LAPORAN PENDAHULUAN “CEREBROVASCULAR ACCIDENT (CVA) TROMBOSIS” Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Medical di Ruang 26 S RS Dr. Saiful Anwar Malang
Oleh : Nanda Veir Yursyidah 180070300111061
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2019
HALAMAN PENGESAHAN “CEREBROVASCULAR ACCIDENT (CVA) TROMBOSIS” DI RUANG 26 STROKE UNIT DALAM RSUD dr SAIFUL ANWAR MALANG
Oleh : Nanda Veir Yursyidah 180070300111061
Telah diperiksa dan disetujui pada : Hari
:
Tanggal :
Pembimbing Akademik
(
Pembimbing Lahan
)
(
)
CEREBROVASCULAR ACCIDENT(CVA) TROMBOSIS 1.
Definisi CVA CVAmerupakan suatu penyakit yang mengacu pada setiap gangguan neurologi mendadak yang diakibatkan oleh tersumbatnya aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga suplai darah ke otak berkurang dan mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan/stroke atau kematian (Bahrudin, 2012). CVA thrombosis adalah stroke yang disebabkan oleh penyumbatan lumen pembuluh darah otak akibat penebalan dari trombus (Gofir, 2009). Terjadinya CVA thrombosis dapat mengenai pembuluh darah besar termasuk sistem arteri carotis atau
pembuluh
darah
kecil
(percabangan
sirkulus
wilis
dan
sirkulasi
posterior).Secara umum CVA thrombosis terjadi pada titik percabangan arteri serebral khususnya distribusi arteri carotis interna. (Setyopranoto, 2011).
2.
Klasifikasi CVA Terdapat beberapa klasifikasi CVA diantaranya menurut Batticaca (2008) adalah: a. CVA Hemoragik CVA hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70 persen kasus stroke hemoragi terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragi disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak atau ke dalam ruang subaraknoid (ruang permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak) dan termasuk jenis stroke yang memiliki angka kematian tinggi. Stroke hemoragik dibagi menjadi : 1) Perdarahan Intraserebral Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan serebelum. 2) Perdarahan Subarachnoid Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1999). Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia). Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan
kesadaran.
Perdarahan
subarakhnoid
dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh
arteri
di
ruang
subarakhnoid.
Vasospasme
ini
dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia danlain-lain).
Perbedaan perdarahan intraserebri dengan perdarahan subarachnoid dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Gejala
PIS
PSA
Timbulnya
Dalam 1 jam
1-2 menit
Nyeri kepala
Hebat
Sangat hebat
Kesadaran
Menurun
Menurun sementara
Kejang
Umum
Sering fokal
Tanda rangsangan
+/-
+++
maningeal Hemiperase
++
+/-
Gangguan saraf otak
+
+++
Sedangkan untuk membedakan stroke hemoragik dengan stroke non hemoragik adalah sebagai berikut Sroke nonhemoragik
Gejala (anamnesa)
Stroke hemoragik
Awitan (onset)
Sub-akut kurang
Sangat akut/mendadak
Waktu (saat terjadi awitan)
Mendadak
Saat aktivitas
peringatan
Bangun pagi/istirahat
-
Nyeri kepala
+ 50% TIA
+++
kejang
+/-
+
muntah
-
+
Kesadaran menurun
Kadang sedikit
+++
Koma/kesadaran menurun
+/-
+++
Kaku kuduk
-
++
Tanda kering
-
+
Edema pupil
-
+
Perdarahan retina
-
+
brakikardia
Hari ke-4
Sejak awal
Penyakit lain
Tanda adanya aterosklerosis di retina, koroner, perifer. Emboli pada kelainan katub, fibrilasi, bising karotis
Hampir selalu hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung hemolisis (HHD)
Pemeriksaan darah pada LP
-
+
rontgen
+
Kemungkinan pergeseran glandula pineal
angiografi
Oklusi, stenosis
Aneurisma, AVM, massa intrahemister/vasospasme
CT scan
Densitas berkurang (lesi hipodensi)
Massa intracranial densitas bertambah (lesi hiperdensi)
Oftalmoskop
Fenomena silang Silver wire art
Perdarahan retina atau korpus vitreum
Lumbal pungsi - Tekanan - Warna - eritrosit Arteriografi
Normal Jernih < 250/mm3
Meningkat Merah >1000/mm3
Oklusi
Ada pergeseran
EEG
Di tengah
Bergeser dari bagian tengah
