2. Etika Revisi Fixxxx.docx

  • Uploaded by: Lantana Camarasari
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 2. Etika Revisi Fixxxx.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,581
  • Pages: 29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan

transplantasi

organ

tubuh

manusia

semakin

berkembang, tidak hanya organ jantung manusia , namun berkembang ke cangkok ginjal, hati , dan beberapa organ lain termasuk jaringan tubuh manusia seperti jaringan otot maupun syaraf. Dalam penelitian ini akan membahas tentang transplantasi organ ginjal. Ketika tingkat keberhasilan trasnplantasi organ semakin meningkat maka permintaan atas organ dan jaringan tubuh manusia yang akan dijadikan donor juga akan semakin meningkat, pada awal mula perkembangan teknologi transplantasi organ tubuh manusia sumber donor berasal dari pihak keluarga semata, namun bisa juga semakin hari mulai berkembang ke lingkar yang lebih luas. Syarat dalam menjadi penodor ginjal yang baik adalah memiliki kesehatan yang baik disertai dengan sepasang ginjal yang sehat, memiliki golongan darah yang sama dengan pasien, serta memiliki pembuluh darah ginjal yang cocok dengan pasien untuk memudahkan dalam teknis pelaksanaan transplantasi. Hal tersebut

yangmembuat seorang pasien

gagal ginjal sulit untuk mendapatkan donor ginjal yang cocok dan sesuai. Dengan permintaan yang berkembang pesat ini, tidak memiliki kontinuitas stock organ donor sehingga membuka peluang terjadinya permintaan

yang

berlebih

terhadap

organ

tubuh

manusia

yang

dimanfaatkan kemudian untuk mencari keuntungan, sebuah keuntungan besar yang diperoleh dari permintaan yang besar dan persediaan yang sangat terbatas dari organ manusia akhirnya dapat memicu praktek perdagangangan organ dan jaringan tubuh manusia. Dalam artikel website dijelaskan bahwa perdagangan organ tubuh manusia merupakan sebuah ancaman dan juga kejahatan bagi kemanusiaan Crimes against humanity maka PBB kemudian merumusakn praktek

1

perdagangan organ tubuh manusia yang dilakukan dengan cara dan tujuan Ilegal sebagai bagian dari kejahatan transnasional. Transplantasi organ kini justru menjadi perdagangan organ yang ilegal. Dalam artikel yang ditulis oleh Lucky, banyak modus jual beli organ dilakukan oleh sejumlah pihak diantaranya seseorang menjual organ tubuhnya karena terdesak kebutuhan ekonomi, seseorang mencari donor organ tubuh dengan menipu, dan diduga sejumlah kasus pembunuhan ditengarai berkaitan erat dengan tujuan mengambil organ tubuh korban kemudian dijual. Pengaturan tentang transplantasi organ di Indonesia diatur dalam Undangundang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dalam Pasal 6465 mengenai tranplantasi organ. Mengenai perjual-belian organ diatur dalam undang-undang yang sama dalam Pasal 64 ayat (3) yang berisi : “organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjual-belikan dengan dalih apapun”. Dengan adanya aturan yang berlaku tersebut maka perlu adanya realisasi atau implementasi. Mulai dari pengaturan sanksi serta perbandingan dengan peraturan perundangan-undangan yang lain. Berdasarkan uraian di atas maka penulis ingin melakukan pengkajian terhadap permasalahan mengenai perdagangan organ ginjal di tinjau dari segi hukum pidana dalam bentuk penelitiaan mengenai analisis yuridis Undangundang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan terkait dengan tindak pidana perdagangan organ tubuh untuk kepentingan transplantasi organ ginjal. Permasalahan yang akan diteliti adalah berupa bagaimana pengaturan tindak pidana perdangan organ tubuh untuk kepentingan transplantasi organ ginjal dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia serta bagaimana perbandingan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan Administrative Order 0004 s.2008 Republic of the Philippines Department of Health Revised National Policy on Living Non Related Organ Donation and Transplantation and its Implementing Structures. Jenis penelitian yang dipilih adalah jenis penelitian normatif. Pelaksanaan penelitian ini menggunakan dua macam metode pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan perundang-

