modal tersebut masih rendah (65,4%). Rataan intensitas penyuluhan adalah tujuh kali dengan kisaran 4-12 kali, sebagian besar (72,2%) petani menyatakan intensitas penyuluhan berada pada kategori sedang. Akses terhadap pasar petani, (60,2%) petani menyatakan bahwa berada pada kategori sedang. Hasil penelitian terhadap sebaran responden berdasarkan sifat inovasi menunjukkan bahwa pada umumnya (65,4%) petani jagung hibrida berada pada kategori sedang Tingkat adopsi petani pada teknologi jagung hibrida di lahan kering Kabupaten Timor Tengah Utara mulai dari tahap pemilihan varietas unggul jagung hibrida, pengendalian HPT, panen dan pascapanen termasuk ke dalam kategori sedang. Tingkat kinerja petani pada penerapan teknologi jagung hibrida di lahan kering dengan berdasarkan pada hasil produksi jagung hibrida dan pendapatan yang dihasilkan dari usahatani jagung hibrida tergolong rendah. Hubungan faktor internal menunjukkan bahwa secara umum tidak berhubungan nyata dengan tingkat adopsi petani. Akan tetapi, berdasarkan dari jenis kegiatan teknologi jagung hibrida, faktor internal umur berhubungan nyata dengan kegiatan pascapanen, pendidikan formal berhubungan nyata dengan kegiatan pascapanen, pendidikan nonformal berhubungan nyata pada kegiatan pemupukan, pengairan, pengendalian HPT dan jumlah keluarga berhubungan nyata dalam kegiatan panen. Faktor eksternal ketersediaan sarana dan prasarana berhubungan nyata dengan tingkat adopsi petani dalam penerapan teknologi jagung hibrida, dan intensitas penyuluhan berhubungan nyata pada kegiatan pengairan. Secara umum, hubungan antara tingkat adopsi petani pada teknologi jagung hibrida dengan kinerja petani berhubungan nyata baik pada kegiatan produksi maupun dari indikator pendapatan usahatani jagung hibrida. Analisis Pustaka Sebagai penelitian deskriptif korelasional penelitian ini menjelaskan faktor – faktor internal dan eksternal adopsi inovasi jagung hibrida di NTT secara jelas satu persatu. Dan juga menjelaskan korelasi faktor-faktor itu dengan tingkat adopsi dan kinerja.
11
5. Judul
Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Alamat URL/doi Tanggal diunduh
: Tingkat Adopsi Inovasi Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah di Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor : 2015 : Tesis : Elektronik : Ismilaili : Bogor-Institut Pertanian Bogor : http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/12345 6789/74817/2015ism.pdf : 23 Oktober 2015, pukul 14.04 WIB
Ringkasan Permasalahan pemenuhan kebutuhan pangan di Indonesia merupakan salah satu aspek yang menjadi prioritas untuk diselesaikan. Komoditas pangan terpenting di Indonesia saat ini adalah beras, hampir seluruh masyarakat Indonesia saat ini menjadikan beras sebagai makanan pokok sehari-hari, sehingga tuntutan peningkatan produksi beras menjadi sangat tinggi. Untuk meningkatkan produksi diperlukan inovasi-inovasi baru yang secara teknis bisa diterapkan, secara ekonomi dapat memberikan nilai tambah dan insentif yang memadai, secara sosial budaya dapat diterima oleh pengguna, dan teknologi ramah lingkungan. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) adalah suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani melalui perbaikan sistem/ pendekatan dalam perakitan paket teknologi yang sinergis antar komponen teknologi, dilakukan secara partisipatif oleh petani serta bersifat spesifik lokasi. Tujuan penelitian ini meliputi hal berikut: (1) menganalisis persepsi petani terhadap inovasi PTT padi di Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor, (2) menganalisis tingkat adopsi inovasi PTT padi sawah di Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor, dan (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi PTT padi di Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor. Sampel penelitian yang diambil oleh peneliti adalah petani yang mengadopsi inovasi PTT sebanyak 80 orang secara proporsional acak (proportional simple random sampling). Penulis menganalisis data menggunakan pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan secara statistik deskriptif dan inferensial. Statistik deskriptif menggunakan distribusi frekuensi dan statistik inferensial menggunakan analisis regresi berganda. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa karakteristik internal umur, tingkat pendidikan formal, frekuensi pendidikan non formal, pengalaman berusahatani, dan luas penguasaan lahan petani kedua desa sampel tidak menunjukkan adanya perbedaan karakteristik. Pada karakteristik eksternal, tingkat ketersediaan informasi menunjukkan tidak adanya perbedaan antara responden kedua desa, sedangkan pada tingkat ketersediaan saprodi, terdapat perbedaan antara responden kedua desa, petani Desa Barengkok lebih mudah mendapatkan sarana produksi (bibit, pupuk, obat-obatan) dalam mendukung usahatani karena banyak tersedia kios saprodi, penggilingan padi, dan saluran irigasi dibandingkan petani Desa Leuwimekar. Hal ini disebabkan karakteristik dua desa yang berbeda dimana Desa Barengkok merupakan desa yang cukup jauh dengan kota yaitu berada di ujung Kecamatan dan memiliki akses yang kurang baik. Desa
12
Leuwimekar berada di dekat pusat kecamatan dan dekat dengan kota sehingga memiliki akses yang baik yaitu berupa jalan raya, dan pasar Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi petani terhadap komponen teknologi inovasi PTT padi yang meliputi varietas unggul, sistem tanam, bahan organik, pengairan berselang, pengendalian gulma hama penyakit, dan penanganan panen dan pasca panen di Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor termasuk dalam kategori sangat tinggi artinya bahwa persepsi petani terhadap inovasi PTT padi dalam penggunaan varietas unggul lebih menguntungkan dibandingkan dengan varietas biasa, inovasi PTT sesuai dengan kebutuhan petani, penggunaan sistem tanam secara Legowo (4:1 dan 2:1) mudah diterapkan dan dapat diujicobakan dalam skala luasan kecil maupun skala besar, serta dapat dilihat perbedaan hasil yaitu melalui inovasi PTT hasil produktivitas meningkat dari 6.5 menjadi 8.6 ton/ha. Peneliti menemukan bahwa tingkat adopsi inovasi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah di Kecamatan Leuwiliang termasuk kategori tinggi, dengan skor 2.56 (pada skala 1-3). Tingkat adopsi di Desa Barengkok dengan skor 2.5 (pada skala 1-3) dan di desa Leuwimekar dengan skor 2.6 (pada skala 1-3), artinya bahwa inovasi PTT diterima dengan baik oleh petani padi. Adopsi inovasi varietas unggul, sistem tanam, bahan organik, pengairan berselang, pengendalian gulma hama dan penyakit dan penanganan panen dan pasca panen tergolong tinggi di dua desa penelitian. Dua desa penelitian memiliki perbedaan pada tingkat adopsi terhadap teknologi penggunaan bahan organik meskipun sama-sama tinggi, Tingkat adopsi teknologi bahan organik di Desa Barengkok sebesar 70 persen sedangkan Desa Leuwimekar sebesar 62.5 persen menerapkan teknologi ini. Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat adopsi inovasi PTT padi di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor adalah umur, pengalaman berusahatani, luas penguasaan lahan, tingkat ketersediaan informasi inovasi PTT padi, tingkat pengetahuan petani terhadap inovasi PTT dan tingkat persepsi petani terhadap inovasi PTT padi sawah, sedangkan tingkat pendidikan formal, frekuensi pendidikan non formal dan tingkat ketersediaan saprodi tidak memengaruhi tingkat adopsi inovasi PTT padi sawah di Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor. Analisis Pustaka Penelitian ini dilakukan di dua desa yang berbeda, Desa Barengkok merupakan desa yang cukup jauh dengan kota yaitu berada di ujung kecamatan dan memiliki akses yang kurang baik, sedangkan Desa Leuwimekar berada di dekat pusat kecamatan dan dekat dengan kota sehingga memiliki akses yang baik yaitu berupa jalan raya dan pasar. Perbedaan karakteristik wilayah tersebut menyebabkan perbedaan karakteristik petani yang ada di kedua desa. Sehingga peneliti bisa menganalisis keduanya. Peneliti sangat runtut dalam menuliskan penelitiannya, dimulai dari judul, abstrak, pendahuluan hingga kesimpulan tertata sistematis sehingga dapat mudah dipahami pembaca. Kesimpulan penelitian sesuai dengan rumusan masalah yang dirumuskan oleh peneliti.