b. CVA Iskemik Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hampir 85% disebabkan oleh sumbatan karena bekuan darah, penyempitan sebuah arteri atau beberapa arteri yang mengarah ke otak dan karena embolus (kotoran) yang terlepas dari jantung atau arteri ekstrakranii (arteri yang berada di luar tengkorak) yang menyebabkan sumbatan di satu atau beberapa arteri intrakranii (arteri yang ada di dalam tengkorak) (Muttaqin, 2008). Stroke iskemik dibagi menjadi : a) Berdasarkan manifestasi klinis 1) Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA) adalah suatu gejala Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akibat thrombus atau emboli dan akan menghilang dalam waktu 24 jam. Namun apabila sampai tiga jam juga belum bisa teratasi sekitar 50 % pasien sudah terkena infark 2) Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible
Ischemic
NeurologicalDeficit (RIND) adalah suatu gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu. Biasanya RIND akan membaik dalam waktu 24–48 jam.
3) Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation) adalah gejala neurologik semakin lama semakin berat dan memburuk setelah 48 jam. 4) Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke) merupakan kelainan neurologik sudah menetap dan tidak berkembang lagi. b) Berdasarkan Kausal: 1) Stroke Trombotik Stroke trombotik terjadi
karena
adanya
penggumpalan
pada
pembuluhdarah di otak.Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besardan pembuluh darah yang kecil.Pada pembuluh darah besar trombotikterjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalandarah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginyakadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkanpada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah kepembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi danmerupakan indikator penyakit aterosklerosis (Wijaya, 2013) 2) Stroke Emboli/Non Trombotik Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisanlemak yang lepas.Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yangmengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak (Wijaya, 2013). Perbedaan manifestasi klinis antara stroke emboli dan stroke trombosis yaitu:
3. Etiologi CVA Terdapat beberapa penyebab terjadinya CVA, diantaranya menurut Wiajaya (2013) adalah: A. Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak dan leher). Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setetah thrombosis dan berkaitan dengan kerusakan lokal dinding akibat anterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai dengan plak berlemak pada lapisan intima arteri besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya
menghilang. Lumina elastika interna robek dan berjumbal sehingga lumen pembuluh sebagian berisi oleh materi sklerotik tersebut. 1)
Beberapa keadaan yang menyebabkan trombosis otak: Atherosklerosis Atherosklerosis
berkurangnya
adalah
kelenturan
atau
mengerasnya elastisitas
pembuluh
dinding
darah
pembuluh
serta darah..
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut : a. Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah. b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis. c. Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus) d. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek 2) 3)
danterjadi perdarahan. Arteritis( radang pada arteri ) Hypercoagulasi pada polysitemia Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
B. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain).Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung, jarang terjadi berasal dari plak ateromatosa sinus carotikus (carotisintema). Setiap batang otak dapat mengalami embolisme tetapi biasanya embolus akan menyumbat bagianbagian yang sempit.Abnormalitas patologik pada
jantung kiri, seperti
endokarditis, infeksi, penyakit jantung rematik dan infark miokard serta infeksi pulmonal adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabang yang merusak sirkulasi serebral. C. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak. D. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Hemoragi dapat terjadi diluar durameter (hemoragi ekstradural dan epidural), dibawah durameter (hemoragi subdural), diruang
subarakhnoid (hemoragi subarakhnoid) atau didalam
subtansi otak (hemoragi intraserebral) (Smeltzer, 2002).