2

undangan dan pendekatan perbandingan. Sumber bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer yaitu peraturan perundangundangan dan sumber bahan hukum sekunder yaitu buku, artikel, yang mendukung sumber primer yang digunakan sesuai dengan penelitian yang dilakukan. Teknik pengumpulannya dengan teknik dokumenter dengan mencari bahan hukum di perpustakaan dan browsing internet, kemudian mengelompokkan menjadi primer dan sekunder. Sejak kesuksesan transplantasi yang pertama kali berupa ginjal dari donor kepada pasien gagal ginjal pada tahun 1954, perkembangan di bidang transplantasi organ terus mengalami peningkatan melebihi ketersediaan donor yang ada. Sebagai contoh di Cina, pada tahun 1999 tercatat hanya 24 transplantasi hati. Namun, tahun 2000 jumlahnya mencapai 78 angka. Sedangkan tahun 2003 bertambah angkanya 356. jumlah tersebut semakin meningkat pada tahun 2004 yaitu 507 kali transplantasi. Transplantasi yang terjadi tidak hnaya hati, tetapi juga jumlah transplantasi keseluruhan organ di Cina memang meningkat drastis. Setidaknya telah terjadi 3 kali lipat melebihi Amerika Serikat. Ketidakseimbangan antara jumlah pemberi organ dengan penerima organ hampir terjadi di seluruh dunia. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis persengketaan etik mengenai kasus transplantasi organ tubuh. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan etik. b. Mengetahui dan memahami definisi transplantasi organ. c. Mengetahui dan memahami tujuan transplantasi organ. d. Mengetahui dan memahami klasifikasi transplantasi organ. e. Mengetahui dan memahami syarat dan prosedur transplantasi organ. f. Mengetahui dan memahami metode transplantasi.

3

g. Mengetahui dan memahami masalah etik dan moral dalam tranplantasi organ h. Mengetahui dan memahami aspek etik transplantasi. i. Mengetahui dan memahami dasar peraturan transplantasi organ. C. Manfaat 1. Manfaat Teoritis Makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan pemikiran khususnya mengenai kasus transplantasi. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Pembaca 1. Memberikan informasi dan gambaran kepada para pembaca mengenai kasus transplantasi. 2. Menambah pengetahuan para pembaca akan kasus transplantasi. b. Bagi Penulis Menambah wawasan pengetahuan bagi penulis mengenai kasus transplantasi. c. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan mampu memberikan informasi yang berguna, dapat dijadikan masukan informasi dalam menyusun kebijakan dan strategi, dan dapat menjadi tambahan informasi bagi peneliti selanjutnya tentang kasus transplantasi. d. Bagi Masyarakat Diharapkan

mampu

memberi

informasi

mengenai

kasus

transplantasi, terutama mengenai penatalaksanaan dan pencegahan. D. Metode Data atau informasi dalam penyusunan makalah ini, kami peroleh dengan melakukan studi pustaka dengan menggunakan buku dan jurnal. Buku dan jurnal yang kami gunakan sesuai dengan tema pada makalah ini.

4

BAB II TINJAUAN TEORI A. ETIK 1. Definisi etik Kata etika berasal dari Yunani, yaitu Ethos, yang berhubungan dengan pertimbangan pembuat keputusan, benar atau tidaknya suatu perbuatan karena tidak ada undang-undang atau peraturan yang menegaskan hal yang harus dilakukan. Etika berbagai profesi digariskan dalam kode etik yang bersumber dari martabat dan hak manusia (yang memiliki sikap menerima) dan kepercayaan dari profesi. Profesi menyusun kode etik berdasarkan penghormatan atas nilai dan situasi individu yang dilayani. (Suhaemi, 2010). Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseoang maupun pada suatu masyarakat atau kelompok masyarakat. Ini berarti etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain. Kebiasaan ini terungkap dalam perilaku berpola yang terus berulang sebagai sebuah kebiasaan. (Keraf ,2010)

2. Tipe-tipe etika Menurut Dalami (2010), tipe-tipe etika keperawatan terbagi menjadi tiga, yaitu : a. Bioetik Bioetika merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi dalam etik, menyangkut masalah biologi dan pengobatan. Lebih lanjut, bioetika difokuskan pada pertanyaan etik yang

muncul

tentang

hubungan

antara

ilmu

kehidupan,

bioteknologi, pengobatan, politik, hukum, dan theology. Pada lingkup yang lebih sempit, bioetik merupakan evaluasi etika pada