13
6. Judul
Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Alamat URL/doi Tanggal diunduh
: Tingkat Adopsi Teknologi Budidaya Sayuran Organik Oleh Petani Mitra ADS-UF IPB Serta Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya : 2014 : Skripsi : Elektronik : Istiqomah Nurfitri : Bogor-Institut Pertanian Bogor : http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/12345 6789/69472/H14inu.pdf?sequence=1&isAllowed=y : 24 November 2015, pukul 15.00
Ringkasan ADS (Agribusiness Development Station) adalah nama baru dari CDF(International Cooperation and Development Fund). ADS adalah organisasi bisnis yang terbentuk dari kerja sama antara Pemerintah Taiwan dengan Indonesia yang berada di Desa Cikarawang, Dramaga, Bogor. ADS mengembangkan pertanian dengan cara bekerjasama dengan petani, bentuk kerja sama yang ditawarkan adalah penyediaan pasar bagi petani untuk menjual hasil panennya dan melakukan pembinaan secara bertahap dan berkelanjutan terhadap petani yang tujuannya adalah petani dapat menghasilkan komoditas dengan kualitas terbaik, kuantitas yang banyak dan kontinu. Tujuan penelitian ini meliputi hal berikut: (1) mengidentifikasi karakteristik petani sayuran organik mitra ADS yang terdiri dari umur, tingkat pendidikan, luas lahan, pengalaman usahatani, lama bermitra, status pekerjaan, serta status lahan yang diusahakan, (2) menganalisis tingkat adopsi petani terhadap setiap tahapan adopsi teknologi budidaya sayuran organik ADS, yaitu tahap konversi dan kontaminasi, benih dan pembibitan, persiapan lahan, penanaman, pencegahan HPT, pengendalian HPT, dan panen, dan (3) menganalisis faktor-faktor dari karakteristik petani yang dapat mempengaruhi tingkat adopsi teknologi budidaya sayuran organik ADS oleh petani mitra. Penelitian ini dilakukan dalam lingkup ADS IPB, fokus kepada responden petani sayur organik mitra ADS yang hingga saat penelitian dilakukan masih aktif berinteraksi dan mengirimkan hasil panennya ke ADS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat adopsi petani terhadap SOP budidaya sayuran organik yang diberikan oleh ADS telah masuk dalam kategori tinggi. Teknologi budidaya sayuran organik yang dituangkan oleh ADS dalam bentuk SOP terdiri dari tujuh tahapan budidaya yang harus diadopsi. Tujuh tahapan tersebut adalah konversi dan kontaminasi, benih dan pembibitan, persiapan lahan, penanaman, pencegahan HPT, pengendalian HPT, dan panen. Tingkat adopsi tahapan adopsi benih dan pembibitan, persiapan lahan, penanaman dan panen berada pada kategori tinggi, sedangkan tingkat adopsi tahapan adopsi konversi dan kontaminasi, pencegahan HPT dan pengendalian HPT berada pada kategori sedang. Analisis faktor-faktor dilakukan dengan tujuan untuk melihat faktor karakteristik petani apa saja yang memberikan pengaruh terhadap keputusan petani mitra sayuran organik ADS dalam mengadopsi SOP budidaya yang diberikan. Analisis keseluruhan variabel dengan menggunakan metode enter menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel yang memberikan pengaruh nyata pada taraf 10 persen. Kemudian, dilakukan analisis dengan metode backward stepwise dengan tujuan untuk mengeliminasi variabel
14
yang memiliki korelasi rendah. Hasilnya, ada dua variabel yang memberikan pengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 90 persen. Variabel tersebut adalah pendidikan formal dan pengalaman usahatani. Pendidikan formal yang diambil oleh responden memiliki hubungan yang sangat erat dengan sektor pertanian, sehingga sudah terbentuk pemahaman dan pola pikir yang baik mengenai hubungan teori dan praktek pada bidang pertanian. Ketika diberikan sebuah anjuran budidaya berupa SOP, responden dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi menjadi lebih responsif untuk mengadopsi, karena anjuran yang terdapat di dalam SOP dapat dimengerti oleh logika berfikirnya. Hal yang sama juga ditemukan dengan pengalaman usahatani, ketika dihadapkan dengan SOP budidaya sayuran organik, seseorang dengan pengalaman usahatani lebih banyak akan membandingkan anjuran yang tertulis pada SOP dengan hal-hal yang pernah dilakukannya selama ini. Variabel umur, luas lahan, status lahan, lama bermitra, dan status pekerjaan yang pada awalnya diduga memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat adopsi teknologi ternyata tidak berpengaruh nyata. Variabel umur diduga memberikan pengaruh negatif, semakin tua responden, maka tingkat adopsinya terhadap teknologi budidaya sayuran organik semakin rendah. Akan tetapi, variabel ini ternyata tidak memberikan pengaruh terhadap tingkat adopsi responden terhadap teknologi budidaya sayuran organik. Sama halnya dengan variabel lama bermitra pada awalnya diduga akan memberikan pengaruh positif terhadap tingkat adopsi petani. Variabel ini ternyata terbukti tidak signifikan memberikan pengaruh. Begitu juga dengan variabel status pekerjaan, dugaannya adalah responden yang menjadikan usahatani sayuran organik sebagai pekerjaan utama akan lebih berhati-hati dalam mengadopsi teknologi baru, sebaliknya responden yang menjadikan usahatani sayuran organik sebagai pekerjaan sampingan akan lebih responsif terhadap teknologi baru. Variabel status pekerjaan tidak memberikan pengaruh terhadap tingkat adopsi teknologi responden. Responden yang menjadikan usahatani sayuran organik sebagai pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan tidak memiliki kecenderungan untuk mengadopsi dengan lebih baik dibandingkan dengan yang lain. Analisis Pustaka Penelitian ini menggunakan tiga jenis pengujian model regresi logistik yaitu uji Likelihood Ratio, uji Wald, dan Odds Ratio. Uji Likelihood adalah uji model logistik secara keseluruhan, dimana pada uji ini akan dilihat apakah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model secara bersama-sama dapat memberikan pengaruh kepada variabel dependen. Uji Wald digunakan untuk menguji faktor atau variabel independen yang secara mandiri dapat memberikan pengaruh nyata terhadap variabel dependen.
