250445571-bab-ii.pdf

  • Uploaded by: Rizal Akbar
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 250445571-bab-ii.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 5,076
  • Pages: 28
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Amputasi lebih dahulu dikenal dari pada seluruh prosedur pembedahan lainnya. Pemotongan tangan dan kaki pernah menjadi hukuman yang bisa dilakukan orang zaman dahulu, yang sesuai dengan peradabannya dan tetap di lakukan saat ini pada beberapa budaya primitif Dalam melakukan penanganan perawatan pada kasus ini perawat melakukan pendekatan dengan mengunakan asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang di dasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spritual yang komprehensif serta ditunjukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat yg mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Keperawatan adalah fungsi unik dari perawat membantu individu sakit atau sehat dalam melaksanakan segala aktivitasnya untuk mencapai kesehatan atau untuk meninggal dunia dengan tenang yang dapat dapat ia lakukan sendiri tanpa bantuan apabila cukup kekuatan, harapan dan pengetahuan. Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial (NANDA, 1990). Diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi yang menjadi tanggung gugat perawat. Perawat adalah sebagai tenaga profesional yang manpu menberikan asuhan keperawatan dalam bidang kesehatan lainya dalam menberikan keperawatan pada pasien dengan kasus amputasi. Tahap proses keperawatan dalam melakasanakan asuhan keperawatan adalah sebagai beriut: Tahap pengkajian, Tahap diagnosa keperawatan, Tahap perencanaan, Tahap implementasi, Tahap evaluasi. 1

B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis menjawab satu pertanyaan yang di bawah ini. Apa saja konsep dan asuhan keperawatan pada pasien amputasi?

C. TUJUAN 1. Tujuan Umum Untuk menberikan asuhan keperawatan pada pasien amputasi dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang secara utuh dan komprensif. 2. Tujuan Khusus Penulis di harapakan mampu : a. Menyajikan konsep tentang amputasi b. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan amputasi, c. Mampu menegakkan diagnosa keperawatn pada pasien dengan amputasi d. Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan dan membuat rasional sesuai dengan intervensi pada pasien dengan amputasi. e. Mampu Men implementasi keperawatan pada pasien dengan amputasiMampu melaksanakan evaluasi keperawatan terhadap pasien amputasi

D. MANFAAT Hasil ini di harapkan dapat menambah pengetahuan di bidang keperawatan, sekaligus sebagai motivasi untuk perawat atau mahasiswa keperawatan dalam mengetahui pengelolaan asuhan keperawatan terutama pada kasus Amputasi.

2

BAB II PEMBAHASAN

A. DEFINISI Amputasi berasal dari kata Latin amputare, dari kata amb (sekitar) dan putare (memotong). Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi. Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sisem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan masalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas

Gambar 1.1 Seorang laki – laki dengan amputasi ekstermitas bawah Amputasi adalah pengangkatan melalui bedah traumatik pada tungkai (Doenges, 2000). Dalam kamus kedokteran Dorland, amputasi adalah memotong atau memangkas, pembuangan suatu anggota badan. 3

Amputasi adalah perlakuan yang mengakibatkan cacat menetap pada tubuh (R. Sjamsu Hidayat, 1997). Amputasi adalah: sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem saraf, sistem muskuloskeletal dan system kardiovaskuler. Lebih lanjut ia dapat menimbulkan masalah psikologis bagi pasien berupa penurunan citra- diri (Harnawatiaj, 2008). Jadi Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. B. ETIOLOGI Indikasi utama bedah amputasi adalah karena : 1. Iskemia Iskemia karena penyakit reskulanisasi perifer, biasanya pada orang tua, seperti klien dengan arteriosklerosis, DM

Gambar 1.2 Diabetes Melitus yang mengenai kaki

2. Trauma amputasi Bisa diakibatkan karena perang, KLL, thermal injury seperti terbakar, infeksi, gangguan metabolism seperti pagets deases dan kelainan kogenital.

4

Gambar 1.3 Terputusnya jari akibat KLL

Gambar 1.4 Tangan terbakar 3. Gas ganggren Keadaan nyeri akut dimana otot dan jaringan subkutan menjadi terisi dengan gas dan eksudat serosangiunosa, disebabkan infeksi luka oleh bakteri anaerob, yang diantaranya adalah berbagai spesies clostridium.

