Makassar, 3 Desember 2018 LAPORAN HASIL OBSERVASI LAPANGAN KELOMPOK 12 PUSKESMAS TABARINGAN SISTEM KEDOKTERAN TROPIS
Pembimbing: dr. Arni Isnaini Arfah, M.Kes Kepala Puskesmas : dr. Rudianto Joto, M.Kes Disusun Oleh: Kelompok 12 CHELSA PUTRI NINGSIH BUDIMAN MUHAMMAD TSAQIB A AULIA RIZKI RAHIM MUH. AL QIDHAM A.M A.BAGASKARA SUDIRMAN CITRA ANNISA FITRI A.SESARINA TENRI OLA S MIFTAHULJANNAH ALI NUR ASHIANTY HADIJAH SHAVIRA MD A. SRI NURBIYANTI. AB IDA PUTRI IHSANI SUCI RAMADHANI
11020160001 11020160040 11020160062 11020160063 11020160087 11020160098 11020160129 11020160131 11020160154 11020160165 11020160172 11020160119 11020160122 11020160083
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2018
KEDOKTERAN TROPIS LAPORAN KASUS 1 DEMAM TIFOID
IDENTITAS PASIEN : Nama
: Ny. N
Umur
: 30 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Bangsa/suku
: Makassar
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Perawat
Alamat
:-
Tanggal Pemeriksaan
: 26-11-2018
ANAMNESIS Keluhan Utama
: Demam
Anamnesis Terpimpin
:
Demam tinggi dirasakan sejak 3 hari yang lalu, setiap hari pasien merasa demam dan lebih tinggi dirasakan sore dan malam hari, pasien juga mengeluhkan sakit kepala, merasa lemah badan, ada mual namun tidak sampai muntah yang disertai bibir kering dan pecah-pecah, pasien juga mengalami penurunan nafsu makaan.Riwayat pasien pernah di rawat selama 6 hari di rumah sakit karena mengalami diare.
Riwayat Penyakit sebelumnya : post tensiloktomi Riwayat Penyakit Keluarga
:-
PEMERIKSAAN FISIS :
Keadaan umum : Sakit ringan
Tanda vital : a. Tekanan Darah : b. Nadi : Bradikardia relatif
c. Pernapasan :d. Suhu : 37,5˚C
PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Tes Widal : S. typhi O S. typhi H S. paratyphi AH S. paratyphi BH S. paratyphi AO
= 1/320 = 1/320 = 1/80 = 1/80 = 1/160
DIAGNOSIS Demam Tifoid PENATALAKSANAAN Pengobatan farmakologi yang diberikan :
Ciprofloxacin
Cefixime
Levofloxacin
Paracetamol
Ranitidine
Pengobatan non farmakologi yang dianjurkan kepada pasien antara lain : -
Edukasi pasien untuk melakukan diet konvensional, seperti makan bubur saring,makan porsi kecil namun sering,protein dan kalori cukup, dan setelah beberapa hari dilanjutkan makan makanan padat berupa nasi
-
Edukasi pasien untuk tirah baring total.
-
Perbanyak konsumsi air putih
Foto lingkungan tempat kerja pasien
PEMBAHASAN TEORI DEMAM TIFOID
1. DEFINISI Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indoneia. Penyakit ini mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.1 Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut usus halus yang disebabkan infeksi Salmonella typhi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses atau urin dari orang yang terinfeksi salmonella. Tifoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis. 2
2. ETIOLOGI Penyebab demam tifoid adalah Salmonella typhi, basil Gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang – kurangnya tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik, terdiri dari zat kompleks lipopolisakarida ), antigen H ( flagela ) dan antigen K ( selaput ). Dalam serum penderita terdapat zat anti ( aglutinin ) terhadap ketiga macam antigen tersebut.