15
7. Judul
Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Jurnal Volume (Edisi) ISSN Alamat URL/doi Tanggal diunduh
: Hubungan Sosial Ekonomi Petani dengan Tingkat Adopsi Inovasi Teknologi Komoditas Jagung di Sidoharjo Wonogiri : 2008 : Jurnal : Elektronik : Sutarto : Agritexts Vol.2 (Desember 2008); : 2088-5873 : http://fp.uns.ac.id/jurnal/download.php?file=Agrit ex-1.pdf : 07 Januari 2015, pukul 21.48
Ringkasan Kegiatan penyuluhan pertanian merupakan salah satu komponen yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya pembangunan pertanian. Ada tiga tujuan utama dari kegiatan penyuluhan, yaitu bertani yang lebih baik, berusaha tani yang lebih menguntungkan dalam berkehidupan yang lebih layak. Agar petani mau menerima inovasi yang ditawarkan penyuluh ada hubungan antara keadaan sosial ekonomi petani. Keadaan sosial ekonomi petani terdiri atas umur, pendidikan, perkawinan, pemilik lahan dan pendapatan. Akan tetapi, sepenting apapun peran penyuluh dan seberapa jauh penyuluh telah memberikan peranan secara maksimal akan tetapi sangat tergantung pula terhadap persepsi petani bagaimana menilai terhadap peranan yang telah dilaksanakan oleh penyuluh pertanian. Lokasi penelitian adalah kecamatan Sidoharjo kabupaten Wonogiri. Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan yang pertama, lokasi ini merupakan sektor produksi jagung yang sangat potensial di Kabupaten Wonogiri. Kedua, kehidupan kelompok tani yang merupakan salah satu media penyuluhan sangat baik terbukti kelas kelompok di Kecamatan Sidoharjo sudah tidak ada lagi yang pemula. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara faktor sosial ekonomi petani dengan tingkat adopsi inovasi teknologi komoditas jagung di lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian survei. Kondisi sosial ekonomi petani dikategorikan dengan penilaian. Hasilnya, dari rentang penilaian skor kondisi sosial ekonomi 6-21, frekuensi terbesar (15,9%) petani berada pada skor 14 dengan nilai terendah 6 dan nilai tertinggi 21 masing-masing 1,6%. Frekuensi terbesar kedua terdapat pada skor 36 dengan persentase 12,7%selanjutnya yang ketiga ada pada skor 40 yaitu 11,1%. Kondisi sosial ekonomi terdiri dari 5 sub variabel yaitu umur, pendidikan, luas lahan, pendapatan, dan pengalaman. Umur petani akan mempengaruhi kemampuan fisik dan respon terhadap hal-hal yang baru dalam menjalankan usaha taninya. Petani yang berusia lanjut akan sulit untuk diberikan pengertian-pengertian yang dapat mengubah cara berfikir, cara kerja dan cara hidup. Umur petani akan mempengaruhi kemampuan fisik dan respon terhadap hal-hal yang baru dalam menjalankan usahataninya. Hasil uji koefisien korelasi antara variabel umur dengan variabel adopsi inovasi diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan adopsi inovasi. Pendidikan merupakan proses timbal balik dari setiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, teman dan alam semesta. Pendidikan dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun nonformal. Tingkat pendidikan petani baik formal
16
maupun nonformal akan mempengaruhi cara berfikir yang diterapkan pada usahanya yaitu dalam rasionalisasi usaha dan kemampuan memanfaatkan setiap kesempatan yang ada. Hasil uji koefisien korelasi antara variabel pendidikan dengan variabel adopsi inovasi diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan adopsi inovasi. Sebagai sumber ekonomi bagi masyarakat desa khususnya petani, luas lahan dan kondisi sawah sebagai lahan pertanian sangat menentukan produksi dan pendapatan rumah tangga petani. Hasil uji koefisien korelasi antara variabel luas lahan dengan variabel adopsi inovasi diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara luas lahan dengan adopsi inovasi. Pendapatan merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang perekonomian keluarga. Tingkat pendapatan merupakan salah satu indikasi sosial ekonomi seseorang di masyarakat di samping pekerjaan, kekayaan dan pendidikan. Hasil uji koefisien korelasi antara variabel pendapatan dengan variabel adopsi inovasi diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendapatan dengan adopsi inovasi. Pengalaman menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi cenderung mengakibatkan dan menghasilkan adanya diri yang timbal balik serta penyesuaian kecakapan dengan situasi baru. Selain itu, pengalaman juga dapat membentuk sikap sebagai proses semakin meningkatnya pengetahuan yang dimiliki petani termasuk di dalamnya pengalaman penggunaan teknologi baru. Hasil uji koefisien korelasi antara variabel pengalaman dengan variabel adopsi inovasi diketahui bahwa tidak ada hubungan antara pengalaman dengan adopsi inovasi. Keadaan sosial petani adalah ciri-ciri khusus atau sifat khas yang dimiliki petani berkaitan dengan sosial ekonominya. Dalam penelitian ini, karakteristik sosial ekonomi petani meliputi umur, pendidikan, luas lahan, pendapatan petani dan pengalaman. Hasil uji koefisien korelasi antara variabel kondisi sosial ekonomi dengan variabel adopsi inovasi diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara kondisi sosial ekonomi dengan adopsi inovasi. Bagi seseorang yang memiliki kondisi sosial ekonomi tinggi, maka pola pikirnya akan lebih baik, sehingga akan lebih memiliki persepsi positif terhadap sesuatu. Demikian pula terhadap hasil inovasi, seseorang yang memiliki pola pikir positif akan memiliki persepsi yang positif terhadap hasil inovasi. Karena itulah maka petani yang memiliki kondisi sosial ekonomi yang baik akan dapat menerima hasil inovasi dan tentunya ia akan menggunakan hasil inovasi tersebut dalam bertani. . Analisis Pustaka Pembahasan penulis mengenai hubungan antara kondisi sosial ekonomi dengan adopsi inovasi dalam skripsi ini kurang mendalam, tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai mengapa bisa ada hubungan dan mengapa tidak ada hubungan antara variabel. Karena memang penelitian ini murni penelitian survei, mungkin ini adalah salah satu kelemahan jenis penelitian ini.
17
8. Judul
Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Jurnal Volume (Edisi) Alamat URL/doi Tanggal diunduh
: Tingkat Adopsi Petani Terhadap Benih Padi (Oryza sativa L.) Bersertifikat dan Non-Sertifikat di Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman : 2013 : Jurnal : Elektronik : Novi Kumala Dewi, Prapto Yudono, Jamhari : Vegetalika : Vol. 2 (2013); 74-86 : http://jurnal.ugm.ac.id/jbp/article/download/2417/ 2173 : 07 Januari 2015, pukul 20.45
Ringkasan Dalam konteks agronomi, benih dituntut untuk bermutu tinggi sebab benih harus mampu menghasilkan tanaman yang berproduksi maksimum dengan sarana teknologi yang maju. Sering petani mengalami kerugian yang tidak sedikit, baik biaya, maupun waktu yang berharga akibat penggunaan benih yang bermutu jelek, walaupun pertumbuhan dan produksi tanaman sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim dan cara bercocok tanam tetapi tidak boleh diabaikan pentingnya pemilihan kualitas benih yang dipergunakan. Penggunaan benih bersertifikasi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas padi. Oleh sebab itu, ketersediaan benih unggul bersertifikat bagi petani dalam melakukan kegiatan usaha tani merupakan syarat mutlak. Tujuan utama dari sertifikasi benih adalah untuk melindungi keaslian varietas dan kemurnian genetik agar varietas yang telah dihasilkan pemulia sampai ke tangan petani dengan sifat-sifat unggul seperti tertulis pada deskripsinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat adopsi petani, tingkat produktivitas, tingkat kualitas benih dan pendapatan petani terhadap penggunaan benih padi bersertifikat dan non-sertifikat. Penelitian ini dilaksanakan di empat desa yaitu Desa Purwomartani, Desa Selomartani, Desa Tamanmartani, dan Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, dimana terdapat petani yang menggunakan benih padi bersertifikat dan non-sertifikat. Teknik pengambilan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner terhadap petani yang menggunakan benih padi bersertifikat dan non-sertifikat. Hasil wawancara diolah menggunakan likert dan kemudian dilakukan skoring. Skoring yang diperoleh berbasis data dianalisis lanjut dengan uji t menggunakan software SPSS versi 16. Kategori umur petani pada penggunaan benih padi bersertifikat dan nonseritifikat. Umur petani yang menggunakan benih padi bersertifikat dan non-sertifikat terbanyak adalah pada masa produktif (15-64 tahun) sebesar 25 dan 22%, selebihnya adalah petani tidak produktif (>64 tahun). Berdasarkan tingkat pendidikan, penggunaan benih padi bersertifikat tingkat pendidikan petani lebih banyak mengenyam pendidikan SLTA yaitu sebesar 76,67%, urutan kedua yaitu SLTP sebesar 10%, dan untuk urutan ketiga yaitu Diploma sebesar 6,67%. Berbeda dengan petani yang menggunakan benih padi non-sertifikat, petani yang menggunakan benih padi non-sertifikat lebih banyak mengenyam pendidikan SLTA yaitu sebesar 46,67%, urutan kedua adalah SLTP sebesar 33,33% dan untuk urutan ketiga adalah SD sebesar 16,67%. Pada karakteristik luas lahan garapan diketahui bahwa petani yang menggunakan benih padi bersertifikat di Kecamatan Kalasan mempunyai luas lahan garapan dalam kategori sempit yaitu mencapai 60%, kategori sedang yaitu 33,33% dan kategori luas
