BAB I PENDAHULUAN Sejak jaman dahulu manusia umumnya telah banyak mengenal alat-alat mekanis dalam melaksanakan pembangunan, khususnya bangunan teknik sipil, walaupun dengan peralatan yang sederhana. Bangunan-bangunan tersebut antara lain: 1. Pembangunan jalan dari Anyer sampai Panarukan, sepanjang 1.000 km, yang membentang sepanjang utara Pulau Jawa, tahun 1808 semasa Pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Wilem Daendels. 2. Tembok/Benteng sepanjang perbatasan negeri Cina (panjang sekitar 2.200 km) dengan melaksanakan pemindahan tanah sekitar 55.000.000 m3. 3. Monumen Nasional (Monas) mulai dibangun pada bulan Agustus 1959 dan diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1961, oleh Presiden Soekarno. Keseluruhan bangunan Monas dirancang oleh para arsitek Indonesia yaitu Soedarsono, Frederich Silaban dan Ir. Rooseno. Monas dibuka untuk umum sejak tanggal 12 Juli 1975 Dalam melaksanakan pembangunan di atas diperlukan pembongkaran, pemindahan, peralatan, dan pemadatan tanah, serta pembangunan prasarana lainnya sesuai dengan jenis keperluannya. Secara garis besar pemindahan tanah secara mekanis dapat diklasifikasikan untuk keperluan pekerjaan kering dan basah. Peralatan yang digunakan untuk maksud di atas sebagian besar berbeda, disesuaikan dengan karakteristik tanah dan bangunan yang bersangkutan. Alat alat berat/besar serta kendaraan yang dioperasikan harus digunakan secara tepat, dan efektif agar dicapai efisiensi dan efektivitas yang semaksimal mungkin. Dalam hal ini patut diperhatikan antara lain keadaan medan pekerjaan, kondisi dan karakteristik tanah dan material lainnya yang dilibatkan, serta waktu yang tersedia guna melaksanakan bangunan tersebut.
1
BAB II BAHAN TANAH 1. KARAKTERISTIK TANAH Tanah mempunyai sifat-sifat baik kimiawi maupun fisik, dimana tiap-tiap jenis tanah mempunyai sifat-sifat yang berlainan. Lempung misalnya, apabila dibandingkan terhadap pasir, kerikil, tanah cadas, ataupun tanah lumpur. Dalam hal pengelolaan tanah di sini, yang diperhatikan adalah sifat-sifat fisik dari bahan tanah tersebut, yakni: a. Keras atau lunak, b. Berat atau ringan, c.
Liat atau gembur,
d. Sifat mengembangnya, e. Basah dan kering. Jadi sasarannya adalah “sifat kemudahan” dari tanah tersebut untuk digali, dipindahkan, diratakan, dan dipadatkan. Tanah yang mudah digali dinamakan mempunyai sifat “high degree of loadibility”, sedangkan sebaliknya yang sulit digali dinamakan “not very loadable”. Tanah yang loadable dalam keadaan murni (natural state) akan mudah di olah dengan bantuan alat-alat berat, sedangkan pengelolaan tanah keras terlebih dahulu harus menggunakan alat-alat bantu seperti Rippers ataupun menggunakan bahan peledak. Rippers suatu alat yang digunakan untuk menggemburkan material dengan cara menggaruk atau membajak (ripping). Terkait bahan tanah, di dalam bumi ada berbagai jenis tanah, baik dalam keadaan bercampur maupun tidak, dimana dalam mekanisasi pemindahan tanah dibagi atas: a. Bahan batu (rock material), b. Bahan tanah (soil material), c.
Bahan campuran batu dan tanah (rock soil material mixture).
2
Gambar 1 Tractor dengan Ripper 2) Bahan Batu (Rock Material) Tergolong bahan ini misalnya cadas, karang, marmer, beton atau bahan lain yang sulit untuk diolah secara manual maupun dengan hanya menggunakan alatalat biasa. Dengan demikian bahan ini sebelum digunakan perlu terlebih dahulu dihancurkan antara lain dengan cara pengeboran atau menggunakan bahan peledak, seperti dinamit dan TNT (Trinitrotoluena). 3) Bahan Tanah (Soil Material) Bahan ini dapat dibagi menurut ukuran besar kecilnya butir-butir batu yang tercampur dengan bahan-bahan lain misalnya: a) Butiran yang agak besar, seperti kerikil. b) Butiran yang sangat halus, seperti tanah lempung. Sedangkan pasir merupakan butiran yang berukuran antara kerikil dan lempung. Bahan tanah umumnya mudah diolah, tradisional/secara manual.
3
dengan menggunakan peralatan
4) Bahan Tanah bercampur Batu (Rock Soil Material) Bahan ini merupakan campuran berbagai jenis bahan batu dan tanah, misalnya sirtu (campuran pasir dan batu), pasir bercampur lempung dan kerikil, ataupun kerikil bercampur lempung. 2. PENGARUH AIR Kadar air yang terkandung dalam tanah sangat berpengaruh dalam proses pemindahan tanah, disebabkan air dapat menyebabkan: a. tanah lengket dengan material lain, b. berat tanah bertambah, c.
berpengaruh terhadap kestabilan tanah. Air dalam jumlah tertentu tetap diperlukan dalam proses pemadatan tanah,
misalnya proses pemadatan badan jalan, tanggul-tanggul ataupun bendungan. Tetapi tanah basah dengan kadar air yang berlebihan akan mengganggu kelancaran pengelolaan tanah ini. Untuk mengatasi hal ini, pengeringan dapat dilakukan dengan membuat drainase sehingga air dapat dialirkan dengan mudah. Pengelolaan tanah yang berair, seperti rawa-rawa atau lokasi yang berlumpur harus menggunakan alat-alat khusus seperti clamshell, bucket dreger, atau kapal penghisap (zuiger).
Gambar 2
Clamshell Excavator 4
Gambar 3
Bucket Dreger
Gambar 4 Kapal Penghisap 3. PERUBAHAN VOLUME TANAH Dalam mengelola tanah secara mekanis perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: a. Sifat mengembangnya tanah b. Timbangan berat tanah c.
Pemadatan tanah
5
Sifat mengembangnya tanah banyak tergantung pada jenis tanah itu sendiri yang berkaitan dengan kandungan air didalamnya, kelengasannya, komposisi campurannya terhadap bahan-bahan organis ataupun bahan-bahan lainnya. Sebagai contoh, tanah jenis kelempungan umumnya mempunyai sifat mengembang yang tinggi yang dapat mengalami perubahan volume yang menyolok. Sifat mengembang yang tinggi dijumpai pula pada jenis-jenis tanah yang mengandung bahan-bahan organik, seperti tanah gambut (peat) dan tanah rawa hitam maupun
peat yang sudah banyak mengalami penguraian. Tanah-tanah jenis ini dengan demikian sulit digunakan sebagai bahan timbunan karena kekuatannya rendah dan mempunyai kemampuan pemampatan (compressibility) yang tinggi sehingga umumnya sukar dipadatkan. Akibat sifat mengembang yang tinggi tersebut tanah yang diperlukan dalam suatu pekerjaan tanah, setelah dipadatkan memerlukan timbangan (volume) yang lebih besar pada waktu memperhitungkan volume tanah dalam keadaan lepas (loose
material). Sebagai contoh, lempung kering mempunyai daya mengembang mencapai sebesar 40%. Secara umum tanah terdiri tiga komponen. a. Butiran Tanah b. Air c.
Udara Tanah dikatakan jenuh dengan air (fully saturated) apabila pori tanah tidak
mengandung udara sama sekali. Sedangkan tanah dalam keadaan tanpa air hanya diperoleh jika tanah tersebut dipanaskan dalam alat pemanas (oven). Kadangkadang tanah itu tidak semua selalu jenuh dengan air. Namun demikian, pemakaian teori konsolidasi masih dapat dipakai genagan anggapan kadar udara relatif kecil, sehingga dalam pelaksanaan praktis diabaikan. Dalam pengertian ini, tanah dianggap jenuh dengan air.