2
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen(H) yang terdiri dari protein, dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. S. typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik.3
3. EPIDEMIOLOGI Sejak awal abad ke-20, insidens demam tifoid menurun di USA dan Eropa, hal ini dikarenakan ketersediaan air bersih dan sistem pembuangan yang baik, dan ini belum dimiliki oleh sebagian besar negara berkembanG. Insidens demam tifoid yang tergolong tinggi terjadi di wilayah Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara dan kemungkinan Afrika Selatan (Insidens >100 kasus per 100.000 per tahun). Insidens Demam Tifoid yang tergolong sedang (10-10.000 kasus per 100.000 populasi per tahun) berada di wilayah Afrika, Amerik Latin dan Oceania, serta yang termasuk rendah (>10 kasus per 100.000 populasi per tahun) di bagian dunia lainnya.1 Di Indonesia, insidens demam tifoid banyak dijumpai pada populasi yang berua 3-19 tahun serta berkaitan dnegan rumah tangga. Ditjen Bina Upaya Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI tahun 2010, melaporkan demam tifoid menempati urutan ke-3 dari 10 pola penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia (41.081 kasus).1
4. PATOGENESIS Masuknya
kuman
Salmonella
typhi
(S.
Typhi)
dan
Salmonella paratyphi (S. Paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi sebagai kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya bekembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (Ig A) usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel – sel epitel dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. 1
Selanjutnya, melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam
sirkulasi darah
(mengakibatkan bakteremia pertama yang asimptomatik) dan menyebar ke suluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. di organ organ ini, kuman meninggalkan sel sel fagosit dan kemudian berkembang biak di liar sel dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakterimia yang kedua kalibya dengan disertai tanda tanda dan dengan gejala penyakit sistemik.1 Sebagian kuman dikeluarkan melalui fases dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi darah menembus usus. proses yang sama terulang kembali, sehingga terjadi fagositosis kuman Salmonella typhi yang menyebabkan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik. Pada plaque peyeri, makrofagh hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sakitar plaque peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel mononuclear di dinding usus. 1 5.
GEJALA KLINIS Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala klinis ringan-berat, dari asimptomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.Pada minggu pertama ditemukan keluhan dan gejala yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis.1 Pada pemeriksaan fisis hanya di dapatkan suhu badan meningkat.
Sifat demam
adalah meningkat
perlahan-lahan
terutama pada sore hari hingga malam hari. Dalam minggu kedua
gejala berupa demam, bradikardia relatif (peningkatan suhu 1C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, sopor, koma, delirium atau psikosis. Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.1 6. PEMERIKSAAN PENUNJANG Beberapa
pemeriksaan
laboratorium
yang
dilakukan
untuk
mendeteksi demam tifoid1: 1. Uji Widal Uji Widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman S.typhi. Pada Uji Widal terjadi suatu aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibody yang disebut agglutinin. Uji Widal adalah untuk mennetukan adanya aglutin dalam serum penderita tersangka dalam tifoid yaitu: a.) Aglutinin O dari tubuh kuman), b.) Aglutinin H flagella kuman ) dan c.) Aglutinin Vi. Dari ketiga agglutinin tersebut hanya Aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. 2. Uji Typhidot Dapat mendeteksi antibody Ig G dan Ig M yang terdapat pada protein membrane luar Salmonella Typhi. Hail positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibody Ig M dan Ig G terhadap antigen S.typhi seberat 0 kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa. 3. Uji Ig M Dipstick Uji ini secara khusus mendeteksi antibody Ig M spesifik terhadap S.typhi pada specimen serum atau whole blood. Uji ini
menggunakan
strip
yang
mengandung
antigen
lipopolisakarida S.typhi dan anti Ig M, reagen deteksi yang
mengandung antibody anti Ig M yang dilekati dengan lateks pewarna, cairan membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen
dan
serum
pasien,
tabung
uji.
Komponen
perlengkapan ini stabil untuk disimpan selama 2 tahun pada suhu 4-25 C di tempat kering tanpa paparan matahir.