18
hanya 6,67%. Dibandingkan dengan petani yang menggunakan benih padi bersertifikat, petani yang menggunakan benih padi non-sertifikat lebih banyak yang mempunyai luas lahan garapan dalam kategori sempit sebanyak 90%, sedangkan kategori sedang sebanyak 6,67% dan kategori luas sebanyak 3,33%. Tingkat adopsi petani terhadap penggunaan benih padi bersertifikat dan nonsertifikat. Berdasarkan hasil penelitian, secara keseluruhan tingkat adopsi petani pada penggunaan benih padi bersertifikat sebesar 82,45% dan tingkat adopsi pada penggunaan benih padi non-sertifikat sebesar 83,66%. Hal ini menunjukkan tingkat adopsi petani pada penggunaan benih padi bersertifikat lebih rendah dibandingkan dengan tingkat adopsi petani pada penggunaan benih padi non-sertifikat. Apabila dilihat dari hasil persentase dan jumlah rata-rata skor menunjukkan selisih angka yang tidak jauh antara benih padi bersertifikat dan non-sertfifikat, dikarenakan petani dapat menerima adopsi benih bersertifikat namun masih banyak kekurangan pada benih padi bersertifikat. Perbedaan tingkat adopsi petani terhadap penggunaan benih padi bersertifikat dan non-sertifikat di Kecamatan Kalasan terlihat bahwa tingkat adopsi petani yang menggunakan benih padi non-sertifikat lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat adopsi petani yang menggunakan benih padi bersertifikat. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan tidak ada beda nyata atau tingkat adopsi petani terhadap benih bersertifikat lebih rendah dibandingkan non-sertifikat. Pada hubungan tingkat produktifitas terhadap penggunaan benih padi bersertifikat dan non-sertifikat, berdasarkan hasil pengujian produktivitas benih di atas, didapatkan adanya beda nyata atau produktifitas petani yang menggunakan benih bersertifikat lebih tinggi dibandingkan non-sertifikat. Dilihat dari rata-rata hasil produktifitas, produktifitas penggunaan benih padi bersertifikat masih lebih tinggi yaitu sebesar 5 ton/ha dibandingkan dengan produktifitas penggunaan benih padi non-sertifikat yaitu sebesar 4,07 ton/ha. Penelitian menemukan bahwa tingkat kualitas benih bersertifikat lebih rendah dibandingkan non-sertifikat. Kualitas benih bersertifikat menurut para petani yang menggunakan benih padi bersertifikat cukup rendah yaitu dengan hasil skoring 48,4 dengan persentase 78,06%. Petani yang menggunakan benih padi bersertifikat belum merasa puas dengan benih padi bersertifikat yang dianjurkan oleh penyuluh lapangan. Petani yang menggunakan benih padi bersertifikat menyebutkan masih ada kekurangan kualitas benih padi bersertifikat, yaitu masih ada yang tercampur oleh varietas-varietas lain, tercampur benih dari tanaman lain, dan pertumbuhan tanaman yang kurang bagus. Pendapatan bersih usaha tani benih bersertifikat lebih tinggi dibandingkan nonsertifikat. pendapatan petani perhektar pertahun untuk petani yang menggunakan benih bersertifikat sebesar Rp. 11.758.000 dan pendapatan permusim tanam sebesar Rp. 3.919.333. Untuk petani yang menggunakan benih non-sertifikat pendapatan bersih petani perhektar pertahun sebesar Rp. 9.819.361 dan pendapatan permusim tanam/hektar sebesar Rp. 3.273.120. Analisis Pustaka Kalimat yang dipakai penulis untuk menjelaskan suatu fakta temuan di lapangan sulit untuk dipahami, sehingga pembaca perlu membaca berulang kali untuk bisa memaham isi dari tulisan. Pada intinya penelitian ini memperbandingkan petani yang menanam benih bersertifikat dengan petani yang bertani yang menanam benih nonsertifikat.
19
9. Judul
Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Alamat URL/doi Tanggal diunduh
: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Oleh Petani Padi Di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat : 2013 : Skripsi : Elektronik : Anggun Musyarofah : Bogor-Institut Pertanian Bogor : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/6700 4 : 05 Januari 2015, pukul 08.54
Ringkasan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) merupakan salah satu teknologi yang dapat digunakan dalam upaya peningkatan produktivitas padi. PTT mulai diterapkan pada tahun 2008 namun jumlah petani yang menerapkan PTT masih terbatas. PTT padi disosialisasikan melalui program sekolah lapang PTT sehingga petani yang menerapkan PTT adalah petani yang mengikuti kegiatan sekolah lapang PTT. Metode pendekatan sekolah lapang PTT meyakini jika secara alamiah seharusnya penerapan PTT dapat menyebar kepada petani di sekitar daerah sekolah lapang PTT karena letak Laboratorium Lapang (LL) padi setiap kelompok tani berada di tengah area persawahan yang mudah dilihat oleh petani. Penelitian ini dilakukan di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan penyebab petani yang menerapkan PTT masih sedikit. (2) Mendeskripsi penerapan PTT menurut petani padi responden. (3) Mengukur tingkat penerapan PTT. (4) Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan PTT oleh petani padi. (5) Mendeskripsikan pengaruh penerapan PTT terhadap pendapatan usahatani padi pada petani responden. (6) Mendeskripsikan hubungan pendapatan dan efisiensi usahatani dengan tingkat penerapan PTT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70 persen petani mengikuti program sekolah lapang (menerapkan PTT) dikarenakan adanya ajakan dari kelompok tani. Hal ini dikarenakan ketika petani menjadi anggota kelompok tani maka dengan sukarela dan penuh kesadaran mereka akan mengikuti segala program yang direncanakan kelompok tani tersebut. Adanya bimbingan dari penyuluh menjadikan 26,7 persen petani mengikuti program sekolah lapang dan menerapkan PTT. Kecilnya motivasi petani menerapkan PTT untuk meningkatkan produksi dan pendapatan disebabkan sebagian besar petani memiliki persepsi bahwa keberhasilan usahatani padi ditentukan oleh cuaca, serangan hama dan penyakit serta penggunaan pupuk bukan dikarenakan suatu program pertanian. Tingkat penerapan PTT di Desa Ciherang pada penelitian ini dibedakan atas penerapan PTT oleh petani yang menerapkan PTT (peserta sekolah lapang PTT) dan petani yang tidak menerapkan PTT pada usahatani padi. Hal ini dilakukan karena petani yang tidak menerapkan PTT (petani yang tidak mengikuti sekolah lapang PTT) juga telah menerapkan PTT. Tiga komponen PTT termudah menurut petani yang menerapkan PTT adalah penggunaan benih unggul bersertifikat, penggunaan pupuk organik dan penggunaan bibit muda sedangkan menurut petani yang tidak menerapkan PTT adalah pengendalian hama dan penyakit dengan konsep PHT, penggunaan benih bersertifikat
20