6
Karena tanah terdiri dari butiran, air, dan rongga udara, maka daya dukungan tanah dasar pada setiap tempat akan berbeda. Semakin padat tanah, berarti semakin besar pula berat volumennya. Tahap
selanjutnya
dari
pengelolaan
pekerjaan
tanah
adalah
proses
pemadaatan tanah yang merupakan salah satu pekerjaan amat penting. Dalam proses ini diusahakan rongga-rongga dalam butir-butir tanah (voids) diusahakan diperkecil. Artinya, butir-butir tanah diusahakan untuk saling merapat. Keperluan tanah lepas (loose material) untuk menjadi suatu tanah padat (compacted material) akan melebihi volume tanah galian dalam keadaan murni (bank material). Dengan perkataan lain volume padat volume murni volume lepas. Untuk jelasnya mengenai pekerjaan ini akan diuraikan dalam bab lain.
7
BAB III TEKNOLOGI PEKERJAAN TANAH 1. PENGERTIAN ALAT-ALAT BERAT a. Pengertian Engine dan Mesin
Engine adalah mesin yang mengeluarkan/membangkitkan tenaga gerak sendiri. Jadi merupakan alat penggerak/motor penggerak. Alat penggerak lain, misalnya motor listrik. Mesin (machine) adalah mesin yang mengeluarkan alat penggerak untuk menggerakkannya. Dengan demikian, alat berat dikategorikan sebagai mesin (machine). b. Pengertian Tanah Kering dan Tanah Basah Alat-alat berat dapat dikategorikan untuk digunakan pada tanah kering dan tanah basah. Tanah kering mencakup daerah-daerah yang tidak berair atau berkadar air sedikit, seperti perbukitan atau dataran siap untuk digunakan sebagai pondasi bangunan. Sedangkan tanah basah merupakan daerah yang mengandung banyak air atau berkadar air tinggi, dimana penggunaannya sebagai pondasi bangunan memerlukan pengelolaan tertentu agar dapat digunakan sebagai lahan yang stabil. c. Istilah Alat-alat Berat Beberapa alat-alat berat yang digunakan pada tanah kering dan basah dapat didefinisikan di bawah ini. 1) Tractors, adalah alat berat/besar yang merupakan tenaga penggerak dalam setiap pekerjaan tanah. Tractors dapat dibagi atas: a) Wheel-tractors yang berban karet, mempunyai gerakan cepat namun bertenaga rendah; b) Crawler-tractors atau Track-tractors yang menggunakan rantai (tracks) sebagai rodanya. Gerakannya lambat namun memiliki tenaga besar.
8
Gambar 5
Wheel-tractors
Gambar 6
Crawler-tractors 2) Dozer (Bulldozer merupakan istilah yang salah), adalah alat berat yang merupakan perlengkapan suatu tractors beroda rantai. Digunakan untuk mendorong tanah. 3) Traxcavator atau bucket-loader, adalah Crawler-tractors yang dipelengkapi dengan shovel dan digunakan sebagai alat pengisi misalnya ke atas truck. 4) Rippers dan Scrarifiers, adalah alat pembongkaran tanah keras, cadas., beton, atau pembongkaran sperkerasan jalan yang akan diperbaiki. Tenaga penggeraknya adalah crawler-tractors.
9
Gambar 7
Dozer
Gambar 8
Traxcavator atau bucket-loader
Gambar 8
Rippers dan Scrarifiers 10
5) Rooters, adalah alat penggaruk semak-semak dan akar-akar sisa pohonan dengan tenaga penggerak crawler-tractors.
Gambar 9
Rooters
6) Crane, dapat merupakan crawler-tractors yang dilengkapi dengan hystaway dan digunakan untuk mengangkat barang-barang. Alat utamanya adalah
dragline, clamshell, back-hoe ataupun shovel.
Gambar 10
Crane
11
7) Excavator, adalah crawler-tractors yang dilengkapi dengan hystaway. Kelengkapan dari Excavator adalah: a. Chamshell, digunakkan untuk memindahkan benda ke lokasi lain di dekatnya dengan cara mencengkramnya. b. Dragline, digunakan untuk menggali tanah yang tak terlalu keras untuk diangkatnya dan dimasukkan ke atas truck pengangkutan.
Gambar 11
Excavator
8) Logging-arch, adalah pengakutan kayu yang ditarik/digandeng dibelakang
tractors.
Gambar 12
Logging-arch 12
9) Scrapers, adalah alat pengakutan tanah yang ditarik dengan tractors dan dapat mengisi baknya sendiri serta membuangnya/membongkar sendiri sambil berjalan terus. Scrapers ini dibagi atas: a) Crawler-tractors untuk jarak dekat dampai sejauh 150 m; b) Wheel-tractors untuk jarak sedang sampai sejauh 500 m. 10) Dump-trucks, adalah alat pengakutan tanah yang hanya dapat mengangkut dan membongkar sendiri, tetapi dapat memuat sendiri.
Dump-trucks dapat merupakan: a. Front Dump-trucks, b. Side Dump-trucks, c. End Dump-trucks.
Gambar 13
Dump-trucks 11) Grader, adalah untuk menghampar atau meratakan tanah atau material halus lainnya dalam membuat profil permukaan tanah atau badan jalan ataupun permukaan perkerasan jalan. Grader dapat juga difungsikan untuk membuat parit sementara pada badan jalan sebagai drainase awal, agar air tidak menggenangi permukaan badan jalan. 13
12) Compactors, adalah alat untuk memadatkan tanah atau perkerasan jalan dengan tujuan untuk memperkecil pori-pori/ruang antara (voids) antara butirbutir tanah/bantuan. Jenis-jenis compactors antara lain: a) Light-compactor (tamper, timbris), b) Sheep-foot Roller, c) Tandem Roller, d) Vibrating Roller, e) Three-Wheel Roller, f) Pneumatic Tyre Roller.
Gambar 14
Light Compactor & Stamper
Gambar 15
Sheep-foot Roller
14
Gambar 16
Tandem Roller
Gambar 17
Vibrating Roller
Gambar 18
Three-Wheel Roller 15
Gambar 19
Pneumatic Tyre Roller 2. PEKERJAAN GALIAN, ANGKUTAN, DAN TIMBUNAN Prinsip pekerjaan tanah adalah mencari tanah dari tempat yang berlebih untuk dipindahkan ke tempat yang kurang atau memerlukan tanah. Pekerjaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan tenaga orang dan alat-alat yang paling sederhana sampai menggunakan alat-alat berat. Kemajuan terus berlangsung dari hanya menggunakan “orang yang mengangkut dan mengelola tanah tersebut” sampai kepada orang tersebut cukup tinggal duduk dalam shovel misalnya, dengan hanya tinggal mengendalikan shovel itu saja. Selanjutnya, tanah yang diperlukan untuk jarak sekitarnya yang sangat dekat cukup dilayani oleh misalnya shovel saja. Sedangkan untuk jarak yang lebih jauh perlu menggunakan alat angkut misalnya dump-truck. Secara umum teknik penangkutan tanah dapat dilakukan sebagai berikut: a. Jarak angkut dibawah 50 meter dapat dilakukan dengan menggunakan: 1) Tenaga manusia (padat karya) 2) Shovel berikut perlengkapannya,
16
3) Dozer-shovel berikut perlengkapannya, 4) Pay-loader berikut perlengkapannya. b. Jarak angkut antara 50 – 150 meter dapat dikelola dengan menggunakan alatalat berat seperti scraper yang ditarik oleh Crawle Tractors; c.
