LAPORAN KASUS Decompensatio Cordis Functional Class II-III dengan Penyakit Jantung Koroner Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mengikuti ujian di SMF Kardiovaskular Rumah Sakit Umum Jayapura
Oleh: Intan 0110840003 Monita 0110840035
PEMBIMBING: dr. Yusak A. Porotuo, Sp. JP
SMF KARDIOVASKULAR RUMAH SAKIT UMUM JAYAPURA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH JAYAPURA-PAPUA 2017
BAB I PENDAHULUAN
Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda dibanding Eropa dan Amerika disertai dengan tampilan klinis yang lebih berat.1 Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4-2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun.2 Prevalensi gagal jantung berdasar wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,13% dan berdasarkan gejala sebesar 0,3%.1 Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang mengakibatkan toleransi aktivitas, berkurangnya retensi air yang dapat memicu edema paru dan edema perifer. Namun, perlu diingat bahwa keluhan dan gejala bisa berbeda pada setiap individu, ada sesak napas, belum tentu ada edema perifer dan sebagainya.2 Untuk menilai derajat gangguan kapasitas fungsional dari gagal jantung, pertama kali diperkenalkan oleh New York Heart Association (NYHA) tahun 1994, yang membagi gagal jantung menjadi 4 klasifikasi, dari kelas 1 sampai kelas 4 tergantung dari tingkat aktivitas dan timbulnya keluhan, misalnya sesak sudah timbul saat istirahat menjadi 4, sesak timbul pada aktivitas ringan kelas 3, sesak timbul saat aktivitas sedang menjadi kelas 2, sedangkan kelas 1 sesak timbul saat beraktivitas berlebih. Klasifikasi menurut NYHA lebih banyak atau pada umumnya berdasarkan keluhan subyektif.2
BAB II LAPORAN KASUS STATUS PASIEN I.
Identitas Pasien Nama
: Tn. B
Umur
: 49 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Entrop
Suku
: Makassar
Agama
: Islam
Tanggal Masuk Ruangan : 28 Februari 2017 No. Rekam Medis
: 40 52 58
II. Anamnesa 1. Riwayat Penyakit Keluhan Utama Sesak dan keringat dingin Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke RSUD Jayapura dengan keluhan sesak dan keringat dingin. Sesak sudah dirasakan sejak ±3 tahun yang lalu. Sesak dirasakan saat menyisir rambut dan pada saat mandi. Pasien merasa sulit tidur dan tiba-tiba terbangun di malam hari karena sesak. Pasien merasa nyaman saat tidur menggunakan 1 bantal atau tidur dalam keadaan duduk. Pasien tidak merasakan nyeri dada. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Hipertensi disangkal Riwayat Diabetes Melitus disangkal
Riwayat STEMI (+) sejak 2014 dan PJK (+) sejak 2015 Riwayat Pengobatan Furosemid, digoksin, bisoprolol, alprazolam Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Jantung (+) Riwayat Kebiasaan Merokok disangkal
III. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis (GCS E4V5M6)
Tanda-tanda Vital Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 98 x/menit
Respirasi
: 28 x/menit
Suhu Badan
: 37,10C
SpO2
: 98%
Kepala dan Leher CA -/-, SI -/, OC -/ KGB: Submandibula Sinistra
Thorax Paru -
Inspeksi
: Simetris, ikut gerak napas, retraksi (-)
-
Palpasi
: Nyeri tekan (-)
-
Perkusi
: Sonor
-
Auskultasi
: Suara napas vesikuler, rhonki (-/-). Wheezing (-/-)
Jantung -
Inspeksi
: Ictus kordis tampak di ICS V linea midclavicular
sinistra -
Palpasi
: Ictus kordis teraba di ICS V linea midclavicular
sinistra, thrill tidak teraba -
Perkusi
: pekak Batas kanan jantung ICS III linea pasrasternal dextra Batas kiri jantung ICS V linea midclavicular sinistra
- Auskultasi
: Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Inspeksi
: datar
Auskultasi
: bising usus (+) normal
Palpasi
: supel, nyeri tekan
hepar Perkusi
dan
lien
-
-
-
-
-
-
-
-
tidak teraba besar
: tympani
Ekstremitas Akral hangat, pucat (-/-), edema tungkai (+/+) minimal, capillary refill time< 2 detik
Vegetatif Makan/minum (+/+), BAK/BAB (+/+)
IV.