dan penggunaan bibit muda. Tiga komponen PTT tersulit menurut petani yang menerapkan PTT adalah pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan konsep PHT, sistem tanam Jajar Legowo dan jumlah bibit per lubang sedangkan menurut petani yang tidak menerapkan PTT adalah penggunaan benih unggul bersertifikat, sistem tanam Jajar Legowo dan pengendalian hama dan penyakit dengan konsep PHT. PTT telah diterapkan baik pada petani yang menerapkan PTT (peserta sekolah lapang) maupun petani yang tidak menerapkan PTT (bukan peserta sekolah lapang), namun tingkat penerapan PTT lebih tinggi pada petani yang menerapkan PTT. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan PTT oleh petani padi di Desa Ciherang pada penelitian ini dianalisis menggunakan model regresi logistik. Variabelvariabel yang ditetapkan meliputi umur, pendidikan, luas lahan, tanggungan keluarga, pengalaman usahatani padi, rata-rata pendapatan di luar usahatani padi per bulan, penguasaan lahan, keikutsertaan pada kelompok tani dan tujuan usahatani padi. Hasilnya penerapan PTT di Desa Ciherang dipengaruhi oleh umur, tanggungan keluarga, pengalaman usahatani padi, luas lahan, pendidikan, tujuan usahatani padi, penguasaan lahan sistem penggarap dan pendapatan di luar usahatani padi dan pengalaman sekolah lapang PTT. Berdasarkan uji korelasi pearson tingkat penerapan PTT memiliki korelasi dengan arah negatif pada komponen biaya, artinya jika tingkat penerapan PTT mengalami peningkatan maka biaya sarana produksi tunai akan mengalami penurunan. Tingkat penerapan memiliki arah positif pada pendapatan dan efisiensi usahatani. Analisis imbangan antara penerimaan dan biaya adalah nama lain dari analisis Return Cost Ratio (R/C). Nilai dari rasio tersebut menunjukkan pendapatan kotor (penerimaan) yang diterima pengelola usahatani atas setiap rupiah yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani. Berdasarkan hasil uji-t ternyata rata-rata nilai R/C ratio atas biaya tunai antara usahatani yang menerapkan PTT dan usahatani yang tidak menerapkan PTT tidak berbeda nyata. Penerapan PTT memberikan pengaruh pada peningkatan atas pendapatan tunai dan total serta efisiensi usahatani yang dilihat dari nilai R/C ratio atas biaya total berdasarkan uji-t sampel bebas. Analisis Pustaka Penelitian ini tentang tingkat penerapan PTT di Desa Ciherang, Kabupaten Bogor. Penelitian ini juga menjelaskan tingkat penerapan PTT, faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan PTT, pengaruh PTT terhadap produksi, pendapatan dan efisiensi usahatani padi. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode kuantitatif dan juga metode kualitatif. Pengolahan data menggunakan empat macam metode yaitu, model regresi logistik, model regresi linier berganda, uji-t sampel bebas, dan korelasi Pearson.
21
10. Judul
Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Alamat URL/doi Tanggal diunduh
: Analisis Produksi dan Faktor-Faktor Penentu Adopsi Teknologi Pemupukan Berimbang Pada Usahatani Padi : 2006 : Tesis : Elektronik : Yuliarmi : Bogor – Institut Pertanian Bogor : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/10630 : 05 Januari 2015, pukul 10.00
Ringkasan Program Pemupukan Berimbang merupakan teknologi peningkatan produksi padi melalui pemakaian pupuk berimbang dan varietas unggul. Pemupukan berimbang sudah sejak dahulu dianjurkan pada usahatani padi sawah, tetapi pemakaian pupuk di tingkat petani masih belum sesuai dengan rekomendasi yang ditetapkan. Dalam penelitian ini dianalisis tingkat penerapan teknologi usahatani padi sawah dengan sistem skor, faktor yang mempengaruhi keputusan petani mengadopsi teknologi pemupukan berimbang dengan model logit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah. Penelitian ini dilakukan pada usahatani padi sawah di Kecamatan Plered Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah analisis pandangan petani terhadap teknologi pemupukan berimbang dan tingkat penerapan teknologi pemupukan berimbang, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi teknologi pemupukan berimbang dan pendugaan fungsi produksi dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah dengan teknologi pemupukan berimbang. penelitian ini terbatas pada usahatani padi sawah, baik pada petani peserta program pemupukan berimbang ataupun petani non peserta program pemupukan berimbang. Hasil penelitian menunjukkan faktor pendorong utama yang menyebabkan petani mengikuti program pemupukan berimbang di Kecamatan Plered adalah mengharapkan produksi yang lebih tinggi. Dari hasil perhitungan, produksi yang diperoleh petani peserta program pemupukan berimbang lebih tinggi 976 kg dibandingkan produksi yang diperoleh petani non peserta program pemupukan berimbang. Faktor pendorong kedua adalah ketersediaan modal dalam hal ini ketersediaan benih dan pupuk disediakan oleh PT. Pertani sesuai dengan kebutuhan usahatani yang dapat diperoleh tanpa membayar terlebih dahulu. Faktor pendorong lainnya adalah tersedianya input, teknologi yang dianggap petani dapat memudahkan pemupukan, tahan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) dan faktor petani yang ingin mencoba-coba. Faktor penghambat utama bagi petani yang tidak mengikuti program pemupukan berimbang adalah tidak adanya jaminan harga yang lebih baik, setiap panen padi yang pada umumnya panen raya harga gabah otomatis turun. Faktor penghambat kedua yang menyebabkan petani tidak mengikuti program pemupukan berimbang adalah biaya produksi yang tinggi. Petani menganggap bahwa setiap program pertanian yang ditawarkan pemerintah membutuhkan biaya produksi yang tinggi sehingga menciutkan semangat petani untuk mengikutinya. Faktor penghambat ketiga bagi petani tidak mengikuti program pemupukan berimbang adalah kekurangan modal usahatani yang
22
dimiliki petani. Pemakaian varietas unggul yang rakus pemupukan membutuhkan biaya input yang lebih tinggi ditambah biaya produksi lainnya untuk upah pengolahan lahan dan tenaga kerja yang mahal. Keterbatasan tenaga kerja juga merupakan faktor penghambat yang dirasakan petani dalam menerapkan program pemupukan berimbang. Faktor lain yang menghambat penerapan program pemupukan berimbang adalah kekurangan air pengairan yang dirasakan petani tidak mencukupi untuk mensuplai air di lahan-lahan petani pada saat dibutuhkan. Selain itu ada juga petani yang ingin mengikuti program namun terhambat oleh lokasi lahan mereka yang tidak sehamparan. Tingkat penerapan teknologi usahatani yang dilaksanakan oleh petani padi sawah pada penelitian ini dibedakan atas tingkat penerapan teknologi usahatani padi sawah oleh petani peserta program pemupukan berimbang dan petani non peserta program pemupukan berimbang. Analisis dihitung dengan persentase tingkat penerapan teknologi (% TPT) dengan memakai sistem skor. Hasilnya diperoleh % TPT rata-rata pada petani peserta program pemupukan berimbang sebesar 68.38 persen dan petani non peserta program pemupukan berimbang 60.70 persen. Adapun kategori tingkat penerapan teknologi pada kedua kelompok petani ini tergolong tingkat penerapan sedang (60 – 75 persen). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya program pemupukan berimbang memberikan peningkatan produksi padi sawah tetapi tidak secara signifikan. Kondisi ini terjadi karena beberapa permasalahan yang ditemui di lapangan. Salah satu anjuran teknologi Program Pemupukan Berimbang adalah jadwal pemupukan I pada 0 – 7 hst, tetapi tidak semua petani dapat melakukannya disebabkan datangnya suplai pupuk NPK yang terlambat sampai ada yang baru melakukan pemupukan 15 hst. Permasalahan lainnya adalah petani tidak melakukan pemupukan dengan rekomendasi pemupukan yang telah ditetapkan yaitu pupuk organik, jadwal pemupukan dan penyiangan yang saling mendahului tergantung ketersediaan tenaga kerja sehingga pemupukan yang dilakukan kurang efisien dan efektif, dan juga rekomendasi pupuk yang telah ditetapkan masih secara umum dan belum bersifat spesifik lokasi Produksi padi sawah di Kecamatan Plered dipengaruhi oleh faktor luas lahan, jumlah pupuk, dan jumlah tenaga kerja luar keluarga, dimana semakin luas lahan petani, semakin banyak jumlah pupuk, dan semakin banyak tenaga kerja luar keluarga dalam mengerjakan usahatani padi sawah semakin tinggi produksi yang dihasilkan. Analisis Pustaka Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Purwakarta menganalisis pandangan petani terhadap teknologi pemupukan berimbang dan tingkat penerapan teknologi pemupukan berimbang, beserta faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi teknologi pemupukan berimbang dan pendugaan fungsi produksi dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah dengan teknologi pemupukan berimbang. penelitian ini terbatas pada usahatani padi sawah, baik pada petani peserta program pemupukan berimbang ataupun petani non peserta program pemupukan berimbang.