Jarak angkut di atas 150 – 500 meter dapat dikelola dengan menggunakan
Scraper yang ditarik oleh Wheel-Tractors; d. Jarak angkut diatas 500 meter akan lebih efektif apabila dikelola dengan menggunakan kombinasi alat-alat berat dan angkutan seperti: 1) Shovel-loader, 2) Dump-truck, 3) Grader, Pekerjaan tanah di atas dilakukan dalam hal tanah biasa mudah digaruk. Dalam hal tanah keras alat-alat berat ini perlu dilengkapi dengan Rippers atau
Rooters untuk memotong atau melepaskan tanah tersebut. 3. PEKERJAAN TANAH BASAH Pekerjaan tanah basah, di samping memerlukan alat angkut, juga memerlukan alat-alat berat untuk mengelolanya. Alat berat yang digunakan, antara lain: a) Hopper dredges, b) Bucket-dredges, c) Cutter-dredges,
d) Excavator (crane) yang dilengkapi dengan dragline atau clamshell, e) Floating-cranes.
17
Gambar 19
Floating-cranes
Gambar 20 Mekanisasi Pekerjaan Tanah (Earth Moving)
18
BAB IV DASAR – DASAR PEMINDAHAN MEKANIS 1. SIFAT – SIFAT DAN JENIS TANAH Material tanah yang ada di alam pada umumnya tidak homogen. Tanah merupakan material campuran, dari jenis material yang berpori sampai material padat. Dengan keadaan material tanah yang bervariasi, maka dalam pemindahan tanah di lapangan harus diperhatikan pemilihan alat beratnya. Material tanah terdiri dari tiga unsur, yakni butiran – butiran tanah, air, dan udara. Hubungan ketiga unsur tanah dinyatakan dapat dilihat pada gambar 21.
Gambar 21 Unsur – unsur Material Tanah Hubungan antara berat dan volume tanah, dinyatakan sebagai berikut: a. Segumpal tanah dapat terdiri dari dua atau tiga bagian. b. Pada kondisi kering, tanah terdiri dari dua bagian, yakni butir-butir tanah dan pori-pori udara. c. Pada kondisi jenuh air, tanah terdiri dari dua bagian, yakni butir-butir tanah dan air pori. d. Pada kondisi tidak jenuh air (natural), tanah terdiri dari tiga bagian, yakni butirbutir tanah, pori-pori udara dan air pori.
19
e. Gambar 21a memperlihatkan elemen tanah yang mempunyai berat total W dan volume V. Sedangkan Gambar 21b memperlihatkan hubungan antara berat dan volume tanah. f.
Dari Gambar 21, diperoleh persamaan sebagai berikut: W = Ws + Ww V = Vs + Vw + Va Vv = Vw + Va Keterangan: Ws = berat butiran padat Ww = berat air Vs = volume butiran padat Vw = volume air Va = volume udara
g. Kadar air (w) didefinisikan sebagai perbadingan antara berat air (Ww) dengan berat butiran (Ws) dalam tanah tersebut dan dinyatakan dalam persen. W(%) =
Ww ×100 Ws
h. Berat volume atau berat volume natural/alami atau berat volume basah () adalah perbandingan antara berat butiran tanah termasuk air dan udara (W) dan volume total (V) tanah.
γ= i.
W V
Berat volume kering (d) adalah perbandingan antara berat butiran (W s) dengan volume total (V) tanah.
γd =
Ws V
Material di tempat asalnya disebut dengan material asli atau material in situ atau bank material. Bila suatu bagian dari material akan dipindahkan, maka volume material yang dipindahkan tersebut akan berubah menjadi lebih besar daripada 20
volume material di tempat asalnya. Material yang dipindahkan tersebut, disebut dengan material lepas atau loose material. Demikian pula jika material yang telah dipindahkan kemudian dipadatkan, maka volume material akan menyusut. Material yang telah dipadatkan disebut sebagai material padat atau compacted material. Hampir seluruh material yang telah dipadatkan mempunyai volume yang lebih kecil daripada volume asli atau material di tempat asalnya. Hal ini disebabkan karena pemadatan akan menghilangkan atau memperkecil ruang atau pori diantara butiran material tanah. Satuan volume tanah asli diberi nama bank cubic meter (bcm) atau bank
cubic yards (bcy). Satuan volume tanah lepas adalah loose cubic meter (lcm) atau loose cubic yards (lcy), sedangkan satuan volume material tanah yang dipadatkan dinamakan compacted cubic meter (ccm) atau compacted cubic yards (ccy). Volume material pada umumnya akan meningkat pada saat digali. Peningkatan volume ini diakibatkan oleh lepasnya ikatan antar partikel tanah, yang kemudian diisi udara. Perubahan volume ini disebut dengan pengembangan (swell). Hubungan antara kondisi tanah asli dengan tanah lepas ditentukan oleh faktor pemuatan atau load factor (LF) dan prosentase pengembangan material atau swell
percentage (sw). LF sangat bermanfaat dalam perhitungan volume material yang akan diangkut dari satu tempat ke tempat lainnya. LF =
1 1+sw
dan LF =
Vb Vl
Keterangan: Vb = volume asli (satuan bcm atau bcy), dan Vl = volume lepas (satuan lcm atau lcy).
21
Nilai prosentase pengembangan didapat dari: Wb SW = ( - 1) ×100 Wl Pada saat material dipadatkan, udara rongga – rongga yang ada di dalam tanah akan termampatkan, akibatnya volume tanah lebih kecil dari volume pada saat kondisi asli dan kondisi lepas. Hal ini disebut penyusutan (shrinkage). Hubungan antara kondisi tanah asli dengan tanah dipadatkan ditentukan oleh faktor penyusutan atau shrinkage factor (SF) dan prosentase penyusutan atau shrinkage
percentage (sh). Rumus yang menghubungan kedua kondisi tersebut, adalah: SF = 1 – sh SF =
VC Vb
Vc merupakan volume padat (satuan: ccm atau ccy). Nilai sh diadapat dari: Sh = (1 -
Wb Wc
) ×100 Tabel 1 sw dan LP untuk beberapa jenis Tanah
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jenis Tanah Lempung kering Lempung basah Tanah kering Tanah basah Tanah dan kerikil Kerikil kering Kerikil basah Batu kapur Batu hasil peledakan Pasir kering Pasir basah Batuan sedimen
Persentase Pengembangan (%) 35 35 25 25 20 12 14 60 60 15 15 40
Sumber: Construction Planning, Equipment and Methods , 1996.
22
Faktor Pemuatan 0,74 0,74 0,80 0,80 0,83 0,89 0,88 0,63 0,63 0,87 0,87 0,71
Contoh: Sebanyak 2000 (2000 M3) bcm tanah kering akan dipindahkan. Hitunglah: a. Berapa volume tanah tersebut dalam kondisi lepas (Vl) b. Berapa volume tanah tersebut dalam kondisi padat (Vc), jika sh = 10%. Jawab: a. Volume tanah dalam kondisi lepas (Vl) Tanah kering Persentase pengembangan 25% atau 0,25 (Tabel 1) LF =
1 Vb 1 Vb dan LF = → = 1+sw Vl 1+sw Vl
1 2000 = Vl = 2500 lcm 1+ 0,25 Vl b. Volume tanah dalam kondisi padat (Vc), jika sh = 10%. SF = 1 - sh dan SF =
1 - 0,1 =
VC VC → 1 - sh = Vb Vb
VC → Vc = 1800 ccm 2000
2. WAKTU SIKLUS Siklus kerja dalam pemindahan material tanah merupakan suatu kegiatan yang dilakukan berulang. Pekerjaan utama di dalam pekerjaan tersebut adalah menggali, memuat, memindahkan, membongkar muatan dan kembali ke kegiatan awal. Semua kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh satu alat atau beberapa alat. Waktu yang diperlukan dalam siklus kegiatan di atas disebut waktu siklus atau cycle time (CT). Waktu siklus terdiri dari beberapa unsur, yakni: a. Waktu muat atau loading time (LT). Waktu muat merupakan waktu yang dibutuhkan oleh suatu alat untuk memuat material ke dalam alat angkut sesuai 23
dengan kapasitas alat angkut tersebut. Nilai LT dapat ditentukan, walaupun tergantung dari jenis tanah, ukuran unit pengangkut (blade, bowl, bucket, dll), metode pemuatan dan efisiensi alat. b. Waktu angkut atau hauling time (HT). Waktu angkut merupakan waktu yang diperlukan suatu alat untuk bergerak dari tempat pemuatan ke tempat pembongkaran. Waktu angkut tergantung dari jarak angkut, kondisi jalan, tenaga alat, dan lain – lain. Pada saat kembali ke tempat pemuatan, maka waktu yang diperlukan untuk kembali disebut waktu kembali atau return time (RT). Waktu kembali lebih singkat daripada waktu berangkat, karena kendaraan dalam keadaan kosong. c.
