2. Nurul Savira.docx

  • Uploaded by: Nurul Savira
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 2. Nurul Savira.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 898
  • Pages: 6
NAMA : NURUL SAVIRA NIM : 160108022 KELAS : VI B

PELAYANGAN GELOMBANG

A. Pengertian Pelayangan Efek pelayangan yaitu fenomena yang terjadi jika dua gelombang itu mempunyai amplitude yang sama tetapi frekuensinya berbeda sedikit. Hal ini misalnya terjadi pada dua garpu tala yang frekuensinya sedikit berbeda yang dibunyikan bersama-sama. Dan apabila dua deretan gelombang yang frekuensinya sama berjalan sepanjang garis yang sama di dalam arah-arah yang berlawanan maka gelombang tegak akan dibentuk sesuai dengan prinsip superposisi. Dalam situasi dengan dimana dua gelombang dengan frekuensi sama bertemu, kita akan melihat prinsip superposisi linear dapat menjelaskan konsep interfrensi konsruktif dan interfrensi deskruktif. Jika dua gelomabang bunyi yang berfrekuensi berbeda sedikit bertemu, ternyata konsep superposisi linear dapat juga menjelaskan konsep fenomena layangan. Karena arah rambat kedua gelombang bunyi sama maka kedua gelombang bunyi tersebut saling tumpang tindih sepanjang perambatannya. Gelombang resultan (jumlah kedua gelombang bunyi – posisinya paling bawah) tampak seperti sebuah gelombang tunggal di mana amplitudonya selalu berubah-ubah. Gelombang resultan bisa diketahui dengan menerapkan prinsip superposisi pada kedua gelombang yang saling tumpang tindih. Frekuensi kedua gelombang bunyi sedikit berbeda sehingga fasenya tidak selalu sama sepanjang waktu. Pada saat tertentu, kedua gelombang bunyi tepat sefase, pada saat tertentu keduanya berbeda fase – pada saat

tertentu keduanya tepat berlawanan fase. Ketika kedua gelombang bunyi tepat sefase maka terjadi interferensi konstruktif. Dalam hal ini, amplitudo gelombang resultan bernilai maksimum (Amplitudo berkaitan dengan intensitas. Intensitas berkaitan dengan kenyaringan atau kuat lemahnya bunyi. Jika amplitudo maksimum maka intensitas juga maksimum. Dalam hal ini bunyi terdengar lebih keras). Ketika kedua gelombang bunyi tepat berlawanan fase maka amplitudo gelombang resultan bernilai nol (Tidak ada bunyi yang didengar). Perubahan amplitudo gelombang resultan berlangsung secara terus menerus sepanjang waktu, sepanjang perambatan kedua gelombang bunyi yang berinterferensi. Adanya perubahan amplitudo gelombang bunyi secara terus menerus ini menyebabkan perubahan kenyaringan bunyi yang terjadi secara terus menerus, yang kita dengar sebagai pelayangan. Garpu tala memiliki sifat menghasilkan bunyi dengan frekuensi tunggal ketika digetarkan. Ketika dua garpu tala digetarkan diletakkan sejajar maka kedua garpu tala akan menghasilkan kuat bunyi yang naik turun secara periodik, variasi kuat – lemahnya bunyi secar periodic ini disebut layangan, dan dihasilkan oleh superposisi dari dua gelombang bunyi dengan frekuensi berbeda sedikit. Banyak penerapan konsep layangan dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya dalam bidang musik. Penyetel alat musik, misalnya gitar atau piano, biasanya memanfaatkan layangan untuk mengetahui apakah senar sudah disetel dengan benar atau belum. Garputala standar digetarkan, senar dipetik. Jika ada layangan yang dihasilkan oleh garputala standar dan senar yang dipetik, maka senar tersebut belum disetel dengan benar (maksudnya frekuensinya belum tepat – frekuensi senar belum sama dengan frekuensi garputala standar). Sebaliknya jika tidak ada layangan yang dihasilkan maka senar sudah disetel dengan benar (frekuensi senar sudah tepat – frekuensi senar sudah sama dengan frekuensi garputala standar).

B. Frekuensi layangan Kedua gelombang bunyi yang berinterferensi, masing masing memiliki frekuensi 22 Hertz dan 20 Hertz. Frekuensi 22 Hertz artinya dalam 1 detik terjadi 22 getaran. Sedangkan frekuensi 20 Hertz artinya dalam 1 detik terjadi 20 getaran. Bandingkan dengan gambar di bawah.