4.
Faktor Risiko CVA Faktor resiko stroke dikelompokan menjadi dua menurut Bahrudin (2012), yaitu: Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi adalah : Faktor Risiko Umur
Keterangan Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda
Seks
untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita, tetapi penelitian menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita yang meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi dan pada wanita. Tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda
sehingga
tingkat
kelangsungan
hidup
lebih
tinggi.
Sementara, wanita lebih berpotensi terserang stroke pada usia lanjut hingga kemungkinan meninggal karena penyakit itu lebih Keturunan,
besar. Stroke juga terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat
sejarah stroke
berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit
dalam
jantung, diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh darah, gaya
keluarga
dan pola hidup keluarga dapat mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan faktor genetik yang paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke lainnya.
Faktor resiko stroke yang dapat dimodifikasi adalah: Faktor Risiko Hipertensi
Keterangan Hipertensi merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri.Sejumlah penelitian menunjukkan, obat-obatan anti hipertensi dapat mengurangi risiko stroke sebesar 38% dan pengurangan angka kematian
Diabetes mellitus
akibat stroke sebesar 40%. Diabetes meningkatkan
risiko
stroke
tromboemboli
sekitar dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orangorang tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk
mendapat
iskemia
serebral
melalui
percepatan
aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan efek lokal pada
Penyakit jantung
mikrosirkulasi serebral. Penyakit Arteri koroner → Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difusvaskular aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena
Miocardiofarction. Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi →
Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke Fibrilasi atrial → Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi
atrial
karena
penyakit
jantung
rematik;
meningkatkan risiko stroke sebesar 17 kali. Lainnya → Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium, aneurisma septum atrium,
Karotis bruits
dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta. Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum dan
Merokok
tidak untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit. Kandungan kimia rokok dalam waktu yang lama mampu
Peningkatan
menyebabkan penurunan fungsi organ di dalam tubuh Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit
hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah dari isi sel darah merah, plasma protein
Peningkatan
terutamanya fibrinogen memainkan peranan penting. Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke
tingkat fibrinogen
trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah
dan kelainan
dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta
sistem pembekuan protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic. Hemoglobinopathy Sickle-cell disease → Dapat menyebabkan infark iskemik atau
hemoragik
subaraknoid,
vena
intraserebral sinus
dan
dan
perdarahan
trombosis
vena
kortikal.Keseluruhan kejadian stroke dalam Sickle-cell
disease adalah 6-15%. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria→dapat mengakibatkan trombosis vena serebral
Penyalahgunaan obat
Obat
yang
telah
berhubungan
dengan
stroke
termasuk methamphetamines, norepinefrin , LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar,
atau fokus bidang iskemia dan infark.
Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan
alergi.
Perdarahan
subarachnoid
dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan Hiperlipidemia
kokain. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan yang
Kontrasepsi oral Pil
jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar. KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkatkan koagulasi karena stimulasi estrogen tentang produksi protein
Diet
liver atau jarang penyebab autoimun. Konsumsi alkohol → Ada peningkatan risiko infark otak, dan
perdarahan
penyalahgunaan
subarakhnoid alkohol pada
dikaitkan
orang
dengan
dewasa
muda.
Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada tekanan darah, platelet, osmolalitas
plasma, hematokrit, dan sel-sel darah merah Kegemukan → Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas telah secara konsisten
Penyakit pembuluh darah perifer Infeksi
meramalkan stroke. Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah. Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan
dinding pembuluh Homosistinemia
perubahan
darah.
Sifilis
inflamasi
meningovaskular
dalam dan
mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan infark. Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko
atau homosistinuria stroke di usia muda adalah 10-16%. Stres Stres psiokososial dapat menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi
dengan
faktor
risiko
lain
(misalnya,
aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi) dapat memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.
5.
