EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO
SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN Octaviani Nila Permata Sari. D24104008. 2008. Efektivitas Substitusi Konsentrat dengan Daun Murbei pada Pakan Berbasis Jerami Padi Secara In Vitro. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Komang G. Wiryawan Pembimbing Anggota : Ir. Syahriani Syahrir, M.Si. Perkembangan usaha bidang peternakan tidak dapat lepas dari ketersediaan pakan ternak yang berkualitas dan dalam jumlah yang memadai karena pakan mengambil bagian terbesar (70%) dari total biaya produksi. Limbah pertanian khususnya jerami padi memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber pakan ternak ruminansia karena ketersediaannya cukup berlimpah terutama di Indonesia, berkesinambungan, dan dapat menggantikan rumput lapang. Namun, ada beberapa faktor pembatas pemanfaatan jerami padi sebagai pakan yaitu rendahnya kandungan nutrien esensial seperti protein, energi, mineral dan vitamin, serta kecernaannya yang rendah. Salah satu cara peningkatan fermentabilitas bahan pakan sumber serat antara lain dapat dilakukan dengan menyediakan readily available carbohydrates (RAC) secara seimbang dan berkesinambungan dalam sistem rumen dengan bantuan senyawa yang dapat bertindak sebagai agen lepas lambat RAC yaitu senyawa 1deoxynojirimycin (DNJ). Senyawa ini ditemukan terdapat pada tanaman murbei sebanyak 0,24% (Oku et.al., 2004). Disamping itu, tanaman murbei mempunyai potensi sebagai pengganti konsentrat karena daun murbei memiliki kandungan protein kasar yang tinggi sebanyak 20,15% (Samsijah, 1992). Percobaan ini terdiri dari dua tahap. Tahap I bertujuan untuk mengkaji secara in vitro kemampuan tepung daun murbei mensubstitusi konsentrat pakan ternak ruminansia, dan tahap II untuk menguji efektivitas ekstrak daun murbei untuk meningkatkan fermentabilitas pakan sumber serat dalam sistem rumen secara in vitro. Susunan ransum perlakuan pada tahap I sebagai berikut: P0 (50% jerami padi + 50% konsentrat) sebagai kontrol, P1 (50% jerami padi + 37,5 % konsentrat + 12,5 % tepung daun murbei), P2 (50% jerami padi + 25% konsentrat + 25 % tepung daun murbei), P3 (50% jerami padi + 12,5% konsentrat + 37,5% tepung daun murbei), P4 (50 % jerami padi + 50 % tepung daun murbei) dan susunan perlakuan pada tahap II antara lain: Q0 (50 % jerami padi + 50 % konsentrat), Q1 (50% jerami padi + 25% konsentrat + 25 % tepung daun murbei), Q2 (Q0 + ekstrak daun murbei dengan estimasi kandungan DNJ sebanyak 0,12%). Pemberian daun murbei sebagai substitusi konsentrat secara in vitro dapat dilakukan pada berbagai level, namun perlakuan P2 dimana daun murbei mensubstitusi konsentrat sampai level 50% pada pakan berbasis jerami padi memberikan respon terbaik dibandingkan perlakuan lainnya. Begitu pula dengan pemberian ekstrak daun murbei dengan estimasi kandungan DNJ sebanyak 0,12% dapat meningkatkan fermentabilitas pakan sumber serat pada sistem rumen. Kata-kata kunci: Tepung dan ekstrak daun murbei, jerami padi, fermentasi rumen
ABSTRACT Effectiveness of Mulberry Leaves as Substitution of Concentrate in Ruminal Systems with Rice Straw-bases Diet O.N.P. Sari, K.G. Wiryawan, and S. Syahrir This experiment was conducted in two steps. The first trial was aimed at investigating the capability of Mulberry leaves to substitute the utilization of concentrate as feed for ruminant and the second trial was studied to examine the effectiveness of Mulberry leaf extract in increasing fermentability of fibrous feed in ruminal systems. The treatments used in the first trial were: P0 (50% rice straw + 50% concentrate) as a control, P1 (50% rice straw + 37.5% concentrate + 12.5% Mulberry leaves), P2 (50% rice straw + 25% concentrate + 25% Mulberry leaves), P3 (50% rice straw + 12.5% concentrate + 37.5% Mulberry leaves), P4 (50% rice straw + 50% Mulberry leaves) and the treatments used in the second trial were: Q0 (50% rice straw + 50% concentrate) as a control, Q1 (the best treatment from the first step), Q2 (Q0 + 0.12% Mulberry leaf extract). This experiment was conducted using randomized block design with four replications. Variable measured were fermentability (NH 3 and VFA concentrations), pH, gas production, IVDMD, and IVOMD. Data were analyzed using Analysis of Variance and Duncan Multiple Range Test further tested the significant differences. The experiment showed that treatments significantly (P<0.05) affected VFA concentration, IVDMD, and IVOMD in the first trial and gas production, IVDMD, and IVOMD in the second trial. However, there were no significant effects on other variables. It is concluded that Mulberry leaves is able to substitute the utilization of concentrate as feed for ruminant and addition of Mulberry leaf extract could increase fermentability of feed as source of fiber in ruminal systems. Keywords: Mulberry leaves and extracts, rice straw, ruminal fermentation
EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO
OCTAVIANI NILA PERMATA SARI D24104008
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO
Oleh OCTAVIANI NILA PERMATA SARI D24104008
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 21 April 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Komang G. Wiryawan NIP. 131 671 601
Ir. Syahriani Syahrir, M.Si. NIP. 131 902 623
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr NIP. 131 955 31
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juli 1987 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Ngadiono dan Betty Jel Begia. Pendidikan penulis dimulai dari memasuki pendidikan Taman Kanak-kanak Cupu Wirada pada tahun 1991, kemudian melanjutkan ke jenjang sekolah dasar di SD Negeri Curug II Depok hingga tahun 1998, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTP Negeri 7 Depok dan pendidikan lanjutan menegah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMA Negeri 1 Tilatang Kamang Bukittinggi. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) periode 2004-2005 pada biro kewirausahaan, 2005-2006 pada biro khusus magang, dan 2006-2007 pada departemen nutrisi dan teknologi pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, pernah mengikuti program magang di Taman Margasatwa Ragunan dan menjadi mahasiswa berprestasi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan 2006/2007 dan 2007/2008.
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, ridho, dan karunia-Nya. Bersama dengan itu juga salawat serta salam selalu terucap kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, keluarga serta sahabatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Efektivitas Substitusi Konsentrat dengan Daun Murbei pada Pakan Berbasis Jerami Padi Secara In Vitro”. Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis pada bulan Juli sampai Oktober 2007 di Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengkaji secara in vitro kemampuan daun murbei mensubstitusi konsentrat pakan ternak ruminansia, serta menguji efektivitas ekstrak daun murbei untuk meningkatkan fermentabilitas pakan sumber serat dalam sistem rumen. Penyusunan skripsi ini berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan penulis di Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor dari bulan Juli – Oktober 2007. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya
Bogor, April 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN ......................................................................................................
ii
ABSTRACT .........................................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP ..............................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................
xii
PENDAHULUAN ................................................................................................
1
Latar Belakang .......................................................................................... Tujuan .......................................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................
3
Murbei (Morus sp.) ................................................................................... 1-Deoxynojirimycin .................................................................................. Jerami Padi ................................................................................................ Pencernaan Zat Makanan di dalam Rumen .............................................. Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik .......................................... Produksi Volatile Fatty Acids (VFA) ........................................................ Konsentrasi Amonia (N-NH 3 ) ................................................................... Produksi Gas .............................................................................................
3 5 6 7 8 9 10
METODE .............................................................................................................
12
Lokasi dan Waktu ..................................................................................... Materi ........................................................................................................ Metode ...................................................................................................... Uji Fermentabilitas pakan secara in vitro .................................................. Ekstraksi Daun Murbei .............................................................................. Analisa Proksimat ..................................................................................... Peubah yang Diamati ................................................................................ Rancangan Percobaan ...............................................................................
12 12 13 13 16 16 20 20
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................
22
Kandungan Nutrisi Daun murbei .............................................................. Percobaan Tahap I ..................................................................................... Penggunaan Tepung Daun Murbei sebagai Substitusi Konsentrat pada Pakan Berbasis Jerami Padi ……………………………………….. Pengukuran pH .............................................................................
22 22
10
22 23
Produksi VFA Total ..................................................................... Konsentrasi N-NH 3 ....................................................................... Produksi Gas ................................................................................. Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik ............................. Percobaan Tahap II ................................................................................... Penggunaan Tepung dan Ekstrak Daun Murbei pada Pakan Berbasis Jerami Padi ................................................................................. Pengukuran pH ............................................................................. Produksi VFA Total ..................................................................... Konsentrasi N-NH 3 ....................................................................... Produksi Gas ................................................................................. Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik ...……..................
24 25 27 28 29 29 30 30 31 32 33
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................
36
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................
37
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
38
LAMPIRAN .........................................................................................................
42
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Komposisi Kimia Lima Jenis Daun Murbei ........................................................
4
2. Perbandingan Komposisi Nutrisi Daun Murbei Muda dan Tua ..........................
5
3. Komposisi Nutrien Jerami Padi ..........................................................................
7
4. Susunan Bahan baku Konsentrat .........................................................................
12
5. Komposisi Nutrien Tepung dan Ekstrak Daun Murbei Perlakuan ......................
22
6. Pengaruh Perlakuan Terhadap Peubah yang Diamati pada Penggunaan Tepung Daun Murbei sebagai Substitusi Konsentrat pada Pakan Berbasis Jerami Padi ...........................................................................................................
23
7. Pengaruh Perlakuan Terhadap Peubah yang Diamati pada Penambahan Tepung dan Ekstrak Daun Murbei pada Pakan Berbasis Jerami Padi ...............
29
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Murbei (Morus sp.) ........................................................................................
3
2. Struktur Bangun 1-Deoxynojirimycin ............................................................
6
3. Konsentrasi VFA pada Perlakuan Penggunaan Tepung Daun Murbei sebagai Substitusi Konsentrat pada Pakan Berbasis Jerami Padi ...................
24
4. Grafik Data Hasil N-NH 3 pada Perlakuan Penggunaan Tepung Daun Murbei sebagai Substitusi Konsentrat pada Pakan Berbasis Jerami Padi.......
26
5. Laju Produksi Gas pada Perlakuan Penggunaan Tepung Daun Murbei sebagai Substitusi Konsentrat pada Pakan Berbasis Jerami Padi dengan Masa Inkubasi selama 48 jam …………………………...…….
27
6. Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik pada Perlakuan Penggunaan Tepung Daun Murbei sebagai Substitusi Konsentrat pada Pakan Berbasis Jerami Padi. ..........................…………........................
28
7. Grafik Data Hasil VFA pada Perlakuan pada Perlakuan Tepung dan Ekstrak Daun Murbei pada Pakan Berbasis Jerami Padi ...............................
30
8. Grafik Data Hasil N-NH 3 pada Perlakuan Tepung dan Ekstrak Daun Murbei pada Pakan Berbasis Jerami Padi .....................................................
32
9. Laju Produksi Gas pada Perlakuan Tepung dan Ekstrak Daun Murbei pada Pakan Berbasis Jerami Padi dengan Masa Inkubasi Selama 48 jam .........………………………………………………………………....
33
10. Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik pada Perlakuan Tepung dan Ekstrak Daun Murbei pada Pakan Berbasis Jerami Padi .........................
34
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Komposisi Pembuatan Larutan Buffer ..........................................................