Gambar 1.5 Ganggren 4. Osteomielitis Peradangan pada tulang (bisa menyebabkan lumpuh) dan bisa juga terjadi assending infection 5. Kehancuran jaringan kulit yang tidka mungkin diperbaiki 6. Kegananasan Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif

5

C. PATOFISIOLOGI Amputasi merupakan hasil dari atau diakibatkan oleh gangguan aliran darah baik akut ataupun kronik. Pada keadaan atut organ sebagian atau keseluruhan dipotong dan jaringan yang mati diangkat. Terjadat anjuran baru ada penyambungan kembali dari jair atau bagian tubuh yang kecil, tetapi tidak bagian otot. Tubuh mungkin merasa sebuah amputasi parsial sebagai ancaman dan sepsis mungkin berkembang pada beberapa kasus bagian tubuh yang dipindahkan digunakan untuk mencegah kematian klien. Klien yang menghadapi situasi ini memerlukan konseling, mereka mungkin tidak akan mau mengorbankan sebuah anggota tubuhnya, meskipun tidak berfungsi untuk lebih memastikan hidupnya. Pada proses penyakit yang kronik sirkulasi terputus, aliran darah vena sedikit, protein bocor kedalam ruang intertisium dan edema berkembang, edema meningkatkan resiko injuri dan lebih jauh menurunkan sirkulasi, berkembangnya ulkus yang statis dan menjadi tempat infeksi karena sirkulasi terputus dan penurunan proses imun sehingga bakteri mudah berpoliferasi, adanya proses infeksi yangprogresif lebih jauh akan mengakibatkan sirkulasi terhambat dan kemungkinan besar menjadi gangrene yang mana merupakan hal yng harus dilaksanakannya amputasi.

D. KLASIFIKASI a. Berdasarkan pelaksanaan, amputasi dibedakan menjadi 1. Amputasiselektif/terencana Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakuakn sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir. 2. Amputasi akibat trauma Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien. 3. Amputasi darurat

6

Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

b. Berdasarkan tingkatan amputasi 1. Ekstremitas atas Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan. 2. Ekstremitas bawah Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jarijari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya. Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak amputasi yaitu : 1. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation). Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan inschemic limb. 2. Amputasi diatas lutut (above knee amputation) Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer. 3.

Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak

berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi. 4.

Kontraktur. Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta

melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan. 5.

Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga

melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot. 7

6.

Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas

tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.

4. BATAS DAN LOKASI AMPUTASI Batas amputasi ditentukan oleh luas dan jenis penyakit. 1. Pada cedera, ditentukan oleh peredaran darah yang adekuat. 2. Pada tumor, ditentukan oleh daerah bebas tumor dan bebas resiko

kekambuhan lokal. 3. Pada penyakit pembuluh darah, ditentukan oleh vaskularisasi sisa ekstremitas

dan daya sembuh luka puntung.

Pada ekstremitas atas, tidak dipakai batas amputasi tertentu, sedangkan pada ekstremitas bawah lazim dipakai “ Batas Amputasi Klasik “. 1. Eksartikulasi jari kaki. 2. Transmetatarsal. 3. Artikulasi pergelangan kaki ( Amputasi Syme ). 4. Tungkai bawah (batas amputasi ideal). 5. Tungkai bawah batas amputasi minimal. 6. Eksartikulasi lutut. 7. Tungkai atas (jarak minimal dari sela lutut). 8. Tungkai atas batas amputasi yang lazim dipakai 9. Tungkai atas batas amputasi minimal. 10. Eksartikulasi tungkai

8

Gambar 1.6 Amputasi pada bagian jari

Batas amputasi klasik. Penilaian batas amputasi : 1. Jari dan kaki Pada amputasi jari tangan dan kaki penting untuk mempertahankan falanx dasar. Amputasi transmetatarsal memberi puntung yang baik. Amputasi di sendi tarso-metatarsus lisfranc mengakibatkan per ekuinus dengan pembebanan berlebih pada kulit ujung puntung yang sukar ditanggulangi. 2. Proksimal sendi pergelangan kaki Amputasi transmaleolar baik sekali bila kulit tumit utuh dan sehat sehingga

dapat menutup ujung puntung. Gambar 1.7 Amputasi pada jari kaki

3. Tungkai bawah Panjang puntung tungkai bawah paling baik antara 12 dan 18 cm dari sendi lutut, tergantung keadaan setempat, usia penderita dan tinggi badan. Bila jarak dari sendi lutut kurang dari 5 cm, protesis mustahil dapat dikendalikan. 4. Eksartikulasi kulit 9

Eksartikulasi lutut menghasilkan puntung yang baik sekali. Amputasi ini dapat dilakukan pada penderita geriatrik. 5. Tungkai atas Puntung tungkai atas sebaiknya tidak kurang dari 10cm dibawah sendi panggul, karena bisa menyebabkan kontraktur fleksi-abduksi-eksorotasi. Puntung juga tidak boleh kurang dari 10 cm diatas sendi lutut karena ujung puntung sepanjang ini sukar dibebani. Eksartikulasi dapat menahan pembebanan. 6. Sendi panggul dan hemipelvektomi Eksartikulasi sendi panggul kadang dilakukan pada tumor ganas. Protesis akan lebih sukar dipasang. Protesis untuk hemipelvektomi tersedia, tetapi memerlukan kemauan dan motivasi kuat dari penderita. 7. Tangan Amputasi parsial jari atau tangan harus sehemat mungkin setiap jari dengan sensitibilitas kulit dan lingkup gerak utuh berguna sekali sebab dapat digunakan untuk fungsi menggenggam atau fungi oposisi ibu jari. 8. Pergelangan tangan Dipertahankan fungsi pronasi dan supinasinya. Tangan mioelektrik maupun kosmetik dapat dipakai tanpa kesulitan. 9. Lengan bawah Batas amputasi di pertengahan lengan bawah paling baik untuk memasang protesis. Puntung harus sekurang-kurangnya distal insersi M. Biseps dan M. Brakhialis untuk fleksi siku. 10. Siku dan lengan atas Ekssartikulasi siku mempunyai keuntungan karena protesis dapat dipasang tanpa fiksasi sekitar bahu. 11. Pada amputasi di diafisis humerus, protesis harus dipertahankan dengan ikatan dan fiksasi pada bahu.

10

12. Eksartikulasi bahu dan amputasi intertorakoskapular , yang merupakan amputasi termausk gelang bahu, ditangani dengan protesis yang biasanya

hanya merupakan protesis kosmetik.

11

E. MANIFESTASI KLINIS 1. Kehilangan anggota gerak (ektremitas atas atau bawah) 2. Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung saraf yang dekat dengan permukaan. 3. Edema yang apabila tidak ditangani menyebabkan hiperplasia varikosa dengan keronitis. 4. Dermatitis pada tempat tekanan ditemukan kista (epidermal atau aterom) 5. Busitis (terbentuk bursa tekanan antara penonjolan tulang dan kulit) 6. Bila kebersihan kulit diabaikan terjadi folikulitis dan furunkulitis. 7. Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses kehilangan (grieving process)

F. PATHWAY DAN POHON MASALAH 1. Pohon masalah

12

G. PEMERIKSAAN FISIK SISTEM TUBUH

KEGIATAN

Integument Kulit secara umum

Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi

Lokasi amputasi

Lokasi

amputasi

mungkin

mengalami peradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau

kerusakan

kondisi

jairngan

progresif.

Kaji

diatas

lokasi

amputasi terhadap terjadinya statis vena atau gangguan venus return Cardiovascular Cardiac reserve

Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indicator fungsi jantung

Pembuluh darah

Mengkaji

kemungkinan

atherosclerosis melalui penailaian terhadap elastisitas pembuluh darah Respirasi

Mengkaji oksigen

kemampuan dengan

menilai

suplai adanya

sianosis, riwayat gangguan nafas Urinari

Mengkaji jumlah urine 24 jam Mengkaji adanya perubahan warna, BJ urine

Cairan dan elektrolit

Mengkaji tingkat dehidrasi Memonitor intake dan output cairan 13

Neurologis

Mengkaji tingkat kesadaran klien Mengkaji

system

persyarafan,

khususnya

system

motorik

sensorik

daerah

yang

dan akan

diamputasi Muskuloskeletal

Mengkaji kemampuan oto kolateral

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pre operasi 1. CBC : dilakukan untuk mengukur WBC, hemoglobin dan hematokrit. 2. Kadar asam serum : ditunjukkan untuk mengkaji pasien yang mengalami gannguan kseseimbangan cairan 3. Waktu pembekuan di order : untuk mengetahui penggumpalan darah 4. Analisa urin : digunakan untuk mendeteksi adanya sel darah merah, darah putih atau protein yang mungkin mengindikasikan protein 5. Elektrokardiogram : untuk mengkaji jantung terhadap tanda- tanda luka atau iskemik 6. X-rays : dada membantu mengidentifikasi adanya ineksi di paru seperti pneumonia.

2. Post operasi 1. CBC : penurunan darah yang tiba-tiba menandakan hemoragi dan peningkatan sel darah puih yang tiba- tiba mengidentifikasikan adanya infeksi. 2. Kimia darah : ukuran elektrolit dan pengisian cairan seimbang , selama operasi klien sering menerima cairan iv.

14

I. PENATALAKSANAAN

Gambar 1.15 Penatalaksanaan amputasi

Penatalaksanaan amputasi yaitu dengan tindakan operasi namun tindakan ini dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh, dengan dua metode :

15

1.

Metode terbuka (guillotine amputation). Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang.

Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi. 2.

Metode tertutup (flap amputation) Pada metode ini, kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada

daerah yang diamputasi. Tidak semua amputasi dioperasi dengan terencana, klasifikasi yang lain adalah karena trauma amputasi.  Tingkat Amputasi Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasar dua faktor : peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional. Tujuan pembedahan adalah mempertahankan sebanyak mungkin panjang ekstremitas konsisten dengan pembasmian proses penyakit. Mempertahankan lutut dan siku adalah pilihan yang diinginkan. Hampir pada semua tingkat amputasi dapat dipasangi protesis.  Sisa Tungkai Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi, menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat untuk penggunaan protesis. a. Balutan Rigid Tertutup. Balutan Rigid Tertutup sering digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak, mengontrol nyeri, dan mencegah kontraktur. Menggunakan plester of paris di pasang di kamar operasi keuntungan dari cara ini adalah bisa mencegah edema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri, mobilisasi segera setelah luka sembuh dan mature 2-3 minggu, ngid dressing di buka pada hari ke 7, ke 10 post operasi 16

b. Balutan lunak. Yaitu bila ujung stump di rawat secara konvensional, semua tulang yang menonjol di beri bantalan yang cukup, drain di cabut setelah 48 jam, jahitan di bukan pada hari ke 10-14 post operasi. Amputasi di atas lutut penderita supaya tidak meletakkan bantal di bawah sturup. Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi berkala puntung sesuai kebutuhan. Bidal imobilisasi dapat dibalutkan dengan balutan. Hematoma (luka) puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi. c. Amputasi Bertahap. Amputasi bertahap bisa dilakukan bila ada gangren atau infeksi.

Gambar 1.16 Proses amputasi kaki J. PROGNOSIS Prognosis merupakan ramalan dari berbagai aspek penyakit atau kondisi pasien. Prognosis untuk pasien bawah siku cukup bervariasi. Karena hilangnya sebagian anggota gerak tubuhnya, pasien cenderung mengalami kesulitan dalam menunjang aktifitas telapak tangan, seperti pada saat menggenggam dan mengangkat suatu benda. Secara umum, prognosis pasca amputasi bawah siku meliputi (1) quo ad vitam, dapat dikatakan baik, mengingat kondisi pasien yang bersangkutan secara langsung tidak membahayakan keselamatan jiwa (2) quo ad 17

sanam baik, karena tidak menyebabkan infeksi lebih lanjut terhadap pasien (3) quo ad functionam baik apabila kondisi ini mendapatkan pelayanan prosthetis, aktifitas fungsional akan lebih baik (4) quo ad cosmeticam juga dapat dikatakan baik dan diharapkan dengan penanganan prosthetis dapat meningkatkan penampilan dan kepercayaan diri pasien.

Gambar 1.17 Penggunaan kaki palsu

K. KOMPLIKASI 1. Perdarahan Karena ada pembuluh darah besar yang dipotong, dapat terjadi perdarahan massif. 2. Infeksi Infeksi merupakan infeksi pada semua pembedahan dengan peredaran darah buruk atau kontaminasi luka setelah amputasi traumatic, risiko infeksi meningkat. 3. Kerusakan kulit Penyembuhan luka yang buruk dan iritasi akibat protesis dapat menyebabkan kerusakan kulit. 4. Doppler

18

L. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AMPUTASI 1. PENGKAJIAN Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu pada tahap preoperatif, tahap intraoperatif, dan pada tahap postoperatif.

a. Pre Operatif Pada tahap pre operatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikologis klien dalam menghadapi kegiatan operasi. Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang berkaitan dengan kondisi fisik, khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi. 1. Pengkajian data dasar  Identitas : Nama , umur , jenis kelamin, agama , pendidikan , status.  Riwayat kesehatan : Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.  Keluhan utama : keluhan saat pertama kali masuk rumah sakit  Riwayat kesehatan sekarang : Apakah pasien tersebut di amputasi karena ada riwayat diabetes mellitus/ tidak.  Riwayat kesehatan dahulu: Apakah klien pernah dulu menderita diabetes mellitus.  Riwayat kesehatan keluarga: Apakah ada keluarga pasien yang menderita diabetes melitus sebelumnya . 2. Pengkajian Fisik Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi merupakan tindakan terencana / selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ 19

tindakan darurat. Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi (terlampir pada konsep medis) 3. Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi psikologis (respon emosi) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang mungkin timbul. Perawat

melakukan

pengkajian

pada

gambaran

diri

klien

dengan

memperhatikan tingkat persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan identitas. Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping konstruktif. Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre operatif. Asuhan keperawatan pada klien preoperatif secara umum tidak dibahas pada makalah ini. 4. Laboratorik Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan dioperasi yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung. 20

5. Kebutuhan dasar manusia 1. Aktivitas/istirahat  Gejala :

Keterbatasan

aktual/antisipasi

yang dimungkinkan

oleh

kondisi/amputasi. 2. Integritas Ego  Gejala: Masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situasi financial, reaksi orang lain perasaan putus asa, tidak berdaya.  Tanda: Ansietas, ketakutan, peka, marah, ketakutan, menarik diri, keceriaan semu. 3. Seksualitas  Gejala: Masalah tentang keintiman hubungan. 4. Interaksi Sosial  Gejala: Masalah sehubungan dengan penyakit/kondisi. Masalah tentang peran fungsi, reaksi orang lain.

b. Intra Operatif Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik klien. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk menciptakan kondisi optimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan. Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuk tindakan perawatan luka, perawat membuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa post operatif.

21

c. Post Operatif Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa. Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri. Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat. Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah. Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien. Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien. Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka. Tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien seperti nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolaholah nyeri terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa „tidak sehat akal‟ karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Pre Operatif 1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang peristiwa praoperasi dan pasca operasi. 22

2. Berduka berhubungan dengan kehilangan yang akan di rasakan pada amputasi.

b. Post Operatif 1. Nyeri berhubungan dengan sensasi fantom , insisi bedah sekunder terhadap amputasi. 2. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder terhadap amputasi 3. Risiko tinggi terjadi komplikasi berhubungan dengan amputasi. 4. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah 5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan alat gerak (baik itu ekstermitas atas/bawah) 6. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif 7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan terhadap informasi

3. INTERVENSI DAN RASIONAL a. Pre Operatif 1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang peristiwa praoperasi dan pasca operasi Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil

dengan peristiwa praoperasi dan pasca operasi.

-

Kecemasan

berhubungan

pengetahuan

tentang

DO/DS: Kontak mata kurang Berfokus pada diri sendiri Takut Gemetar Peningkatan TD, denyut nadi, RR Kesulitan bernafas Bingung Bloking dalam pembicaraan Sulit berkonsentrasi

   

Intervensi

NOC : Kontrol kecemasan Koping  Setelah dilakukan asuhan selama  ……………klien kecemasan teratasi  dgn kriteria hasil: Klien mampu mengidentifikasi dan  mengungkapkan gejala cemas Mengidentifikasi, mengungkapkan dan  menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas  Vital sign dalam batas normal  Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas  menunjukkan berkurangnya  kecemasan  

23

NIC : Anxiety Reduction (penurunan kecemasan) Gunakan pendekatan yang menenangkan Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis Libatkan keluarga untuk mendampingi klien Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi Dengarkan dengan penuh perhatian Identifikasi tingkat kecemasan Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi



Kelola pemberian obat anti cemas:........