Daftar Masalah Sesak
V.
Diagnosis Sementara DCFC III-IV e.c PJK
VI.
Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal pemeriksaan 27-02-2017
28-02-2017
Hemoglobin
14,5
HCT
40,1
MCV
83,7
MCH
30,3
WBC
8,8
PLT
173
Ureum
25
Creatinine
1,5
Kalium
3,59
Natrium
142
Klorida
110
GDS
118
VII.
Pemeriksaan EKG
VIII. Resume Pasien 49 tahun datang ke RSUD Jayapura dengan keluhan sesak dan keringat dingin. Sesak sudah dirasakan sejak ±3 tahun yang lalu. Sesak dirasakan saat menyisir rambut dan pada saat mandi. Pasien merasa sulit tidur dan tiba-tiba terbangun di malam hari karena sesak. Pasien merasa nyaman saat tidur menggunakan 1 bantal atau tidur dalam keadaan duduk. Pasien tidak merasakan nyeri dada. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran compos mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 98 x/m, respirasi 28 x/m, suhu badan 37,1oC. Pemeriksaan cor BJ I-II reguler. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan peningkatan kreatinin (1,5mg/dL).
IX.
Terapi saat masuk RS - IVFD RL 500 cc/24 jam - O2 nasal canul 3 L/m - Inj. Lasix 1 amp/8 jam - Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
- Digoxin 1x1,5 tab - Valsartan 1x40 mg - ISDN 2x5 mg - Spironolakton 2x1 - Bisoprolol 1x2,5 mg
X.
Follow Up Harian
Tanggal 28/2/2017
Catatan Keluhan : Sesak KU : Tampak Sakit Sedang Kesadaran: Compos Mentis GCS : E4V5M6 - TD : 120/90 mmHg - Nadi : 59 x/m - RR : 21 x/m - Suhu : 36,70C - SpO2: 98%
Tindakan - IVFD RL 500cc/24 jam - Inj. Lasix 3x1 amp - Inj. Ranitidine 2x1 amp - Digoxin 1x1,5 tab - Valsartan 2x40 mg - Simvastatin 1x20 mg - ISDN 2x5 mg - Spironolakton 2x1 - Bisoprolol 1x2,5 mg
A: DCFC III-IV + PJK 1/03/2017
Keluhan: Sesak saat terbangun dari - IVFD RL 500cc/24 jam tidur malam hari - Inj. Lasix 3x1 amp - Inj. Ranitidine 2x1 amp KU : Tampak Sakit Sedang - Digoxin 1x1,5 tab Kesadaran: Compos Mentis - Valsartan 2x40 mg - Simvastatin 1x20 mg - ISDN 2x5 mg GCS : E4V5M6 - Spironolakton 2x1 - Bisoprolol 1x2,5 mg - TD : 110/80 mmHg - Alprazolam 1x0,5 mg - Nadi : 60 x/m - RR : 24 x/m - Suhu : 36,50C
- SpO2 : 97% - JVP 5+2 H2O
2/03/2017
A: DCFC III-IV + PJK Keluhan : sesak berkurang KU : Tampak Sakit sedang Kesadaran: Compos Mentis GCS : E4V5M6 - TD : 110/80 mmHg - Nadi : 54 x/m - RR : 20 x/m - Suhu : 36,80C - SpO2: 98%
3/03/2017
A: DCFC III + PJK Keluhan: sesak demam KU : Tampak Sakit sedang Kesadaran: Compos Mentis GCS : E4V5M6 - TD : 100/60 mmHg - Nadi : 74 x/m - RR : 24 x/m - Suhu : 39,20C - SpO2: 98%
A: DCFC II-III + PJK
- IVFD RL 500cc/24 jam - Inj. Lasix 3x1 amp - Inj. Ranitidine 2x1 amp - Digoxin 1x1,5 tab - Valsartan 2x40 mg - Simvastatin 1x20 mg - ISDN 2x5 mg - Spironolakton 2x1 - Bisoprolol 1x2,5 mg - Alprazolam 1x0,5 mg - Mobilisasi
- IVFD RL 500cc/24 jam - Inj. Lasix 3x1 amp - Inj. Ranitidine 2x1 amp - Digoxin 1x1,5 tab - Valsartan 2x40 mg - Simvastatin 1x20 mg - ISDN 2x5 mg - Spironolakton 2x1 - Bisoprolol 1x2,5 mg - Alprazolam 1x0,5 mg - Mobilisasi - PCT 3x500 mg
BAB III TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN
3.1 Definisi dan Etiologi Gagal Jantung Gagal Jantung (Decompensatio cordis) adalah suatu sindroma klinis kompleks, yang didasari oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah keseluruh jaringan tubuh secara adekuat, akibat adanya gangguan struktur dan fungsional dari jantung.3 Penyebab dari gagal jantung antara lain disfungsi miokard, endokard, pericardium, aritmia, dan kelainan katup. Di Eropa dan Amerika disfungsi miokard paling sering terjadi akibat penyakit jantung koroner biasanya akibat infark miokard, yang merupakan akibat paling sering pada usia <75 tahun, disusul hipertensi dan diabetes. Sedangkan di Indonesia belum ada data yang pasti, sementara data rumah sakit di Palembang menunjukkan hipertensi sebagai penyebab terbanyak, disusul penyakit jantung koroner dan katup.2