42
2. Tanaman Murbei untuk Sutera Alam Lima Tahun Terakhir .........................
43
3. Hasil Anova dan Uji Lanjut Percobaan Tahap I ............................................
44
4. Hasil Anova dan Uji Lanjut Percobaan Tahap II ..........................................
46
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan usaha bidang peternakan tidak dapat lepas dari ketersediaan pakan ternak yang berkualitas dan dalam jumlah yang memadai. Pakan merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam manajemen dan pembangunan peternakan karena mengambil bagian terbesar (70%) dari total biaya produksi. Pakan juga merupakan komponen terpenting untuk menunjang budidaya ternak karena berimbas pada peningkatan bobot badan ternak dan performa ternak yang diinginkan. Peningkatan populasi, produksi daging, susu dan telur sebagai hasil ternak pun sangat tergantung dari penyediaan pakan yang baik dan berkualitas. Pakan adalah salah satu sendi penting proses perbaikan populasi dan produktivitas ternak, dan pemanfaatan limbah pertanian secara optimal sebagai bahan pakan adalah pilihan strategis dan bijak. Limbah pertanian khususnya jerami padi memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Indonesia karena ketersediaannya cukup berlimpah, berkesinambungan, dan dapat menggantikan rumput lapang. Namun, ada beberapa faktor pembatas pemanfaatan limbah pertanian khususnya jerami padi sebagai pakan yaitu rendahnya kandungan nutrien esensial seperti protein, energi, mineral dan vitamin. Karbohidrat struktural yang mendominasi komposisi nutrien jerami padi juga mengakibatkan kecernaannya rendah. Karena itu, pemanfaatan jerami padi dalam ransum harus diimbangi dengan upaya peningkatan fermentabilitasnya dalam sistem rumen. Salah satu cara peningkatan fermentabilitas bahan pakan dilakukan dengan menyediakan karbohidrat non-struktural=readily available carbohydrates (RAC) secara seimbang dan berkesinambungan dalam sistem rumen dengan bantuan senyawa yang dapat bertindak sebagai agen lepas lambat RAC. Salah satu senyawa aktif yang diketahui dapat menjadi agen lepas lambat RAC adalah senyawa 1-deoxynojirimycin (DNJ). Senyawa ini ditemukan terdapat pada tanaman murbei sebanyak 0,24% (Oku et.al., 2004). Oleh karena itu, tanaman murbei berpotensi menjadi agen lepas lambat RAC dalam sistem rumen. Disamping itu, tanaman murbei mempunyai potensi sebagai pengganti konsentrat
1
karena daun murbei memiliki kandungan protein kasar yang tinggi sebanyak 20,15% (Samsijah, 1992), potensi produksi yang baik, kandungan nutrien yang lengkap, dan daya adaptasi tumbuh yang baik pada berbagai kondisi. Diperkirakan penggantian konsentrat dengan daun murbei dapat meningkatkan efisiensi produksi dan efisiensi ekonomi, serta menjadi alternatif pakan komplit yang
murah,
berkualitas,
mudah
disediakan
dan
dapat
meningkatkan
produktivitas ternak.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji secara in vitro kemampuan tepung daun murbei mensubstitusi konsentrat pakan ternak ruminansia, serta menguji efektivitas ekstrak daun murbei untuk meningkatkan fermentabilitas pakan sumber serat dalam sistem rumen.
2
TINJAUAN PUSTAKA Murbei (Morus sp.) Murbei termasuk genus Morus dari family Moraceae. Berdasarkan morfologi bunga genus Morus dipilah-pilah menjadi 24 jenis yang kemudian ditambah dengan lima jenis lagi. Murbei pada dasarnya mempunyai bunga kelamin
tunggal,
meskipun
kadang-kadang
juga
berkelamin
rangkap
(Atmosoedarjo et al., 2000). Menurut Sunanto (1997) murbei berasal dari Cina yang mempunyai klasifikasi sebagai berikut : Divisio
: Spermatophyta
Sub-divisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Urticalis
Famili
: Moreceae
Genus
: Morus
Species
: Morus sp.
Gambar 1. Murbei (Morus sp.)
Tanaman murbei berbentuk semak (perdu) yang tingginya mencapai 5-6 m, dapat juga berbentuk pohon yang tingginya dapat mencapai 20-25 m. Curah hujan yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman murbei antara 635-2500 mm per tahun dengan suhu optimal antara 24-28 0C, tetapi umumnya tanaman murbei masih dapat tumbuh dengan suhu minimum 13 0C dan suhu maksimum 38 0C dengan kelembaban udara 65-80% (De Almeida dan Fonseca, 2000). Adaptasi tumbuh tanaman murbei relatif baik, karena tanaman ini dapat tumbuh pada lokasi dengan variasi suhu, pH tanah, dan ketinggian dari permukaan laut yang sangat besar. Oleh karena itu, tanaman ini mudah dikembangkan untuk kebutuhan lain, seperti sebagai sumber pakan ternak. Tanaman murbei juga sangat baik digunakan untuk mencegah erosi (Datta et. al., 2000). Atmosoedarjo et al. (2000) dan Katsumata (1972) menjelaskan bahwa di Indonesia dikenal beberapa spesies murbei yang potensial untuk pakan ulat sutera atau sumber bahan baku pakan ayam, antara lain Morus alba, Morus nigra, Morus multicaulis, Morus australis, Morus cathayana, Morus mierovra, Morus alba var. macrophylla, dan Morus bombycis. Komposisi kimia dari
3
beberapa jenis daun murbei dapat dilihat pada Tabel 1. Diantara semua jenis tersebut Morus alba merupakan jenis murbei yang banyak digunakan karena kandungan nutrisinya yang baik. Daun murbei memiliki palatabilitas yang cukup tinggi, dapat digunakan sebagai pakan hewan herbivora dan monogastrik serta bahan obat-obatan, selain itu daun murbei tidak teridentifikasi adanya kandungan senyawa antinutrisi. Tabel 1. Komposisi Kimia Lima Jenis Daun Murbei Komposisi Kimia
Jenis Murbei Morus
Morus
Morus
Morus
Morus
alba
nigra
multicaulis
cathayana
australis
% BK
13,18*
13,01*
-
-
11,21*
Air
84,28**
83,17**
77,11**
79,55
83,89**
Protein Kasar
20,15
20,06
15,51
18,53
19,44
Serat Kasar
13,27
16,19
12,55
12,89
12,82
Lemak Kasar
3,62
3,63
3,64
3,69
4,10
Abu
10,58
10,77
10,97
14,84
10,63
Keterangan * = % BK ** = % Berat basah Sumber : Samsijah (1992)
Potensi produksi daun murbei dapat mencapai 10,5-13,5 ton BK/ha/tahun (Datta et. al., 2000). Potensi produksi tersebut lebih tinggi dibanding dengan leguminosa lain seperti gamal (Gliricidia sepium) dengan potensi produksi sebesar 7-9 ton BK/ha/tahun (Horne et al., 1994) dan lamtoro mini (Desmanthus virgatus) dengan potensi produksi sebesar 7-8 ton BK/ha/tahun (Suyadi et al., 1989). Luas areal tanaman murbei di Indonesia pada tahun 2004 mencapai 9.492,45 Ha (Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, 2005). Luasan tersebut dapat memproduksi daun murbei sebanyak 128.148,1 ton BK/tahun. Meskipun produksi daun murbei cukup tinggi, fokus pemanfaatan tanaman ini hanya untuk pakan ulat sutra. Data produksi daun murbei seluruh Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 2. Kandungan protein kasar daun murbei sebesar 20,4% merupakan salah satu indikator kualitas daun murbei yang baik. Pada daun murbei juga teridentifikasi adanya kandungan asam askorbat, karoten, vitamin B1, asam folat,
4
provitamin D, mineral Mg, P, K, Ca, Al, Fe dan Si. Protein daun murbei meliputi globulin, prolamin, dan albumin, sedangkan asam-asam aminonya meliputi methionin, alanin, valin, leusin, isoleusin, lisin, asam aspartat, glisin, arginin, asam glutamat, fenilalanin, prolin, oksiprolin, tirosin, histidin, sistin serta GABA (gamma-aminobutyric acid) (Machii et al. 2000). GABA mempunyai fungsi sebagai agen untuk menurunkan tekanan darah pada manusia dan transmisi impuls saraf (Machii, 2000). Ekastuti (1996) menyatakan bahwa kandungan mineral dan kalsium antara Morus alba, Morus cathayana, dan Morus multicaulis tidak jauh berbeda seperti yang terlihat pada Tabel 2. Umumnya kandungan kalsium daun muda lebih rendah daripada daun tua, sedangkan kandungan pospor daun muda relatif lebih besar daripada daun tua. Kandungan asam amino pada daun tua dan muda mirip dengan jumlah glutamat, aspartat, leusin, dan tronin terbanyak. Tabel 2. Perbandingan Komposisi Nutrisi Daun Murbei Muda dan Tua per Persen Bahan Kering Jenis Daun
Kadar Air
PK
LK
SK
BETN
Abu
Energi
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(Kal/g)
• Daun muda
69,89
22,59
4,10
10,21
53,26
9,83
4522
• Daun tua
69,50
22,10
6,09
10,57
46,81
14,43
4241
• Daun muda
73,69
19,09
3,71
8,45
59,53
9,22
4408
• Daun tua
70,78
16,39
5,46
16,80
47,61
14,08
4248
• Daun muda
74,64
21,99
3,70
12,56
51,85
9,9
4519
• Daun tua
75,13
19,66
5,09
16,86
44,32
14,05
3541
Morus alba
Morus cathayana
Morus multicaulis
Ket
: PK = Protein Kasar, LK = Lemak Kasar, SK =Serat Kasar, BETN = Bahan Ekstrak Tanpa N Sumber : Ekastuti (1996)
1-Deoxynojirimycins Pertama kali deoxynojirimycins diisolasi dari akar tanaman murbei pada tahun 1976 dan diberi nama moroline. Senyawa ini ditemukan terdapat pada tanaman murbei sebanyak 0,24% (Oku et.al., 2006) dan DNJ diketahui dapat
5
menekan kadar glukosa darah, sehingga dapat mencegah diabetes (Kimura et al., 2004). Senyawa deoxynojirimycins (DNJ) merupakan kumpulan stereokimia dari
monosakarida
yang
memiliki
potensi
menghambat
ceramid
glukosyltransferase dan (α, β) glukosidase secara spesifik. Sebagai contoh, Nbutyl DNJ digunakan untuk mengurangi sintesa substrat glikolipid (Mellor et al., 2002). Penghambatan kerja enzim α-glukosidase dengan N-butyl DNJ, menyebabkan tidak terjadi interaksi glikoprotein dengan retikulum endoplasmik dan pembentukan glikoprotein antara. Menurut Oku et al. (2006) derivat DNJ berupa D-glukosa mampu menghambat α-glukosidase usus dan α-glukosidase pankreas, sehingga DNJ dapat menghambat pembentukan oligosakarida. Komponen penghambat tersebut tersebar juga dalam daun dan akar murbei. Struktur bangun senyawa 1-DNJ dapat dilihat pada Gambar 2.
CH2OH
NH
OH
OH
OH
Gambar 2. Struktur Bangun 1-Deoxynojirimycin Daun murbei (Morus alba, L) telah digunakan sebagai obat tradisional, sebagai anti penyakit diabetes dan anti hyperglycemic. Komponen daun murbei seperti DNJ, α-arylbenzofuran alkaloid mampu menghambat aktivitas αglukosidase dalam usus kecil dan juga mencegah hidrolisis disakarida (Yatsunami et al., 2003).