Waktu Pembongkaran atau dumping time (DT). Waktu pembongkaran tergantung dari jenis tanah, jenis alat, dan metode yang dipakai.
d. Waktu tunggu atau spotting time (ST). Pada saat alat kembali ke tempat pemuatan, adakalanya alat tersebut perlu antri dan menunggu sampai alat diisi kembali. Saat mengantri dan menunggu ini, yang disebut waktu tunggu. Dengan demikian, maka: CT = LT + HT + DT + RT + ST 3. EFISIENSI ALAT Dalam pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan alat berat terdapat faktor yang mempengaruhi produktivitas alat, yaitu efisiensi alat. Efektifitas alat bekerja, tergandung dari: a. Kemampuan operator dalam memakai alat. b. Pemilihan dan pemeliharaan alat c. Perencanaan dan pengaturan letak alat d. Topografi dan volume pekerjaan. e. Kondisi cuaca f. Metode pelaksanaan alat.
24
Cara yang umum dipakai untuk menentukan efisiensi alat adalah menghitung berapa menit alat tersebut bekerja secara efektif dalam satu jam. Contohnya jika dalam satu jam, waktu efektif alat bekerja 45 menit, maka dapat dikatakan bahwa efisiensi alat 45/60 atau 0,75. 4. PRODUKTIFITAS DAN DURASI PEKERJAAN Dalam menentukan durasi suatu pekerjaan, maka hal yang perlu diketahui adalah volume pekerjaan dan produktivitas alat tersebut. Produktivitas adalah perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan seluruh sumber daya yang digunakan (input). Produktivitas alat tergantung pada kapasitas dan waktu siklus alat. Rumus dasar untuk mencari produktivitas alat adalah: Produktivitas = Umumnya
Kapasitas
Cycle Time waktu
siklus
alat
ditetapkan
dalam
menit,
sedangkan
produktivitas alat dihitung dalam produksi/jam, sehingga perlu ada perubahan dari menit ke jam. Jika faktor efisiensi alat dimasukkan, maka rumus di atas menjadi: Produktivitas = Kapasitas X
60
Cycle Time
X Efisiensi
Pada umumnya dalam suatu pekerjaan terdapat lebih dari satu jenis alat yang dipakai. Sebagai contoh pekerjaan penggalian dan pemindahan tanah. Umumnya alat yang dipakai adalah excavator untuk menggali, loader untuk memindahkan hasil galian ke dalam bak truk, dan truk digunakan untuk menindahkan tanah. Ketiga jenis contoh alat tersebut mempunyai produktivitas yang berbeda – beda, maka perlu diperhitungkan jumlah masing – masing alat. Jumlah alat perlu diperhitungkan untuk mempersingkat durasi pekerjaan. Salah satu cara menghitung jumlah alat adalah: a. Tentukkan alat mana yang mempunyai produktivitas terbesar b. Asumsikan alat dengan produktivitas terbesar berjumlah satu. c.
Hitung jumlah alat lainnya, dengan selalu berpatokan pada alat dengan produktifitas terbesar.
25
Untuk menghitung jumlah alat – alat lainnya maka digunakan rumus: Produktivitas alat 1 =
Produktivitas terbesar Produktivitas alat 1
Setelah jumlah masing – masing alat diketahui, selanjutnya perlu dihitung durasi pekerjaan alat tersebut. Salah satu caranya dengan menentukan beberapa produktivitas
total
alat
setelah
dikalikan
jumlahnya.
Kemudian
dengan
membandingkan produktivitas total masing – masing alat, dicari produktivitas total terkecil. Dari sini akan didapat lama pekerjaan dengan menggunakan rumus: Durasi =
Volume Pekerjaan Produktivitas Terkecil
5. GAYA YANG MEMPENGARUHI GERAKAN ALAT BERAT Ada beberapa gaya yang mempengaruhi gerakan alat berat. Gaya – gaya tersebut antara lain: (a) tahanan gelinding atau roling resistance (RR), (b) tahanan kelandaian atau grade resistance (GR), dan (c) gabungan kedua tahanan tersebut, yakni total resistance (TR). a. Tahanan Gelinding (Roling Resistance, RR) Tahanan gelinding merupakan suatu gaya yang terjadi akibat gesekan roda alat yang sedang bergerak dengan permukaan tanah. Besar tahanan ini akan berbeda pada setiap jenis dan kondisi permukaan tanah atau jalan, dan juga sangat tergantung dari tipe roda alat berat. Semakin kasar permukaan, maka tahanan gelindingnya akan semakin besar. Diperkirakan diperlukan tahanan gelinding alat sebesar 1,5% sampai 2,0% berat alat agar alat tersebut dapat bergerak. Tabel 2, disajikan besarnya tahanan gelinding berdasarkan jenis permukaan tanah dan tipe roda.
26
Tabel 2 Tahanan Gelinding atau RR (%) No
Tipe Permukaan
1
Jalan (perkerasan lentur maupun kaku) dengan permukaan keras dan mulus, dipadatkan, dan terpelihara baik. Jalan tanah dengan permukaan mulus dan keras, dipadatkan dan terpelihara baik Jalan tanah dengan permukaan berlumpur dan pemeliharaan tidak berkala (tidak terjadwal). Jalan tanah berlumpur, kurang terpelihara Jalan tanah berlumpur, tidak dipadatkan, dan tidak terpelihara Pasir lepas dan kerikil Jalan tanah sangat berlumpur
2 3 4 5 6 7
Roda Crawler 0
Roda Ban Biasa Radial 1,5 1,2
0
2,0
1,7
0
3,0
2,5
0
4,0 – 5,0
4,0 – 5,0
0
8,0 – 14,0
8,0 – 14,0
2 8
10,0 20,0
10,0 20,0
Sumber: Caterpillar Performance Handbook, 1993.
b. Tahanan Kelandaian (Grade Resistance, GR) Pada saat alat berat bergerak di permukaan yang menanjak maka selain tanahan gelinding, ada gaya yang menahan alat tersebut. Gaya tersebut dinamakan tahanan kelandaian. Yang dimaksud dengan kenaikkan permukaan sebanyakl 1% adalah kenaikan sebesar 1 meter untuk setiap 100 meter jarak horisontal. Untuk kenaikkan 1% diperlukan tahanan sebesar 10 kg untuk setiap 1000 kg atau 1 ton berat alat agar alat tersebut dapat bergerak. Tahanan kelandaian (GR) atau friction (F) adalah: GR = F =
V ×W I
27
Gambar 22 Arah Tahanan Untuk kelandaian lebih kecil dari 10% V I
= sin ∝ ≈ tan ∝
Maka F = W tan Tan ∝ =
V G% = H 100
Dan G% adalah gradien, maka: F=W ×
G% 100
Jika W = 1000 kg/ton, maka rumus di atas menjadi: GR = F = 10 kg/ton X G% c. Total Tahanan (Total Resistance, GR) Total tahanan merupakan jumlah dari tahanan gelinding dan tahanan kelandaian, dengan rumus: TR = RR GR. Nilai GR berubah-ubah berdasarkan keadaan permukaan jalan. Pada jalan naik arah GR sama dengan arah RR, sehingga rumus menjadi TR = RR + GR. Sedangkan pada jalan menurun, arah GR berlawanan dengan arah RR, sehingga rumus menjadi TR = RR – GR.