5

moralitas treatment atau inovasi teknologi, dan waktu pelaksanaan pengobatan pada manusia. Pada lingkup yang lebih luas, bioetik mengevaluasi pada semua tindakan moral yang mungkin membantu atau bahkan membahayakan kemampuan organisme terhadap perasaan takut dan nyeri, yang meliputi semua tindakan yang berhubungan dengan pengobatan dan biologi. Isu dalam bioetik antara lain : peningkatan mutu genetik, etika lingkungan, pemberian pelayanan kesehatan. b. Clinical ethics/Etik klinik Etik klinik merupakan bagian dari bioetik yang lebih memperhatikan pada masalah etik selama pemberian pelayanan pada klien. Contoh clinical ethics : adanya persetujuan atau penolakan,

dan

bagaimana

seseorang

sebaiknya

merespon

permintaan medis yang kurang bermanfaat (sia-sia). c. Nursing ethics/Etik Perawatan Bagian dari bioetik, yang merupakan studi formal tentang isu etik dan dikembangkan dalam tindakan keperawatan serta dianalisis untuk mendapatkan keputusan etik. Etika keperawatan dapat diartikan sebagai filsafat yang mengarahkan tanggung jawab moral yang mendasari pelaksanaan praktek keperawatan. Inti falsafah keperawatan adalah hak dan martabat manusia, sedangkan fokus etika keperawatan adalah sifat manusia yang unik.

3. Teori etik Dalam etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan suatu tindakan, sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau perspektif yang berlainan. Menurut (Fry,1991 dalam buku Suhaemi, 2010), teori etik diklasifikasikan menjadi 2 yaitu: 1. Teleologi

6

Teleologi (berasal dari bahasa Yunani, darin kata telos, berarti akhir). Istilah teleologi dan utilitarianisme sering digunakkan saling bergantian. Teleologi merupakan suatu doktrin yang menjelaskan fenomena berdasarkan akibat yang dihasilkan atau konsekuensi yang dapat terjadi. Teori ini menekankan pada pencapaian hasil akhir yang terjadi. Pencapaian hasil akhir dengan kebaikan yang maksimal dan ketidakbaikan sekecil mungkin bagi manusia. 2. Deontologi Deontology berasal dari kata deon dari bahasa yunani yang artinya kewajiban. Teori ini menekankan pada pelaksanaan kewajiban. Suatu perbuatan akan baik jika didasari atas pelaksanaan kewajiban, jadi selama melakukan kewajiban sudah melakukan kebaikan. Teori ini tidak terpatok pada konsekuensi perbuatan dengan kata lain teori ini melaksanakan terlebih dahulu tanpa memikirkan akibatnya.

4. Prinsip-prinsip etik Menurut

Nasrullah

(2014),

prinsip

etik

keperawatan

adalah

menghargai hak dan martabat manusia, tidak akan berubah. Prinsip dasar keperawatan antara lain : 1. Otonomi (Autonomy) Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya. 2. Berbuat baik (Beneficience) Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan,

7

penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi 3. Keadilan (Justice) Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. 4. Tidak merugikan (Non mal eficience) Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien. 5. Kejujuran (Veracity) Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan. 6. Menepati janji (Fidelity) Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan,

adalah

kewajiban

seseorang

perawat

untuk

mempertahankan komitmen yang dibuatnya kepada pasien. 7. Karahasiaan (Confidentiality) Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasinya. Segala sesuatu yang terdapat dalam

8

dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan.

5. Kode etik keperawatan Kode

etik

keperawatan

merupakan

suatu

pernyataan

komprehensif dari profesi yang memberikan tuntutan bagi anggotanya dalam melaksanakan praktek keperawatan, baik yang berhubungan dengan pasien, keluarga masyarakat, teman sejawat, diri sendiri dan tim kesehatan lain. Pada dasarnya, tujuan kode etik keperawatan adalah upaya agar perawat, dalam menjalankan setiap tugas dan fungsinya, dapat menghargai dan menghormati martabat manusia. Tujuan kode etik keperawatan (PPNI 2010) adalah sebagai berikut : 1. Merupakan dasar dalam mengatur hubungan antar perawat, klien atau pasien, teman sebaya, masyarakat, dan unsur profesi, baik dalam profesi keperawatan maupun dengan profesi lain di luar profesi keperawatan. 2. Merupakan standar untuk mengatasi masalah yang silakukan oleh praktisi keperawatan yang tidak mengindahkan dedikasi moral dalam pelaksanaan tugasnya. 3. Untuk mempertahankan bila praktisi yang dalam menjalankan tugasnya diperlakukan secara tidak adil oleh institusi maupun masyarakat. 4. Merupakan

dasar

dalam

menyusun

kurikulum

pendidikan

kepoerawatan agar dapat menghasilkan lulusan yang berorientasi pada sikap profesional keperawatan. 5. Memberikan pemahaman kepada masyarakat pemakai / pengguna tenaga keperawatan akan pentingnya sikap profesional dalam melaksanakan tugas praktek keperawatan.