Jerami Padi Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang sangat potensial sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia. Menurut Biro Pusat Statistik (2001), luas areal tanaman padi di Indonesia pada tahun 2000 diperkirakan mencapai 11.413.784 hektar dengan produksi padi sebanyak
6
50.080.787 ton dan luas areal tanaman terbesar adalah di Pulau Jawa yaitu 5.659.751 hektar. Hal ini dapat menghasilkan produk ikutan berupa jerami padi dengan asumsi rasio 1:1 sampai 1:5 sebanyak 50.080.787-250.403.935 ton setiap tahunnya. Penggunaan jerami padi sebagai pakan ternak ruminansia telah umum dilakukan di daerah tropik dan subtropik terutama sebagai makanan ternak pada musim kemarau. Menurut Sutardi (1980), jerami padi sebagai makanan ternak masih terbatas pemanfaatannya karena hanya berperan sebagai bulk serta menggantikan tidak lebih dari 25% kebutuhan ternak akan rumput. Jerami padi mempunyai nilai nutrisi yang rendah karena daya cernanya hanya 20,97% untuk nilai kecernaan bahan kering (KCBK) dan 20,1% untuk kecernaan bahan organik (KCBO) (Selly, 1994). Rendahnya kecernaan bahan kering jerami padi disebabkan oleh tingginya kadar serat kasar seperti terlihat pada Tabel 3. Selain itu, jerami padi juga mengandung silika yang tinggi dimana terikat dengan gugus organik. Pertambahan satu persen silika dalam pakan hijauan dapat menurunkan KCBO sebanyak satu persen dan KCBK sebanyak empat persen (Cherney, 2000). Tabel 3. Komposisi Nutrien Jerami Padi Komponen
Selly (1994)
Doyle et al. (1986)
Laconi (1992)
Baham kering (%)
89,41
100
100
Bahan organik (%)
78,96
-
78,27
-
11-25
21,73
7,72
1,7-8,6
6,63
-
28,79
30,80
3,53
4-8
3,53
Hemiselulosa (%)
-
13-29
-
Selulosa (%)
-
35-49
-
18,32
5-23
18,32
Abu (%) Protein kasar (%) Serat kasar (%) Lignin (%)
Silika (%)
Pencernaan Zat Makanan di dalam Rumen Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, domba, kambing, unta, dan illama dapat memanfaatkan hijauan dalam jumlah banyak secara baik. Hal ini dikarenakan ternak ruminansia memiliki saluran pencernaan yang kompleks yang
7
mampu mencerna hijauan (Williamson dan Payne, 1993). Ruminansia mempunyai lambung-lambung yang besar, yaitu abomasum dan lambung muka yang membesar membentuk tiga ruangan antara lain rumen, retikulum, dan omasum (Arora, 1995). Rumen merupakan bagian terbesar pada saluran pencernaan ruminansia. Didalam rumen dan retikulum terdapat mikroba dan merupakan alat pencernaan fermentatif dengan kondisi anaerob, suhu 39 0C, dan pH 6-7 (Sutardi, 1977). Bakteri merupakan penghuni terbesar dalam rumen yang kepadatannya mencapai 1010-1012/ml cairan rumen, dan diikuti protozoa dengan kepadatan 105-106/ml cairan rumen (Ogimoto dan Imai, 1985). Pencernaan yang terjadi adalah pencernaan fermentatif yang merupakan perubahan senyawa-senyawa tertentu menjadi senyawa lain yang sama sekali berbeda dengan molekul zat makanan asalnya. Adanya bakteri dan protozoa yang hidup dalam rumen menyebabkan ruminansia dapat mencerna serat kasar tinggi dan Non-Protein Nitrogen (NPN). Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mendukung kelangsungan proses fermentasi pakan dalam rumen antara lain kondisi rumen mendekati anaerob, pH diusahakan 6,6-7,0 dengan saliva sebagai larutan penyangga, kontraksi rumen menambah kontak antara enzim dengan makanan, laju pengosongan rumen yang diatur agar selalu terisi walaupun ternak menderita lapar dalam waktu yang lama, serta suhu rumen yang konstan (Sutardi, 1977).
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa kecernaan suatu pakan sangat tepat didefinisikan sebagai bagian dari pakan yang tidak dieksresikan di dalam feses dan oleh karena itu diasumsikan bagian tersebut diserap oleh hewan. Kecernaan dapat diukur dengan teknik fermentasi in vitro dan biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase bahan kering (Perry et al., 2003). Kecernaan pakan pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh spesies hewan, bentuk fisik makanan, variasi antar individu, jumlah makanan yang diberikan, komposisi bahan makanan, kemampuan ransum yang dapat digunakan oleh mikroba, dan suhu lingkungan (Ensminger dan Olentine, 1979). Disamping itu, McDonald et
8
al. (2002) menambahkan beberapa faktor lain yang mempengaruhi kecernaan pakan khususnya hijauan diantaranya bagian total pakan yang dapat larut, tingkat lignifikasi, kadar protein ransum dan komposisi bahan kimia pakan. Bahan pakan yang mengandung serat kasar tinggi akan menurunkan nilai kecernaan zat-zat makanan lainnya karena untuk mencerna serat kasar diperlukan banyak energi. Derajat keasaman cairan rumen merupakan faktor yang penting dalam pemanfatan bahan organik oleh hewan ruminansia. Faktor struktur makanan, ruminasi, produk saliva, dan pH optimum mempengaruhi degradasi makanan di dalam saluran pencernaan. Konsentrasi amonia di dalam cairan rumen turut menentukan sintesa protein mikroba yang pada gilirannya akan mempengaruhi hasil fermentasi bahan organik pakan.
Produksi Volatile Fatty Acids (VFA) Volatile Fatty Acid (VFA) yang biasa disebut asam lemak terbang merupakan salah satu produk fermentasi karbohidrat di dalam rumen yang menjadi sumber energi utama bagi ternak ruminansia. Konsentrasi VFA pada cairan rumen dapat digunakan sebagai salah satu tolok ukur fermentabilitas pakan dan sangat erat kaitannya dengan aktifitas mikroba rumen (Parakkasi, 1999). Lebih kurang 60-75% dari ransum yang diberikan pada ternak terdiri dari karbohidrat. Karbohidrat yang masuk ke dalam rumen akan dihidrolisa menjadi monosakarida, terutama glukosa dengan bantuan enzim-enzim yang dihasilkan oleh mikroba rumen. Kemudian glukosa tersebut akan difermentasi menjadi VFA berupa asetat, propionat, dan butirat serta CH4 dan CO2. VFA ini penting untuk pertumbuhan mikroorganisme yang membantu mencerna serat kasar dalam rumen serta sebagai sumber kerangka karbon bagi pembentukan protein mikroba (Sutardi et al., 1983). Produksi VFA total yang dihasilkan dalam rumen sangat bervariasi tergantung pada ransum yang dikonsumsi dan lama waktu setelah makan yaitu antara 70-150 mM (McDonald et al., 2002). Kadar VFA yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan optimal rumen adalah 80-160 mM (Sutardi, 1979).
9
Konsentrasi Amonia (N-NH3) N-NH3 merupakan hasil perombakan protein menjadi peptida dan asam amino oleh mikroba rumen dan hidrolisis urea (Perry et al., 2003). Menurut Sutardi (1980), NH3 sangat penting dalam proses pencernaan ternak ruminansia karena NH3 merupakan sumber nitrogen untuk pembentukan protein sel dari mikroba rumen. Sebagian besar mikroba rumen (82%) menggunakan NH3 untuk prolifikasi diri, terutama dalam proses sintesis tubuhnya. Untuk menjamin ketersediaan
NH3,
mikroba
rumen
cenderung
merombak
protein
dan
menghasilkan NH3, CO2, dan asam lemak terbang (VFA). Pengukuran konsentrasi NH3 secara in-vitro dapat digunakan untuk mengestimasi degradasi protein dan penggunaannya oleh mikroba. Faktor utama yang mempengaruhi konsentrasi NH3 adalah ketersediaan karbohidrat dalam ransum sebagai sumber energi untuk pembentukan protein mikroba. Agar NH3 dapat dimanfaatkan oleh mikroba, penggunaanya perlu disertai sumber energi yang mudah difermentasi seperti tetes, pati, glukosa, fruktosa, dan sukrosa (Sutardi, 1977). Adanya karbohidrat yang mudah dicerna memungkinkan mikroba mendapatkan energi yang lebih banyak untuk membentuk protein tubuh. Menurut Ørskov (1982), produksi NH3 tergantung pada kelarutan protein ransum, jumlah protein ransum, lamanya makanan di dalam rumen, dan pH rumen. Konsentrasi NH3 yang optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba dalam cairan rumen sangat bervariasi, berkisar antara 85-300 mg/l atau 6-21 mM (McDonald et al., 2002).
Produksi Gas Teknik pengukuran produksi gas bertujuan untuk mengukur kecepatan produksi gas hasil fermentasi yang dapat digunakan untuk memprediksi kecepatan degradasi bahan pakan, dimana diasumsikan bahwa jumlah gas yang diproduksi mencerminkan jumlah bahan pakan yang telah terdegradasi (Lopez et al., 2000). Disamping itu Liu et al. (2002) menambahkan pengukuran produksi gas dapat menjadi sebuah indikator yang baik dari produksi VFA, namun tidak selalu memberikan hubungan yang positif terhadap produksi biomassa mikroba.
10
Proses pencernaan karbohidrat oleh ruminansia melalui tahap fermentasi oleh mikroba di dalam rumen. Hasil fermentasi di dalam rumen menghasilkan gas yang keadaannya dalam kesetimbangan dengan keberadaan asam asetat, propionat, butirat, CO2, dan CH4. Adanya kesetimbangan produksi gas memungkinkan pendugaan produksi gas dari proses fermentasi pakan dalam rumen. Hasil pada metode ini diperoleh berdasarkan produksi CO2 dan CH4 yang berasal dari proses fermentasi pakan dalam cairan rumen. Pakan yang berbeda akan menunjukan jumlah produksi gas yang berbeda pada selang waktu fermentasi yang sama (Shofield, 2000). Bahan pakan tercerna akan diubah oleh mikroba rumen menjadi VFA dan protein mikroba dengan meningkatnya pertumbuhan sehingga peningkatan bahan pakan terdegradasi akan meningkatkan produksi gas. Hasil samping fermentasi bahan tercerna adalah CO2 dan CH4 yang berupa gas. Pada teknik produksi gas, CO2 akan dilepaskan dari buffer bikarbonat setiap dihasilkan VFA sehingga peningkatan bahan pakan terdegradasi akan meningkatkan gas yang dilepaskan (Kurniawati, 2007).
11
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor dari bulan Juli – Oktober 2007.
Materi Bahan Bahan yang digunakan sebagai perlakuan berupa ransum yang terdiri atas jerami padi, konsentrat, tepung daun murbei, dan ekstrak daun murbei. Konsentrat disusun dengan kandungan protein kasar sebesar 18,43% (sama dengan kandungan protein tepung daun murbei yang akan digunakan dalam perlakuan), TDN sebesar 72% dan kandungan Ca dan P berturut-turut sebesar 1,438% dan 0,822%.
Tabel 4. Susunan Bahan baku Konsentrat Bahan
Jumlah (%)
Jagung Kuning
17,5
Bungkil Kelapa
53
Dedak Padi Urea
26,5 2
Garam
0,5
Cattle mix
0,5
Total
100%
Bahan kimia yang digunakan untuk analisis NH3, VFA, produksi gas, serta degradasi bahan kering dan organik dalam penelitian ini adalah larutan buffer yang merupakan campuran dari larutan mineral mikro (CaCl2.2H2O, MnCl2.4H2O, CoCl2.6H2O, dan FeCl2.6H2O), larutan penyangga rumen (NH4HCO3 dan NaHCO3), larutan mineral makro (Na2HPO4, KH2PO4, dan MgSO4.7H2O), larutan Rezasurin 0,1% (w/v), larutan pereduksi (NaOH 1 N, Na2S.9H2O) dan trypticase. Kemudian ethanol 50%, gas CO2, sodium
12
nitroferricianida,
phenol,
sodium
hidroksida,
Na2HPO4.7H2O,
Baycline,
amonium sulfat, larutan H2SO4 15%, larutan NaOH 0,5%, larutan HCl 0,5 N dan aquadest. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah antara lain: tabung fermentor, shaker water bath, pipet, bulp, pompa, ember, saringan, evaporator, freezer, termometer, timbangan digital, hot plate, mikroburet, tabung destilasi, magnetik stirer, tabung gas, pH meter, pompa vakum, oven 105 0C, tanur, panci presto, sentrifuse, cawan porselen, eksikator, timbangan, tissue, kain kasa, labu Erlenmeyer, labu ukur, botol gelas gelap, botol polyethylene gelap, sarung tangan dan termos untuk pengambilan cairan rumen.