28
Gambar 23 Tahanan Gelinding dan Tahanan Kelandaian Pada Jalan Menanjak dan Menurun Contoh: Suatu alat berat beroda crawler bergerak pada permukaan tanah aspal kondisi baik yang menurun dengan slope 2%. Berapa total grade yang dialami alat tersebut ? Jawab: Tahanan Gelinding atau RR (Tabel 2), dengan kondisi jalan permukaan tanah aspal kondisi baik, maka RR = 0%, maka TR = 2% − 2% = 0
29
BAB V PENYELIDIKAN PRODUKSI ALAT 1. METODA PERHITUNGAN Dalam mengelola pekerjaan tanah perlu diketahui beberapa ketentuan berikut ini: a. Pemilihan alat-alat berat/besar dan perhitungan produksi standar serta produksi aktual dari setiap alat b. Biaya pemilikan dan operasi alat (owning and operating cost) c.
2.
Pekerjaan tanah, mencakup: 1)
Pekerjaan pembersihan dan pengupasan (clearing and grubbing),
2)
Pekerjaan galian dan timbunan (cut and fill),
3)
Pekerjaan Penghamparan (gravelling),
4)
Pekerjaan Pemadatan (compaction)
PEMILIHAN ALAT-ALAT BERAT Alat-alat berat, dapat mengolah tanah dalam volume yang besar. Agar
pekerjaan pengelolaan tanah efektif dan produktif diperlukan pemilihan alat-alat berat yang cocok untuk dioperasikan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan terlebih dulu, sebelum menetapkan alat-alat berat yang akan digunakan, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Keadaan medan pekerjaan, seperti alinyemen (lintasan atau jalur), kondisi permukaan tanah (hutan, semak belukar, rawa-rawa, cadas/batu karang, atau tanah berpasir); b. Kondisi tanah tanah liat, non kohensif, bahan material yang ada sulit diolah atau tidak); c.
Tingkat kemudahan transportasi alat-alat ke lokasi pekerjaan;
d. Waktu yang disediakan.
30
3. PERHITUNGAN PRODUKSI ALAT Setiap alat digunakan jika macam dan tipe alatnya berlainan akan mempunyai produksi standard dan aktual yang berbeda. Maka untuk mengetahui produksi standard dan aktual alat perlu diketahui cycle-time alat tersebut yang meliputi: a. Waktu menunggu rata-rata b. Waktu menunda atau delay rata-rata c.
Waktu memuat rata-rata
d. Waktu mengangkut atau haul rata-rata e. Waktu membuang atau dump rata-rata f.
Waktu kembali rata-rata Sebagai ketentuan umum, standar produksi dihitung sebagai produksi
teoritis di lapangan pekerjaan, sedangkan perhitungan aktual produksi dibuat dengan memperhitungkan beberapa faktor koreksi. Dengan demikian : AKTUAL PRODUKSI = Q’ (STANDAR PRODUKSI) X FAKTOR KOREKSI F Sedangkan Standar Produksi dihitung berdasarkan rumus : '
Q= q x N x D x E =
q x 60 x D x E (m3 per jam) cm
Keterangan : Q’ q N D E c.m
= = = = = =
Standar Produksi Produksi per cycle (loose) Jumlah rit per jam atau 60 menit/cycle time (60/cm) Faktor effissiensi/jam Efisiensi Kerja cycle time dalam menit.
Efisiensi kerja tergantung kepada faktor-faktor antara lain: a. Topografi b. Kecekatan Operator 31
c.
Penentuan Ketepatan Jenis alat/mesin yang digunakan
d. Tingkat pemeliharaan. Dengan banyak faktor yang menyangkut efisiensi kerja tersebut perlu diadakan batasan sebagai pegangan, yakni: Tabel 3 Tingkat Pemeliharaan Mesin KONDISI DALAM PELAKSANAAN Amat baik Baik Biasa Kurang Buruk
TINGKAT PEMELIHARAAN MESIN BAIK BAIK BIASA KURANG BURUK SEKALI 0,83 0,81 0,76 0,70 0,63 0,78 0,75 0,71 0,65 0,60 0,72 0,69 0,65 0,60 0,54 0,63 0,61 0,57 0,52 0,45 0,52 0,50 0,47 0,42 0,32
KET
Kondisi operasi sangat erat hubungannya dengan hal-hal sebagai berikut : a. Ketepatan penggunaan mesin sesuai dengan topografi b. Komposisi mesin/alat-alat besar c.
Kondisi dan lingkungan lapangan pekerjaan, seperti ruang lingkup, udara, dan penerangan
d. Metode operasi dan kelengkapan perencanaan e. Keahlian atau pengalaman operator dan pengawasan dalam pelaksanaan pekerjaan. Didalam merawat alat-alat besar perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Penggantian oli atau grease secara teratur b. Kondisi dari “cutting edges” c.
Persediaan suku cadang.
32
4. PERHITUNGAN PRODUKSI DOZER Produksi per jam suatu Dozer dapat dihitung dengan mengetahui terlebih dahulu produksi per cycle nya. Produksi per cycle akan ditentukan oleh: a. Tinggi dan lebar pisau atau blade b. Faktor blade Selanjutnya Produksi per cycle: q = lebar blade X (tinggi blade)2 X faktor blade q = L X H2 X a (dalam m3). Total cycle time (cm) diperoleh dari formula: cm =
D D + + Z (dalam menit) F R
Keterangan: D F R Z
= = = =
jarak hauling dalam meter kecepatan maju dalam m/detik kecepatan kembali dalam m/detik waktu untuk gear shifting atau perpindahan gigi dalam menit
Produksi aktual dapat dicari setelah ditentukan besarnya “job efficiency dan faktor koreksi”. Dengan demikian : Q = Q’ X Fk = q X (60/cm) X E X Fk Keterangan: Q Q’ q cm E Fk
= = = = = =
Produksi Aktual (m3/jam) Produksi Standar (m3/jam) Produksi per cycle (m3) Total cycle time (menit)
Job eficiency
Faktor koreksi
33
Faktor koreksi (Fk), terdiri dari faktor – faktor: a. Operator (op)
b. Material (m)
c. d. e. f. g. h.