Fisiologi Otak Jumlah aliran darah ke otak disebut sebagai cerebral blood flow (CBF) dan dinyatakan dalam satuan cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan
perfusi
otak/cerebral
perfusion
pressure
(CPP)
dan
resistensi
serebrovaskular/cerebrovascular resistance (CVR) (Trent, 2011). Dalam keadaan normal dan sehat, rata-rata aliran darah otak adalah 50,9 cc/100 gram otak/menit. Hubungan antara ketiga variabel ini dinyatakan dalam persamaan berikut: Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistemik /mean arterial blood pressure (MABP) dikurangi dengan tekanan intracranial/intracranial pressure (ICP), sedangkan komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu tonus pembuluh darah otak, struktur dinding pembuluh darah, viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak (Guyton, 2006). Ambang batas aliran darah otak ada tiga, yaitu: 1. Ambang fungsional : batas aliran darah otak 50-60 cc /100 gram/menit. Bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi integritas sel-sel saraf masih utuh 2. Ambang aktivitas listrik otak: batas aliran darah otak sekitar 15 cc/100 gram/menit, yang bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik neuronal berhenti. Ini berarti sebagian struktur intrasel telah berada dalam proses disintegrasi. 3. Ambang kematian sel, yaitu batas aliran darah otak yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak. CBF dibawah 15 cc/100 gram/menit. Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak antara lain: 1. Keadaan pembuluh darah, dapat menyempit akibat stenosis atau ateroma atau tersumbat oleh trombus/embolus. 2. Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang meningkat akanmenyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia yang berat dapat menyebabkan oksigenasi otak menurun. Tekanan darah sistemik yang memegang peranan tekanan perfusi otak. 6.
Autoregulasi Otak Autoregulasi
otak
yaitu
kemampuan
darah
arterial
otak
untuk
mempertahankan aliran darah otak tetap meskipun terjadi perubahan pada tekanan perfusi otak. Dalam keadaan fisiologis, tekanan arterial rata – rata adalah 50 – 150 mmHg pada penderita normotensi. Pembuluh darah serebral akan
berkontraksi akibat peningkatan tekanan darah sistemik dan dilatasi bila terjadi penurunan.10 Keadaan inilah yang mengakibatkan perfusi otak tetap konstan. Autoregulasi masih dapat berfungsi baik, bila tekanan sistolik 60 – 200 mmHg dan tekanan diastolik 60 – 120 mmHg. Dalam hal ini 60 mmHg merupakan ambang iskemia, 200 mmHg merupakan batas sistolik dan 120 mmHg adalah batas atas diastolik. Respon autoregulasi juga berlangsung melalui refleks miogenik intrinsik dari dinding arteriol dan melalui peranan dari sistem saraf otonom (Guyton, 2006). 7.
Metabolisme Otak Otak dapat berfungsi dan bermetabolisme tergantung dengan pemasukan oksigen. Pada individu yang sehat pemasukan oksigen sekitar 3,5 ml/100 gr/menit dan aliran darah otak sekitar 50 ml/100 gram/menit. Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan otak, bila dioksidasi maka akan dipecah menjadi CO2 dan H2O. Secara fisiologis 90% glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara komplit, 10% yang diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat (metabolisme anaerob). Bila aliran darah otak turun menjadi 20 – 25 ml/100gram otak/ menit maka akan terjadi kompensasi berupa peningkatan ekstraksi ke jaringan otak sehingga fungsi-fungsi neuron dapat dipertahankan (Guyton, 2006).
8.