3.2 Bentuk Gagal Jantung a. Gagal Jantung backward dan forward Konsep Gagal Jantung backward menyatakan bahwa pada gagal jantung, ventrikel gagal untuk mengeluarkan isinya atau gagal untuk terisi secara normal. Sebagai konsekuensinya, tekanan dalam atrium dan sistem vena dibelakang ventrikel yang gagal akan meningkat, dan retensi garam dan air terjadi sebagai konsekuensi dari meningkatnya tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dan akibatnya terjadi transudasi cairan kedalam ruang interstisial. Sebaliknya pendukung hipotesis gagal jantung forward, mempertahankan bahwa manifestasi klinis gagal jantung timbul secara langsung. akibat tidak cukupnya pengeluaran darah kedalam sistem arteri. Menurut konsep ini, retensi garam dan air adalah konsekuensi dari penurunan perfusi ginjal dan
reabsorbsi natrium tubuler proksimalis yang berlebihan dan reabsorbsi tubuler distalis
yang
berlebihan
melalui
aktivitas
sistem
renin-angiotensin-
aldosteron.3 b. Gagal jantung sistolik dan diastolik Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun. Sedangkan gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel.2 c. Gagal jantung low output dan high output Gagal jantung low output disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan perikard. Gagal jantung high output ditemukan pada penurunan retensi vaskuler sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula atriovenosa, beri-beri dan penyakit paget. Namun, secara praktis kedua kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.2 d. Gagal jantung kiri dan kanan Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan ortopnea. Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainan melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. 3 e. Gagal jantung akut dan Kronis Gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer. Gagal jantung kronis contohnya adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.3
3.3 Tanda dan Gejala Gagal Jantung Gejala khas gagal jantung: Sesak nafas saat istrahat atau aktifitas, kelelahan,edema tungkai. Tanda khas Gagal Jantung: Takikardia, takipnu, ronki paru, efusi pleura, peningkatan tekanan vena jugularis, edema perifer, hepatomegali.Tanda objektf:
gangguan struktur atau fungsional jantung saat
istrahat,kardiomegali, suara jantung ke tiga, murmur jantung, abnormalitas dalam gambaran ekokardiografi, kenaikan konsentrasi peptida natriuretik.1
3.4 Diagnosis Diagnosis
dibuat
berdasarkan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik,
elektrokardiorafi/foto toraks, ekokardiografi-Doppler dan kateterisasi. Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif.1 Kriteria Mayor - Paroksismal nocturnal dyspnea - Distensi vena leher - Ronki paru - Kardiomegali - Edema paru akut - Gallop S3 - Peninggian vena jugularis - Refluks hepatojugular Kriteria Minor - Edema ekstremitas - Batuk malam hari - Dyspnea d’effort - Hepatomegali - Efusi pleura - Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal - Takikardia (>120 x/menit)
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor. Pada kasus ini, dari anamnesa didapatkan keluhan sesak dan keringat dingin. Sesak sudah dirasakan sejak ±3 tahun yang lalu. Pasien merasa sulit tidur dan tiba-tiba terbangun di malam hari karena sesak. Pasien merasa nyaman saat tidur menggunakan 1 bantal atau tidur dalam keadaan duduk. Berdasarkan anamnesa, didapatkan 1 kriteria mayor (paroksismal nocturnal dyspnea) dan 2 kriteria minor (batuk malam hari dan dyspnea d’effort).