amat baik = 1,00 Baik = 0,60 – 0,75 Kurang baik = 0,50 – 0,60
sulit di gali = sulit di simpan = batu hasil ledakan = bahan lepas = Slot dozing (sd) = 1,20 Visibility (vs) = 0,70 – 0,80 Job Efficiency (E), untuk 50 menit/jam = 40 menit/jam = Koreksi berat (wg) = 0,87 Koreksi grade (gd) = 0,70 – 1,00 Grade (grd) = 0,40 – 1,20
0,60 – 0,80 0,80 0,60 – 0,80 1,20 0,84 0,67
Besarnya faktor koreksi tersebut adalah: Fk = op X m X sd X vs X E X wg X gd X gdr Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: a. Jarak dozing semakin besar mengakibatkan produksi material loose per m3 akan semakin kecil. b. Grade semakin tinggi, mengakibatkan faktor dozing akan semakin kecil. Contoh Perhitungan Produksi Dozer Tentukan rata-rata produksi per jam dari sebuah Dozer D155A – 11 beroperasi dalam arah lurus dengan kondisi sebagai berikut : a. Jarak hauling
: 440 m
b. Jenis tanah
: hard to cut
0,80
c. Grade (menurun)
: 15%
1,19
d. Berat material
: 1600 kg loose
0,87
e. Job efficiency
: 45,0 menit/jam
0,75
f. Digunakan teknik slot dozing
:
1,20
34
g. Kecepatan dozer
: forward
3,7 km/jam
reverse
8,2 km/jam
: average
h. Operator
0,75
Gambar 24 Spesifikasi Dozer D155A – 1 Jawab Produksi per cycle : q = L X H2 X a = 4,13 X (1,59)2 X 0,80 = 8,35 m3
Cycle time : Kecepatan maju F = 3,7 X 0,75 = 2,775 km/jam = 46,25 m/menit) R = 8,2 X 0,85 = 6,970 km/jam =116,17 m/menit)
Gear shifting Z = 0,05 menitdetik cm =
D D + + Z (dalam menit) F R
cm =
40 40 + + 0,05 = 1,26 menit 46,25 116,17
35
Standar produksi '
Q= q X
60 60 = 8,35 X = 397,62 m3 /jam cm 1,26
Faktor Koreksi (Fk): Fk = op X m X sd X vs X E X wg X gd X gdr Fk = 0,75 X 0,8 X 1,2 X vs X 0,75 X 0,87 X … X 1,19 Fk = 0,80 X 1,19 X 0,87 X 0,75 X 1,20 X 0,75 = 0,56 Maka Produksi aktual: Q = Q’ X Fk = 397,62 X 0,56 = 222,67 m3/jam (loose) 5. PERHITUNGAN PRODUKSI SCRAPER
Scraper merupakan salah satu jenis kendarann alat Scraper yang memiliki empat fungsi sekaligus, yakni mengeruk, memuat material, mengangkut, dan membongkar muatan. Bahkan kadang, scraper juga digunakan untuk meratakan permukaan tanah atau menebar hasil pengerukan dalam beberapa lapisan. Sebagai alat pengangkut, scraper mampu untuk memindahkan material dalam jarak yang relatif panjang, yakni hingga 2.000 meter pada tanah datar. Sementara daya tampungnya mampu mencapai 8 – 30 m3 dalam sekali angkut. Secara umum, cara kerja scraper
terbagi menjadi tiga tahap yakni
pengerukan dan pemuatan material, pengakutan material, serta pembongkaran muatan. Tahap pengerukan dan pemuatan material dilakukan pada saat yang bersamaan. Pada saat pengerukan ini, bagian apron scraper terbuka sementara bagian bowl berfungsi seperti sekop yang mengeruk permukaan tanah/material yang dilewatinya. Hasil pengerukkan ini akan langsung tersimpan di dalam bowl. Setelah bowl penuh, maka apron akan ditutup dan dimulailah tahap selanjutnya, yakni pengangkutan. Pada saat pengakutan ini, bagian bowl akan diangkat sedikit sehingga tidak terkena permukaan tanah selama scraper bergerak menuju tempat
36
pembongkaran. Pembongkaran material pada scraper biasanya dilakukan dengan cara menyebar secara rata secara bertahap. Pada saat pembongkaran, bagian apron bisa dibuka-tutup berkali-kali atau secara bertahap hingga bagian depan bowl kosong. Setelah itu, bagian ejector akan mendorong sisi material yang ada di belakang bowl. Contoh Perhitungan Scraper Model Scraper
= Fiat Allis – Elevating Scraper 261B
Berat Kosong
= 29.120 kg
Kapasitas
= 15,30 m3
Jenis material
= Tanah liat, dengan Berat Jenis = 1.400 kg/m3
Load factor
= 0,80
Koefisien Traksi
= 0,50
Berat muatan
= Volume X Berat Jenis = 15,30 X 1.400 = 21.420 kg.
Berat total
= Berat Kosong + Berat Muatan = 50.540 kg
Tenaga yg tersedia = Berat total X Koefisien Traksi = 50.540 X 0,50 = 25.270 kg
Gambar 25 Lintasan Scraper
37
Tahanan-tahanan Ruas A – B
RR = 50,540 ton X 90 kg/ton = 4.548,60 kg
Ruas B – C
RR = 50,540 ton X 45 kg/ton
= 2.274,30 kg
GR = 50,540 ton X 10 kg/ton X 5
= 2.527,00 kg + = 4.801,30 kg
Ruas C – D
RR
= 4.548,60 kg
Tahanan terbesar berada pada Ruas B – C = 4.801,30 kg Tenaga yang tersedia (25.270 kg) > Tahanan (4.801,30 kg) Scraper dapat beroperasi. Perhitungan Produksi Kecepatan Isi : Ruas A – B = 15 km/jam = 250 m/menit Ruas B – C = 10 km/jam = 166,70 m/menit Ruas C – D = 15 km/jam = 250 m/menit Kecepatan Kosong : Ruas D – C
= 25 km/jam = 416,70 m/menit
Ruas C – B
= 35 km/jam = 583,30 m/menit
Ruas B – A
= 25 km/jam = 416,70 m/menit
Cycle time :
Loading time (Tractors D8/K) = 0,7 menit Manouver dan dumping
= 0,7 menit
38
Hauling (Isi) : A-B=
250 m =1,0 menit 250 m⁄ menit
B-C=
200 m =1,2 menit 166,70 m⁄ menit
C-D=
250 m =1,0 menit 250 m⁄ menit
Waktu Kembali (Kosong) : D-C=
250 m =0,6 menit 416,70 m⁄ menit
C-B=
200 m =0,3 menit 583,30 m⁄ menit
B-A=
250 m =0,6 menit 416,70 m⁄ menit
Total Cycle Time = 0,7 + 0,7 + 1,0 + 1,2 + 1,0 + 0,6 + 0,3 + 0,6 = 6,1 menit Total Cycle Time = 60 / 6,1 = 9,83 rit 9 rit (bolak – balik) Jadi Produksi Scraper = 9 X 15,30 m3 = 137,70 m3/jam.
39
BAB VI PEKERJAAN PEMBERSIHAN DAN PENGUPASAN (Clearing and Grubbing) 1. PENGERTIAN UMUM Pekerjaan pembersihan dan pengupasan lapangan (clearing and grubbing) umumya akan sangat tergantung pada hal-hal berikut ini: a. Keadaan topografi tanah, yakni kelandaian tanah, dan bentuk permukaan tanah (berbukit, berawan atau lainnya); b. Jenis pohonan dengan dimensinya; c.
Jenis tanah yang berhubungan dengan ketebalan top-soil, persentase bantuan, kadar air serta kemampuan daya dukung dari tanah tersebut.
d. Iklim dan curah hujan yang akan sangat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan, menyangkut hari kerja dan alat, dengan perubahan-perubahan temperatur, serta banyaknya curah yang jatuh. Untuk melaksanakan pekerjaan di atas perlu diusahakan terlebih dahulu pemasangan patok-patok as jalan (centre line). Hal ini diperlukan untuk memberikan arah dan batasan areal yang akan dikelola. Alat berat utama yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan ini adalah Dozer yang berfungsi sebagai pembuka jalan yakni untuk mengerjakan pembersihan semak-belukar, pengupasan top-soil’, menumbangkan pohon-pohon, serta membongkar tunggul – tunggul (pangkal pohon yang masih tertanam di tanah) dan akar-akarnya.
40
Dalam mempergunakan dozer perlu diperhatikan sistematika penebangan pohon. Pertama-tama pisau (blade) harus diarahkan setinggi mungkin dan tenaga dorong diusahakan di bawah 50% yang dilakukan secara halus, searah dengan miring pohon serta dengan memperhatikan pula adanya ranting-ranting atau dahandahan yang lapuk. Pemotongan pohon dilakukan di sekitar akar-akarnya pada kedalaman yang cukup. Selanjutnya Dozer harus segera dimundurkan sesaat pohon mulai rebah untuk menghindarkan dozer dari kerusakan akibat terangkatnya akar-akar dimaksud. Perataan lubang-lubang yang timbul harus segera dilaksanakan untuk menghindari genangan air dan bahaya-bahaya yang tak diinginkan. Catatan : a. Umumnya diameter pohon berkisar antara 10 cm sampai dengan 75 cm dan dibutuhkan waktu 1 – 3 menit untuk menumbangkannya, misalnya dengan menggunakan Dozer HD 11. b. Dozer dapat pula diperlengkapi dengan powershift transmission atau dengan menggunakan rantai untuk penarikan. Guna menghindarikan bahaya yang mungkin timbul, maka diperlukan adanya perlengkapan tambahan seperti misalnya: pelindung mesin dan radiator, pelindung khusus untuk operator (protective canopy), dll. 2. MENENTUKAN PRODUKSI CUTTING Dalam menghitung waktu yang dibutuhkan oleh suatu tractor untuk pekerjaan pemotongan per acre (0,405 Ha) dapat digunakan rumus berikut: T = H (A x B + M1N1 + M2N2 +M3N3 + M4N4 + D x F) Dalam hal ini: T H
: Waktu dalam menit yang diperlukan untuk memotong pohon pada daerah seluas 1 acre, : Faktor yang menyangkut kekerasan kayu dan kepadatan pohonan,
41
A B M
: Faktor yang menyangkut kepadatan dan keadaan tanaman merambat : Base time untuk suatu tractor per acre (dalam menit), : Waktu yang diperlukan untuk merobohkan pohon dengan diameter tertentu oleh suatu tractor (dalam menit) : Jumlah pohon-pohonan dengan diameter tertentu/acre : Jumlah dari diameter batang x jumlah batang dengan diameter 180 cm : Waktu yang diperlukan untuk merobohkan pohon per 30 cm diameter untuk diameter-diameter pohon 180 cm
N D F
Catatan : a. Faktor H
:
b. Base Time
:
c.