Metode Uji Fermentabilitas Pakan Secara in vitro Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan tepung daun murbei mensubstitusi konsentrat, serta efektivitas ekstrak daun murbei untuk meningkatkan fermentabilitas pakan sumber serat dalam sistem rumen. Aktifitas fermentasi diukur dari kadar NH3, produksi VFA total, pH, dan produksi gas yang dihasilkan. Pencernaan Fermentatif (Anaerob) Satu gram sampel yang telah digiling dimasukkan ke dalam tabung fermentor polypropilene yang berkapasitas 120 ml. Selanjutnya ditambahkan 50 ml campuran cairan rumen dan larutan buffer yang memiliki kisaran pH 6,5 – 6,8 (komposisi larutan buffer dapat dilihat pada Lampiran 1.) dengan perbandingan 1:4 ke dalam tabung yang berisi sampel. Sebelum ditutup dengan sumbat karet berventilasi, dialirkan gas CO2 ke dalam tabung fermentor selama 30 detik kemudian diinkubasi dalam penangas air yang bergoyang (shaker waterbath) pada suhu 39 0C dan difermentasikan selama 4 jam untuk menganalisis NH3 dan VFA dan 48 jam untuk analisa kecernaan (fermentasi dihentikan dengan cara meletakkan cairan hasil fermentasi ke dalam freezer). Setelah 4 jam dan 48 jam, sumbat karet tabung fermentor
13
dibuka, selanjutnya tabung fermentor tersebut disentrifuse pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Setelah disentrifuse supernatannya ditampung dalam botol film untuk dianalisa NH3 dan VFA, sedangkan untuk analisis kecernaan, supernatan dibuang dan endapannya diambil untuk dianalisis. Setelah endapan diperoleh, campuran tersebut disaring dengan kertas saring Whatman no.41 menggunakan pipa vakum untuk mendapatkan residunya. Hasil residu tersebut dimasukkan ke dalam cawan porselen untuk diuapkan kandungan air menggunakan oven suhu 105 0C selama 24 jam sehingga diperoleh bahan kering. Setelah 24 jam, bahan dalam cawan porselen dimasukan ke dalam tanur pada suhu 600 0C selama 3 jam untuk diperoleh bahan organiknya. Sebagai blanko, dipakai residu asal fermentasi tanpa bahan makanan, sedangkan bahan asal adalah bahan pakan percobaan yang diberikan perlakuan sama, tetapi tidak difermentasikan. Bahan ditimbang sebanyak satu gram kemudian langsung dimasukkan ke dalam oven dan tanur (Close dan Menke, 1986). Koefisien degradasi bahan kering dan organik dihitung sebagai berikut : Persentase Kecernaan BK = BK asal – (BK residu – BK blanko) x 100% BK asal Persentase Kecernaan BO = BO asal – (BO residu – BO blanko) x 100% BO asal Pengukuran Produksi Gas Pengukuran produksi gas dilakukan dengan cara memasukkan 0,2 gram sampel ke dalam spoite 50 ml, kemudian tambahkan 30 ml cairan rumen yang telah dicampur dengan larutan buffer dengan perbandingan 1:2. Pengamatan dilakukan setiap 2 jam, 4 jam, 8 jam, 12 jam, 24 jam dan 48 jam dengan mencatat volume gas yang terbentuk selama proses fermentasi. Bila diperlukan dapat dilakukan pengosongan ruang udara kembali (reflushing) (Close dan Menke, 1986).
Pengukuran Konsentrasi NH3 (Phenol Hypoclorite Assay) Pembuatan Reagen Phenol. Reagen Phenol dibuat dengan cara 5 gram sodium nitroferricianida dilarutkan dalam 0,5 liter aquades. Kemudian ditambahkan 11
14
ml (90% w/v) larutan phenol lalu diaduk perlahan dan ditambahkan aquades sampai volume larutan mencapai 1 liter dan diletakkan dalam botol gelas gelap. Pembuatan Reagen Hypochlorite. Reagen Hypochlorite dibuat dengan cara 0,15 gram sodium hidroksida dalam 2 liter aquades kemudian ditambahkan 113,6 gram disodium pospat heptathidrat (Na2HPO4.7H2O) ke dalam larutan sambil diaduk dan dipanaskan. Setelah didinginkan, kemudian ditambahkan 150 ml pemutih komersial Baycline (5,25% Sodium hypochlorite) dan diaduk rata. Lalu ditambahkan aquades sampai volume larutan mencapai 3 liter dan larutan diletakkan dalam botol polyethylene yang terlindung dari cahaya. Pembuatan Standar Larutan Amonium. Pembuatan stok larutan Amonium 100 mM dengan cara melarutkan 0,6607 gram amonium sulfat ke dalam 100 ml HCl 1 N. Sebelum digunakan, amonium sulfat dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven 100 0C selama semalam. Kemudian untuk mendapatkan standar digunakan 1, 2, 4, 6 dan 8 mM yang dibuat dengan pengenceran larutan stok amonium yang telah dibuat sebelumnya. Pengukuran konsentrasi NH3. Hal ini dilakukan dengan menggunakan Phenol Hypochlorite assay yang dilakukan dengan cara 0,05 ml (50 μl) sampel atau larutan standar dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 2,5 ml reagen Phenol dan 2 ml reagen Hypochlorite diaduk merata. Setelah itu, tabung reaksi ditempatkan ke dalam penangas air dengan suhu 95 0C selama 5 menit
lalu
didinginkan.
Untuk
pembacaan
dilakukan
menggunakan
spektrofotometer pada λ = 630 nm. Penghitungan kadar amoniak yang terkandung dengan memasukan hasil pembacaan pada spektrofotometer ke dalam persamaan yang didapat dari pembacaan kurva standar larutan amonium. Pengukuran Konsentrasi VFA Konsentrasi VFA diukur menggunakan teknik destilasi uap (Steam destilation) (General Laboratory Prosedure, 1966). Lima mililiter supernatan (berasal dari tabung yang sama dengan supernatan untuk anlisa NH3) dimasukkan ke dalam tabung destilasi, kemudian ditambahkan satu ml H2SO4 15%. Dinding tabung dibilas dengan aquadest dan secepatnya ditutup dengan sumbat karet yang telah dihubungkan dengan pipa destilasi berdiameter ± 0,5
15
cm. Kemudian ujung pipa yang lain dihubungkan dengan alat pendingin Laibig. Tabung destilasi dimasukkan ke dalam labu didih yang telah berisi air mendidih tanpa menyentuh permukaan air tersebut. Hasil destilasi ditampung dengan labu erlenmeyer 500 ml yang telah diisi 5 ml NaOH 0,5 N. Proses destilasi selesai pada saat jumlah destilat yang ditampung mencapai 300 ml. Destilat yang tertampung ditambah indikator phenophtalein (PP) sebanyak 2-3 tetes, lalu dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai terjadi perubahan dari warna merah jambu menjadi tidak berwarna (bening). Konsentrasi VFA total diukur dengan rumus : VFA total = (a-b) x N HCl x 1000/5 ml Keterangan:
a : Volume titran blanko b : Volume titran sampel
Ekstraksi Daun Murbei Kebutuhan ekstrak Daun Murbei diperoleh dengan melakukan ekstraksi daun murbei yang mengikuti metode Oku et. al. (2006) sebagai berikut: 5 kg tepung daun murbei halus dimasukkan ke dalam ember berkapasitas 60 liter. Kemudian ditambahkan ethanol 50% sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai ethanol yang ditambahkan mencapai 25 liter. Ember lalu ditutup rapat dan didiamkan dalam suhu kamar selama 24 jam. Setiap jam dilakukan penggoyangan lima menit. Pada akhir masrasi dilakukan penyaringan berlapis. Supernatan disisihkan dan ampas dimasrasi ulang (masrasi II) dengan prosedur yang sama seperti masrasi I. Seluruh supernatan yang dihasilkan selanjutnya dimasukkan ke evaporator untuk menghilangkan pelarut ethanolnya. Hasil ekstraksi daun murbei siap digunakan atau disimpan didalam freezer.
Analisa Proksimat Kadar Air Terlebih dahulu botol timbang dikeringkan kira-kira 1 jam dalam alat pengering pada suhu 105 0C, sesudah itu didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang (x). Sejumlah contoh tertentu ditimbang dengan teliti kira-kira 5 gram sebagai (y) dan kemudian dimasukkan ke dalam botol timbang, lalu botol
16
timbang dan sampel yang berada didalamnya dimasukan dalam alat pengering selama 4-6 jam pada suhu 105 0C. Selanjutnya didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Pekerjaan ini diulangi sampai 3 kali sampai berat konstan (z). Penentuan kadar air dengan mempergunakan rumus sebagai berikut: Kadar air = ( x + y – z ) x 100% y Dengan demikian kadar bahan kering bahan juga dapat diketahui dengan mempergunakan rumus sebagai berikut: Bahan kering (BK) = (100 – Kadar air) % Kadar Abu Terlebih dahulu cawan porselen dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 0C selama beberapa jam. Kemudian didinginkan dengan memasukan cawan tersebut ke dalam eksikator dan ditimbang (x). Sejumlah contoh tertera dengan berat kira-kira 5 gram sebagai (y) dimasukkan ke dalam cawan porselen. Contoh tersebut dipijarkan di atas nyala api pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dimasukan ke dalam tanur listrik dengan suhu 400-600 0C. Sesudah abu menjadi buih seluruhnya diangkat dan didinginkan dengan cara memasukannya ke dalam eksikator. Setelah kira-kira 1 jam ditimbang kembali dengan berat (z). Penentuan kadar abu dengan mempergunakan rumus sebagai berikut : Kadar Abu = ( z – x ) x 100% y Dengan demikian kadar bahan organik dapat diketahui dengan cara sebagai berikut : Bahan Organik (BO) = {Bahan Kering (BK) – Abu} % Kadar Protein Kasar Prinsip yang digunakan adalah mengukur kadar nitrogen yang terdapat dalam contoh bahan dengan menggunakan metode makro Kjedahl yang terdiri dari tahap destruksi, tahap destilasi, dan tahap titrasi. Pada tahap destruksi pertama kali ditimbang contoh bahan dengan teliti kira-kira 0,1 gram (x), kemudian dimasukkan ke dalam labu destruksi dan
17
ditambahkan kira-kira 1 sendok kecil katalis campuran selen serta 5 ml H2SO4 pekat teknis secara homogen. Campuran tersebut dipanaskan dengan alat destruksi mula-mula pada posisi ”low” kira-kira 10 menit, kemudian pada posisi ”medium” selama 5 menit dan pada posisi ”high” sampai larutan menjadi jernih dan berwarna hijau kekuningan, proses ini berlangsung di dalam ruang asam. Setelah itu pada tahap destilasi, labu destruksi didinginkan dan larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu penyuling dan diencerkan dengan 300 ml air yang tidak mengandung N. Tambahkan beberapa butir batu didih dan larutan dijadikan basa dengan menambahkan kira-kira 100 ml NaOH 33%, kemudian labu penyuling dipasang dengan cepat diatas alat penyuling. Proses penyulingan ini diteruskan hingga semua R (residu) tertangkap oleh H2SO4 yang ada di dalam labu Erlenmeyer atau bila 2/3 dari cairan dalam labu penyuling telah menyerap. Selanjutnya pada tahap titrasi, labu Erlenmeyer yang berisi sulingan tadi diambil dan kelebihan H2SO4 dititrasi kembali dengan menggunakan larutan NaOH 0,3 N. Proses titrasi berhenti setelah terjadi perubahan warna dari biru kehijauan yang menandakan titik akhir titrasi. Volume NaOH dicatat sebagai z ml. Kemudian dibandingkan dengan titar blanko dalam y ml. Penentuan kadar protein kasar sebagai berikut : Protein Kasar = (y – z) x titar NaOH x 14 x 6,25 x 100% Berat sampel (x) Kadar Lemak Kasar Prinsip ekstraksi lemak dengan menggunakan pelarut organik. Metode ini dikenal dengan metode Sochlet. Pertama kali sebuah labu lemak dengan beberapa butir batu didih didalamnya, kemudian keringkan dalam oven pada suhu 105-110 0C selama 1 jam. Kemudian didinginkan dalam eksikator selama 1 jam dan ditimbang sebagai x gram. Selanjutnya timbanglah contoh kira-kira 1 gram atau a gram dengan catatan jumlah contoh juga tergantung dengan kadar lemak bahan. Contoh tersebut dimasukan ke dalam selongsong yang terbuat dari kertas saring dan ditutup dengan kapas yang bebas lemak. Selongsong tersebut kemudian dimasukan ke dalam alat FATEX-S dan ditambahkan larutan petroleum ether sebagai larutan pengekstrak. Suhu FATEX-S diatur pada suhu 60 0C selama 25
18
menit, lau dilakukanlah proses ekstraksi sampai alat berbunyi. Setelah itu turunkan larutan petroleum ether bersama lemak yang telah larut dan lakukan proses evaporasi dengan merubah suhu menjadi 105 0C sampai alat FATEX-S berbunyi. Proses ini dilakukan sebanyak dua kali proses ekstraksi dan evaporasi. Selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam alat pengering oven dengan suhu 105 0
C selama kira-kira 1 jam. Setelah itu didinginkan di dalam eksikator selama 1
jam dan ditimbang kembali dengan berat b gram. Penentuan kadar lemak kasar sebagai berikut : Kadar lemak kasar = ( b – a ) x 100% x Kadar Serat Kasar Prinsip yang digunakan untuk menganalisa kadar serat kasar adalah semua organik yang tidak dapat larut dalam H2SO4 0,3 N dan NaOH 1,5 N yang berturut-turut dimasak selama 30 menit. Pertama contoh ditimbang kira-kira 1 gram (x) dan dimasukan ke dalam gelas piala 500 ml. Setelah itu tambahkan 60 ml H2SO4 0,3 N dan dimasak hingga mendidih selama 30 menit. Kemudian ditambahkan juga 25 ml NaOH 1,5 N dan didihkan kembali selama 30 menit kedua. Waktu pendidihan harus diperhatikan agar api tidak terlalu besar dan cairan tidak meluap dan tumpah. Selanjutnya timbanglah kertas saring (a) gram dan saringlah cairan tersebut menggunakan kertas saring yang telah ditimbang sebelumnya. Penyaringan menggunakan corong Buncher dan proses penyaringan berturut-turut dicuci dengan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0,3 N, 50 ml air panas, dan terakhir menggunakan 25 ml aceton. Setelah itu kertas saring dan isinya dimasukan kedalam cawan porselen dan dikeringkan didalam oven pada suhu 105 0C. Kemudian dinginkan dalam eksikator selama 1 jam dan timbanglah sebagai (y) gram. Selanjutnya dipijarkan di dalam tanur sampai menjadi putih dan dinginkan kembali serta timbanglah sebagai (z) gram. Penentuan kadar serat kasar menggunakan rumus sebagai berikut : Kadar Serat Kasar = (y – z – a) x 100% x
19
Peubah yang Diamati Peubah yang diamati terdiri atas pH, N-NH3, VFA, produksi gas, fermentasi bahan kering, dan fermentasi bahan organik (Close and Menke, 1986). Waktu inkubasi dari tiap perlakuan untuk pengukuran pH, N-NH3 dan VFA diukur pada 4 jam, untuk pengukuran fermentasi bahan kering dan fermentasi bahan organik diukur pada 48 jam, sedangkan untuk pengukuran produksi gas diukur pada 2 jam, 4 jam, 8 jam, 12 jam, 24 jam, dan 48 jam.