3.5 Klasifikasi Gagal Jantung Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural jantungatau berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional yang pertama kali diperkenalkan oleh New York Heart Association (NYHA) tahun 1994 : Klasifikasi gagal jantung berdasarkan Klasifikasi berdasarkan kapsitas kelainan struktural jantung fungsional (NYHA) Stadium A
Kelas I
Memiliki risiko tinggi untuk berkembang Tidak terdapat batasan dalam melakukan menjadi
gagal
jantung.
Tidak
terdapat aktifitas fisik. Aktifitas fisiksehari-hari tidak
gangguan struktural atau fungsional jantung, menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak tidak terdapat tanda atau gejala
nafas
Stadium B
Kelas II
Telah terbentuk penyakit strukturjantung yang Terdapat berhubungan
denganperkembangan
jantung, tidakterdapat tanda atau gejala
batasan
gagal Tidakterdapat
aktifitas
keluhan
namunaktifitas
fisik
ringan.
saat
istrahat, sehari-hari
menimbulkankelelahan, palpitasi atau sesak nafas Stadium C
Kelas III
Gagal jantung yang simtomatik berhubungan Terdapat batasan aktifitas bermakna.Tidak dengan penyakit struktural jantung yang terdapat
keluhan
saat
istirahat,
tetapi
mendasari
aktivitas
fisik
ringan
menyebabkan
kelelahan, palpitasi atau Sesak Stadium D
Kelas IV
Penyakit jantung struktural lanjut serta gejala Tidak dapat melakukan aktifitasfisik tanpa gagal jantung yang sangat bermakna saat keluhan. Terdapat gejala saat istrahat. istrahat walaupun sudah mendapat terapi Keluhan medis maksimal (refrakter).
meningkat
saat
melakukan
aktifitas.
Pada kasus ini didapatkan pasien merasa sesak saat menyisir rambut dan saat mandi yang termasuk dalam aktivitas fisik ringan sehari-hari (NYHA kelas III).
3.6 Elektrokardiogram (EKG) Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien diduga gagal jantung. Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung. Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalammendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%). Tabel. Abnormalitas EKG yang umum ditemukan pada gagal jantung Abnormalitas
Penyebab
Implikasi Klinis
Gagal jantung dekompensasi, Penilaian Sinus takikardia
anemia,
klinis.
Pemeriksaan
demam, Laboratorium
hipertroidisme Sinus Bradikardia Atrial
Obat penyekat β, anti aritmia,
Evaluasi terapi obat. Pemeriksaan
hipotiroidisme.