:
Faktor A
d. Besaran-besaran
:
Persentase kayu keras (75 -100%) H = 1,3 Persentase kayu keras (25 -50%) H = 1,0 Persentase kayu keras (0 -25%) H = 0,7 Adalah waktu yang diperlukan untuk merobohkan pohon-pohonan kecil oleh suatu tractor tanpa harus menangani suatu pohon pun secara khusus. Faktor A ini tergatung dari kepadatan hutan Pohonan padat A = 2,0 Pohonan sedang A = 1,0 Pohonan ringan A = 0,7 Keadaan pohon merambat padat A = 2,0 B, M1, M2, M3, M4, dan F untuk alat Caterpillar dengan Bome KG Blade dalam menit:
Tabel 4. Perhitungan Waktu Cutting Tractor
flywheel horsepower (FWHP)
D9G D8H D7F D6C
385 270 180 140
e.
Diameter Pohonan (Cm)
Base Time
60 - 80
60 - 90
90 - 120
120 - 180
B 18 21 28 40
M1 0,2 0,3 0,5 0,8
M2 0,5 1,5 2,0 4,0
M3 1,5 2,5 4,0 8,0
M4 4 7 12 25
per 30 cm diameter F 1,2 2,0 -
Jika pekerjaan pembuangan pepohonan dan tunggul – tunggul (pangkal pohon yang masih tertanam di tanah, dengan diameter 30 cm) bersama-sama dengan perobohan pohon, maka total waktu yang digunakan adalah 1,25 T.
f.
Bila pekerjaan pembuangan tunggul dalam operasi khusus dengan tilled
shearing blade atau stampers, maka total waktu yang di gunakan adalah 1,5 T 42
Gambar 26
Bome KG Blade 3.
PEKERJAAN PENGUMPULAN (PILLING) Prosedur perhitungan taksiran produksi pengumpulan dengan K/G Blade
atau base blade dihitung dengan rumus sebagai berikut: T = B + M1N1 + M2N2 + M3N3 + M4N4 + D X F Besarnya B, M1, M2, M3, M4 dan F dihitung dalam menit (untuk pengumpulan di Windrow atau tumpukan material yang dihasilkan oleh alat gali) Tabel 5. Perhitungan Waktu Pilling Tractor
flywheel horsepower (FWHP)
D9G D8H D7F D6C
385 270 180 140
Diameter Pohonan (Cm)
Base Time
60 - 80
60 - 90
90 - 120
120 - 180
B 45 50 60 75
M1 0,1 0,2 0,4 0,6
M2 0,2 0,6 0,8 1,2
M3 1,4 2,0 3,0 5,0
M4 2,4 4,0 6,0 -
Catatan : a. Windrows berjarak kurang lebih 60 m 43
per 30 cm diameter F 0,4 1,0 -
b. Tractor yang digunakan adalah power shift dengan lereng tanah + 10%, dengan tanah dasar yang baik, tidak berbatu, dan terdiri dari campuran kayu lembek dan keras; tractor dalam keadaan baik. c. Untuk pekerjaan kombinasi dari tiga tractor atau lebih, maka waktu yang digunakan adalah 0,50 T – 0,75 T, tergantung dari jumlah dan ukuran pohon. d. Base time adalah waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan pohon-pohon kecil oleh suatu tractor. e. Untuk pekerjaan pengumpulan pohon-pohonan dan tunggul – tunggul yang berakar dengan diameter lebih dari 30 cm, maka diperlukan waktu 1,25 T.
44
BAB VII PEKERJAAN RIPPING 1. PENGERTIAN UMUM
Ripping adalah usaha untuk membongkar benda-benda yang tergolong keras dengan cara memotongnya menggunakan peralatan dan teknologi yang tinggi. Diharapkan pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dengan cepat, praktis, dan ekonomis. Faktor-faktor yang menentukan pekerjaan ripping adalah: a. Tenaga tractor yang cukup kuat; b. Ukuran dan kemampuan rippers yang memadai; c.
Penyediaan instrumen untuk menentukan keadaan batuan yang akan dibongkar;
d. Penyempurnaan teknis menggunakan instrumen dan peralatan. 2. MENENTUKAN KEADAAN BATUAN Sebelum menentukan cara untuk membongkar, menggali, dan mengangkut batuan, terlebih dahulu perlu diselidiki cara yang lebih tepat. Apakah dengan melaksanakan ripping atau pengeboran dan melakukan peledakan. Berdasarkan penelitian dengan alat seismography, diketahui bahwa batuan yang memberikan gelombang bunyi dengan kecepatan tinggi sulit untuk dilakukan
ripping. Kepastian suatu batuan dapat tidaknya dilakukan ripping harus didasarkan atas tersedianya dana untuk pembongkaran tersebut dan tersedianya peralatan yang memadai. Untuk maksud ini perlu diadakan penyelidikan (test) lapangan
45
tentang kemungkinan dapat tidaknya suatu batuan dilakukan ripping dengan biaya yang ekonomis. 3. MENENTUKAN TEBAL LAPISAN TANAH Dalam melaksanakan ripping perlu diketahui kedalam top-soil dan lapisan dibawahnya agar dapat ditentukan volume yang akan dikelola. Dalamnya lapisan tersebut tergantung pada: jarak (tebal) dari lapis tersebut, dan kecepatan merambatnya gelombang pada lapisan yang diteliti. Rumus-rumus untuk menentukan tebal lapis top-soil adalah sebagai berikut: D1=
L1 V2 - V1 √ 2 V2 + V1
D1 = tebal top soil 1 (ft) L1 = jarak atau tebal (ft) V = kecepatan merambatnya gelombang (ft/dtk) Contoh: Suatu lapis top-soil, pada jarak kritis 36 ft besarnya V1 diperoleh sebesar 1.000 ft/dtk dan V2 sebesar 3.000 ft/dtk. Maka tebalnya top-soil dapat dihitung: D1=
L1 V2 - V1 36 3000-1000 1 √ √ = =18√ =12,73 ft 2 V2 + V1 2 3000+1000 2
4. JENIS RIPPERS
Rippers umumnya dilengkapi dengan satu atau lebih alat penggaruk yang dinamalkan “shank”, dimana jumlahnya shank tersebut disesuaikan dengan ukuran Tractor, tebal yang akan digaruk, keadaan material yang akan dikelola serta “the
degree of breakage” dari material itu sendiri. Partikel yang digaruk dan akan dimuat, diangkut oleh scrapper diusahakan diolah sampai berukuran di bawah 30 inches. 46
Test lapangan perlu dilakukan unruk menentukan metoda, ketebalan serta degree
of breakage dimaksud. Metoda lain dalam menentukan jenis rippers adalah sebagaimana terlihat pada gambar 2 dimana “shank” dipasang pada tractor dengan sistem: a. Paralel-type linkage b. Hinge atau radial type linkage Pada jenis paralel-type linkage, shank mempunyai sudut yang konstan, sedangkan pada jenis hinge atau radial type linkage sudutnya dapat berubah disesuaikan dengan tebal garukan. Jenis paralel-type linkage dimaksud mempunyai keuntungan dalam memperkecil keausan dan produksinya stabil sedangkan jenis
hinge atau radial type linkage mempunyai keuntungan bila tanah/material yang digaruk mudah diolah. 5. RIPPING SATU ARAH DAN RIPPING BERSILANG Umumnya ripping dilakukan dengan gerak satu arah dalam membongkar/ menggaruk material. Tetapi jika metoda ini tidak mampu untuk dilaksanakan, baru boleh dilakukan “ripping bersilang”. Secara umum ripping bersilang ini sedapat mungkin harus terhindar karena akan mengakibatkan medan pekerjaan tidak teratur dimana alat-alat lain akan sulit dioperasikan. Dalam melaksakan ripping, Dozer dapat pula ditugasi untuk mendorong material dan membuat stock pile. Dalam hal ini sebaiknya sebagian hasil ripping ditinggalkan sebagai bantalan rantai, agar rantai dozer tersebut tidak langsung menyentuh batu keras bila kemudian dozer tersebut melaksanakan pekerjaan
ripping lagi. 6. CARA MENGHITUNG PRODUKSI RIPPING Contoh Perhitungan: Diketahui:
47
Dozer 21 – C – 11 Jarak Ripper
=
0,9 meter
Dalamnya Ripper
=
0,2 meter
Jarak Ripping
=
50 meter
Kecepatan
=
1,6 km/jam
Manover (waktu memutar)
=
0,25 menit
Overall chering (eff. Pekerjaan)
=
53%
Perhitungan : Volume Ripping
= Luas X dalam = jarak ripping X jarak ripper X dalam = 50 x 0,9 x 0,20 = 9 m3
Waktu untuk ripping/ripping time/cycle time: Jarak ripping (panjangnya) 50 meter = =1,8 menit km m 26,7 m/menit Kecepatan ( atau ) jam menit Cycle time = 1,8 menit/cycle + manover =1,8 + 0,25 = 2,05 menit. Cycle time/jam =
60 menit 2,05 menit per cycle
= 29 cycle
Produksi/Jam = 29 cycle x 9 m3 x 53% = 138 m3 (loose).