Patofosiologi CVA Trombus adalah pembentukan bekuan platelet atau fibrin di dalam darah yang dapat menyumbat pembuluh vena atau arteri dan menyebabkan iskemia dan nekrosis jaringan lokal. Trombus ini bisa terlepas dari dinding pembuluh darah dan disebut tromboemboli. Trombosis dan tromboemboli memegang peranan penting dalam patogenesis stroke iskemik. Lokasi trombosis sangat menentukan jenis gangguan yang ditimbulkannya, misalnya trombosis arteri dapat mengakibatkan infark jantung, stroke, maupun claudicatio intermitten, sedangkan trombosis vena dapat menyebabkan emboli paru.8,11 Trombosis merupakan hasil perubahan dari satu atau lebih komponen utama hemostasis yang meliputi faktor koagulasi, protein plasma, aliran darah, permukaan vaskuler, dan konstituen seluler, terutama platelet dan sel endotel. Trombosis arteri merupakan komplikasi dari aterosklerosis yang terjadi karena adanya plak aterosklerosis yang pecah.13 Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak jaringan kolagen di bawahnya. Proses trombosis terjadi akibat adanya interaksi antara trombosit dan dinding pembuluh darah, adanya kerusakan endotel pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang normal bersifat antitrombosis
karena adanya glikoprotein dan proteoglikan yang melapisi sel endotel dan adanya prostasiklin (PGI2) pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi platelet agregasi. Pada endotel yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan dengan serat-serat kolagen pembuluh darah, kemudian merangsang trombosit dan agregasi trombosit dan merangsang trombosit mengeluarkan zat-zat yang terdapat di dalam granula-granula di dalam trombosit dan zat-zat yang berasal dari makrofag yang mengandung lemak. Akibat adanya reseptor pada trombosit menyebabkan perlekatan trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan ; 1. 2.
Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan. Edema dan kongesti disekitar area Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadangkadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan,CVA. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis , atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal iniakan me yebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah.. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi serebral
terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest. Pathway (terlampir) 9.
Manifestasi CVA Terdapat beberapa manifestasi CVA menurut Muttaqin (2008), yaitu: a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia) b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis) c. d. e. f. g. h. i. j.
yang timbul mendadak. Tonus otot lemah atau kaku Menurun atau hilangnya rasa Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia” Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan) Disartria (bicara pelo atau cadel) Gangguan persepsi Gangguan status mental Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala
10. Pemeriksaan Diagnostik CVA Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat digunakan untuk menilai dan menegakkan diagnose terkait CVA menurut (Batticaca, 2008; Wijaya, 2013), yaitu: A. Pemeriksaan Saraf Kranial 1) Fungsi saraf kranial I (N. Olvaktorius) Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup bersih.Lakukan pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan dekatkan bau-bauan seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta menebak bau tersebut.Lakukan untuk lubang hidung yang satunya. 2) Fungsi saraf kranial II (N. Optikus) a. Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum pemeriksaan. Periksa ketajaman dengan membaca, perhatikan jarak baca atau menggunakan snellenchart untuk jarak jauh. b. Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa 60-100 cm, minta untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa juga menutup sebelah mata dengan mata yang berlawanan dengan mata klien. Gunakan benda yang berasal dari arah luar klien dank lien diminta , mengucapkan ya bila pertama melihat benda tersebut. Ulangi pemeriksaan yang sama dengan mata yang sebelahnya. Ukur berapa
derajat kemampuan klien saat pertama kali melihat objek. Gunakan opthalmoskop untuk melihat fundus dan optic disk (warna dan bentuk) 3) Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan Abdusen) a. Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi konjungtiva, dan ptosis kelopak mata b. Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya perdarahan pupil c. Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi cardinal) yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral bawah. Minta klien mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan bolamatanya 4) Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus) a. Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah maxilla, mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas. Minta klien mengucapkan ya bila merasakan sentuhan, lakukan kanan dan kiri. b. Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau peniti di ketiga area wajah tadi dan minta membedakan benda tajam dan tumpul. c. Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat dilakukan diketiga area wajah tersebut. Minta klien menyebabkanutkan area mana yang merasakan sentuhan. Jangan lupa mata klien ditutup sebelum pemeriksaan. d. Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan garputala yang digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah wajah tadi dan minta klien mengatakan getaran tersebut terasa atau tidak e. Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien melihat lurus ke depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari samping kea rah mata dan lihat refleks menutup mata. f.
Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan merapatkan gigi periksa otot maseter dan temporalis kiri dan kanan periksa kekuatan ototnya, minta klien melakukan gerakan mengunyah dan lihat kesimetrisan gerakan mandibula.
5) Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)
a. Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan sentuhkan ke ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk gula dan asam b. Fungsi motorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul, mengangkat kedua al;is berbarengan, menggembungkan pipi. Lihat kesimetrisan kanan dan kiri. Periksa kekuatan otot bagian atas dan bawah, minta klien memejampan mata kuat-kuat dan coba untuk membukanya, minta pula klien utnuk menggembungkan pipi dan tekan dengan kedua jari. 6) Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear) a. cabang
vestibulo
dengan
menggunakan
test
pendengaran
mengguanakan weber test dan rhinne test b. Cabang choclear dengan rombreng test dengan cara meminta klien berdiri tegak, kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu observasi adanya ayunan tubuh, minta klien menutup mata tanpa mengubah posisi, lihat apakah klien dapat mempertahankan posisi 7) Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus) a. Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum, normal bila uvula terletak di tengan dan palatum sedikit terangkat. b. Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring. c. Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menelan air sedikit, observasi gerakan menelan dan kesulitan menelan. Periksa getaran pita suara saat klien berbicara. 8) Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris) a. Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua bahu secara bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan. b. Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien menoleh ke kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan telinga ke bahu kanan dan kiri bergantian tanpa mengangkat bahu lalu observasi rentang pergerakan sendi c. Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu klien dengan kedua telapak tangan danminta klien mendorong telapak tangan pemeriksa sekuat-kuatnya ke atas, perhatikan kekuatan daya dorong.
d. Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien untuk menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak tangan pemeriksa, perhatikan kekuatan daya dorong 9) Fungsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus) a. Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan, observasi kesimetrisan gerakan lidah b. Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu pipi dengan ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah, dorong kedua pipi dengan kedua jari, observasi kekuatan lidah, ulangi pemeriksaan sisi yang lain. Gangguan pada saraf kranial antara lain : Nervus kranial I: Olfaktorius
Fungsi Penciuman
Penemuan klinis dengan lesi Anosmia (hilangnya daya penghidu) II: Optikus Penglihatan Amaurosis III: Okulomotorius Gerak mata; kontriksi pupil; Diplopia (penglihatan akomodasi kembar), ptosis; midriasis;hilangnya akomodasi IV: Troklearis Gerak mata Diplopia V: Trigeminus Sensasi umum wajah, kulit ”mati rasa” pada wajah; kepala, dan gigi; gerak kelemahan otot rahang mengunyah VI: Abdusen Gerak mata Diplopia VII: Fasialis Pengecapan; sensasi umum Hilangnya kemampuan pada platum dan telinga mengecap pada dua pertiga luar; sekresi kelenjar anterior lidah; mulut kering; lakrimalis, submandibula hilangnya lakrimasi; paralisis dan sublingual; ekspresi otot wajah wajah VIII: Pendengaran; Tuli; tinitus(berdenging terus Vestibulokokleari keseimbangan menerus); vertigo; nitagmus s IX: Pengecapan; sensasi umum Hilangnya daya pengecapan Glosofaringeus pada faring dan telinga; pada sepertiga posterior lidah; mengangkat palatum; anestesi pada farings; mulut sekresi kelenjar parotis kering sebagian X: Vagus Pengecapan; sensasi umum Disfagia (gangguan menelan) pada farings, laring dan suara parau; paralisis palatum telinga; menelan; fonasi; parasimpatis untuk jantung dan visera abdomen XI: Asesorius Fonasi; gerakan kepala; Suara parau; kelemahan otot
Spinal XII: Hipoglosus
leher dan bahu Gerak lidah
kepala, leher dan bahu Kelemahan dan pelayuan lidah
B. Pemeriksaan Fungsi Motorik Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal
medulla
spinalis
neuron.Pemeriksaan
motorik
dan
bersinaps
dilakukan
dengan
dengan
lower
cara
observasi
motor dan
pemeriksaan kekuatan. 1) Massa otot : hypertropi, normal dan atropi 2) Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot. a. Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama. Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan ekstensi extremitas klien. b. Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan tangan. c. Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus. 3) Kekuatan otot : Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji.Klien secara aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa.Otot yang diuji biasanya dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5) 1
: tidak ada kontraksi sama sekali.