4. Kultur Darah Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negative tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan oleh beberapa hal seperti berikut ‘: 1.) telah mendapatkan terapi antibiotic, 2.) Volume darah yang kurang , 3.) Riwayat Vaksinasi, 4.) Waktu pengambilan darah setelah 2 minggu pertama, pada saat aglutinasi semakin meningkat. 7.
PENATALAKSANAAN Trilogi penatalaksanaan Demam Tifoid 1; 1. Istirahat
dan
perawatan,
dengan
tujuan
mencegah
komplikasi dan mempercepat penyembuhan seperti dengan tirah baring. tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat, seperti : makan, minum, mandi, buang air kecil dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan serta sangan diperlukan untuk menjaga kebersihan selama perawatan.
2. Diet dan terapi penunjang, dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal. diet merupakan
hal
yang
cukup
penting
dalam
proses
penyembuhan penyakit demam tifoif, karena maknan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita
akan semakin turun sehingga proses penyembuhan akan semakin lama. 3. Pemberian antibiotic, dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman. Obat – obat anti mikroba yang digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah sebagai berikut ; a)
Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 500 mgper hari dapat diberikan secara per oral atau intravena.diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Pada penyuntikan intramuscular tidak dianjurkan, oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. pada penelitian yang dilakukan selama 2002 hingga 2008 oleh Moehario LH dkk didapatkan 90%
kuman
masih
memiliki
kepekaan
terhadap
antibiotic ini. b)
Ampicilin dan Amoksisilin Efektivitas obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan antara 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu.
c)
Kotrimoksazol Efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis yang digunakan adalah 2 2 tablet ( 1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimetroprim) diberikan selama 2 minggu.
d)
Tiamfenikol. Komoplikasi
tiamfenikol
menyebabkan
hematologi
seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloromfenikol. Dosis yang
digunakan adalag 4 500 mg, demam rata –rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6. e)
Sefalosporin generasi ketiga. Golongan yang terbukti untuk demam tifoid adalah seftriaskson, dosis yang dianjurkan adalah antara 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama setengah jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari.
f)
Azitromisin. Azitromisin
2
500
mg
menunujukkan
bahwa
penggunaan obat ini secara signifikan mengurangi kegagalan
klinis
dibandingkan
dan
dengan
durasi
rawat
seftriakson,
inap.
Jika
penggunaan
Azitromisin dapat mengurangi angka relaps. Azitromisin mampu menghasilkan konsentrasi dalam jaringan yang tinggi walaupun konsentrasi dalam darah cenderung rendah. Antibiotika akan terkonsentrasi di dalam sel, sehingga antibiotika ini menjadi ideal untuk digunakan dalam pengobatan infeksi oleh S.typhi yang merupakan kuman intraseluler. 8. KOMPLIKASI o Perforasi usus pada tempat inokulasi, biasanya pada ileum,
terjadi
pada
0,5-3%
dan
perdarahan
gastrointestinal beratterjadi pada 1- 10% anak dengan demam tifoid. o Ensefalopati
toksik,
trombosis
serebral,
ataksia
serebelar akut, neuritis optik, afasia, ketulian, serta kolesistitis akut dapat terjadi o
Pneumonia biasa terjadi selama stadium kedua penyakit, tetapi disebabkan oleh superinfeksi
9. PROGNOSIS Prognosis demam tifoid tergantung tepatnya terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas < 1 %. Di negara berkembang, angka mortalitasnya > 10% biasanya karena
keterlambatan
diagnosis,
Munculnya
komplikasi
perdarahan
hebat,
seperti
meningitis,
perawatan, perforasi
dan
pengobatan.