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok dengan pengambilan cairan rumen sebagai kelompok. Percobaan akan dilakukan dalam dua tahap. Tahap I dilakukan percobaan untuk mengkaji kemampuan tepung daun murbei mensubstitusi konsentrat pakan ternak ruminansia dengan 5 perlakuan 4 kali ulangan yang dilakukan secara duplo, dan pada tahap II disusun untuk mengkaji efektivitas ekstrak daun murbei untuk meningkatkan fermentabilitas dalam sistem rumen dengan 3 perlakuan 4 kali ulangan yang dilakukan secara duplo. Susunan perlakuan substitusi konsentrat dengan tepung daun murbei pada tahap I adalah sebagai berikut : P0 = 50% jerami padi + 50% konsentrat (kontrol) P1 = 50% jerami padi + 37,5 % konsentrat + 12,5 % tepung daun murbei P2 = 50% jerami padi + 25% konsentrat + 25 % tepung daun murbei P3 = 50% jerami padi + 12,5% konsentrat + 37,5% tepung daun murbei P4 = 50 % jerami padi + 50 % tepung daun murbei Perlakuan pada percobaan tahap II untuk mengkaji efektivitas ekstrak daun murbei dalam peningkatan fermentabilitas dalam sistem rumen, dengan susunan perlakuan sebagai berikut: Q0 = 50 % jerami padi + 50 % konsentrat (kontrol) Q1 = Perlakuan penggunaan tepung daun murbei (P1-P4) yang terbaik pada percobaan tahap I Q2 = Q0 + 0,5 ml ekstrak daun murbei dengan estimasi kandungan DNJ sebanyak 0,12%
20
Model matematik yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Yij = μ + ρi + αj + εij Keterangan : Yijk = Efek blok ke-i, perlakuan substitusi dengan murbei ke-j μ
= Rataan umum
ρi
= Efek kelompok (pengambilan cairan rumen) ulangan ke-i
αj
= Efek utama perlakuan substitusi dengan murbei ke-j
εij
= Error (gallat) kelompok ulangan ke-i dengan perlakuan substitusi murbei ke-j
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati maka dilakukan analisis ragam (ANOVA) dan untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan akan dilakukan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1993) dan untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan dilakukan uji duncan menggunakan paket software SPSS versi 12 (SPSS Inc., 2003).
21
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrisi Daun Murbei Daun murbei (Morus alba) mempunyai potensi sebagai substitusi konsentrat karena daun murbei memiliki kandungan protein kasar yang tinggi, potensi produksi yang baik, kandungan nutrien yang lengkap, serta daya adaptasi tumbuh pada berbagai kondisi. Hasil analisa proksimat dari daun murbei dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi Nutrien Tepung dan Ekstrak Daun Murbei Perlakuan Tepung (%BKa)
Nutrien
Ekstrak
Daun muda
Daun tua
%BK
(%BKb)
Kadar air
4,44
4,23
84,28*
84,76
Kadar abu
10,92
13,23
10,58
16,6
Serat kasar
10,52
11,14
13,27
-
Lemak kasar
2,89
3,86
3,62
4,66
Protein kasar
18,43
25,16
20,15
21,39
BETN
57,24
46,61
52,38
8,74
TDN**
86,93
74,84
86,47
-
b
Sumber: a) Hasil Analisis Proksimat Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB (2007) b) Samsijah (1992) Ket. : * = % Berat Basah ** = Berdasarkan perhitungan menurut rumus regresi McDowell et.al (1974)
Berdasarkan data yang ada dalam tabel, dapat dilihat bahwa kandungan protein kasar tepung daun murbei sebesar 18,43% untuk daun muda, 25,16% untuk daun tua, untuk ekstrak daun murbei sebanyak 21,39%. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan literatur dari Samsijah (1992) yang menyatakan bahwa kandungan protein kasar daun murbei sebesar 20,15%.
Percobaan Tahap I Penggunaan Tepung Daun Murbei sebagai Substitusi Konsentrat pada Pakan Berbasis Jerami Padi Teknik kecernaan in vitro memiliki keuntungan antara lain: cepat, murah dan prediksi tepat pada in vivo bila dilakukan langsung pada ternak ruminansia.
22
Dasar metode ini adalah menirukan proses yang terjadi di dalam rumen dalam skala yang lebih kecil. Hasil pengukuran pH, produksi gas, fermentabilitas pakan percobaan tahap I untuk mengkaji kemampuan tepung daun murbei mensubstitusi konsentrat pakan ternak ruminansia dapat dilihat pada Tabel 6.
Pengukuran pH Hasil pengukuran pH dari semua perlakuan pada percobaan tahap I ini dikategorikan ke dalam pH normal. Hal tersebut menjadi salah satu indikator terjadinya proses degradasi pakan yang baik karena pada pH normal (6,9-7,0) bakteri pencerna serat kasar dapat hidup dan bekerja secara optimum dalam rumen. Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antar perlakuan yang diberikan. Hal ini disebabkan karena tepung daun murbei mengandung nilai nutrien yang cukup baik untuk menunjang pertumbuhan mikroorganisme rumen, sehingga diduga pemberian tepung daun murbei sebagai substitusi konsentrat tidak akan mengganggu keseimbangan mikroorganisme dalam rumen dimana selanjutnya tidak menimbulkan dampak perubahan yang nyata pada pH rumen di setiap perlakuan. Oleh karena itu, tepung daun murbei dapat diberikan sebagai substitusi konsentrat untuk ternak ruminansia pada pakan berbasis jerami padi. Tabel 6. Pengaruh Perlakuan Terhadap Peubah yang Diamati pada Penggunaan Tepung Daun Murbei sebagai Substitusi Konsentrat pada Pakan Berbasis Jerami Padi Peubah
Ransum P0
pH
P1
6,97±0,14
P2
6,94±0,09 c
P3
6,93±0,06 ab
P4
6,92±0,07 ab
6,91±0,07 a
VFA (mM)
82,85±17,39
105,54±12,02
114,68±6,99
122,46±7,88
98,26±20,29bc
NH3 (mM)
13,52±4,93
12,55±5,56
11,81±4,96
10,81±4,64
13,93±6,02
Produksi Gas (ml)
43,25±11,18
48,75±10,40
49,25±9,85
52,25±8,54
53,50±16,76
KCBK (%)
47,96±8,06b
46,91±7,50b
58,42±14,64a
46,13±7,26b
46,59±9,51b
KCBO (%)
44,81±7,38b
47,86±10,79b
57,66±17,13a
47,03±9,68b
47,32±2,95b
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
23
Produksi VFA Total Hasil pencernaan karbohidrat dalam rumen adalah VFA yang menjadi sumber energi utama bagi ternak ruminansia. VFA merupakan produk akhir dari fermentasi karbohidrat berupa asam asetat, propionat, dan butirat, serta gas CH4 dan CO2 sebagai hasil samping (Arora, 1995). Hasil sidik ragam menunjukkan konsentrasi VFA yang dihasilkan dari tiap perlakuan berbeda nyata (P<0,05). Konsentrasi VFA yang dihasilkan dari keseluruhan perlakuan berkisar antara 82,85-122,46 mM. Hal ini sejalan dengan Sutardi (1979) bahwa kadar VFA yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan optimal rumen adalah 80-160 mM. Bila produksi VFA total melebihi kisaran tersebut kemungkinan dapat menyebabkan kematian pada mikroba rumen karena konsentrasi VFA yang tinggi dapat menurunkan pH rumen. Berdasarkan uji Duncan diketahui bahwa perlakuan P3 (50% jerami padi + 12,5% konsentrat + 37,5% tepung daun murbei) menghasilkan konsentrasi VFA lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lainnya yaitu 122,46 mM, kemudian diikuti dengan perlakuan P2 (114,68 mM), P1 (105,54 mM), P4 (98,26 mM), dan P0 (82,85 mM). Grafik data hasil VFA percobaan tahap I dapat dilihat pada Gambar 3. VFA (mM)
160 120 80 40 0 P0
P1
P2 Perlakuan
P3
P4
Gambar 3. Konsentrasi VFA pada Perlakuan Penggunaan Tepung Daun Murbei sebagai Substitusi Konsentrat pada Pakan Berbasis Jerami Padi Konsentrasi VFA yang tinggi pada perlakuan P3 diduga karena pertumbuhan bakteri rumen pada perlakuan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Hal ini tercermin dari konsentrasi N-NH3
24
perlakuan P3 lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya yaitu sebesar 10,81 mM. Rendahnya konsentrasi N-NH3 yang diikuti dengan tingginya produksi VFA pada perlakuan P3 diduga karena adanya efisiensi penggunaan N-NH3 oleh bakteri untuk sintesis protein mikroba dan pertumbuhan. Selanjutnya bakteri tersebut akan mencerna pakan untuk memproduksi VFA dimana nantinya akan digunakan sebagai sumber energi untuk induk semang dan sumber karbon untuk bakteri itu sendiri. Hal ini sejalan dengan Beever dan Mould (2000) yang menyatakan bahwa penggunaan N-NH3 oleh bakteri rumen dipengaruhi oleh ketersediaan energi dalam sistem. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pertumbuhan mikroba rumen yang optimum maka harus ada keseimbangan antara ketersediaan energi dan N-NH3 dalam rumen. Disamping itu, Sutardi (1977) menambahkan faktor utama yang mempengaruhi konsentrasi NH3 adalah ketersediaan karbohidrat dalam ransum sebagai sumber energi untuk pembentukan protein mikroba. Agar NH3 dapat dimanfaatkan oleh mikroba, penggunaannya perlu disertai sumber energi yang mudah difermentasi seperti tetes, pati, glukosa, fruktosa, dan sukrosa. Adanya karbohidrat yang mudah dicerna memungkinkan mikroba mendapatkan energi yang lebih banyak untuk membentuk protein tubuh. Produksi VFA total dari perlakuan yang ditambahkan tepung daun murbei lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa penambahan tepung daun murbei). Hal ini diduga bahwa untuk mendapatkan energi awal, bakteri rumen pencerna serat kasar mencerna RAC yang disediakan oleh konsentrat terlebih dahulu, dan bila RAC yang tersedia telah habis, selanjutnya bakteri tersebut mulai mencerna serat kasar yang terdapat pada daun murbei dan jerami padi untuk menghasilkan VFA serta gas CH4 dan CO2 sebagai hasil sampingan.