2
: kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau gravitasi.
3
: cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4
: cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5
: cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
A. Pemeriksaan Fungsi Sensorik Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien terhadap beberapa stimulus.Pemeriksaan harus selalu menanyakan kepada klien jenis stimulus.Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi: 1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial. 2. Kapas untuk rasa raba. 3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu. 4. Garpu tala, untuk rasa getar. 5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti : a) Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination. b) Benda-benda
berbentuk
(kunci,
uang
logam,
botol,
dan
sebagainya), untuk pemeriksaan stereognosis c) Pen / pensil, untuk graphesthesia. 4) Pemeriksaan Fungsi Refleks Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks hammer.Skala untuk peringkat refleks yaitu: Refleks-refleks yang diperiksa adalah : a. Refleks patella Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut. 0 = tidak ada respon 1
= hypoactive / penurunan respon, kelemahan (+)
2
= normal (++)
3
= lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
4
= hyperaktif, dengan klonus (++++)
b. Refleks biceps Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer. Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu. c. Refleks triceps Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 , tendon triceps diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon). Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebabkanar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara. d. Refleks achilles Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki. e. Refleks abdominal Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores. f.
Refleks Babinski Merupakan refleks yang paling penting .Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki
melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar.Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki. C. Pemeriksaan khusus sistem persarafan, untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan : 1) Kaku kuduk Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada, kaku kuduk positif (+). 2) Tanda Brudzinski I Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara pasif.Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi padasendi panggul dan sendi lutut. 3) Tanda Brudzinski II Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut. 4) Tanda Kernig Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan
tungkai
bawah
pada
sendi
lutut.Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas.Kernig (+) bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan. 5) Test Laseque Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang m. ischiadicus. Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi : 1.
Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal. Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar kedalam dan kaki plantar fleksi.
2.
Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau diencephalon. Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi, ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar fleksi.
D. Pemeriksaan Radiologi 1) Angiografi serebral Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. 2) CT Scan Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas.
3) Pungsi lumbal Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi. 4) MRI (Magnetic Imaging Resonance) Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5) USG Dopler Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalahsistem karotis). 6) EEG Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
E. Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan darah lengkap Untuk mengetahui adanya anemia, trombositopenia dan leukositosis yang dapat menjadi factor risiko stroke hemoragik b. Pemeriksaan glukosa darah Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber bahan bakar untuk metabolism sel otak. Apabila kadar glukosa darah yang terlalu rendah maka akan dapat terjadi kerusakan pada jaringan otak c. Pemeriksaan analisa gas darah Untuk mengetahui gas darah yang disuplai ke jaringan otak sebagai sumber untuk metabolisme d. Pemeriksaan serum elektrolit e. Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah) Mengetahui adanya hiperviskositas yang dapat menjadi factor risiko stroke hemoragik f.