48
BAB VIII PELAKSANAAN PERATAAN (Grading Operation) 1. PENGERTIAN UMUM Pekerjaan perataan (grading) dilakukan setelah pekerjaan tanah selesai dilaksanakan. Pekerjaan disini dapat dibagi atas 2 golongan besar sebagai berikut: a. Pembentukan badan jalan b. Gravelling Dengan demikian pekerjaan grading meliputi semua pekerjaan: a.
Pembersihan lapangan
b.
Pekerjaan galian
c.
Pekerjaan penghamparan timbunan
d.
Pekerjaan Pemadatan
e.
Pekerjaan perapihan badan jalan,
f.
Pekerjaan pembentukan selokan tepi jalan. Pekerjaan grading ini harus dilaksanakan dengan memperkecil dampak
negatifnya terhadap lingkungan hidup, seperti polusi udara, polusi suara (kebisingan), timbulnya bahaya longsor, drainase yang tidak teratur sehingga menimbulkan genangan air, lumpur dan hal-hal lain yang mengganggu kenyamanan berlalulintas. Setiap gangguan yang merugikan masyarakan luas harus dihindarkan. Oleh karenanya sebelum pekerjaan grading dimulai perlu dipersiapkan sarana untuk
49
menampung dampak negatip tersebut, seperti pembuatan jalan alternatif untuk mengalihkan lalu-lintas yang ada. 8.2. Pembentukan Badan Jalan Yang dimaksud dengan badan jalan adalah bagian jalan yang dibatasi oleh tumit lereng timbunan tanah dasar atau tumit lereng dalam selokan/parit tepi jalan. Namun demikian, dalam pelaksanaan pembentukan badan jalan, pekerjaan parit dapat dilakukan serentak bersaman guna memungkinkan air mengalir secara teratur. Artinya proses drainase ini dapat menjaga kestabilan dari badan jalan. Bentuk badan jalan mempunyai peranan penting. Dengan demikian pengertian badan jalan meliputi : a. Lebar perkerasan b. Median (jika ada) c.
Bahu jalan kanan dan kiri Badan jalan ini berfungsi sebagian sebagai landasan lapis perkerasan dan
sebagian (bahu jalan) berperan sebagai dinding penahan tepi perkerasan terhadap pergerakan roda lalu lintas di tepi perkerasan. Fungsi lain dari bahu jalan dapat pula memberi perasaan aman terhadap pemakai jalan, baik pengemudi yang dapat berkendaraan dengan kecepatan lebih tinggi maupun pejalan kaki dalam mengamankan dari bahaya kecelakaan. Badan jalan dibuat berbentuk cembung guna mempermudah pengaliran air ke parit di tepinya atau ke tempat yang lebih rendah. Pemadatan badan jalan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Satu lapis tanah yang dipadatkan maksimal 20 cm, kecuali disediakan alat pemadat yang memenuhi persyaratan. b. Lapis tanah urugan dengan tebal di atas 30 cm, di bawah permukaan lapis pondasi bawah, harus dipadatkan mencapai 95% kepadatan kering maksimum.
50
c.
Lapis tanah sedalam 30 cm atau kurang di bawah lapis pondasi bawah harus dipadatkan mencapai 100% kepadatan kering maksimum.
d. Bila tanah urugan yang dipadatkan mengandung batuan, maka ukuran bantuan tersebut yang diijinkan maksimal 75% dari tebal lapisan. Bahu jalan dapat dibuat sebagai berikut: a. Diperkeras dengan bahan material pasir batu (sirtu) b. Diperkeras dengan perkerasan beton yang berfungsi sebagai trotoar atau pedestrian. c.
Diberi perkuatan rumput
d. Tidak diperkeras, dalam arti tanah biasa. Dengan gravelling dimaksudkan memberikan lapisan kerikil di atas badan jalan yang telah dipadatkan. Berarti gravel ini merupakan lapisan pendahulan dari perkerasan jalan. Dengan demikian, hasil pemadatan badan jalan akan sangat menentukan mutu jalan dalam menutup (melindungi) bahan-bahan diatasnya, dalam hal ini
gravel, agar tidak lenyap masuk ke dalam badan jalan. Gravel diperoleh dari sungai ataupun dari gunung dan umumnya tempat tersebut dinamakan quari (penambangan golongan C). Berdasarkan Undang-Undang tentang pertambangan Nomor 11 Tahun 1967, barang tambang atau bahan galian dibedakan atas 3 golongan, yakni: a. Barang tambang Golongan A (strategis) merupakan bahan galian yang berperan penting dalam kelangsungan kehidupan negara. Contoh: minyak bumi, gas bumi, batubara, nikel, dan timah. b. Barang tambang Golongan B (vital) merupakan bahan galian yang berperan penting dalam kegiatan perekonomian negara, dikuasi oleh negara dengan menyertakan rakyat. Contoh: emas, perak, intan, platina, belerang, besi, tembaga, dan bouksit.
51
c.
Barang tambang Golongan C merupakan bahan galian yang tidak termasuk strategis dan tidak vital biasanya diusahakan oleh rakyat. Contoh: pasir, batu.
Gravel sungai lebih mudah ditambang, hanya bila air sungai pasang, gravel sulit untuk diambil. Untuk pekerjaan gravelling diperlukan beberapa sumber daya adalah: a. Bahan
: Gravel
b. Peralatan : Dozer, Loader, Truck, Grader dan Compactor c.
Tenaga : Operator, Pengawas, dan Pekerja.
Bahan Dalam mengkalkulasi kebutuhan gravel perlu diperhatikan faktor kepadatan dan faktor terbuangnya (weis) bahan tersebut, baik sebelum maupun dalam waktu pelaksanaan gravelling. Untuk kepadatan diambil koefisien sebesar 30%, sedangkan koefisien faktor terbuangnya bahan diambil sebesar 10% dari volume lepas: 130% + (10% x 130%) = 1,43 Contoh: Lebar jalan yang akan diberi gravel
= 10 meter
Tebal lapis gravel
= 20 cm
Untuk ini dibutuhkan gravel padat per meter = 10 X 0,20 X 1,0 = 2 m3. Maka gravel lepas yang dibutuhkan menjadi sebesar = 1,43 X 2 m3 = 2,86 m3
52