laboratorium
takikardia Hipertiroidisme, infeksi, gagal Perlambat konduksi AV, konversi
/bfluter / fbrilasi
jantung dekompensasi, infark medik, elektroversi, ablasi kateter, miokard
antikoagulasi
Iskemia,infark,kardiomiopati, Aritmia ventrikel
miokardits,
Pemeriksaan
hipokalemia, latihan
hipomagnesemia,
laboratorium,
beban,
tes
pemeriksaan
overdosis perfusi, angiografi koroner, ICD
digitalis Iskemia / Infark
Penyakit jantung koroner
Ekokardiografi,
troponin,
Angiografiikoroner,revaskularisasi Infark,
Gelombang Q
kardiomiopati Ekokardiografi,angiografii
hipertrofi, LBBB, preexitasi Hipertrofi ventrikel
Hipertensi,
penyakit
koroner
katup Ekokardiografi, doppler
aorta,kardiomiopati hipertrofi
Kiri Blok
Infark miokard, Intoksikasi Evaluasi penggunaan
Atrioventrikular
obat,miokarditis, sarkoidosis,
obat, pacu jantung, penyakit
Penyakit Lyme sistemik Obesitas,
Mikrovoltase
emfisema,efusi Ekokardiograf, rontgen toraks
perikard, amiloidosis Durasi QRS > 0,12 detik
dengan
Disinkroni
elektrik
dan Ekokardiograf, CRT-P, CRT-D
mekanik
morfologi LBBB LBBB = Lef Bundle Branch Block; ICD = Implantable Cardioverter Defbrillator CRT-P = Cardiac Resynchronizaton Therapy-PACEImaker; CRT-D = Cardiac Resynchronizaton Therapy-Defbrillator
3.7 Foto Toraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi
penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat sesak nafas. Kardiomegali dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan kronik.
Tabel. Abnormalitas fototoraks yang umum ditemukan pada gagal jantung Abnormalitas
Penyebab
Kardiomegali
Dilatasi
Implikasi klinis kiri, Ekokardiograf, doppler
ventrikel
ventrikel kanan, atria, efusi perikard Hipertensi, stenosis aorta,
Ekokardiografi, doppler
Hipertrofi ventrikel Kardiomiopati hipertrofi Tampak paru normal
Bukan kongesti paru
Kongesti vena paru
Peningkatan
Nilai ulang diagnosis tekanan Mendukung diagnosis
pengisian ventrikel kiri Edema intersital
Efusi pleura
gagal jantung kiri
Peningkatan tekanan
Mendukung diagnosis
Pengisian ventrikel kiri
gagal jantung kiri
Gagal jantung dengan
Pikirkan etologi nonkardiak
peningkatan tekanan
(jika efusi banyak)
pengisian jika efusi bilateral Infeksi paru, pasca bedah/ keganasan Garis Kerley B
Area paru hiperlusen
Peningkatan tekanan
Mitral stenosis/gagal
limfatik
jantung kronik
Emboli paru atau
Pemeriksaan CT,
emfsema
Spirometri,
ekokardiografi Infeksi paru
Pneumonia sekunder akibat
Tatalaksana kedua penyakit:
kongesti paru
gagal jantung dan infeksi paru
Penyakit sistemik
Infiltrat paru
Pemeriksaan
diagnostik
lanjutan
3.8 Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR), glukosa,tes fungsi hati dan urinalisis.Pemeriksaan tambahan lain dipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi menggunakan diuretik
dan/atau
ACEI
(Angiotensin
Converting
EnzimeInhibitor),
ARB
(Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone.
- Peptida Natriuretik Terdapat bukti - bukti yang mendukung penggunaan kadar plasma peptide natriuretik untuk diagnosis, membuat keputusan merawat atau memulangkan pasien, dan mengidentifikasi pasien pasien yang berisiko mengalami dekompensasi. Konsentrasi peptida natriuretik yang normal sebelum pasien diobati mempunyai nilai prediktif negatif yang tinggi dan membuat kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab gejala gejala yang dikeluhkan pasien menjadi sangat kecil. Kadar peptida natriuretik yang tetap tinggi walaupun terapi optimal mengindikasikan prognosis buruk.Kadar peptide natriuretik meningkat sebagai respon peningkatan tekanan dinding ventrikel. Peptida natriuretik mempunyai waktu paruh yang panjang, Penurunan tiba-tiba tekanan dinding ventrikel tidak langsung menurunkan kadar peptida natriuretik.
