4.1.2 Kasus Toxocara cati Signalement Nama : Pazel Jenis Hewan : Kucing Ras : Domestic Short Hair Jenis Kelamin : betina Umur : 1 tahun Warna : Hitam Anamnesa Anamnesa yang didapat kucing ini defekasi lembek dan berwarna cokelat gelap, belum pernah minum obat cacing dan divaksin, makan dan minum baik. Gejala Klinis dan Hasil Pemeriksaan Hewan aktif dan lincah, mukosa pink, suhu tubuh 380C, pulsus 120x/menit, respirasi 48x/menit, rambut dan kulit bersih, telinga dan mata bersih, dan daerah anus bersih. Pemeriksaan Laboratorik Sampel feses diambil segera setelah dikeluarkan melalui anus dan disimpan pada formalin 10%, konsistensi feses lembek, berwarna coklat gelap. Pemeriksaan dilakukan dengan metode natif dan apung. Hasil yang didapatkan dari kedua pemeriksaan tersebut adalah berupa beberapa telur dari Toxocara cati yang ditandai dengan permukaan yang berlubang dengan struktur bulat.
Gambar 3.8 Telur Toxocara cati yang Ditemukan Pada Pemeriksaan Apung, Perbesaran 400x (Dokumentasi Pribadi, 2017). Diagnosa dan Differensial Diagnosa Berdasarkan dari anamnesa, gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium yang telah dilakukan yaitu sampel feses dari kucing Pazel tersebut didiagnosa mengandung telur dari
Toxocara cati. Differensial diagnosa yang dapat ditarik adalah infeksi dari Toxocara canis dan Toxocara leonina. Etiologi a. Taksonomi Kingdom : Animalia Phylum : Nemathelminthes Class : Nematoda Subclass : Secernentea Ordo : Ascaridida Family : Ascarididae Genus : Toxocara Spesies : Toxocara cati b. Morfologi Tubuh dan Telur Helminth Cacing dewasa berwarna krem dan sedikit merah muda dengan panjang hingga 10 cm, jantan berukuran 3 cm - 7 cm sedangkan pada betina berukuran 4 cm – 10 cm. Morfologi khasnya adalah terdapat cervical alae yang pendek dan lebar pada bagian anterior menyerupai busur panah, panjang esofagus berkisar antara 2% hingga 6% dari panjang tubuh. Vulva terdapat pada 25% - 40% dari panjang tubuh, diatas pangkal anterior. Panjang spikula pada jantan adalah sekitar 1,7 mm – 1,9 mm. Ukuran telur berkisar antara 65 µm – 77 µm, memiliki kulit telur yang berlubang sebagai ciri khas dari telur cacing genus Ascaris, lubang dari T. cati lebih kecil daripada T. canis (Schrank dan Brumpt., 2014). Pada telur yang tidak terdapat embrio di dalamnya, tampak ovum memenuhi telur, namun ketika terdapat embrio maka akan tampak larva stadium II
Gambar 3.9 Telur Toxocara cati Tanpa Embrio (kiri) dan Toxocara cati Dengan Embrio Berupa Larva Stadium II (kanan) (Tekele, 2003). Siklus Hidup
Gambar 3.4 Siklus Hidup Toxocara cati
Predileksi cacing dewasa pada hospes definitif adalah pada usus halus. Penularannya dapat berupa infeksi langsung dari ingesti telur yang infektif, memakan hospes paratenik (hospes yang membawa stadium infektif tanpa menjadi fase dewasa, contoh: tikus, ayam, kecoak, cacing tanah, anjing, dan domba), dan melalui transmammari yaitu melalui air susu. Tahapan hidup Toxocara cati meliputi telur dikeluarkan dalam tinja kemudian telur berkembang selama minimal 1 sampai 2 minggu di lingkungan. Telur dalam tinja tertelan oleh kucing dan menetas di usus halus menjadi larva. Larva kemudian bermigrasi ke hati, paru-paru, jantung, ginjal dan masuk ke dalam kelenjar mammae dan keluar bersama kolustrum. Cacing dewasa dapat ditemukan di usus halus. Parasit dewasa yang hidup di usus halus adalah produsen telur produktif dan jumlah telur yang dihasilkan setiap hari sangat banyak. Telur yang berdinding tebal sangat tahan terhadap kondisi iklim dan lingkungan yang merugikan dan tetap infektif untuk jangka waktu yang lama (beberapa tahun) (Purwaningsih E, 2011). Sumber utama penyebaran dari cacing ini adalah ketika terjadi kontaminasi telur cacing ke lingkungan dari kucng yang telah terinfeksi. Telur