gastrointestinal
endokarditis,
dan
mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
atau
pneumonia,
3
Prognosis juga menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti : 4 a) Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris kontinu b) Kesadaran menurun sekali yaitu stupor, koma, atau delirium c) Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi energi protein)
10. PENCEGAHAN Secara
umum,
untuk
memperkecil
kemungkinan
terkontaminasi S. typhi, maka setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi. S. typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57 ºC untuk beberapa menit atau dengan proses ionidasi/klorinasi. 3 Secara lebih detail, strategi pencegahan demam tifoid mencakup hal– hal berikut : a. Penyediaan sumber air minum yang baik b. Penyediaan jamban yang sehat c. Sosialisasi budaya cuci tangan d. Sosialisasi budaya merebus air sampai mendidih sebelum diminum e. Pemberantasan lalat f. Pengawasan kepada para penjual makanan dan minuman
g. Sosialisasi
pemberian
ASI
pada
ibu
menyusu h. Imunisasi
LAPORAN KASUS 2 TUBERKULOSIS
IDENTITAS PASIEN : Nama
: Tn. J
Umur
: 58 tahun
Jenis Kelamin
: Laki- laki
Bangsa/suku
: Makassar
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Penjual Ikan
Alamat
: Jl. Cakalang 5
Tanggal Pemeriksaan
: 26-11-2018
ANAMNESIS Keluhan Utama
: Batuk
Anamnesis Terpimpin
:
Batuk berdahak sejak 1 bulan. Batuk dirasakan memberat pada saat malam hari sewaktu tidur. Riwayat Penyakit Sebelumnya : Diabetes, Post TB 1 tahun yang lalu Riwayat Penyakit Keluarga
:-
PEMERIKSAAN FISIS :
Keadaan umum : Sakit ringan
Tanda vital : a. Tekanan Darah : b. Nadi : c. Pernapasan :
d. Suhu : Status gizi : a. Berat badan : 60 kg b. Tinggi badan : -
PEMERIKSAAN PENUNJANG : DIAGNOSIS : TB PENATALAKSANAAN : Pengobatan farmakologi yang diberikan :
Prednisone
Cotrimoxazole
PEMBAHASAN TEORI TUBERKULOSIS
1. DEFINISI Penyakit TB adalah suatupenyakitinfeksi menyerang
hampir
semua
organ
kronik
tubuhmanusia
yang dan
terbanyakadalahparu-paru.6 2. ETIOLOGI Infeksi
primer
terjadi
setelah
seseorang
menghirup
mikobakterium tuberculosis, setelah melalui barier mukosilier saluran napas, basil TB akan mencapai alveoli. Paru merupakan pintu utama masuknya kuman tuberkulosis ke dalam tubuh. Kuman yang bersarang di paru bisa menimbulkan infeksi lokal atau sarang primer. Sarang primer ini bisa tmbul di bagian mana saja dalam paru.Kuman menyebar melalui aliran limfe menuju ke kelenjar getah bening hilus, terjadi proses limfangitis lokal. Peradangan ini diikuti pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional).5 3. EPIDEMIOLOGI Kejadian di seluruh dunia dan prevalensi Mycobacterium tuberculosis diperkirakan menginfeksi sekitar one third penduduk dunia, lebih dari 2 miliar orang di seluruh dunia. Beban global tuberculosis mungkin memuncak pada tahun 2010 dan jumlah kasus baru per tahun sekarang menurun perlahan-lahan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa ada sekitar 8,6 jutakasusbaru dan 1,3 juta kematian akibat tuberkulosis di 2012. Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB oleh tenaga kesehatan tahun 2007 dan 2013 tidak berbeda (0,4%). Lima