2. Berduka berhubungan dengan kehilangan yang akan di rasakan pada amputasi.

b. Post Operasi 1. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah sekunder terhadap amputasi. Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil

Nyeri berhubungan dengan: insisi bedah sekunder terhadap amputasi.

-

-

-

-

-

-

-

Intervensi

NOC : NIC : Pain management Comfort level  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk  Pain control lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor  Pain level presipitasi  Pain  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan DS: Laporan secara verbal Setelah dilakukan tinfakan  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan keperawatan selama …. Pasien tidak dukungan DO: Posisi untuk menahan nyeri mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti Tingkah laku berhati-hati  Mampu mengontrol nyeri (tahu suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan Gangguan tidur (mata sayu, tampak penyebab nyeri, mampu  Kurangi faktor presipitasi nyeri capek, sulit atau gerakan kacau, menggunakan tehnik nonfarmakologi  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi menyeringai) untuk mengurangi nyeri, mencari  Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, Terfokus pada diri sendiri distraksi, kompres hangat/ dingin bantuan) Fokus menyempit (penurunan persepsi  Melaporkan bahwa nyeri berkurang  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……... waktu, kerusakan proses berpikir, dengan menggunakan manajemen  Tingkatkan istirahat  Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, penurunan interaksi dengan orang dan nyeri lingkungan)  Mampu mengenali nyeri (skala, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur Tingkah laku distraksi, contoh : jalanintensitas, frekuensi dan tanda nyeri) jalan, menemui orang lain dan/atau  Menyatakan rasa nyaman setelah  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali aktivitas, aktivitas berulang-ulang) nyeri berkurang Respon autonom (seperti diaphoresis,  Tanda vital dalam rentang normal perubahan tekanan darah, perubahan  Tidak mengalami gangguan tidur nafas, nadi dan dilatasi pupil) Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku) Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) Perubahan dalam nafsu makan dan minum

24

2. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder terhadap amputasi

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi NIC : Self Modification assistance Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit, komplikasi dan pengobatan Interview pasien dan keluarga untuk mendeterminasi masalah yang berhubungan dengan regimen pengobatan tehadap gaya hidup Hargai alasan pasien Hargai pengetahuhan pasien Hargai lingkungan fisik dan sosial pasien Sediakan informasi tentang penyakit, komplikasi dan pengobatan yang direkomendasikan Dukung motivasi pasien untuk melanjutkan pengobatan yang berkesinambungan

berhubungan NOC:  Complience Behavior dengan perubahan citra tubuh sekunder  Knowledge : treatment regimen terhadap amputasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. manejemen regimen terapeutik DS: tidak efektif pasien teratasi dengan Pilihan tidak efektif terhadap tujuan kriteria hasil: pengobatan/program pencegahan  Mengembangkan dan mengikuti Pernyataan keluarga dan pasien tidak regimen terapeutik mendukung regimen pengobatan/perawatan,  Mampu mencegah perilaku yang Pernyataan keluarga dan pasien tidak berisiko mendukung/ tidak mengurangi faktor risiko  Menyadari dan mencatat tanda- perkembangan penyakit atau skuelle tanda perubahan status kesehatan DO : Percepatan gejala-gejala penyakit Gangguan

-

-

konsep

diri

3. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil

-

Gangguan perfusi jaringan perifer NOC :  Circulation status  berhubungan dengan penurunan aliran  Neurologic status  darah  Tissue Prefusion : cerebral  Setelah dilakukan asuhan  selama………ketidakefektifan perfusi DO jaringan cerebral teratasi dengan  Gangguan status mental kriteria hasil:  Perubahan perilaku  Tekanan systole dan diastole dalam  Perubahan respon motorik rentang yang diharapkan  Perubahan reaksi pupil  Tidak ada ortostatikhipertensi  Kesulitan menelan  Komunikasi jelas Kelemahan atau paralisis ekstrermitas  Menunjukkan konsentrasi dan orientasi Abnormalitas bicara  Pupil seimbang dan reaktif  Bebas dari aktivitas kejang  Tidak mengalami nyeri kepala

Intervensi NIC : Monitor TTV Monitor AGD, ukuran pupil, ketajaman, kesimetrisan dan reaksi Monitor adanya diplopia, pandangan kabur, nyeri kepala Monitor level kebingungan dan orientasi Monitor tonus otot pergerakan Monitor tekanan intrkranial dan respon nerologis Catat perubahan pasien dalam merespon stimulus Monitor status cairan Pertahankan parameter hemodinamik Tinggikan kepala 0-45o tergantung pada konsisi pasien dan order medis

4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan alat gerak (baik itu ekstermitas atas/bawah) 25

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil

-

-

Gangguan mobilitas fisik Berhubungan dengan : kehilangan alat gerak (baik itu ekstermitas  atas/bawah)   DO: Penurunan waktu reaksi Kesulitan merubah posisi Perubahan gerakan (penurunan untuk berjalan, kecepatan, kesulitan memulai   langkah pendek) Keterbatasan motorik kasar dan halus Keterbatasan ROM  Gerakan disertai nafas pendek atau tremor  Ketidak stabilan posisi selama melakukan ADL Gerakan sangat lambat dan tidak terkoordinasi

NOC : Joint Movement : Active Mobility Level  Self care : ADLs Transfer performance  Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….gangguan  mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil:  Klien meningkat dalam aktivitas fisik Mengerti tujuan dari peningkatan  mobilitas  Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan  kemampuan berpindah Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker) 

Intervensi NIC : Exercise therapy : ambulation Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

5. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan amputasi Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil

Resiko

tinggi

terhadap

berhubungan dengan amputasi

infeksi   

Faktor-faktor risiko : - Prosedur Infasif - Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan  - Peningkatan paparan lingkungan patogen - Imonusupresi - Tidak adekuat pertahanan sekunder  (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan  respon inflamasi)  - Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan  kulit, trauma jaringan, gangguan peristaltik)

Intervensi

NOC : Immune Status  Knowledge : Infection control  Risk control Setelah dilakukan tindakan  keperawatan selama…… pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria  hasil: Klien bebas dari tanda dan gejala  infeksi Menunjukkan kemampuan untuk  mencegah timbulnya infeksi Jumlah leukosit dalam batas normal  Menunjukkan perilaku hidup sehat Status imun, gastrointestinal,  genitourinaria dalam batas normal        

26

NIC : Pertahankan teknik aseptif Batasi pengunjung bila perlu Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing Tingkatkan intake nutrisi Berikan terapi antibiotik:................................. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Pertahankan teknik isolasi k/p Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase Monitor adanya luka Dorong masukan cairan Dorong istirahat Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami amputasi merupakan bentuk asuhan kompleks yang melibatkan aspek biologis, spiritual dan sosial dalam proporsi yang cukup besar ke seluruh aspek tersebut perlu benar-benar diperhatikan sebaik-baiknya. Tindakan amputasi merupakan bentuk operasi dengan resiko yang cukup besar bagi klien sehingga asuhan keperawatan perioperatif harus benar-benar adekuat untuk memcapai tingkat homeostatis maksimal tubuh. Manajemen keperawatan harus benar-benar ditegagkkan untuk membantu klien mencapai tingkat optimal dalam menghadapi perubahan fisik dan psikologis akibat amputasi.

B. SARAN Sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga, sebab dengan kondisi fisik yang sehat seseorang mampu menjalankan aktifitas sehari-harinya tanpa mengalami hambatan. Maka menjaga kesehatan seluruh organ yang berada didalam tubuh menjadi sangat penting mengingat betapa berpengaruhnya sistem organ tersebut terhadap kelangsungan hidup serta aktifitas seseorang.

27

DAFTAR PUSTAKA Engram, Barbara ( 1999 ), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah, edisi Indonesia, EGC: Jakarta. Wilkinson, Judith.M. 2006. Buku saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. EGC: Jakarta Anton (online http://studikeperawatan.blogspot.com/2011/08/asuhankeperawatan -askep-amputasi.html diakses tanggal 3 Desember 2014, pukul 13.00) Saskia ( online http://id.pdfcoke.com/doc/93523943/makalah-amputasi diakses tanggal 3 Desember 2014, pukul 13.00) Irvanzaky

(online http://irvanzaky.blogspot.com/2012/05/amputasi.htmldiaks es tanggal 3 Desember 2014, pukul 13.00)

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC. Daryadi. 2012. Askep Amputasi. http://www.nsyadi.blogspot.com (online), diakses: 3 Desember 2014, pukul 13.00.

28

More Documents from "Rizal Akbar"