9

6. Dilema etik Dilema etika adalah situasi yang dihadapi seseorang dimana keputusan mengenai perilaku yang layak harus di buat. Untuk itu diperlukan pengambilan keputusan untuk menghadapi dilema etika tersebut. Enam pendekatan dapat dilakukan orang yang sedang menghadapi dilema tersebut, yaitu: 1. Mendapatkan fakta-fakta yang relevan 2. Menentukan isu-isu etika dari fakta-fakta 3. Menentukan siap dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi dilemma 4. Menentukan alternatif yang tersedia dalam memecahkan dilema 5. Menentukan konsekwensi yang mungkin dari setiap alternative 6. Menetapkan tindakan yang tepat. Dengan menerapkan enam pendekatan tersebut maka dapat meminimalisasi atau menghindari rasionalisasi perilaku etis yang meliputi: (1) semua orang melakukannya, (2) jika legal maka disana terdapat keetisan dan (3) kemungkinan ketahuan dan konsekwensinya. Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan dapat menimbulkan stress pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Dilema etik biasa timbul akibat nilai-nilai perawat, klien atau lingkungan tidak lagi menjadi kohesif sehingga timbul pertentangan dalam mengambil keputusan.

B. TRANSPLANTASI ORGAN 1. Definisi transplantasi organ Transplantasi berasal dari Bahasa Inggris, yang berarti to take up plant to another atau mengambil dan menempelkan sesuatu pada tempat lain, dalam hal ini tumbuhan. Kemudian dalam Bahasa Indonesia transplantasi diterjemahkan dengan istilah pencangkokan.

10

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pengertian transplantasi organ adalah penggantian organ tubuh atau anggota badan yang rusak atau tidak normal supaya dapat berfungsi secara normal atau sesuai dengan fungsinya masing-masing. Berdasarkan Pasal 1 butir 5 Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang selanjutnya disebut dengan UU Kesehatan, definisi yuridis transplantasi organ adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa,

transplantasi

adalah

suatu

proses

pemindahan

atau

pencangkokan jaringan atau organ tubuh dari suatu atau seorang individu ke tempat yang lain pada individu itu atau ke tubuh individu lain untuk menggantikan jaringan atau organ tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. Dalam dunia kedokteran jaringan atau organ tubuh yang dipindah disebut graft atau transplant, pemberi transplant disebut donor dan penerima transplant disebut kost atau resipien. Terdapat tiga pihak yang terkait dengan pelaksanaan transplantasi organ tubuh yaitu pendonor, resipien dan dokter yang menangani operasi transplantasi dari pihak donor ke resipien.

2. Tujuan transplantasi organ Transplantasi sebagai suatu usaha untuk melepaskan manusia dari keabnormalan akibat dari rusaknya fungsi organ, jaringan atau sel, pada dasarnya memiliki tujuan : 1. Kesembuhan dari suatu penyakit, misalnya kebutaan, rusaknya jantung, ginjal, dan sebagainya. 2. Pemulihan kembali suatu organ, jaringan atau sel yang telah rusak atau mengalami kelainan tetapi sama sekali tidak terjadi kesakitan biologis, contohnya bibir sumbing.

11

Transplantasi organ biasanya dilakukan pada stadium terminal suatu penyakit, dimana organ yang ada tidak dapat lagi menanggung beban karena fungsinya yang nyaris hilang karena suatu penyakit.

3. Klasifikasi transplantasi organ Terdapat dua hal penting yang mendasari transplantasi, yaitu eksplantasi dan implantasi. Eksplantasi adalah usaha mengeluarkan atau mengambil jaringan atau organ dari donor yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal. Sedangkan implantasi adalah usaha penempatan organ atau jaringan atau jaringan yang telah yang telah diambil dari tubuh donor untuk ditempatkan pada tubuh pendonor itu sendiri atau ditempatkan pada tubuh resipient lain. Berdasarkan jenisnya (M.Yusuf Hanafiah, 1999) transplantasi sendiri dibedakan menjadi dua, antara lain: a. Autograft Yaitu pemindahan organ jaringan atau organ dari satu tempat ke tempat lain dalam tubuh pasien sendiri. Misalnya, operasi bibir sumbing, yang diambil dari pipinya. b. Allograft Yaitu pemindahan jaringan atau organ dari tubuh ke tubuh yang lain yang sama spesiesnya, yakni antara manusia dengan manusia. Transplantasi

allograft

yang

sering

terjadi

dan

tingkat

keberhasilannya tinggi antara lain transplantasi ginjal, dan kornea mata. Di samping itu juga sudah terjadi transplantasi hati, meskipun keberhasilannya belum tinggi. c. Xenograft Yaitu pemindahan jaringan atau organ dari satu tubuh ke tubuh lain yang tidak sama spesiesnya, misalnya antara spesies manusia dengan binatang. Contoh yang sudah terjadi adalah pencangkokan hati manusia dengan hati baboon, meskipun tingkat keberhasilannya masih kecil.

12

Secara medis, dalam dunia kedokteran dikenal tiga kategori transplantasi dilihat dari sudut penerima organ atau resipien (A.F.Mohsin Ebrahim,2004) antara lain: 1. Transplantasi autologous Pemindahan organ tubuh dari satu bagian ke bagian tubuh lainnya pada orang yang sama, dalam hal ini donor dan resipien adalah satu orang yang sama Contohnya, pemindahan kulit paha ke wajah. 2. Transplantasi homologous Pemindahan organ tubuh dari satu orang kepada orang lain. Donor bias dalam keadaan hidup atau dalam keadaan meninggal. Contohnya adalah donor kornea mata dari orang yang sudah meninggal. 3. Transplantasi heterologous Pemindahan organ dari spesies berbeda, misalnya tulang rawan hewan untuk mengganti katup jantung manusia 4. Xenotransplantation Pemindahan suatu jaringan atau organ dari spesies bukan manusia ke tubuh manusia. Contohnya pemindahan organ babi ke tubuh manusia yang telah rusak atau tidak berfungsi baik. 5. Transplantasi Domino Merupakan transplantasi yang telah dilakukan sejak tahun 1987. Cara kerjanya adalah, donor memberikan jantung dan parunya kepada resipien, kemudian resipien ini memberikan jantungnya kepada resipien lain. Biasanya dilakukan pada seseorang dalam kondisi dimana kedua parunya perlu diganti dan secara teknis lebih mudah mengganti jantung dan paru sebagai satu kesatuan. Biasanya jantung dari penderita ini masih sehat, sehingga jantungnya dapat didonorkan kepada orang lain yang lebih membutuhkan. 6. Split Transplantation

13

Terdapat suatu keadaan dimana seorang donor mati khususnya donor hati, hatinya dapat dibagi untuk dua resipien khususnya untuk resipien dewasa dan anak. Namun, transplantasi jenis ini tidak dipilih karena transplantasi keseluruhan organ akan lebih baik Dalam dunia kedokteran, para ahli medis menetapkan tiga tipe donor organ tubuh, yaitu: 1. Donor dalam keadaan sehat Transplantasi jenis ini adalah pemindahan jaringan atau organ tubuh seseorang yang hidup kepada orang lain atau ke bagian lain tubuhnya sendiri tanpa mengancam kesehatan, contohnya adalah mendonorkan salah satu ginjal. Untuk melakukan transplantasi organ tubuh dari orang yang hidup yang sehat diperlukan seleksi dan penelitian cermat serta menyeluruh (general check up) baik terhadap donor maupun tingkat kegagalan transplantasi karena penolakan tubuh resipien terhadap organ yang di transplantasi, sekaligus untuk mencegah terjadinya resiko bagi donor. Akibat dari kegagalan ini, penelitian para medis menyatakan bahwa satu dari seribu donor dalam transplantasi organ tubuh meninggal dunia. 2. Donor dalam keadaan koma atau diduga kuat akan meninggal dunia. Untuk pengambilan organ tubuh orang yang dalam keadaan yang seperti ini dilakukan dengan bantuan alat kontrol yang ketat dan alat penunjang kehidupan, seperti alat bantuan pernapasan khusus. Kemudian, alat penunjang kehidupan tersebut dicabut setelah proses pengambilan organ tubuhnya selesai. 3. Donor dalam keadaan mati. Transplantasi organ tubuh dari donor yang telah mati adalah tipe yang ideal menurut para ahli medis, karena dokter hanya menunggu kapan donor dianggap mati secara medis dan yuridis. Dalam hal ini, pengertian mati dalam syariat Islam maupun dalam

14

dunia kedokteran perlu dipertegas dengan tujuan agar organ tubuh donor dapat dimanfaatkan. Penentuan kondisi mati ini diperlukan agar dokter yang akan melaksanakan transplantasi organ tubuh dari donor kepada resipien dapat bekerja dengan tenang dan tidak dituntut sebagai pelaku pembunuhan oleh keluarga donor

4. Syarat dan prosedur transplantasi organ Berdasarkan Deklarasi Geneva tahun 1948, transplantasi organ tubuh manusia boleh dilakukan apabila: a. Transplantasi merupakan upaya terakhir dalam pengobatan b. Tujuan utamanya bersifat klinis dan bukan eksperimental c. Pelaksanaanya prosedural dan proporsionalitas yang artinya, tidak hanya

mempertimbangkan

kualitas

kehidupan

tetapi

mempertimbangkan juga fisibilitas medis d. Transplantasi merupakan tindakan medik yang beresiko tinggi, oleh karena itu tindakan medik transplantasi dilakukan oleh sebuah tim yang minimal terdiri dari dokter spesialisasi bedah dengan sub spesilisasi.

5. Metode transplantasi Semakin berkembangnya ilmu tranplantasi modern, ditemukan metode-metode pencangkokan, seperti : 1. Pencangkokan arteria mammaria interna di dalam operasi lintas koroner oleh Dr. George E. Green. 2. Pencangkokan jantung, dari jantung ke kepada manusia oleh Dr. Cristian Bernhard, walaupun resepiennya kemudian meninggal dalam waktu 18 hari. 3. Pencangkokan sel-sel substansia nigra dari bayi yang meninggal ke penderita Parkinson oleh Dr. Andreas Bjornklund.

15

6. Masalah etik dan moral dalam tranplantasi organ Beberapa pihak yang ikut terlibat dalam usaha transplantasi adalah donor hidup, jenazah dan donor mati, keluarga dan ahli waris, resepien, dokter dan pelaksana lain, dan masyarakat. Hubungan pihakpihak itu dengan masalah etik dan moral dalam transplantasi akan dibicarakan dalam uraian dibawah ini, a. Donor Hidup. Adalah orang yang memberikan jaringan atau organnya kepada orang lain (resepien). Sebelum memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko yang dihadapi, baik resiko di bidang medis, pembedahan, maupun resiko untuk kehidupannya lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan atau organ yang telah dipindahkan. Disamping itu, untuk menjadi donor, sesorang tidak boleh mengalami tekanan psikologis. Hubungan psikis dan emosi harus sudah dipikirkan oleh donor hidup tersebut untuk mencegah timbulnya masalah. b. Jenazah dan donor mati. Adalah orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan sungguh-sungguh untuk memberikan jaringan atau organ tubuhnya kepada yang memerlukan apabila ia telah meninggal kapan seorang donor itu dapat dikatakan meninggal secara wajar, dan apabila sebelum meninggal, donor itu sakit, sudah sejauh mana pertolongan dari dokter yang merawatnya. Semua itu untuk mencegah adanya tuduhan dari keluarga donor atau pihak lain bahwa tim pelaksana transplantasi telah melakukan upaya mempercepat kematian seseorang hanya untuk mengejar organ yang akan ditransplantasikan. c. Keluarga donor dan ahli waris. Kesepakatan keluarga donor dan resipien sangat diperlukan untuk menciptakan

saling

pengertian

dan

menghindari

konflik

semaksimal mungkin atau pun tekanan psikis dan emosi di kemudian hari. Dari keluarga resepien sebenarnya hanya dituntut

16

suatu penghargaan kepada donor dan keluarganya dengan tulus. Alangkah baiknya apabila dibuat suatu ketentuan untuk mencegah tinmulnya rasa tidak puas kedua belah pihak. d. Resipien. Adalah orang yang menerima jaringan atau organ orang lain. Pada dasarnya, seorang penderita mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan yang dapat memperpanjang hidup atau meringankan penderitaannya. Seorang resepien harus benar-benar mengerti semua hal yang dijelaskan oleh tim pelaksana transplantasi. Melalui tindakan transplantasi diharapkan dapat memberikan nilai yang besar bagi kehidupan resepien. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa hasil transplantasi terbatas dan ada kemungkinan gagal. Juga perlu didasari bahwa jika ia menerima untuk transplantasi berarti ia dalam percobaan yang sangat berguna bagi kepentingan orang banyak di masa yang akan datang. e. Dokter dan tenaga pelaksana lain. Untuk melakukan suatu transplantasi, tim pelaksana harus mendapat parsetujuan dari donor, resepien, maupun keluarga kedua belah pihak. Ia wajib menerangkan hal-hal yang mungkin akan terjadi

setelah

dilakukan

transplantasi

sehingga

gangguan

psikologis dan emosi di kemudian hari dapat dihindarkan. Tanggung jawab tim pelaksana adalah menolong pasien dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk umat manusia. Dengan demikian, dalam melaksanakan tugas, tim pelaksana hendaknya tidak dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan kepentingan pribadi. f. Masyarakat. Secara tidak sengaja masyarakat turut menentukan perkembangan transplantasi. Kerjasama tim pelaksana dengan cara cendekiawan, pemuka masyarakat, atau pemuka agama diperlukan untuk mendidik masyarakat agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur

usaha

transplantasi.

Dengan

adanya

pengertian

ini

17

kemungkinan penyediaan organ yang segera diperlukan, atas tujuan luhur, akan dapat diperoleh.