23
RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN Inovasi Inovasi diartikan oleh Rogers (1995) ialah ide-ide baru, praktek-praktek baru atau obyek-obyek yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat. Van den Ban dan Hawkins (1996) mengartikan inovasi adalah suatu gagasan, metode atau obyek yang dianggap sesuatu yang baru tetapi tidak selalu merupakan hasil penelitian baru. Ide atau gagasan yang dihasilkan tidak harus sesuatu yang berasal dari hasil penelitian yang baru melainkan dapat pula ide yang digagas oleh masyarakat petani itu sendiri. Lionberger dan Gwin (1982) dalam Setiana (2005) menyatakan bahwa inovasi tidak sekedar sesuatu yang baru, namun lebih luas dari itu, yakni sesuatu yang dinilai baru atau sesuatu yang dapat mendorong terjadinya pembaharuan dalam masyarakat lokalitas atau komunitas tertentu. Mardikanto (2009) menjelaskan bahwa inovasi bukan hanya terbatas pada benda atau barang hasil produksi saja, melainkan dapat mencakup ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi, perilaku atau gerakan-gerakan menuju kepada proses perubahan di segala bentuk kehidupan masyarakat. Leeuwis (2009) menyatakan bahwa inovasi diartikan sebagai keseluruhan kerja baru, cara baru atau hal-hal baru yang benar-benar dilakukan di dalam kehidupan sehari-hari. Sesuatu yang dianggap “baru” tidak saja diartikan sebagai baru secara pengetahuan melainkan dapat menghasilkan kebaruan dalam perubahan perilaku petani sebagai pelaku yang menjalankan inovasi. Setiana (2005) mendefinisikan inovasi sebagai sesuatu ide, perilaku, produk, informasi, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan diterapkan atau dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat dalam lokalitas ataupun komunitas tertentu yang digunakan dalam mendorong terjadinya perubahan di segala aspek kehidupan untuk terwujudnya peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan literatur pustaka yang diringkas, hampir semua penelitian tersebut membahas mengenai inovasi pertanian yang berupa teknologi dan praktek-praktek terbaru dalam upaya membantu masyarakat petani meningkatkan produktivitas hasil pertanian dan mengatasi permasalahan di dalam usaha taninya. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi, et al. (2013) mengenai teknologi benih tanaman padi bersertifikat menemukan bahwa petani yang menanam padi dengan benih padi bersertifikat memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi daripada petani yang menanam padi dengan benih padi non-sertifikat. Dari hasil penelitian yang dilakukan Lalla, et al. (2012), diketahui bahwa tingkat adopsi teknologi Jajar Legowo 2:1 berhubungan nyata dengan tingkat produktivitas usahatani. Adopsi Inovasi Setiana (2005) menyatakan bahwa adopsi diartikan sebagai sesuatu proses mentalitas pada diri seseorang atau individu, dari mulai seseorang tersebut menerima ideide baru sampai memutuskan menerima atau menolak ide-ide tersebut. Ketika seseorang memutuskan untuk mengadopsi suatu inovasi maka akan terjadi proses mentalitas yang bertahap. Van den Ban dan Hawkins (1996) menjelaskan lima tahapan proses adopsi, yaitu: (1) Sadar (awareness), yaitu tahap seseorang menyadari adanya suatu inovasi baik yang didengar sendiri atau dari orang lain namun belum mendapatkan informasi yang lengkap. (2) Minat (interest), yaitu tahap seseorang mulai menaruh minat terhadap inovasi tersebut dan mencari lebih lanjut informasi tentang hal itu.
24
(3) Penilaian (evaluation), yaitu tahap seseorang membuat penilaian terhadap inovasi tersebut dengan menghubungkan situasi dirinya saat ini dengan yang mendatang serta menentukan menerima atau menolak. (4) Mencoba (trial), yaitu tahap seseorang mulai menerapkan inovasi tersebut dalam skala kecil untuk menentukan kegunaan dan kesesuaian inovasi itu bagi dirinya. (5) Adopsi (adoption), yaitu tahap seseorang telah menggunakan inovasi tersebut dalam skala lebih luas. Gambar 1 Tahapan proses adopsi Awareness
Interest
Evaluation
Trial
Adoption
Rogers (1995) mengkonsepkan lima tahap proses keputusan adopsi inovasi, yaitu: (1) Mengetahui, yaitu ketika seorang individu atau unit pengambilan keputusan lainnya mengetahui adanya inovasi dan memperoleh beberapa pemahaman tentang fungsi inovasi tersebut. (2) Persuasi, yaitu ketika seorang individu atau unit pengambilan keputusan lainnya membentuk sikap berkenan atau tidak berkenan terhadap inovasi. (3) Keputusan, yaitu ketika seorang individu atau unit pengambilan keputusan lainnya terlibat dalam kegiatan yang mengarah pada pilihan untuk mengadopsi atau menolak inovasi. (4) Implementasi, yaitu ketika seorang individu atau unit pengambilan keputusan lainnya mulai menggunakan inovasi. (5) Konfirmasi, yaitu ketika seorang individu atau unit pengambilan keputusan lainnya berusaha untuk mencari penguatan dari inovasi yang telah diputuskan atau membalikkan keputusan sebelumnya untuk mengadopsi atau menolak inovasi. Pada tahap proses keputusan adopsi inovasi terdapat faktor kondisi awal yang dapat mempengaruhinya, antara lain: (1) praktek sebelumnya, (2) kebutuhan atau masalah yang dirasakan, (3) inovasi, dan (4) norma-norma. Pada tahap knowlegde (mengetahui) keputusan individu dipengaruhi oleh faktor karakteristik pengambilan keputusan. Tahap persuation (persuasi) dipengaruhi oleh faktor karakteristik inovasi. Selanjutnya tahap decision (keputusan) individu mulai berhadapan pada keputusan untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi kemudian pada tahap implementation (implementasi) dan confirmation (konfirmasi) merupakan tahap proses lanjutan dari apa yang telah individu putuskan pada tahap decision. (Gambar 2)
25
Gambar 2 Tahapan proses keputusan inovasi
Kondisi Sebelum
Knowledge
1. Praktek sebelumnya 2. Kebutuhan atau masalah yang dirasakan 3. Inovasi 4. Norma-norma sistem sosial
Persuasio n
Decision
Adoption
Rejection
Karakteristik Pengambilan Keputusan 1. Karakteristik sosial ekonomi 2. Peubah individu 3. Perilaku komunikasi
Confirmatio n
Implementatio n
- Melanjutkan adopsi - Mengadopsi kemudian - Tidak melanjutkan - Melanjutkan/menolak
Karakteristik Inovasi 1. 2. 3. 4. 5.