provinsi dengan TB tertinggi adalah Jawa Barat, Papua, DKI Jakarta, Gorontalo, Banten, dan Papua Barat. Penduduk yang didiagnosis TB oleh tenaga kesehatan, 44,4 persen diobati dengan obat program, Lima provinsi dengan TB paru tertinggi adalah Jawa Barat (0.7%), Papua (0.6%), DKI Jakarta (0.6%), Gorontalo (0.5%), Banten (0.4%) dan Papua Barat (0.4%).6 4. PATOGENESIS Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita partikel ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam tergantung pada ada tidaknya sinar ultra violet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam Susana lembab dan gelap TB dapat bertahan berbula-bulan. Bila partikel ini terisap oleh orang sehat, maka ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru dan alveolar bila ukurannya <5 mikron. Masuknya kuman ini langsung diatasi oleh mekanisme imunologik tubuh nonspesifik. Makrofag alveolus akan melakukan fagositosis. Sebagian orang yang terinfeksi kuman TB akan menjadi infeksi primer yang biasanya terlokalisir di paru dan limfonodi regional di cavum thoracis. Pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman membelah diri setiap 25-32 jam di dalam makrofag dan tumbuh selama 2-12 minggu hingga jumlahnya cukup untuk menginduksi system imun. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan par disebut focus primer GOHN. Dari focus primer, kuman TB menybar secara limfogen menuju kelenjar limfe regional. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer pada lobus
bawah atau tengah paru maka kelenjar yang terkena adalah kelenjar limfe para hilus, dan kelenjar para trakeal bila pada lobus apeks.6 5. GEJALA KLINIK Keluhan secara umum ialah, demam, biasanya subfebris menyerupai demam influenza, tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41oC. serangan demam hilang timbul.Malaise. Penyakit TB bersifat radang yang menahun. Gejala yang ditemukan berupa anorexia, tidak ada nafsu makan, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll..gejalanya semakin lama semakin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.BB menurun. Keluhan pada pernapasan pada pasien, batuk/batuk darah. Gejala ini sering ditemukan, batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar dari saluran napas bawah. Dapat berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Sesak napas. Pada penyakit TB paru yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan adanya sesak napas. Sesak napas baru akan ditemukan pada penyakit TB paru yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paruparu. Nyeri dada, gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritic.Sering terkena flu. Gejala batuk-batuk lama kadang disertai pilek sering terjadi karena daya tahan tubuh pasien yang rendah sehingga mudah terserang infeksi virus seperti influen za.6 6. DIAGNOSIS Kultur tetap merupakan standar emas untuk diagnosis, tetapi hasilnya mungkin memerlukan waktu 3 hingga 4 minggu. 4. Acid fast bacilli (AFB) dapat mengindikasikan penyakit mikobakteri,
meskipun sensitivitasnya lebih rendah dari pada kultur, berkisar antara 5% hingga 38% tergantung pada studies.3,5 Pada kasus AFB-negatif dan / atau kultur-negatif, gambaran histologis, seperti granuloma dengan atau tanpa nekrosis caseous, atau limfadenitis nonspesifik, dapat mendukung diagnosis kemungkinan TL.Teknik molekuler baru, seperti deteksi asam nukleat melalui teknik polymerase chain reaction (PCR), semakin sering digunakan dalam diagnosis tuberkulosis. Teknik-teknik ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi, dan menghasilkan hasil dalam 24 hingga 48 jam. Informasi langka tentang peran teknik-teknik ini dalam diagnosis TL telah dipublikasikan, dan hasilnya sangat berbeda tergantung pada penelitian.7 Biopsi eksisi adalah pendekatan paling invasif untuk diagnosis; Namun, ia memiliki sensitivitas tertinggi dan dapat menghasilkan
respon
gejala
yang
lebih
cepat
dan
menguntungkan dan telah direkomendasikan dalam kasus yang melibatkan beberapa node. Dalam sebuah penelitian dari Hong Kong, 80% spesimen dari biopsi eksisi menghasilkan hasil kultur positif, dibandingkan dengan 17% dari spesimen fine-needle aspirasi (FNA)8
7. PENATALAKSANAAN Pengobatan TB memerlikan waktu sekurang-kurangnys 6 bulan agar dapat mencegah perkembangan resistensi obat. WHO telah
menerapkanstrategi
kesehatan
tambahan
DOTS
yang
dimana
berfungsi
terdapat
secara
petugas
ketat
untuk
mengawasi pasien minum obat untuk memastikan kepatuhannya. 9 Ada 2 (dua) kategori Obat Anti Tuberkulosa (OAT): 1. OAT Utama (first-line Antituberculosis Drugs), yang dibagi menjadi dua (dua) jenis berdasarkan sifatnya yaitu:
A) Bakterisidal, termasuk dalam golongan ini adalah INH, rifampisin, pirazinamid dan streptomisin.9 B) Bakteriostatik, yaitu etambutol. 9 Kategori 1 Pasien TB dengan sputum BTA positif dan kasus baru. Pengobatan pada fase awal (intensif) paduannya terdiri dari 2 HRZE (S), setiap hari selama 2 bulan. Sputum BTA yang awalnya positif, setelah 2 bulan terapi diharapkan jadi negatif dan terapi TB diteruskan dengan fase lanjutan: 4 HARI atau 4 H3 R3 atau 6 HE. Apabila sputum BTA masih tetap positif diakhir bulan fase ke-2 fase awal, maka fase awal tersebut diperpanjang selama 4 minggu lagi.9 Kategori 2 Kategori ini diberikan pada kasus kambuh atau gagal dengan sputum BTA positif. Terapi fase awalnya 2 HRZES/HRZE, dimana HRZE diberikan setiap hari selama 3 bulan sedangkan S diberikan hanya di 2 bulan pertama. Bila sputum BTA menjadi negatif diakhir bulan ke-3, maka fase lanjutan bisa segera dimulai. Tapi bila sputum BTA masih positif maka fase awal dengan HRZE diteruskan lagi selama 1 bulan. Bila pada akhir bulan ke-4 sputum BTA masih tetap positif, lakukan kultur ulamg sputum BTA masih tetap positif, lakukan kulur ulang sputum BTA dan obat dilanjutkan dengan 5 HRE atau % H3 R3.9 Katergori 3 Sama denagn kategori 1 yakni 2 bulan fase awal dan diteruskan dengan 4 bulan fase lanjutan9
Kategori 4 Kasus kronik dimana sputum BTA tetap positif walaupun sudah menjalani terapi lengkap selama 6 bulan. Pada kategori ini mungkin sudah terjadi resisten obat TB.9
KESIMPULAN Dari hasil pengamatan observasi yang telah kami lakukan, kami mendapatkan pasien tb yang telah mendapatkan pengobatan secara tuntas dengan mengkonsumsi 6 bulan OAT daan telah dinyatakan sembuh pada tanggal 26-10-2017. Namun pasien datang kembali dengan keluhan batuk yang belulang selama 1 bulan, dan memberat pada malam hari dan saat ini hanya diberikan pengobatan asimptomatiknya saja, apabila keluhan pasien tidak membaik maka akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut lagi.
Foto Kelompok :
Puskesmas Tabaringan
Bersama dosen pembimbing
DAFTAR PUSTAKA 1.
Widodo, Djoko. 2014.Demam Tifoid. Dalam, Setiati, S dkk editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi VI. Jakarta : Interna Publishing; 549-553.
2.
Widoyono,
2011. Penyakit
Tropis.
Epidemiologi,
Penularan,
Pencegahan, dan Pemberantasannya. Edisi kedua. Erlangga : Jakarta 3.
Soedarmo, Sumarmo, 2012. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi kedua. Ikatan Dokter Anak Indonesia
4.
Hassan, Rusepno, 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
5.
Ika Yunita Sari, dkk. 2015.TBMDR Primer dengan Limfadenitis TB pada Wanita SLE.jurnal respirasi. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi. Surabaya
6.
Bahar A, Amin Z. 2014. Pengobatan Tuberkulosis Paru. Dalam, Setiati, S Dkk editor. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Halaman 877878. Jakarta: Interna Publishing
7.
Fernando Salvador, dkk. 2015. Epidemiology and Diagnosis of Tuberculous
Lymphadenitis
in
a
Tuberculosis
Low-Burden
Country. 8.
Fontanilla JS, dkk. 2018. Current Diagnosis and Management of Peripheral Tuberculous Lymphadenitis. Academic.oup
9.
Bahar A, Amin Z. 2014. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Dalam, Setiati, S Dkk editor. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Halaman 877-878. Jakarta: Interna Publishing