7. Aspek etik transplantasi Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya. Dari segi etik kedokteran, tindakan ini wajib dilakukan jika ada indikasi, berlandaskan beberapa pasal dalam KODEKI, yaitu: a. Pasal 2 Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi. b. Pasal 10 Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani. c. Pasal 11 Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita.

8. Dasar peraturan transplantasi organ a. Hukum Kesehatan Aturan hukum untuk transplantasi organ tubuh secara tersurat terdapat dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang selanjutnya disebut dengan UU Kesehatan yakni :  Pasal 64, yang berbunyi: (1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel punca” (2) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan.

18

(3) Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun.  Pasal 65 ayat 1 dan 2 UU Kesehatan yang berbunyi : 1) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu. 2) Pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan pendonor yang bersangkutan dan mendapat persetujuan pendonor dan/atau ahli waris atau keluarganya.  Pasal 66 UU Kesehatan yang berbunyi: “Transplantasi sel, baik yang berasal dari manusia maupun dari hewan, hanya dapat dilakukan apabila telah terbukti keamanan dan kemanfaatannya”  Pasal 67 UU Kesehatan yang berbunyi: (1) Pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu” (2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Selain UU Kesehatan, regulasi mengenai transplantasi organ tubuh manusia ini juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1981 Tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia, yang selanjutnya disebut dengan PP 18/1981. Pelaksanaan transplantasi dilakukan oleh dokter yang bekerja di rumah sakit yang ditunjuk oleh Menkes, hal ini tertuang dalam Pasal 11 PP 18/198, yaitu :

19

1) Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia hanya boleh dilakukan oleh dokter yang bekerja pada sebuah rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. 2) Transplantasi alat atau jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan. Transplantasi dari donor jenazah tidak mempunyai masalah dari segi etika dan moral. Pasal 14 PP 18/1981 menyatakan bahwa pengambilan organ dari korban yang meninggal dunia dilakukan atas dasar persetujuan dari keluarga terdekat. Pasal 16 PP 18/1981 menerangkan bahwa donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas sesuatu kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi. Transplantasi organ dari donor hidup mendatangkan lebih banyak permasalahan dari segi etika dan moral serta wajib memenuhi beberapa syarat. Karena pada prinsipnya, melakukan suatu perbuatan atas tubuh seseorang tanpa persetujuan dari yang memiliki tubuh tersebut merupakan tindakan yang melanggar etika, hukum perdata, hukum pidana, bahkan melanggar hak asasi manusia. Untuk dapat memutuskan dan memberi persetujuan terhadap apa yang akan dilakukan kepada pasien, dokter harus terlebih dahulu memberikan informasi yang cukup yang diikuti oleh pemberian persetujuan oleh pasien bersangkutan yang kemudian disebut dengan informed consent yang merupakan hubungan antara dokter dengan pasien berasaskan kepercayaan, adanya hak otonomi atau menentukan nasib atas dirinya sendiri, dan adanya hubungan perjanjian antara dokter dan pasien. Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal tiga unsur sebagai berikut: 1. Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter. 2. Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan.

20

3. Kesukarelaan

yaitu tanpa paksaan atau tekanan dalam

memberikan persetujuan. Tujuan dari Informed consent menurut J. Guwandi adalah: 1. Melindungi pasien terhadap segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasien 2. Memberikan perlindungan hukum kepada dokter terhadap akibat yang tidak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk of treatment yang tak mungkin dihindarkan walaupun dokter sudah mengusahakan dengan cara semaksimal mungkin dan bertindak dengan sangat hati-hati dan teliti. Transplantasi adalah hal yang berkaitan dengan perbuatan yang membuat sakit atau cedera atau luka (pada donor dan resipien) dan berhubungan pula dengan masalah perikatan atau perjanjian, maka Pasal-Pasal dalam KUHP seperti Pasal 204, Pasal 205 dan Pasal 206 serta Pasal 1382 KUHPerdata tetap dapat diberlakukan.

21

BAB III TINJAUAN KASUS PEMBAHASAN KASUS DILEMA ETIK TENTANG TRANSPLANTASI ORGAN

Skenario 2 An.A umur 8 tahun, didiagnosa leukemia sejak berumur 2 tahun. Selama ini keluarga bolak balik ke rumah sakit untuk melakukan tranfusi darah tiap 2 minggu sekali. Dokter pernah mengatakan bahwa salah satu terapinya bisa dengan transplantasi sum-sum tulang dari pihak keluarga, sehingga saat itu ibu ingin hamil lagi dan lahir An.B, saat ini sudah berumur 5 tahun. Keluarga menginginkan dokter melakukan tindakan pengambilan sum-sum tulang An.B. Namun di sisi lain, dokter tidak setuju dengan tindakan yang akan dilakukan yaitu pengambilan sum-sum tulang belakang dari An.B. Hal itu cukup berisiko mengingat An.B masih dalam tahap tumbuh kembang. Pengambilan sum-sum tulang belakang pada An. B. dapat mengakibatkan herniasi di otak. Pihak keluarga masih tetap mendesak dokter melakukan donor sum-sum tulang meskipun sudah dipaparkan akibat dari donor sum-sum tulang belakang tersebut.