- Troponin I atau T Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut. Peningkatan ringan kadar troponin kardiak sering pada gagal jantung berat atau selama episode dekompensasi gagal jantung pada penderita tanpa iskemia miokard. - Ekokardiografi Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraanultrasoundjantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour Doppler dantissue Doppler imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal jantungdan/atau disfungsi jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi adalahkeharusan dan dilakukan secepatnya pada pasien dengan dugaan gagaljantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk membedakan antara pasiendisfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi sistolik normal adalahfraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 - 50%). Ekokardiografi mempunyai peran penting dalam mendiagnosis gagaljantung dengan fraksi ejeksi normal. Diagnosis harus memenuhi tigakriteria: 1. Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung 2. Fungsi sistolik ventrikel kiri normal atau hanya sedikit terganggu (fraksi ejeksi > 45 - 50%) 3. Terdapat bukti disfungsi diastolik (relaksasi ventrikel kiri abnormal / kekakuan diastolik) 3.9 Tatalaksana Farmakologi Tujuan Tatalaksana Gagal Jantung Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas . Tindakan preventif dan pencegahan perburukan penyakit jantung tetap merupakan bagian penting dalam tata laksana penyakit jantung. Sangatlah penting untuk mendeteksi dan mempertimbangkan pengobatan terhadap kormorbid kardiovaskular dan kardiovaskular yang sering dijumpai.
ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACEI) Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri = 40 %. ACEI memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti A). ACEI kadang-kadang menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEI hanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.
ANTAGONIS ALDOSTERON Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi = 35 % dan gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan hidup.
ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKERS (ARB) Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri = 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah diberikan ACEI dan penyekat ß dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi
angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung ARB direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien intoleran ACEI. Pada pasien ini, ARB mengurangi angka kematian karena penyebab kardiovaskular.
HYDRALAZINE DAN ISOSORBIDE DINITRATE (H-ISDN) Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri = 40 %, kombinasi HISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap ACEI dan ARB (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti B).
DIGOKSIN Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti penyekat beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri = 40 % dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap angka kelangsungan hidup (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti B)
DIURETIK Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B). Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau resistensi. Cara pemberian diuretik pada gagal jantung Pada saat inisiasi pemberian diuretik periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit Dianjurkan untuk memberikan diuretik pada saat perut kosong Sebagian besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan tiazid karena efisiensi diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada diuretik loop. Kombinasi keduanya dapat diberikan untuk mengatasi keadaan edema yang resisten.
Pada kasus ini, terapi initial yang diberikan kepada pasien saat di UGD adalah : - IVFD RL 500 cc/24 jam - O2 nasal canul 3 L/m - Inj. Lasix 1 amp/8 jam - Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam - Digoxin 1x1,5 tab - Valsartan 1x40 mg - ISDN 2x5 mg - Spironolakton 2x1 - Bisoprolol 1x2,5 mg
Selanjutnya pasien dirawat di ruang penyakit dalam pria dan diberikan terapi : -
IVFD RL 500cc/24 jam Inj. Lasix 3x1 amp Inj. Ranitidine 2x1 amp Digoxin 1x1,5 tab Valsartan 2x40 mg Simvastatin 1x20 mg ISDN 2x5 mg Spironolakton 2x1 Bisoprolol 1x2,5 mg Alprazolam 1x0,5 mg
Pada kasus pasien ini, diberikan terapi awal di UGD berupa : Pemberian oksigen O2 masker 3 liter per menit Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen < 90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen 2-6 liter per menit. ISDN tab 2x5 mg Pada kasus ini diberikan ISDN untuk profilaksis jangka pendek saat pasien di UGD, ISDN merupakan golongan nitrat yang berkerja cepat, diberikan secara sublingual,pemberian ISDN tab 5 mg per 8 jam. Selain mengurangi nyeri dada, nitrat menurunkan kebutuhan oksigen dan meningkatkan suplai oksigen dengan cara mempengaruhi tonus vascular menimbulkan venodilatasi sehingga terjadi pengumpulan darah pada vena perifer dan dalam splanikus. Venous pooling ini menyebabkan berkurangnya aliran balik darah ke dalam jantung, sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dan kanan (preload) menurun. Dengan cara ini, maka kebutuhan oksigen miokard akan menurun. Nitrat juga memperbaiki sirkulasi koroner pada pasien aterosklerosis koroner bukan dengan cara meningkatkan aliran koroner total, tetapi dengan menimbulkan redistribusi aliran darah pada jantung. Daerah subendokard yang sangat rentan terhadap iskemia karena letak anatomis dan struktur pembuluh darah yang mengalami kompresi tiap sistolakan mendapatkan perfusi yang lebih baik pada pemberian nitrat. Hal
ini diduga karena nitrat menyebabkan dilatasi pembuluh darah coroner yang besar didaerah epicardial dan bukan pembuluh darah yang kecil (arteriol). Furosemid 1 amp/8 jam Bekerja menghambat reabsorbsi Sodium dan klorida pada ansa henle dan tubulus distal ginjal, mempengaruhi sistem transpor ikatan klorida sehingga dapat meningkatkan eksresi air, sodium, klorida, magnesium dan kalsium. Dosis awal 20-40mg IV atau IM dosis tunggal. Dapat ditingkatkan hingga 20mg, pemberian tidak boleh <2 jam setelah dosis awal.