Pemeriksaan faal hemostatis Untuk mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai komplikasi dan pencetus stroke hemoragik
11. Penatalaksanaan Cva Trombosis Menurut American Hearth Association (AHA), algorithm CVA untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut: a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan: Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, b. c. d.
membantu pernafasan. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif (Muttaqin, 2008)
Pengobatan Konservatif a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya:pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial. c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan(Setyopranoto, 2011) Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral: 1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher 2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh pasien tia. 3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut 4) Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma. 12. Komplikasi CVA Menurut Wijaya (2013) komplikasi stroke di bagi menjadi 2 (dua) sebagai berikut: Komplikasi neurology yang terbagi menjadi : 1. Cacat mata dan cacat telinga 2. Kelumpuhan 3. Lemah Komplikasi non neurology yang terbagi menjadi :
1. Akibat neurology yang terbagi menjadi : a. Tekanan darah sistemik meninggi b. Reaksi hiperglikemi (kadar gula dalam darah tinggi) c. Oedema paru d. Kelainan jantung dan EKG (elektro kardio gram) e. Sindroma inappropriate ante diuretic hormone (SIADH) 2. Akibat mobilisasi meliputi : Bronco pneumonia, emboli paru, depresi, nyeri, dan kaku bahu, kontraktor, deformitas, infeksi traktus urinarius, dekubitus dan atropi otot.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CVA TROMBOSIS A. Pengkajian 1)
Data demografi Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2)
Keluhan utama Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3)
Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Sedangkan stroke infark tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
4)
Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan
5)
Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus
6)
Riwayat psikososial Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga
7)
Pola-pola fungsi kesehatan a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral. b. Pola nutrisi dan metabolisme Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas c. Pola eliminasi Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising
usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus d. Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah. Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik
(hemiplegia)
dan
terjadi
kelemahan
umum,
gangguan
penglihatan, gangguan tingkat kesadaran e. Pola tidur dan istirahat Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot f.
Pola hubungan dan peran Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g. Pola persepsi dan konsep diri Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif. h. Pola sensori dan kognitif Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. i.
Pola reproduksi seksual Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j.
Pola penanggulangan stress Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k. Integritas ego Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian mengekspresikan diri l.
Pola tata nilai dan kepercayaan Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8)
Pemeriksaan fisik Keadaan umum
Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi Pemeriksaan integumen Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah
yang
menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis Rambut : umumnya tidak ada kelainan Pemeriksaan kepala dan leher Kepala : bentuk normocephalik Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi Leher : kaku kuduk jarang terjadi Pemeriksaan dada Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas. Merokok merupakan faktor resiko. Pemeriksaan abdomen Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine Pemeriksaan ekstremitas Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. Pemeriksaan neurologi Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah. Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak sama, refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia
Pemeriksaan
sensorik:
Dapat
terjadi
hemihipestesi,
hilangnya
rangsang sensorik kontralteral. Pemeriksaan refleks Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis. Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran, gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang, Diagnosa dan Intervensi Keperawatan 1. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah, vasospasme serebral, edema serebral 2. Tidak
efektifnya
penurunantingkat
bersihan
jalan
kesadaran,
napas
b/d
penurunan
akumulasi
sputum
kemampuan
akibat batuk,
ketidakmampuanmengeluarkan sekret 3. Kerusakan mobilitas fisik b/d keterlibatan neuromuskuler kelemahan, parestesia, kerusakan perseptual/kognitif 4. Defisit perawatan diri b/d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol, nyeri, depresi 5. Kerusakan komunikasi verbal b/d kerusakan sirkulasi serebral, kehilanga tonus ototfasial ketidakmampuan berbicara
DAFTAR PUSTAKA Bahrudin, M. 2012. Diagnosa Stroke.Scientifc Jurnal UMM.I: 193-197 Batticaca, F. B. 2008. Asuhan keperawatan Klien dengan gangguan sistem persyarafan. Jakarta: Salemba medika. Gofir. 2009. Manajemen Stroke Evidance Based Medicine. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press Junaidi, I. 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Penerbit Andi: Yogyakarta. Muttaqin, A. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sisitem persyrafan. Jakarta: Salemba medika. Setyopranoto, I. 2011. Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan. (online) (tersedia di http://journal.rskariadi.co.id) diakses 9 Agustus 2017. Wijaya, A.K. 2013. Patofisiologi Stroke Non-Hemoragis Akibat Trombus.(Online). (tersedia di http://ojs.unud.ac.id) diakses 9 Agustus 2017.