Besarnya frekuensi pelayangan bunyi dapat dinyatakan dalam persamaan : 𝑓𝑛 = 𝑁 = |𝑓2 − 𝑓1 | 𝐾𝑒𝑡𝑒𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 ∶ 𝑓𝑛 = 𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐵𝑢𝑛𝑦𝑖 𝑁 = 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑢𝑛𝑦𝑖 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

𝑓2 𝑑𝑎𝑛 𝑓1 = 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑔𝑒𝑙𝑜𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑢𝑛𝑦𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑠𝑖

Pada waktu 0,25 sekon dan 0,75 sekon kedua gelombang bunyi tepat sefase sehingga terjadi interferensi konstruktif (amplitudo maksimumbunyi terdengar keras). Pada waktu 0,5 sekon dan 1 sekon kedua gelombang bunyi tepat berlawanan fase sehingga terjadi interferensi destruktif (amplitudo nol – tidak ada bunyi yang terdengar). Karena kedua gelombang bunyi berinterferensi secara terus menerus maka amplitudo gelombang resultan (warna biru) berubah secara terus menerus, dari maksimum ke nol dan seterusnya. Pada gambar di atas, amplitudo gelombang resultan bernilai maksimum dan minimum sebanyak dua kali selama satu detik. Dengan kata lain, frekuensi perubahan amplitudo gelombang resultan = 2 hertz. Ini artinya dalam satu detik kita mendengar bunyi keras sebanyak dua kali dan bunyi lemah sebanyak dua kali (2 layangan per sekon). Frekuensi 2 hertz ini dikenal dengan julukan frekuensi layangan. Karena frekuensi layangan adalah 2 hertz maka kita bisa menyimpulkan bahwa frekuensi layangan = selisih frekuensi kedua gelombang bunyi yang berinterferensi (22 Hertz – 20 Hertz = 2 Hertz). Telinga manusia biasanya hanya bisa mendengar layangan yang frekuensinya mencapai sekitar 15 hertz sampai 20 hertz. Jika frekuensi layangan lebih dari nilai ini maka telinga kita tidak bisa mendengar layangan tunggal. Sebagai contoh, kita andaikan terjadi interferensi duagelombang bunyi yang memiliki frekuensi 1700 hertz dan 1800 hertz (frekuensi layangan = 1800 hertz – 1700 hertz = 100 hertz). Telinga kita tidak mendengar layangan tunggal tetapi akan mendengar tiga bunyi yang frekuensinya berbeda, yakni 1700 hertz, 1800 hertz dan 100 hertz (terdengar jugs sebuah bunyi berfrekuensi 100 hertz yang jauh lebih lemah).

Dalam contoh di atas tampak bahwa kedua gelombang bunyi yang berinterferensi memiliki amplitudo yang sama. Bagaimana jika keduanya memiliki amplitudo yang berbeda? apabila amplitudonya sedikit berbeda maka interferensi antara kedua gelombang bunyi masih bisa menghasilkan layangan. Tetapi jika perbedaan amplitudonya cukup besar maka interferensi antara kedua gelombang bunyi tidak lagi berupa layangan. Untuk membuktikan hal ini, kita bisa menggambar dua gelombang bunyi yang frekuensi sedikit berbeda dan amplitudonya juga berbeda (pertama, amplitudonya nyaris sama; kedua, amplitudonya jauh berbeda). Setelah itu terapkan prinsip superposisi untuk menentukan gelombang resultan.

DAFTAR PUSTAKA

Kasli, Elisa. 2011. Gelombang. Banda Aceh. San lohat, Alexander.2009. Gudang Ilmu Fisika Gratis : layangan Gelombang. Jakarta : www.gurumuda.com (diakses Agustus 2019)

Related Documents

2. Nurul Savira.docx
June 2020 9
Nurul Silabus.docx
June 2020 25
Nurul Hidayah
April 2020 41
Nurul Awaliah.pdf
October 2019 45
Nurul Pancasila
June 2020 24
Nurul Aisyah.docx
December 2019 41

More Documents from "yuyu"

Tugas Ke Ii.docx
June 2020 4
Daftar Matakuliah.pdf
June 2020 4
Vira.docx
June 2020 5
2. Nurul Savira.docx
June 2020 9
Dia Ditha Rizkiani.docx
November 2019 9
1.docx
November 2019 11