Relative advantage Compatibility Complexity Trialibility Observability
Sumber: Rogers, M. Everett. 1995. Diffusion of Innovation. USA: The Free Press
Dalam tahap proses adopsi terkadang seseorang tidak menyadari saat kapan mereka telah melalui tahapan proses tersebut dan juga tidak semua tahapan-tahapan proses adopsi dilakukan secara berurutan. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Lalla, et al. (2012), petani cenderung telah mengetahui teknologi Jajar Legowo dan 96,08% petani juga menilai informasi tentang teknologi Jajar Legowo tersedia tetapi pada kenyataannya banyak petani yang belum menerapkan inovasi tersebut pada kesehariannya. Petani yang belum menerapkan inovasi tersebut umumnya telah berkeinginan mengadopsi teknologi Jajar Legowo, tapi belum dalam waktu dekat. Petani masih butuh waktu untuk mengadopsi teknologi. Jika dikaitkan dengan tahapan proses keputusan adopsi inovasi maka petani responden masih berada pada tahap mengetahui. Penyuluhan sebagai Upaya Perubahan Perilaku Van den Ban dan Hawkins (1996) menyatakan bahwa penyuluhan ialah keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar guna untuk membantu seseorang memberikan pendapat sehingga dapat memutuskan keputusan yang benar. Margono (2003) mendefinisikan penyuluhan pertanian adalah suatu sistem pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal) untuk petani dan keluarganya dengan tujuan agar mereka mampu dan sanggup memerankan dirinya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan bidang profesinya, serta mampu, sanggup dan berswadaya memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraannya sendiri dan masyarakatnya. Setiana (2005) mendefinisikan penyuluhan sebagai suatu sistem pendidikan di luar sekolah untuk anggota masyarakat, terutama yang berada di pedesaan agar meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mentalnya menjadi lebih produktif sehingga mampu untuk
26
meningkatkan pendapatan keluarganya dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pada dasarnya penyuluhan dapat dikatakan sebagai proses upaya perubahan perilaku. Begitu pula efektivitas atau keberhasilan kegiatan penyuluhan dapat diukur dengan sejauh mana perubahan perilaku individu yang dilihat dari tiga komponen perilaku yaitu: pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Setiana (2005) menjelaskan faktorfaktor yang mendukung efektivitas penyuluhan, antara lain: (1) metode penyuluhan, (2) media penyuluhan, (3) materi penyuluhan, dan (4) waktu dan tempat penyuluhan. Metode penyuluhan berdasarkan pendekatan sasaran yang ingin dicapai, digolongan menjadi tiga metode, yaitu: (1) Metode berdasarkan pendekatan perorangan (2) Metode berdasarkan pendekatan kelompok (3) Metode berdasarkan pendekatan massal Tabel 1 Keuntungan dan kerugian metode penyuluhan 1.
Metode Penyuluhan massal
2.
Penyuluhan kelompok
3.
Penyuluhan perorangan
Keuntungan/Kebaikan Tidak terlalu resmi, pertanian massal Penuh kepercayaan Langsung dapat dirasakan Relatif lebih efisien, pertanian kelompok Komunikator tidak tersamar
Waktu lebih efisien Adanya persiapan yang mantap
Kekurangan Memakan waktu lebih banyak Biaya lebih besar Bersifat kurang efisien pengaruhnya Masalah pengorganisasian Pendekatan aktivitas pembentukan kelompok bersama Kesulitan dalam pengorganisasian aktivitas diskusi Memerlukan pembinaan calon pimpinan kelompok yang cakap dan dinamis Komunikator tersamar Sifatnya lebih formal Pengaruhnya relatif sukar Relatif lebih mudah diukur
Sumber: Setiana (2005), “Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat”, Cetakan Pertama, Bogor 2005, hal. 51
Media penyuluhan menurut Mardikanto (1993) dalam Setiana (2005) adalah alat atau benda yang dapat diamati, didengar, diraba, atau dirasakan oleh indera manusia yang berfungsi untuk memperagakan atau menjelaskan uraian yang disampaikan penyuluh guna membantu proses belajar sasaran penyuluhan agar materi penyuluhan mudah diterima dan dipahami. Media penyuluhan diartikan sebagai segala sesuatu yang disampaikan dalam kegiatan penyuluhan. Materi yang disampaikan harus sesuai dengan kebutuhan dari individu petani, dapat memunculkan rasa ingin lebih tahu mendalam dan memotivasi, dapat memecahkan permasalahan yang dialami oleh petani. Waktu dan tempat kegiatan diadakan penyuluhan juga harus dipertimbangkan karena keduanya dapat mempengaruhi proses dan hasil dari kegiatan penyuluhan. Berdasarkan literatur pustaka yang telah diringkas, dalam penelitian Indraningsih (2011) kegiatan penyuluhan yang intensif dapat meningkatkan persepsi petani terhadap manfaat penyuluhan yang semula tergolong baik (tergolong sedang) bisa menjadi lebih baik (kategori tinggi).
27
28
KESIMPULAN Penyuluhan merupakan sebuah kegiatan pendidikan di luar sekolah untuk para petani dan keluarganya sehingga petani mampu mengatasi masalah di dalam kegiatan berusahatani. Pengaruh dari kegiatan penyuluhan dapat dilihat dari adanya perubahan perilaku petani baik dari pengetahuan, sikap dan keterampilan. Fungsi dari kegiatan penyuluhan yakni membantu petani dan keluarganya agar mampu untuk meningkatkan kesejahteraannya sehingga penyuluhan dilakukan atas dasar kebutuhan dan masalah yang dihadapi petani bukan semata-mata melakukan program yang dirancang oleh pemerintah. Tidak semua program atau bantuan dari pemerintah sesuai dengan kebutuhan petani maka seorang penyuluh penting untuk mengetahui kebutuhan dan masalah yang sesungguhnya dirasakan oleh petani agar solusi yang diberikan dapat sesuai dan dirasakan manfaatnya. Adopsi inovasi adalah suatu proses yang melibatkan mental seseorang atau individu pada keputusan untuk menerima atau menolak suatu ide-ide baru, gagasan, praktek-praktek baru, informasi, program serta perilaku baru sehingga dapat meningkat produktivitas usahatani dan meningkatkan kesejahteraan petani. Pada proses adopsi terdapat beberapa tahapan proses keputusan inovasi mulai dari mengetahui, persuasi, keputusan, implementasi dan konfirmasi. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi di antaranya: faktor yang berasal dari individu petani dan faktor dari karakteristik inovasi tersebut. Pengaruh penyuluhan yang selama ini telah dilakukan oleh berbagai pihak menunjukkan bahwa ternyata penyuluhan belum terlalu berpengaruh terhadap tingkat adopsi inovasi petani. Belum optimalnya kegiatan penyuluhan dapat dikarenakan kurangnya agen penyuluh yang berkompeten, frekuensi atau intensitas penyuluhan yang kurang, serta ketidaksesuaian materi atau inovasi yang diberikan terhadap kebutuhan atau masalah yang dihadapi petani. Oleh karena itu, perilaku petani belum cenderung menunjukkan perubahan dalam menanggapi inovasi yang ditawarkan kepada mereka. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku petani di antaranya yaitu: penyuluhan serta karakteristik petani. Pada faktor penyuluhan terdapat beberapa indikator yaitu metode penyuluhan, materi penyuluhan, komunikasi penyuluhan, intensitas penyuluhan dan kompetensi penyuluh. Sedangkan faktor karakteristik petani dilihat dari komponen umur, pengalaman, tingkat pendidikan, luas lahan, motivasi, modal, dan keberanian mengambil resiko. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rangkuman dan pembahasan, dan kesimpulan yang telah dibuat, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian, antara lain: (1) Bagaimana tingkat adopsi varietas unggul padi oleh petani dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya? (2) Bagaimana pengaruh penyuluhan terhadap perilaku petani dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya?