Bisoprolol 1 x 2,5mg Menurunkan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung, menghambat sekresi renin di sel-sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan produksi angiotensin II, efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitifitas baroreseptor penurunan tekanan darah oleh β-bloker per oral berlangsung lambat yaitu terlihat dalam 24 jam sampai 1 minggu. Dosis bisoprolol 2,5 – 10mg/hari.
Spironolakton Mekanisme ARB adalah berikatan dengan reseptor angiotensin II pada otot polos pembuluh darah, kelenjar adrenal dan jaringan lain sehingga efek angiotensin II (vasokonstriksi dan produksi aldosteron yang tidak terjadi akan mengakibatkan terjadi penurunan tekanan darah). ARB sangat efektif untuk hipertensi dengan kadar renin tinggi. Dengan dosis 25 – 50mg/hari.
Valsartan 1x40 mg Mekanisme ARB ialah dengan mengantagonis kerja angiotensin II di resetor yang mengakibatkan vasodilatasi dan penurunan pengeluaran aldosterone serta hormone antidiuretic (ADH). Dengan dosis umum 80-160 mg/hari. Digoksin 1x1,5 tab Mekanisme kerjanya merupakan obat yang meningkatkan otomatisitas pacemaker ektopik, memperlambat kecepatan konduksi.
Ranitidine 1 amp/12 jam Obat ini bekerja pada reseptor H2 di lambung dan pembuluh darah, merupakan antagonis kompetitif histamine di reseptor H2. Ranitidin, sediaan tablet 150 mg dan larutan suntik 25 mg/ml, dengan dosis 50 mg IM/IV, tiap 6-8 jam.
Selanjutnya pasien dirawat di ruang penyakit dalam pria dan diberikan terapi sama dengan terapi yang diberikan di UGD dengan penambahan: Simvastatin 1x20mg SKA merupakan suatu proses inflamasi pada arteri koroner akibat plak pembuluh darah coroner yang mengalami aterosklerosiskoyak atau pecahdan disertai dengan disfungsi endotel. Fungsi dari simvastatin ialah sebagai antinflamasi. Alprazolam 1x0,5 mg Merupakan benzodiazepine yang unik karena mempunyai sifat antidepresan sehingga digunakan untuk pengobatan depresi yang berhubungan dengan ansietas. Alprazolam umumnya diberikan sebanyak 0,25-0,5 mg.
BAB V KESIMPULAN
Diagnosis dapat
dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
elektrokardiorafi/foto toraks, ekokardiografi-Doppler dan kateterisasi. Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif. Berdasarkan anamnesa didapatkan diagnosa pasien Decompensatio Cordis Functional Class II-III berdasarkan anamnesa, didapatkan 1 kriteria mayor (paroksismal nocturnal dyspnea) dan 2 kriteria minor (batuk malam hari dan dyspnea d’effort). Pada kasus ini didapatkan pasien merasa sesak saat menyisir rambut dan saat mandi yang termasuk dalam aktivitas fisik ringan sehari-hari (NYHA kelas III).
DAFTAR PUSTAKA 1. Siswanto Budi, dkk. 2015. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Jakarta: PERKI 2. Setiati dkk , 2015. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi VI. Jakarta: Interna Publishing 3. Isselbacher dkk. 2014. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC .