275628.docx

  • Uploaded by: Fajarinidianeka Putri
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 275628.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,434
  • Pages: 9
Liputan6.com, New York - Dalam 15 tahun mendatang, 40 persen pekerjaan yang ada di dunia disebut dapat dilakukan oleh mesin, menurut salah satu pakar kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dan pemodal ventura (venture capitalist) yang berbasis di China, Kai Fu Lee.

"AI akan semakin menggantikan pekerjaan manusia. Tidak hanya untuk buruh pabrik (pekerja kerah biru), tetapi juga karyawan kantoran (pekerja kerah putih)," kata Lee seperti dikutip dari CBS News, Jumat, 11 Januari 2019.

"Sopir pribadi, pengemudi truk, siapa pun yang bekerja sebagai pengendara roda empat, akan dengan mudah digantikan AI dalam jangka waktu 15 sampai 25 tahun," imbuh Lee. "Sejumlah pekerjaan yang tampaknya sedikit rumit, seperti koki, pelayan kafe, banyak hal di antaranya yang akan menjadi otomatis ... toko ... restoran, dan semuanya dalam 15 tahun, AI akan menggantikan sekitar 40 persen dari pekerjaan di dunia."

"Saya percaya, AI akan mengubah dunia ini jadi lebih baik dari apa pun dalam sejarah umat manusia. Bahkan listrik sekalipun," ucap Lee dengan penuh semangat.

Salah satu perubahan terbesar adalah di bidang pendidikan. Sebagai contoh awal penelitiannya, Lee membiayai perusahaan-perusahaan yang memasang sistem kecerdasan buatan di ruang kelas terpencil di seantero China.

Hal ini ia lakukan untuk meningkatkan mutu pembelajaran bagi siswa-siswi yang tempat sekolahnya jauh dari kotakota besar di Tiongkok. Lee menyebut, sistem AI dirancang untuk mengukur minat dan kecerdasan siswa berdasarkan mata pelajaran.

Lantas, bisakah kecerdasan buatan semacam itu mengidentifikasi calon penerus bangsa yang genius di muka Bumi ini?

"Itu mungkin terjadi di masa depan. AI juga dapat membuat profil detil siswa dan mengetahui hambatan yang dialami oleh siswa tersebut, sehingga guru dapat mempersonalisasi area di mana siswa membutuhkan bantuan," Lee menjabarkan.

I.

Sinopsis Luka di lutut kiri Tantri kembali membesar lagi. Luka itu kembali mengingatkan Tantri pada masa lalunya. Saat luka di lutut kiri Tantri membesar, Bontoan–suami Tantri–pamit membawa sebilah pedang untuk membela spanduk partai yang dirusak massa. Bontoan menjadi salah satu ormas di Denpasar karena bujukan teman-temannya. Bagi Tantri ormas itu tak lebih dari himpunan massa yang kadar kekuatannya diukur dari banyak anggotanya dan seberapa sering mereka berkelahi. Semenjak Bontoan masuk ormas, ia kerap keluar tanpa kenal waktu sambil membawa senjata tajam. Ini terjadi karena ormas Bontoan disewa oleh sebuah partai politik dengan tugas mengawal tokohnya, kegiatannya sekaligus menjaga atributnya. Partai politik, massa, pedang, dan luka di lutut kiri Tantri adalah masa lalu paling kelam dalam hidupnya. Luka itu pernah muncul tahun 1965 saat Tantri masih kelas empat SD. Luka itu muncul begitu saja dan tak kunjung sembuh. Ganggas–ayah Tantri–menggendongnya setiap hari. Ganggas kemudian menemui Uwak Kajeng, tokoh partai politik pemilik tempat bela diri tempat ia menjadi pelatih. Uwak Kajeng menyarankan Ganggas untuk mengantar Tantri ke rumah dukun di kaki Gunung Batukaru. Di rumah dukun itu Ganggas mendapat penjelasan yang susah diterima nalar. Dukun itu mengatakan kalau luka di lutut kiri Tantri adalah luka yang dikirim kekuatan gaib dan hanya bisa sembuh jika dibasuh dengan darah manusia yang terluka atau mati tidak wajar. Ganggas putus asa. Ia lebih sibuk mengurus perguruan bela diri milik Uwak Kajeng. Tiba-tiba partai Uwak Kajeng dituduh sebagai partai pengkhianat bangsa dan Ganggas dituduh sebgai antek-anteknya. Massa menyerbu perguruan dan Ganggas mengahadapinya sendirian. Tantri yang sedang berbaring di kamar kemudian mendengar kabar ayahnya terbunuh. Mayatnya diseret massa di jalan dengan darah mengucur dari kepalanya. Tantri ingat kata-kata si dukun, ia langsung membayangkan darah ayahnya. Ketika Ganggas digotong warga ke rumahnya, Tantri meraup darah ayahnya dengan tangan lalu dibasuhkan ke luka di lutut kirinya. Esoknya, luka di lutut kiri Tantri langsung mengering dan benar-benar sembuh. Kini menjelang pemilu, luka di lutut kirinya muncul lagi, menyeret lkembali ingatan Tantri tentang ayahnya,Uwak Kajeng, dukun, partai politik, massa, pedang, dan tentu saja darah. Ia ngeri dan puncak kengerian itu ketika ada yang mengabarkan kalau Bontoan terbunuh dikeroyok massa dan manyatnya diseret di jalan. Tantri berusaha menahan tangis sambil menatap luka di lutut kirinya. Dian ia kini membayangkan darah suaminya

II.

Analisis Unsur Intrinsik

1.

Tema Tema yang bisa dilihat dalam cerpen ini adalah kesedihan yang berujung ketragisaan hidup seseorang yang terulang kembali. Selain itu dalam cerpen ini kita bisa melihat kasih sayng yang tulus dari seorang ayah untuk anaknya.

2.

Alur Alur yang digunakan dalam cerpen ini adalah alur campuran.

3.

Penokohan 

Tantri Tantri adalah tokoh utama dalam cerpen ini. Ia adalah wanita Bali yang telah menikah dengan

Bontoan. Tokoh Tantri memiliki sifat yang tidak ingin menyusahkan orang tua dan pantang menyerah. Berikut kutipan tokoh dan penokohan Tantri, ‘Awalnya ia masih bisa memaksa diri berjalan kaki ke sekolah, menempuh jarak tiga kilometer, dengan menyeberangi dua sungai berbatu, mendaki tiga bukit kecil dan menuruni tiga jurang di tengah-tengah hutan bambu. Meski ia harus menyeret paksa kaki kirinya, namun ia bisa melewati jalan-jalan sulit dengan hati gembira’

‘Seminggu berlalu, kaki kiri Tantri tak bisa digerakkan. Namun ia tetap ke sekolah’

‘Saat siang, ayahnya kembali ke sekolah, menjemputnya dari atas bangku lalu menggendongnya pulang. Namun lama-lama Tantri kasihan dan akhirnya minta berhenti sekolah’



Bontoan Bontoan adalah suami Tantri yang berperilaku dingin dan sering terlibat masalah, terutama setelah

ia dipecat dari pekerjaannya yang dulu. Kini perilaku Bontoan seperti preman kampung yang sering membawa senjata tajam. Berikut kutipan tokoh dan penokohan dari seorang Bontoan, ‘ ”Ke mana, Kak?” tanya Tantri. ‘ ”Ke Jalan Pahlawan. Ada spanduk dan gambar partai dirusak massa,” sahut Bontoan dingin. Lelaki itu melompat ke jok depan, menginjak gas dan mobil melesat di jalan menuju pusat kota. Belakangan ini lelaki yang sudah tiga puluh tahun hidup bersamanya itu memang seperti preman kampung yang selalu siap membalas dendam, entah kepada siapa’

‘Bontoan masuk rumah sakit. Keluar dari rumah sakit ia masuk penjara. Pengadilan memutuskan ia bersalah membawa senjata tajam dan melakukan pengancaman’

‘Bontoan selalu keluar rumah membawa senjata tajam. Alasannya macam-macam tapi lebih sering berhubungan dengan partai.’



Ganggas/Ayah Tantri

Ganggas adalah ayah Tantri yang berprofesi sebagai pelatih bela diri. Ia merupakan seorang ayah yang perhatian kepada anaknya, penyayang keluarga, dan seorang ayah yang giat bekerja. Berikut kutipan tokoh dan penokohan Ganggas, ‘Ganggas–ayah Tantri–harus menggendongnya setiap pagi ke sekolah dan setiap siang saat pulang ke rumah. Ganggas seorang ayah yang kuat secara fisik dan mental sekaligus penyayang keluarga. Kekuatan tubuhnya membuat banyak orang takut, apalagi ia dikenal sebagai pelatih di sebuah perguruan bela diri milik Uwak Kajeng. Ayahnya yang ditakuti kini justru mengabdi sepenuh hari pada dirinya. Saat pagi, Tantri digendong ayahnya hingga masuk kelas. Ayahnya terkadang menunggu hingga Tantri duduk di bangku dengan nyaman. Begitu pelajaran dimulai, ayahnya pulang karena harus bekerja di sawah. Saat siang, ayahnya kembali ke sekolah, menjemputnya dari atas bangku lalu menggendongnya pulang’



Ibu Tantri Dalam cerpen ini Tantri dikisahkan memiliki seorang ibu yang menyayanginya dan selalu

merawatnya saat Tantri sakit dan luka di lututnya tak kunjung sembuh. Berikut kutipan dari tokoh ibu, ‘Ibunya selalu rajin mengolesi luka Tantri dengan ramuan rempah dicampur tumbukan daun-daun semak. Bahkan Tantri sempat dibawa ke rumah mantri kesehatan di desa tetangga’ ‘Di rumah, Tantri melewati hari-hari dengan terbaring saja di kamar. Ibunya tetap rajin mengobati luka Tantri dengan ramuan rempah-rempah dan tumbukan daun semak. Namun borok itu tetap ada’ 

Massa Massa dalam cerpen ini bukan tokoh utama melainkan hanya tokoh sampingan, tetapi karakternya

penokohannya dapat kita ketahui dari narasi penulis cerpen ini. Massa memiliki sifat yang suka main hakim sendiri, kejam, dan keroyokan. Berikut kutipan penokohannya, ‘Sebenarnya ia tak tahu politik. Namun sebagai pelatih bela diri di perguruan milik Uwak Kajeng, ia dianggap antek-antek Uwak Kajeng yang partainya tiba-tiba dicap pengkhianat bangsa. Uwak Kajeng sendiri menyerah lalu dijemput massa dan digiring entah ke mana. Sedangkan Ganggas menolak untuk menyerah. Ketika massa menyerbu perguruan, Ganggas sudah siap dengan pedang di tangan. Seorang diri ia hadapi massa yang jumlahnya lebih dari seratus orang’

‘Mayatnya diseret massa di jalan. Kepalanya pecah ditumbuk benda tumpul. Darah mengucur deras dan berceceran di jalan’

‘Dan kengerian itu mencapai puncak ketika seseorang mengabarkan bahwa Bontoan terbunuh ketika sedang mengamankan atribut partai. Ia dikeroyok massa’



Uwak kajeng

Tokoh Uwak Kajeng merupakan tokoh sampingan yang memiliki perguruan bela diri dan ikut dalam sebuah partai politik. Uwak Kajeng memiliki karakter yang baik dan sering membantu Ganngas (ayah Tantri) dengan meminjamkan sejumlah uang untuk dipakai pengobatan Tantri dan sewa mobil. Berikut kutipan tokoh dan penokohan dari Uwak Kajeng, ‘Ganggas kemudian menemui Uwak Kajeng, tokoh partai yang juga pemilik perguruan bela diri tempat ia menjadi pelatih. Selain memberi uang untuk biaya sewa mobil dan berobat, Uwak Kajeng juga memberi petunjuk untuk mengantar Tantri ke rumah dokter ahli penyakit kulit di Mengwi’ ‘Ganggas datang lagi ke rumah Uwak Kajeng. Dengan mudah Ganggas mendapat uang dan ia disarankan mengantar Tantri ke rumah dukun di kaki Gunung Batukaru’ 

Dukun Dukun merupakan tokoh sampingan yang melengkapi jalan cerita dari cerpen ini. Karakter dukun

pada cerpen ini adalah serba tahu, karena pada umumnya dukun bisa merngetahui hal-hal tertentu yang berkaitan dengan hal-hal yang mistis. Berikut kutipan dari penokohan Dukun, ‘ ”Ini bukan luka biasa. Luka ini dikirim dengan kekuatan gaib oleh seseorang yang iri pada keluarga Bapak. Obatnya susah. Luka ini bisa sembuh jika dibasuh dengan darah manusia!” papar si dukun setelah memeriksa luka Tantri dengan cara aneh. ”Darah manusia?” Ganggas kaget. Tantri hanya mendengar. ”Ya. Itu pun darah dari manusia yang terluka atau mati tidak wajar!” tegas si dukun’

4.

Latar 1) Latar Tempat 

Rumah dan kamar Rumah adalah latar saat Bontoan, suami Tantri pergi dari rumah. Di rumah, tepatnya di kamar Tantri

juga merupakan latar saat Tantri terbaring di kamarnya karena masih belum bisa menemukan obat yang dapat menyembuhkan luka di lutut kirinya. Berikut kutipan latar rumah dan kamar Tantri, ‘Bontoan tiba-tiba pamit dari rumah sembari menjinjing sebilah pedang.’ ‘Di rumah, Tantri melewati hari-hari dengan terbaring saja di kamar.’



Sekolah Tantri Sekolah merupakan salahsatu latar dari cerpen ini, dimana digunakan saat Ganggas mengantarkan

Tantri ke sekolahnya dan menjemputnya lagi untuk pulang ke rumah. Berikut kutipan latar di sekolah Tantri, ‘Saat pagi, Tantri digendong ayahnya hingga masuk kelas. Ayahnya terkadang menunggu hingga Tantri duduk di bangku dengan nyaman. Begitu pelajaran dimulai, ayahnya pulang karena harus bekerja di sawah. Saat siang, ayahnya kembali ke sekolah, menjemputnya dari atas bangku lalu menggendongnya pulang’



Rumah Dukun Latar di rumah dukun digunakan saat Ganggas mengantar Tantri berobat ke dukun itu atas saran

dari Uwak Kajeng. Berikut kutipan yang dapat memperlihatkan bahwa latar cerpen ada di Rumah dukun, ‘Di rumah dukun itu Ganggas mendapatkan penjelasan yang susah diterima nalar’ 

Jalan Latar jalan digunakan di dalam cerpen saat massa menyeret mayat Ganggas (ayah Tantri) dan mayat

Bontoan (suami Tantri) setelah mereka mengeroyoknya. Berikut kutipan latar jalan yang terdapat pada cerpen ini, ‘Tantri yang terbaring di kamar kemudian mendengar kabar ayahnya terbunuh. Mayatnya diseret massa di jalan. Kepalanya pecah ditumbuk benda tumpul. Darah mengucur deras dan berceceran di jalan’ ‘Ia dikeroyok massa. Mayatnya diseret di jalan. Darah mengucur deras dari lubang luka di kepala’

2) Latar waktu 

Pada tahun 1965 ‘Luka di lutut kiri Tantri pernah muncul sekira tahun 1965. Saat itu ia baru kelas empat SD.’



Pagi dan siang hari

‘Saat pagi, Tantri digendong ayahnya hingga masuk kelas. Ayahnya terkadang menunggu hingga Tantri duduk di bangku dengan nyaman. Begitu pelajaran dimulai, ayahnya pulang karena harus bekerja di sawah. Saat siang, ayahnya kembali ke sekolah, menjemputnya dari atas bangku lalu menggendongnya pulang’ 3) Latar suasana 1.

Haru Suasana haru timbul saat Tantri mengatakan keinginannya untuk sembuh kepada sang ayah.

Berikut kutipan suasana haru yang terdapat pada cerpen ini, ‘ ”Tantri malu. Tantri ingin sembuh!” kata Tantri. Ia memegangi kaki kirinya sembari mendongakkan kepala memandang ayahnya. Mata bocah itu berkaca-kaca’ 2.

Sedih Suasana sedih terjadi saat Tantri mengetahui bahwa ayahnya meninggal dikeroyok massa.