Konsentrasi N-NH3 N-NH3 merupakan hasil perombakan protein menjadi peptida dan asam amino oleh mikroba rumen dan hidrolisis urea (Perry et al., 2003). Pengukuran konsentrasi NH3 secara in-vitro dapat digunakan untuk mengestimasi degradasi protein dan penggunaannya oleh mikroba. Untuk menjamin ketersediaan NH3,
25
mikroba rumen cenderung merombak protein dan menghasilkan NH3, CO2, dan asam lemak terbang (VFA). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata pada konsentrasi N-NH3 dari masing-masing perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa semua perlakuan memberikan efisiensi penggunaan N-NH3 yang sama. Konsentrasi N-NH3 yang dihasilkan dari keseluruhan perlakuan berkisar antara 10,81-13,93 mM. Hal ini sejalan dengan McDonald et al. (2002) yang menyatakan bahwa konsentrasi N-NH3 yang optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba dalam cairan rumen sangat bervariasi, berkisar antara 621 mM. Konsentrasi N-NH3 yang tertinggi dihasilkan oleh perlakuan P4, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Kemudian diikuti dengan perlakuan P0, P1, P2, dan paling rendah P3. Tinggi rendahnya konsentrasi NNH3 yang dihasilkan bersifat relatif, karena N-NH3 merupakan produk antara yang dapat digunakan juga oleh mikroba rumen untuk sintesis protein mikroba dan juga dipengaruhi oleh konsentrasi VFA yang dihasilkan pada perlakuan tersebut. Grafik data hasil N-NH3 dapat dilihat pada Gambar 4. N-NH3 (mM)
20 15 10 5 0 P0
P1
P2
P3
P4
Perlakuan
Gambar 4. Konsentrasi N-NH3 pada Perlakuan Penggunaan Tepung Daun Murbei sebagai Substitusi Konsentrat pada Pakan Berbasis Jerami Padi N-NH3 sangat penting dalam proses pencernaan ternak ruminansia karena NH3 merupakan sumber nitrogen untuk pembentukan protein sel mikroba rumen. Sebagian besar mikroba rumen (82%) menggunakan NH3 untuk prolifikasi diri, terutama dalam proses sintesis tubuhnya (Sutardi, 1980). Diduga
26
konsentrasi NH3 dari tiap perlakuan sebagian besar telah digunakan oleh mikroba rumen untuk memperbanyak diri dan menghasilkan protein mikroba untuk ternak. Hal ini mengindikasikan bahwa protein kasar pada tepung daun murbei mudah dicerna oleh mikroorganisme retikulo-rumen.
Produksi Gas Hasil fermentasi di dalam rumen menghasilkan gas yang keadaannya dalam kesetimbangan dengan keberadaan asam asetat, propionat, butirat, CO2, dan CH4. Adanya kesetimbangan produksi gas memungkinkan pendugaan produksi gas dari proses fermentasi pakan dalam rumen (Schofield, 2000). Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa produksi gas tidak nyata dipengaruhi oleh perlakuan. Hal ini diduga karena masing-masing perlakuan memiliki efektifitas fermentasi pakan yang sama, sehingga tidak ada perbedaan produksi gas antar perlakuan. Grafik laju produksi gas pada percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Produksi Gas (jam)
60 50 P0
40
P1
30
P2 P3
20
P4
10 0 0
2
4
8
12
24
48
Waktu (jam)
Gambar 5. Laju Produksi Gas pada Perlakuan Penggunaan Tepung Daun Murbei sebagai Substitusi Konsentrat pada Pakan Berbasis Jerami Padi dengan Masa Inkubasi Selama 48 jam Setiap bahan organik baik berupa karbohidrat, protein, maupun lemak apabila difermentasi akan menghasilkan gas. Pengukuran produksi gas dapat mengestimasi jumlah bahan pakan yang tercerna dalam rumen, khususnya
27
kecernaan bahan organik. Produksi gas dari semua perlakuan terus meningkat seiring lamanya waktu inkubasi, karena semakin lama waktu inkubasi maka semakin banyak zat makanan yang didegradasi oleh mikroba rumen. Produksi gas yang dihasilkan dari keseluruhan perlakuan berkisar antara 43,25-53,50 ml.
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Kecernaan dapat diukur dengan teknik fermentasi in vitro dan biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase bahan kering (Perry et al., 2003). Kecernaan pakan dapat dipengaruhi oleh spesies hewan, bentuk fisik makanan, variasi antar individu, jumlah makanan yang diberikan, komposisi bahan makanan, kemampuan ransum yang dapat digunakan oleh mikroba, dan suhu lingkungan. Bahan pakan yang mengandung serat kasar tinggi akan menurunkan nilai kecernaan zat-zat makanan lainnya karena untuk mencerna serat kasar diperlukan banyak energi.
(%)
60
40 DBK DBO
20
0 P0
P1
P2
P3
P4
Perlakuan
Gambar 6. Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik pada Perlakuan Penggunaan Tepung Daun Murbei sebagai Substitusi Konsentrat pada Pakan Berbasis Jerami Padi. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa ada perbedaan kecernaan bahan kering dan bahan organik yang nyata dari masing-masing perlakuan (P<0,05). Persentase kecernaan bahan kering dari seluruh percobaan tahap I berkisar antara 46,13-58,42 %, hampir senada dengan fermentasi bahan organik yang memiliki kisaran antara 44,81-57,66 %. Nilai kecernaan bahan organik dapat digunakan sebagai indikator kualitas pakan. Semakin tinggi kecernaan bahan kering dan
28
bahan organik pakan maka semakin tinggi zat-zat makanan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak (Arora, 1995). Berdasarkan uji Duncan dapat dilihat bahwa P2 (50% jerami padi + 25% konsentrat + 25% daun murbei) memberikan nilai KCBK dan KCBO paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain (Gambar 6.). Hal ini terjadi karena tercapainya kondisi rasio optimum pemberian tepung daun murbei dan konsentrat pada pakan berbasis jerami padi. Sehingga diduga bahwa perlakuan P2 akan memberikan efisiensi pakan yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain bila selanjutnya diberikan secara in vivo pada ternak ruminansia. Disamping itu, perlakuan P2 juga menghasilkan konsentrasi VFA dan penggunaan N-NH3 yang optimum untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen pencerna serat kasar, sehingga semakin tinggi pertumbuhan mikroba rumen dalam sistem maka diperkirakan akan semakin tinggi nilai fermentasi bahan pakan yang diberikan.
Percobaan Tahap II Penggunaan Tepung dan Ekstrak Daun Murbei pada Pakan Berbasis Jerami Padi Data hasil percobaan tahap II untuk mengkaji efektivitas ekstrak daun murbei dalam peningkatan fermentabilitas dalam sistem rumen pada pengukuran pH, kecernaan, produksi gas, fermentabilitas pakan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Peubah yang Diamati pada Perlakuan Penambahan Tepung dan Ekstrak Daun Murbei pada Pakan Berbasis Jerami Padi Peubah
Ransum Q0
Q1
Q2
6,97±0,14
6,93±0,06
6,92±0,08
VFA (mM)
85,17±18,05
118,67±15,43
102,35±25,23
Amoniak (mM)
15,08±4,93
12,92±4,96
16,44±6,03
b
60,75±9,32a
pH
b
Produksi Gas (ml)
43,25±11,18
FBK (%)
47,96± 8,06b
58,42± 14,6a
57,03± 7,20a
FBO (%)
44,81± 7,38b
57,66± 17,13a
56,43± 13,87a
52,25±9,85
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
29
Pengukuran pH Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dalam pengukuran pH antar perlakuan yang diberikan dan dalam kisaran pH normal (6,9-7,0). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian daun murbei dalam bentuk tepung atau ekstrak tidak mengganggu keseimbangan bakteri di dalam rumen, sehingga tidak menimbulkan dampak perubahan pada pH rumen dari tiap perlakuan. Oleh karena itu, daun murbei dapat diberikan dalam bentuk tepung maupun ekstrak pada ternak ruminansia pada pakan berbasis jerami padi.
Produksi VFA Total Berdasarkan hasil sidik ragam pada Tabel 3. menunjukkan bahwa konsentrasi VFA yang dihasilkan dari tiap perlakuan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Konsentrasi VFA yang dihasilkan dari percobaan tahap II berkisar antara 85,17-118,67 mM. Hasil tersebut sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa kadar VFA yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan optimal rumen adalah 80-160 mM. VFA (mM)
120
80
40
0 Q0
Q1 Perlakuan
Q2
Gambar 7. Konsentrasi VFA pada Perlakuan pada Perlakuan Tepung dan Ekstrak Daun Murbei pada Pakan Berbasis Jerami Padi. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian daun murbei dalam bentuk tepung atau ekstrak memiliki daya fermentabilitas yang sama sehingga menghasilkan VFA total yang relatif tidak jauh berbeda. Berdasarkan grafik pada Gambar 7. dapat dilihat bahwa perlakuan Q1 lebih tinggi menghasilkan VFA total jika dibandingkan dengan perlakuan Q0 (kontrol) dan Q2 (penambahan
30
ekstrak daun murbei). Hal ini diperkirakan terjadi karena adanya titik optimum pemberian senyawa 1-DNJ yang terkandung dalam daun murbei, sehingga dalam pemberian daun murbei sebagai pengganti konsentrat harus dipertimbangkan konsentrasi senyawa 1-DNJ pada ransum agar efisiensi penggunaan pakan semakin tinggi. Namun, bila dilihat dari segi fisik pemberian daun murbei, maka pemberian daun murbei dalam bentuk tepung atau ekstrak tidak banyak mempengaruhi produksi VFA dari masing-masing perlakuan. Hanya saja pemberian ekstrak daun murbei akan lebih cepat didegradasi dibandingkan pemberian dalam bentuk tepung karena ekstrak daun murbei tidak memiliki kandungan serat kasar. Jika dilihat dari segi efisiensi biaya maka diperkirakan pemberian daun murbei pada ternak ruminansia dalam bentuk tepung jauh lebih efisien dibandingkan pemberian daun murbei dalam bentuk ekstrak bila diberikan secara in vivo pada ternak ruminansia.