tersebut akan resisten terhadap degradasi, sehingga lingkungan bertindak sebagai reservoir dari infeksi tersebut. Perkembangan larva terjadi selama 3-4 minggu pada suhu ruang, namun akan lebih lama pada kondisi yang lebih dingin. Ketika larva telah berkembang menjadi larva stadium III maka telur akan menjadi infektif. Siklus hidup dari larva stadium III yang infektif tertelan oleh kucing dilanjutkan dengan migrasi larva pada sepanjang traktus digestivus, setelah 3 hari terinfeksi larva dapat ditemukan pada hati, paru-paru, dan dinding lambung. Hari kelima setelah infeksi larva dapat ditemukan pada paru-paru, trakea, dan dinding lambung. Ketika sampai pada trakea maka kucing akan menimbulkan gejala batuk, lalu larva tersebut akan tertelan kembali dan masuk ke dalam lambung. Hari ke-19 setelah infeksi, larva stadium IV dapat ditemukan pada
lambung, dinding usus, dan isi usus. Setelah itu, larva tersebut berubah menjadi cacing dewasa dan berlokasi pada usus halus dan akan mudah melakukan identifikasi antara cacing jantan atau cacing betina dikarenakan spikula telah berkembang (Schrank dan Brumpt., 2014). Penularan secara transmammari terjadi ketika periode perinatal, larva dormant (stadium 1) yang ada di tubuh induk mulai bermigrasi ke glandula mammae dan berubah menjadi larva stadium II lalu masuk ke dalam air susu yang akan dikonsumsi oleh kitten, di dalam tubuh kitten, larva yang tertelan menjadi larva stadium III dan stadium IV, lalu berkembang menjadi dewasa dalam usus. Jika larva dikeluarkan melalui feses kitten sebelum larva tersebut dewasa, maka larva tersebut dapat menginfeksi induk saat menjilati anaknya. Cacingan yang diakibatkan oleh Toxocara cati atau disebut dengan Toxocariosis merupakan penyakit yang zoonosis. Penularan pada manusia melalui peroral yaitu ketika tertelan telur yang telah infektif. Larva migran pada manusia dapat terjadi pada mata yaitu berupa Ocular Larva Migrans (OCM) dan Visceral Larva Migrans (VLM) (Fisher, 2003). Patogenesa Penyakit Cacing dewasa yang berpredileksi pada usus akan mengambil nutrisi dari hospes definitif dengan cara melukai dinding atau lumen usus sebagai upaya mendapatkan nutrisi dari sirkulasi. Selama siklus hidupnya, migrasi larva akan menyebabkan penyakit dikarenakan larva tersebut meninggalkan lesi pada organ dan jaringan yang telah dilaluinya. Tingkat patogenitas cacing ini bergantung pada jumlah cacing dewasa maupun jumlah larva. Perjalanan larva infektif melalui jaringan paru-paru dan hati dapat menyebabkan terjadinya edema pada kedua organ tersebut. Paru-paru yang mengalami edema akan menimbulkan gejala berupa batuk, dipsnea, selesma, disertai dengan eksudat yang berbusa dan kadang mengandung darah. Pada kasus yang berat, perjalanan larva melewati lambung menyebabkan distensi, kemudian diikuti terjadinya muntah, dan mungkin disertai dengan keluarnya cacing yang belum dewasa di dalam bahan yang dimuntahkan (vomitus) (Schrank dan Brumpt., 2014). Hal ini sesuai dengan kasus yang dialami oleh Cotat, dimana Cotat memuntahkan cacing 5 hari sebelum sampel feses diambil. Terapi yang Diberikan, Pencegahan, serta Kontrol Penyakit Pengobatan yang dapat diberikan untuk kasus Toxocara cati adalah anti-helminth golongan nematoda dan anti-helminth spektrum luas lain seperti ivermektin, piperazine, dichlorvos, febantel (praziquantel, selamectin, milbemycin oxime, moxidectin). Pencegahan dapat dilakukan dengan meminumkan obat anti-helmint secara rutin dan berkala yaitu setiap 3 bulan sekali, sedangkan untuk kontrol penyakit dapat dilakukan dengan meningkatkan biosekuriti dan sanitasi dengan cara membersihkan kandang kucing dari feses setiap hari, melarang kucing bermain di tempat terbuka terutama yang banyak mengandung tanah seperti pada lapangan atau taman.