Kemudian ia harus mengoleskan darah ayahnya ke luka di lutut kirinya. Selain itu, suasana sedihpun dirasakan oleh Tantri saat mendengar kabar suaminya mengalami hal yang sama seperti ayah Tantri yakni dikeroyok massa sampai tewas. Berikut kutipan suasana sedih dalam cerpen ini,

‘ ”Maaf, Ayah! Maaf, Ayah!” kata Tantri berkali-kali sembari terus menangis. Warga desa, termasuk ibu Tantri, tak mengerti, dan hanya Tantri yang paham tentang apa yang sedang dilakukannya’ ‘Tantri berusaha menahan tangis. Ia memandang borok di lutut kirinya dengan tajam. Dan ia membayangkan darah suaminya’ 5.

Sudut Pandang Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen ini adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu karena disini pengarang tidak ikut langsung dalam cerita dan pengarang hanya menuntun pembaca untuk mengetahui bagaimana urutan peristiwa dalam cerpen ini terjadi. Sudut pandang orang ketiga serba tahu ini bisanya menggunkaan kata ganti “dia” atau “ia”. Berikut kutipan sudut pandang orang ketiga serba tahu yang terdapat dalam cerpen, ‘ Tantri ngeri. Karena luka sekecil apa pun yang muncul pada lutut kiri adalah soal amat besar bagi hari-hari yang akan dilewatinya’

‘ Bontoan masuk rumah sakit. Keluar dari rumah sakit ia masuk penjara. Pengadilan memutuskan ia bersalah membawa senjata tajam dan melakukan pengancaman. Sedangkan para pengeroyoknya bebas karena dianggap membela diri’

‘ Luka di lutut kiri Tantri pernah muncul sekira tahun 1965. Saat itu ia baru kelas empat SD. Seperti saat ini, luka itu juga muncul dan tumbuh begitu saja’

‘ Ketika luka itu jadi borok, Tantri seakan mengawali derita panjang di tengah kubang kutuk yang tak terelakkan. Awalnya ia masih bisa memaksa diri berjalan kaki ke sekolah, menempuh jarak tiga kilometer, dengan menyeberangi dua sungai berbatu, mendaki tiga bukit kecil dan menuruni tiga jurang di tengah-tengah hutan bambu’

6.

Amanat K

III.

Analisis Gaya Bahasa

1.

Majas Ironi Majas ironi adalah majas yang maknanya bertentangan dengan apa yang diucapkan atau dikatakan. Berikut kutipan majas ironi yang ada dalam cerpen, ‘Mula-mula hanya bintik kecil dengan bunga nanah yang anggun.’

2.

Majas Personifikasi Majas personofikasi merupakan majas yang membandingkan benda mati seolah-olah hidup. Berikut kutipan yang ada di dalam cerpen, ‘Bukan hanya hebatnya sakit yang akan dirasakannya, namun lebih karena luka pada lutut kiri akan menyeret ingatannya kepada sebuah gumpalan waktu yang teramat kelam.’ 'Namun Tantri sesak seakan dipukul rasa bersalah yang tak kunjung enyah hingga kini.' 'Terutama karena situasi itu terjadi bersamaan dengan borok yang terus mengembang di kaki kirinya.'

3.

Majas Hiperbola Majas hiperbola adalah majas yang mengungkapkan suatu hal atau kejadian secara berlebihan. Berikut kutipan majas yang ada dalam cerpen, ‘Bintik itu mengembang seperti gunung kecil dengan kawah nanah yang siap meledak jadi borok’ 'Ketika luka itu jadi borok, Tantri seakan mengawali derita panjang di tengah kubang kutuk yang tak terelakkan.'

4.

Majas Sarkasme Majas sarkasme adalah majas yang paling kasar sehingga sangat menyakitkan hati bagi orang yang disindir. Berikut kutipan dari majas tersebut, ”Ya. Itu pun darah dari manusia yang terluka atau mati tidak wajar!” tegas si dukun. Dukun gila! Ganggas menyumpah dalam hati. Tanpa ingin mendengar penjelasan lebih lengkap lagi, Ganggas langsung mengajak Tantri pulang.

5.

Majas Polisindenton Majas polisindenton adalah majas yang menyebutkan beberapa hal dengan menggunakan kata penghubung. Berikut adalah kutipan majas yangada di dalam cerpen,

More Documents from "Fajarinidianeka Putri"

275628.docx
May 2020 2
Appendix (1).pdf
May 2020 51
Pjr.docx
December 2019 64
Jr.docx
May 2020 54