Konsentrasi N-NH3 Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata pada konsentrasi N-NH3 dari tiap-tiap perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa semua perlakuan memberikan efisiensi penggunaan N-NH3 yang sama. Konsentrasi N-NH3 yang dihasilkan dari keseluruhan perlakuan berkisar antara 12,92-16,44 mM. Hal ini sejalan dengan pustaka yang ada yang menyatakan bahwa konsentrasi N-NH3 yang optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba dalam cairan rumen sangat bervariasi, berkisar antara 85-300 mg/l atau 6-21 mM. Berdasarkan grafik pada Gambar 8. dapat dilihat bahwa perlakuan Q2 memberikan nilai konsentrasi N-NH3 lebih tinggi (16,44 mM) dibandingkan dengan kedua perlakuan yang lain, walaupun berdasarkan hasil sidik ragam tidak nyata. Hal ini dapat disebabkan oleh penyediaan N dalam perlakuan Q2 yang ditambahkan ekstrak daun murbei lebih mudah didegradasi oleh mikroba rumen, sehingga konsentrasi N-NH3 yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan perlakuan Q0 sebagai kontrol dan Q1 yang penambahan daun murbei dalam bentuk tepung. Selain itu, ketersediaan N dalam ransum perlakuan Q2 lebih
31
tinggi dengan adanya penambahan ekstrak daun murbei yang memiliki kandungan protein kasar lebih tinggi dibandingkan tepung daun murbei. Menurut literatur yang ada disebutkan bahwa penggunaan N-NH3 oleh bakteri rumen dipengaruhi oleh ketersediaan energi dalam sistem. Salah satu sumber energi yang dapat digunakan oleh mikroba rumen adalah VFA. Bila dilihat dari produksi VFA masing-masing perlakuan, maka dapat diduga bakteri rumen pada perlakuan Q1 dan Q2 dapat tumbuh lebih optimum dibanding perlakuan kontrol karena terdapatnya penyediaan energi berupa produksi VFA yang tinggi dan penggunaan N-NH3 yang seimbang dalam sistem. N-NH3 (mM)
20 15 10 5 0 Q0
Q1
Q2
Perlakuan
Gambar 8. Konsentrasi N-NH3 pada Perlakuan Tepung dan Ekstrak Daun Murbei pada Pakan Berbasis Jerami Padi. Produksi Gas Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa produksi gas dari masing-masing perlakuan berbeda nyata (P<0,05). Berdasarkan uji Duncan diketahui bahwa perlakuan Q2 (Q0 + ektrak daun murbei dengan estimasi kandungan 1-DNJ sebanyak 0,12%) menghasilkan produksi gas paling tinggi yaitu sebanyak 60,75 ml, kemudian diikuti oleh perlakuan Q1 (52,25 ml) dan Q0 (43,25 ml). Hal ini terjadi diduga karena penambahan ekstrak daun murbei dapat meningkatkan fermentabilitas pakan dalam rumen, sehingga dihasilkan produksi gas yang lebih tinggi. Disamping itu, penambahan ekstrak daun murbei yang diestimasi mengandung senyawa 1-DNJ lebih banyak dibandingkan perlakuan yang lain dapat memperlambat pelepasan RAC yang tersedia pada pakan. Hal ini tercermin dari produksi gas pada tiap titik pengamatan dari perlakuan Q2 lebih
32
konstan dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sehingga setelah 48 jam dihasilkan volume produksi gas paling tinggi. Produksi gas yang tinggi dari proses fermentasi pakan dapat menjadi indikator adanya fermentabilitas pakan yang baik dalam sistem rumen. Grafik laju produksi gas Q0, Q1, dan Q2 pada percobaan tahap II dapat dilihat pada Gambar 9. Keberadaan senyawa 1-DNJ pada pakan diduga dapat menjaga hidrolisis RAC secara seimbang dan berkesinambungan dalam sistem rumen. Hal tersebut sejalan dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa 1-DNJ dapat menghambat pembentukan oligosakarida (Oku et al., 2006) dan mencegah hidrolisis disakarida (Yatsunami et al., 2003). Diharapkan dengan penambahan senyawa 1-DNJ ke dalam pakan dapat membantu melepas lambat karbohidrat mudah cerna bila diberikan dalam jumlah yang banyak sehingga dapat mencegah terjadinya acidosis pada ternak dan secara tidak langsung dapat meningkatkan nilai kecernaan suatu ransum yang mengandung pakan sumber serat tinggi seperti jerami padi. Bila nilai kecernaan jerami padi meningkat, diharapkan adanya peningkatan penggunaan jerami padi sebagai pakan ternak ruminansia. Produksi Gas (ml)
60 50 Q0
40
Q1
30
Q2
20 10 0 0
2
4
8
12
24
48
Waktu (jam)
Gambar 9. Laju Produksi Gas pada Perlakuan Tepung dan Ekstrak Daun Murbei pada Pakan Berbasis Jerami Padi dengan Masa Inkubasi Selama 48 jam Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata dalam KCBK dan KCBO dari masing-masing perlakuan (P<0,05). Hal ini diduga
33
karena perlakuan penambahan daun murbei sebagai substitusi konsentrat baik berupa tepung ataupun ekstrak memiliki fermentabilitas yang lebih baik dibandingkan perlakuan kontrol. Hal ini disebabkan karena daun murbei memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk pertumbuhan bakteri dan induk semang serta senyawa 1-DNJ yang dapat melepas lambat karbohidrat mudah cerna (RAC), sehingga tidak terjadi penurunan pH yang drastis, dimana dapat mempengaruhi kerja bakteri rumen dalam mencerna serat kasar. Bila dilihat berdasarkan uji Duncan, perlakuan Q1 (50% jerami padi + 25% konsentrat + 25 % daun murbei) memiliki kecernaan bahan kering (58,42%) dan bahan organik (57,66%) tertinggi dibandingkan dengan perlakuan Q2 (KCBK = 57,03; KCBO = 56,43%) dan Q0 (KCBK = 47,96%; KCBO = 44,81%), walaupun Q1 dan Q2 tidak berbeda (dapat dilihat pada Gambar 10). (%)
60
40 DBK DBO
20
0 Q0
Q1
Q2
Perlakuan
Gambar 10. Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik pada Perlakuan Tepung dan Ekstrak Daun Murbei pada Pakan Berbasis Jerami Padi. Hal ini terjadi diduga karena perlakuan Q1 memiliki kandungan senyawa 1-DNJ yang optimum dibandingkan perlakuan kontrol (tanpa senyawa 1-DNJ) ataupun perlakuan Q2 yang diestimasi mengandung senyawa 1-DNJ lebih tinggi. Disamping itu, pemberian senyawa 1-DNJ yang optimum pada perlakuan Q1 menghasilkan produksi VFA yang lebih tinggi dibandingkan dua perlakuan lainnya yaitu sebesar 118,67 mM dengan indikasi penggunaan N-NH3 yang baik untuk pertumbuhan bakteri pencerna serat sebanyak 12,92 mM. Bila kondisi untuk menunjang pertumbuhan bakteri tersebut terpenuhi maka diduga akan semakin banyak populasi bakteri yang ada dalam sistem, sehingga hal ini akan
34
berdampak langsung pada nilai fermentasi bahan kering dan organik yang semakin tinggi. Oleh karena itu, penambahan senyawa 1-DNJ dalam bentuk pemberian tepung maupun ekstrak daun murbei dapat meningkatkan fermentabilitas pakan berbasis jerami padi dan memiliki titik optimum dalam pemberiannya.
35
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian daun murbei sebagai substitusi konsentrat secara in vitro dapat dilakukan pada berbagai level, namun perlakuan P2 dimana daun murbei mensubstitusi konsentrat sampai level 50% pada pakan berbasis jerami padi memberikan respon yang terbaik dibandingkan perlakuan lainnya. Begitu pula dengan pemberian ekstrak daun murbei dengan estimasi kandungan senyawa 1DNJ sebesar 0,12% dapat meningkatkan fermentabilitas pakan sumber serat pada sistem rumen. Saran Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai pemberian daun Murbei secara in vivo pada ternak ruminansia dan uji efektifitas level senyawa 1-DNJ pada sistem rumen.
36
LAMPIRAN
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan rahmat, karunia dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Salawat dan salam penulis lantunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan kepada umat-Nya. Penulis menyadari selama penelitian dan penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ayahanda dan Ibunda tercinta atas kasih sayang yang tak terbatas, terlebih do’a dan dukungannya yang selalu menyemangati penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan dan Ir. Syahriani Syahrir, M.Si. atas segala kesabaran dan waktu yang telah diberikan dalam memberi bimbingan, nasihat serta pengarahan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini di tengah-tengah kesibukannya. 3. Dr. Ir. Rudy Priyanto dan Dr. Ir. Nur Aeni Sigit, MS. atas kesediaannya untuk menguji, memberikan kritik dan saran kepada penulis. 4. Para staf laboran di Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor atas saran, masukan, bantuan dan perhatiannya kepada penulis selama penelitian. 5. Semua teman seperjuangan INTP’41 khususnya team donat’s (Ika, Tevi dan Akbar), anak-anak fedlot, serta kakak dan adik kelas yang tidak dapat disebutkan satu per satu untuk persahabatan dan keceriaan yang selalu senantiasa menemani langkah penulis dalam kesehariannya. 6. Teman sepenelitianku, Witra yang selalu membantu selama penelitian. 7. Fairuz Crew untuk tahun-tahun indah menjadi anak kost yang tak akan terlupakan. 8. Mon Cheri yang memberikan warna dalam hidup dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya. Bogor, April 2008 Penulis
37
DAFTAR PUSTAKA Arora, S. P. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Cetakan Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Atmosoedarjo, S., J. Kartasubrata, M. Kaomini, W. Saleh dan W. Moerdoko. 2000. Sutera Alam Indonesia. Yayasan Sarana Jaya. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2001. Produksi Tanaman Padi dan Palawija di Indonesia. BPS. Jakarta. Beever, D. E dan F. L. Mould. 2000. Forage evaluation for efficient ruminant livestock production. Dalam D. I. Givens, E. Owen, R. F. E. Axford dan H. M. Omed. Forage Evaluation in Ruminant Nutrition. CABI Publishing. United Kingdom. Hal. 15-36. Cherney, D. J. R. 2000. Characterization of forages by chemical analysis. Dalam D. I. Givens, E. Owen, R. F. E. Axford dan H. M. Omed. Forage Evaluation in Ruminant Nutrition. CABI Publishing. United Kingdom. Hal. 281-292. Close, W. H. dan K. H. Menke. 1986. Manual Selected Topics in Animal Nutrition. University of Hohenheim. The Institute of Animal Nutrition. Stuttgart. Datta, R. K., A. Sarkar, P. R. M. Rao dan N. R. Singhvi. 2000. Utilization of mulberry as animal fodder in india. Dalam Mulberry for Animal Production. Proceedings of an Electronics Conference. FAO. Roma. Hal. 183-188. De Almeida, J. E dan T. C. Fonseca. 2000. Mulberry germplasm and cultivation in brazil. Dalam Mulberry for Animal Production. Proceedings of an Electronics Conference. FAO. Roma. Hal. 73-95. Doyle, P. T., C. Devendra dan G. R. Pearce. 1986. Rice Straw as a Feed for Ruminant. International Development Program of Australian Universities and Colleges Limited. Canberra. Hal. 31-33. Ekastuti, D. R. 1996. Pemeliharaan berbagai jenis tanaman murbei. Laporan Penelitian. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ensminger, M. E. dan J. E. Olentine. 1979. Feed and Nutrition Complete. Second Edition. The Esminger Publishing Company. California.