29
Kerangka Berpikir Tingkat adopsi varietas unggul padi oleh petani adalah penerapan ide- gagasan, praktek atau teknologi dengan menggunakan varietas unggul padi yang dilakukan petani dalam praktek pertaniannya. Tingkat adopsi ini dapat diukur dengan melihat waktu atau lamanya adopsi, kesesuaian prosedur, serta keberlanjutan adopsi. Tingkat adopsi inovasi petani dapat dipengaruhi oleh perubahan perilaku petani sebagai output dari kegiatan penyuluhan pertanian, serta karakteristik inovasi. Karakteristik inovasi dicirikan dengan (1) Tingkat keuntungan relatif, (2) Tingkat kerumitan, (3) Tingkat kesesuaian, (4) Kemudahan dicoba, dan (5) Kemudahan untuk dilihat hasilnya. Perilaku petani yang diakibatkan oleh adanya kegiatan penyuluhan menghasilkan perubahan tingkat pengetahuan, kecenderungan sikap petani terhadap sesuatu hal yang baru, dan tingkat keterampilan petani. Perubahan perilaku petani juga dapat dipengaruhi oleh faktor karakteristik petani. Karakteristik petani yaitu diartikan sebagai ciri-ciri yang melekat pada individu sehingga menjadikan individu tersebut berbeda dengan individu lainnya. Ciri tersebut antara lain umur, tingkat pendidikan formal, tingkat pendidikan non formal, luas lahan, pengalaman usahatani, tingkat keberanian mengambil resiko, dan motivasi. Dalam mengikuti penyuluhan keberhasilan atau tidaknya individu petani dapat dianalisis berdasarkan ciri atau karakteristik masing-masing individu petani. Pada akhirnya perilaku petani akan mempengaruhi tingkat adopsi petani terhadap suatu inovasi. Selain faktor karakteristik petani, perilaku petani juga dipengaruhi oleh kegiatan penyuluhan. Penyuluhan pertanian dicirikan terdiri dari beberapa komponen antara lain ketepatan metode yang digunakan, kesesuaian materi yang disampaikan dengan kebutuhan petani, media komunikasi yang digunakan dapat menarik perhatian petani, kompetensi penyuluh yang baik dan berpengalaman sangat dianjurkan dalam kegiatan penyuluhan, serta frekuensi atau intensitas diadakannya penyuluhan.
30
X1 Karakteristik Petani X2 Karakteristik Inovasi
X1.1 Umur X1.2 Tingkat pendidikan formal X1.3 Tingkat pendidikan nonformal X1.4 Luas lahan X1.5 Pengalaman usaha tani X1.6 Tingkat keberanian mengambil resiko X1.7 Motivasi
X2.1 Tingkat Keuntungan Relatif X2.2 Tingkat Kerumitan X2.3 Tingkat Kesesuaian X2.4 Kemudahan dicoba X2.5 Kemudahan dilihat hasilnya
X3 Penyuluhan
Y1 Perilaku Petani
X3.1 Kesesuaian metode penyuluhan X3.2 Ketepatan media penyuluhan X3.3 Kesesuaian materi penyuluhan X3.4 Tingkat kompetensi penyuluh X3.5 Intensitas Penyuluhan
Y1.1 Tingkat pengetahuan petani Y1.2 Kecenderungan Sikap Petani Y1.3 Tingkat Keterampilan Petani
Y2 Tingkat Adopsi Inovasi Petani Y2.1 Waktu Adopsi Y2.2 Kesesuaian Prosedur Y2.3 Keberlanjutan Adopsi
Gambar 3 Kerangka pikir penelitian varietas unggul padi Keterangan: : berhubungan (diuji)
31
DAFTAR PUSTAKA Dewi NK, Yudono P, Jamhari. 2013. Tingkat Adopsi Petani Terhadap Benih Padi (Oryza sativa L.) Bersertifikat dan Non-Sertifikat di Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman. Vegetalika. [Internet]. [diunduh tanggal 7 Januari 2016]. (2): 74-86. Dapat diunduh dari: http://jurnal.ugm.ac.id/jbp/article/download/2417/2173 Falo M, Saleh A, Lumintang WE. 2011. Tingkat Adopsi Teknologi Jagung Hibrida oleh Petani di Lahan Kering Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur. JIIPLK. [Internet]. [diunduh tanggal 25 Oktober 2015]. 2(2): 197-212. Dapat diunduh dari: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/57522/ART2011Amirud dinsaleh.pdf Faroka FR. 2012. Analisis Pendapatan dan Faktor Penentu Adopsi Teknologi PHSL (Pemupukan Hara Spesifik Lokasi) Untuk Usahatani Padi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Internet]. [diunduh tanggal 5 Januari 2016]. Dapat diunduh dari: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/62962 BPS (Badan Pusat Statistik). 2015. Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai. [Internet]. [diunduh tanggal 13 Desember 2015]. Dapat diunduh dari: http://www.bps.go.id/website/brs_ind/brsInd-20150302130203.pdf Indraningsih KS. 2010. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Keputusan Petani Dalam Adopsi Inovasi Teknologi Usahatani Terpadu. J Agro Ekonomi. [Internet]. [diunduh tanggal 7 Oktober 2015]. Dapat diunduh dari: http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/JAE%2029-1a.pdf Ismilaili. 2015. Tingkat Adopsi Inovasi Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah di Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Internet]. [diunduh tanggal 23 Oktober 2015]. Dapat diunduh dari: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/74817/2015ism.pdf Kementrian Pertanian. 2015. Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2015-2019. [Internet]. [diunduh tanggal 13 Desember 2015]. Dapat diunduh dari: http://www.pertanian.go.id/file/RENSTRA_2015-2019.pdf Lalla H, Ali MSS, Saadah. 2012. Adopsi Petani Padi Sawah terhadap Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1 Di Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar. J Sains & Teknologi. [Internet]. [diunduh tanggal 25 Oktober 2015]. 12(3): 255-264. Dapat diunduh dari: http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/4ac467540f1dae9544904cb234748e7f.pdf Leeuwis C. 2009. Komunikasi untuk Inovasi Pedesaan. Yogyakarta (ID): Kanisius Mulyadi, Sugihen BG, Angsari PS, Susanto D. Proses Adopsi Inovasi Pertanian Suku Pedalaman Arfak di Kabupaten Manokwari – Pupua Barat. J Penyuluhan. [Internet]. [diunduh tanggal 19 Desember 2014]. 3(2): 110-118. Dapat diunduh dari: http://download.portalgaruda.org/article.php?article=83481&val=222 Musyarofah A. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Oleh Petani Padi Di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Internet]. [diunduh tanggal 5 Januari 2015]. Dapat diunduh dari: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/67004 Nurfitri I. 2014. Tingkat Adopsi Teknologi Budidaya Sayuran Organik Oleh Petani Mitra ADS-UF IPB Serta Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Internet]. [diunduh tanggal 24 November 2015]. Dapat
32
diunduh dari: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/69472/H14inu.pdf?seque nce=1&isAllowed=y Pamungkas A. 2014. Adopsi Program System Of Rice Intensification Teknik Satu Bibit Per Rumpun. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Internet]. [diunduh tanggal 5 Januari 2016]. Dapat diunduh dari: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/66016 Sutarto. 2008. Hubungan Sosial Ekonomi Petani dengan Tingkat Adopsi Inovasi Teknologi Komoditas Jagung di Sidoharjo Wonogiri. Agritext. [Internet]. [diunduh tanggal 7 Januari 2015]. 2. Dapat diunduh dari: http://fp.uns.ac.id/jurnal/download.php?file=Agritex-1.pdf Rogers EM. 1995. Diffusion of Innovation. USA: The Free Press. Setiana L. 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Bogor(ID): Ghalia Indonesia. Yuliarmi. 2006. Analisis Produksi dan Faktor-Faktor Penentu Adopsi Teknologi Pemupukan Berimbang Pada Usahatani Padi. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Internet]. [diunduh tanggal 5 Januari 2015]. Dapat diunduh dari: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/10630 Slamet M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Bogor(ID): IPB Press. Van den Ban & Hawkins. 1996. Agricultural Extension. Melbourne: Blackwell Science.
.
33
RIWAYAT HIDUP Thasin Abdullah dilahirkan di Madiun pada tanggal 27 April 1993. Pendidikan formal yang pernah dijalani adalah RA Al-Islam Jetis, MI Al-Islam Jetis, SMPN 1 Geger dan SMAN 1 Geger. Pada tahun 2011, Thasin diterima sebagai salah satu mahasiswa di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.