38
General Laboratory Procedures. 1966. Department of Dairy Science. University of Wisconsin. Madinson. Horne, P. M., K. R. Pond dan L. P. Batubara, 1994. Sheep under rubber: prospects and research priorities in indonesia. Dalam: Mullen, B. F dan H. H. Shelton, Integration of Ruminants into Plantation Systems in Southeast Asia. Hal. 58-64. Katsumata, F. 1972. Mulberry species in west java and their peculiarities. J. of Sericultural Sci. Japan. 42(3):213-223. Dalam Sanchez, M. D. 2000. World Distribution and Utilization of Mulberry and Its Potential for Animal Feeding. FAO. Roma. Dalam Mulberry for Animal Production. Proceedings of an Electronics Conference. FAO. Roma. Hal. 1-9. Kimura, T., K. Nakagawa, Y. Saito, K. Yamagishi, M. Suzuki, K. Yamaki, H. Shinmoto dan T. Miyasawa. 2004. Determination of 1-deoxynojirimicin in mulberry leaves using hydrophilic interaction chromatography with evaporative light scattering detection. J. of Agric. Food Chem. 52(6):1415-1418. Kurniawati, A. 2007. Teknik produksi gas in vitro untuk evaluasi pakan ternak: volume produksi gas dan kecernaan bahan pakan. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi 3(1):40-51. Laconi, E. B. 1992. Pemanfaatan manure ayam sebagai suplemen non protein nitrogen (NPN) dalam pembuatan silase jerami padi untuk ternak kerbau. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Liu, J. X., A. Susenbeth dan K. H. Sudekum. 2002. In vitro gas production measurement to evaluate interaction between untreated and chemically treated rice straw, grass hay and mulberry leaves. J. of Anim. Sci. Vol.80:517-524. Lopez, S., J. Dijkstra dan J. France. 2000. Prediction of energy supply in ruminants with emphasis on forages. Dalam D. I. Givens, E. Owen, R. F. E. Axford dan H. M. Omed. Forage Evaluation in Ruminant Nutrition. CABI Publishing. United Kingdom. Hal. 63-93. Machii, H. 2000. Evaluation and utilization of mulberry for poultry production in japan. National Institute of Sericultural and Entomological Science. Owashi. Japan. Dalam Mulberry for Animal Production. Proceedings of an Electronics Conference. FAO. Roma. Hal. 241-247. Machii, H. A, Koyama dan H. Yamanouchi. 2000. Mulberry breeding, cultivation and utilization in japan. National Institute of Sericultural and
39
Entomological Science. Owashi. Japan. Dalam Mulberry for Animal Production. Proceedings of an Electronics Conference. FAO. Roma. Hal. 63-71. McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh dan C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. Sixth Edition. Ashford Colour Press. Gosport. Mellor, H. R., R. A. Dwek, G. W. J. Fleet, J. Nolan, F. M. Platt, L. Pickering, M. R. Wormald dan T. D. Butters. 2002. Preparation, biochemical characterization and biological roperties of radiolabel led N-alkylated deoxynojirimycins. J. of Biochem 366:225-233. Ogimoto, K. dan S. Imai. 1985. Atlas of Rumen Microbiology. Japan Science Societies Press. Tokyo. Oku, T., Y. Mai, N. Mariko, S Naoki dan N. Sadako. 2006. Inhibitory effects of extractives from leaves of morus alba on human and rat small intestinal disaccaridase activity. J. of Nutrition 95:933-938. Ørskov, E. R. 1982. Protein Nutrition in Ruminant. Academic Press. London. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI-Press. Jakarta. Perry, T. W., A. E. Cullison dan R. S. Lowrey. 2003. Feeds and Feeding. Sixth Edition. Prentice Hall of Upper Saddle River. New Jersey. Samsijah. 1992. Pemilihan tanaman murbei (Morus sp.) yang sesuai dengan daerah sindang resmi sukabumi, jawa barat. Buletin Penelitian Hutan 547:45-59. Selly. 1994. Peningkatan kualitas pakan serat berkualitas rendah dengan amoniasi dan inokulasi digesta rumen. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Schofield, P. 2000. Gas production methods. Department of Animal Science. Cornell University. New York. Dalam: Farm Animal Metabolism and Nutrition. CABI Publishing. United Kingdom. Hal. 209-228. Sunanto, H. 1997. Budidaya Murbei dan Usaha Persuteraan Alam. Kanisius. Yogyakarta. Sutardi, T. 1977. Ikhtisar ruminologi. Bahan Penataran Kursus Peternakan Sapi Perah di Kayu Ambon, Lembang. Dirjen Peternakan/FAO. Lembang. 40
Sutardi, T., N. A. Sigit dan T. Toharmat. 1983. Standardisasi mutu protein bahan makanan ruminansia berdasarkan parameter metabolismenya oleh mikroba rumen. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sutardi, T. 1979. Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradasi oleh mikroba dan populasi protozoa rumen dan pemanfaatannya bagi produktivitas ternak. Proseding Seminar Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid 1. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suyadi, S. dan A. Mahmud, 1989. Produksi biji legum desmanthus virgatus. Dalam Wodzicka, M., Tomaszewska and J. A. Thompson. Forage Production Proceeding of A Workshop Conducted at IPB Bogor, Indonesia. IPB-Australian Project. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Metode Pendekatan Biometrik. Edisi Kedua. Terjemahan: B. Sumantri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Edisi Ketiga. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Yatsunami, K., F. Eiichi, O. Kengo, S. Youichi dan O. Satoshi. 2003. αglucosidase inhibitory activity in leaves of some mulberry varieties. J. of Food Sci. Technol 9(4):392-394.
41
Lampiran 1. Komposisi Pembuatan Larutan Buffer (Tilley dan Terry, 1963 dalam Close dan Menke,1986) No. Larutan Jumlah 1.
Larutan Mineral Mikro a. CaCl2.2H2O
13,2 gram
b. MnCl2.4H2O
10,0 gram
c. CoCl2.6H2O
1,0 gram
d. FeCl2.6H2O
8,0 gram
e. Aquades 2.
3.
Larutan penyangga rumen a. NH4HCO3
4,0 gram
b. NaHCO3
35,0 gram
c. Aquades
sampai volume mencapai 1000 ml
Larutan Mineral Makro a. Na2HPO4
5,7 gram
b. KH2PO4
6,2 gram
c. MgSO4.7H2O
0,6 gram
d. Aquades 4.
sampai volume mencapai 100 ml
sampai volume mencapai 1000 ml
Larutan Pereduksi a. NaOH b. Na2S.9H2O c. Aquades
5.
Larutan Rezasurin 0,1% (w/v)
6.
Trypticase
4,0 ml 0,625 gram 95 ml
42
Lampiran 2.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.
Tanaman Murbei untuk Sutera Alam Lima Tahun Terakhir Mulberry Plantation Area for Sericulture for the Last Five Years Provinsi 2000 2001 2002 2003 Nangroe Aceh Darusalam Sumatera Utara 140,00 140,00 140,00 140,00 Riau Sumatera Barat 868,00 868,00 868,00 868,00 Jambi Bengkulu Sumatera Selatan Bangka Belitung Lampung Jawa Barat 2.029,00 2.992,00 2.992,00 2.992,00 Banten Jawa Tengah 584,00 941,25 941,25 941,25 D. I. Yogyakarta 584,00 313,60 483,50 496,20 Jawa Timur 530,00 540,00 540,00 540,00 Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah 122,00 122,00 122,00 122,00 Sulawesi Selatan 5.270,00 6588,15 6.037,65 4.216,25 Sulawesi Tenggara Bali 25,00 25,00 25,00 Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur 20,00 20,00 20,00 Maluku Maluku Utara Papua Irian Jaya Barat DKI Jakarta Jumlah/Total 10.127,00 12.581,50 12.198,40 10.338,70 Sumber/Source
2004** 140,00 3,50 2.992,00 941,25 496,20 540,00 122,00 4.184,50 25,00 20,00 9.492,45
: Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Directorate General of Land Rehabilitation and Social Forestry
Keterangan/Notice: (-) : Tidak Ada Kegiatan/No Activities **) : Angka Berdasarkan Laporan masuk s/d Juli 2005/Based on report received until July 2005
43
Lampiran 3. Hasil Anova dan Uji Lanjut Percobaan Tahap I Tabel ANOVA untuk peubah pH pada Percobaan Tahap I Keterangan
DB
JK
KT
Fhit
Total
19 0.132874 0.006993
perlakuan kelompok error
4 0.006468 0.001617 0.555587 3 0.091484 0.030495 10.47849 12 0.034922 0.00291
F0.05
F0.01
3.25916 5.411948 3.4903 5.952529
Tabel ANOVA untuk peubah Produksi Gas pada Percobaan Tahap I Keterangan
DB
JK
KT
Fhit
Tot
19
2304.8 121.3053
perlakuan kelompok error
4 3 12
252.8 63.2 2.58663 1758.8 586.2667 23.99454 293.2 24.43333
F0.05
F0.01
3.25916 5.411948 3.4903 5.952529
Tabel ANOVA untuk peubah Amoniak pada Percobaan Tahap I Keterangan
DB
JK
KT
Fhit
Tot
19 438.5822 23.08327
perlakuan kelompok error
4 25.69198 6.422994 1.364832 3 356.4173 118.8058 25.24522 12 56.47285 4.706071
F0.05
F0.01
3.25916 5.411948 3.4903 5.952529
Tabel ANOVA untuk peubah VFA pada Percobaan Tahap I Keterangan
DB
JK
KT
Fhit
Tot
19 6646.885
perlakuan kelompok error
4 3737.551 934.3878 7.877973 3 1486.042 495.3473 4.176352 12 1423.292 118.6076
F0.05
F0.01
349.836 3.25916 5.411948 3.4903 5.952529
Tabel Uji Duncan untuk peubah VFA pada Percobaan Tahap I Perlakuan
N
Subset
1 2 3 P0 4 82.8488 P4 4 98.2647 98.2647 P1 4 105.5408 105.5408 P2 4 114.6753 114.6753 P3 4 122.4568 Sig. 0.068 0.065 0.058 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares. The error term is Mean Square (Error) = 193.956 .a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000S. b Alpha = .05. Duncan(a,b)
44
Tabel ANOVA untuk peubah DBK pada Percobaan Tahap I Keterangan
DB
JK
KT
Fhit
Tot
19 0.186854 0.009834
perlakuan kelompok error
4 0.043211 0.010803 6.152172 3 0.122573 0.040858 23.26862 12 0.021071 0.001756
F0.05
F0.01
3.25916 5.411948 3.4903 5.952529
Tabel Uji Duncan untuk peubah DBK pada Percobaan Tahap I perlakuan
N
Subset 1 2 P3 4 0.4613 Duncan(a,b) P4 4 0.4659 P1 4 0.4691 P0 4 0.4796 P2 4 0.5842 Sig. 0.576 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .002. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Tabel ANOVA untuk peubah DBO pada Percobaan Tahap I Keterangan
DB
JK
KT
Fhit
Tot
19
perlakuan kelompok error
4 0.040196 0.010049 3.987747 3 0.187524 0.062508 24.80506 12 0.03024 0.00252
F0.05
F0.01
0.25796 0.013577 3.25916 5.411948 3.4903 5.952529
Tabel Uji Duncan untuk peubah DBK pada Percobaan Tahap I perlakuan
N
Subset
1 2 P0 4 0.4481 Duncan(a,b) P3 4 0.4703 P4 4 0.4732 P1 4 0.4786 P2 4 0.5766 Sig. 0.441 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .003. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
45
Lampiran 4. Hasil Anova dan Uji Lanjut Percobaan Tahap II Tabel ANOVA untuk peubah pH pada Percobaan Tahap II Keterangan
DB
Tot
JK
KT
Fhit
F0.05
F0.01
11 0.097267 0.008842
perlakuan kelompok error
2 0.004467 0.002233 0.34911 5.143249 10.92485 3 0.054417 0.018139 2.835432 4.757055 9.779569 6 0.038383 0.006397
Tabel ANOVA untuk peubah Produksi Gas pada Percobaan Tahap II Keterangan
DB
Tot
JK
KT
Fhit
F0.05
F0.01
11 1558.917 141.7197
perlakuan kelompok error
2 632.6667 316.3333 23.33607 5.143249 10.92485 3 844.9167 281.6389 20.77664 4.757055 9.779569 6 81.33333 13.55556
Tabel Uji Duncan untuk peubah Produksi Gas pada Percobaan Tahap II Perlakuan
N
Subset 1 2 Q0 4 43.2500 Duncan(a,b) Q1 4 49.2500 Q2 4 60.7500 Sig. 0.061 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 13.556. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Tabel ANOVA untuk peubah Amoniak pada Percobaan Tahap II Keterangan
DB
Tot
JK
KT
Fhit
F0.05
F0.01
11 267.9069 24.35518
perlakuan kelompok error
2 12.18732 6.093659 2.328408 5.143249 10.92485 3 240.0171 80.00569 30.57045 4.757055 9.779569 6 15.70255 2.617092
Tabel ANOVA untuk peubah VFA pada Percobaan Tahap II Keterangan Tot perlakuan kelompok error
DB
JK
KT
Fhit
F0.05
F0.01
11 4746.629 431.5117 2 1145.948 572.9739 1.795296 5.143249 10.92485 3 1685.764 561.9213 1.760665 4.757055 9.779569 6 1914.917 319.1529
46
Tabel ANOVA untuk peubah DBK pada Percobaan Tahap II Keterangan
DB
Tot
JK
KT
Fhit
F0.05
F0.01
11 0.125211 0.011383
perlakuan kelompok error
2 0.025813 0.012907 5.474424 5.143249 10.92485 3 0.085252 0.028417 12.05335 4.757055 9.779569 6 0.014146 0.002358
Tabel Uji Duncan untuk peubah DBK pada Percobaan Tahap II perlakuan
N
Subset 1 2 Q0 4 0.4796 Duncan(a,b) Q2 4 0.5703 Q1 4 0.5842 Sig. 1.000 0.700 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .002. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Tabel ANOVA untuk peubah DBO pada Percobaan Tahap II Keterangan Tot perlakuan kelompok error
DB
JK
KT
Fhit
F0.05
F0.01
11 0.202266 0.018388 2 0.040194 0.020097 5.054401 5.143249 10.92485 3 0.138215 0.046072 11.58705 4.757055 9.779569 6 0.023857 0.003976
Tabel Uji Duncan untuk peubah DBK pada Percobaan Tahap II perlakuan
N
Subset
1 2 Q0 4 0.4481 Duncan(a,b) Q2 4 0.5643 Q1 4 0.5766 Sig. 1.000 0.791 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .004 .a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000 .b Alpha = .05.
47