Penyelesaian 1. Apa dasar hukum yang berkaitan dengan kasus tersebut ?  UU No 36 Tahun 2009 Bab III tentang Hak dan Kewajiban  UU No 36 Tahun 2009 Bab VI tentang Upaya Kesehatan ( Pasal 64 – 68)  Permenkes No 38 Tahun 2016 BAB IV tentang Penyelenggaraan (Pasal 18 -19)

22

2. Apa hak dan kewajiban masing-masing orang yang terlibat dalam kasus ini?  An.A Hak An.A: 1) Hak untuk untuk hidup sehat 2) Hak atas pelayanan kedokteran dan keperawatan secara manusiawi sesuai dengan standar profesi baik kedokteran maupun keperawatan 3) Hak atas informasi 4) Hak untuk menerima tindakan Pengobatan Kewajiban An.A: 1) Kewajiban untuk menjalani atau tidak menjalani tindakan pengobatan yang akan dilakukan  An.B Hak An. B: 1) Hak untuk hidup sehat 2) Hak atas informasi 3) Hak untuk mendapatkan perawatan Kewajiban An. B : 1) Kewajiban untuk melaksanakan pengobatan sesuai dengan keputusan  Keluarga Hak Keluarga : 1) Hak untuk menentukan pilihan tindakan pengobatan atau perawatan terhadap anak 2) Hak untuk mengambil keputusan tentang pilihan tindakan yang akan dilakukan pada An.A setelah mendapatkan informasi yang jelas dari pemberi pelayanan kesehatan. 3) Hak untuk menerima pelayanan kesehatan sesuai dengan tindakan

23

menurut penyakit yang diderita dan memilih jasapelayanan 4) Hak

memperoleh

penjelasan

tentang

riset

kedokteran

dan

keperawatan yang akan diikutinya Kewajiban Keluarga : 1) Mengambil keputusan tindakan yang terbaik untuk anak 2) Memberikan informasi yang benar dan lengkap mengenai penyakit anaknya 3) Menerima segala resiko apabila transplantasi tersebut jadi atau tidak dilakukan 4) Melakukan perjanjian tertulis dengan pihak RS (InformConsent)  Tenaga Kesehatan Hak: 1) Menerima dan menghargai keputusan yang diambil keluarga 2) Mendapatkan perlindungan hukum 3) Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan undang-undang 4) Menolak melakukan tindakan medic yang bertentangan dengan etika, hukum, agam, dan hati nuraninya 5) Mendapat informasi lengkap dari pasien 6) Melakukan praktek profesi dalam batas hukum yang berlaku Kewajiban: 1) Kewajiban untuk melakukan tugas kesehatan sesuai dengan keilmuan dan keahlian yang ia miliki 2) Kewajiban untuk memberikan informasi tentang keuntungan dan kerugian dari prosedur tindakan yang akan dilakukan 3) Menghormati

hak

pasien,

melakukan

tindakan

yang

diputuskankeluarga 4) Menjaga kerahasiaan identitas penyakit pasien pada orang lain kecuali atas izinkeluarga 5) Meminta persetujuan atau Inform Consent 24

3. Apa saja prinsip prinsip etik yang diaplikasikan ke dalam kasus tersbut? 1. Otonomi (Autonomy) Dalam kasus ini, hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan

keluarganya tidak terpenuhi karena dokter menolak

permintaan donor sumsum tulang belakang An.B setelah dokter menjelaskan kepada keluarga mengenai kemungkinan resiko yang dapat terjadi pada An.A dan An.B. 2. Berbuat baik (Beneficience) dan Tidak merugikan (Nonmaleficience) Dokter tidak menyetujui dilakukannya transplantasi sumsum tulang belakang dari An. B. dikarenakan, tindakan transplantasi ini jika dilakukan, kesembuhan untuk An.A hanya 60-70%, tapi masih ada kemungkinan untuk kambuh kembali, karena penyakit leukemia ini merupakan kanker dosis tinggi. Efek samping transplantasi sumsum tulang tetap ada, yaitu kemungkinan infeksi dan juga kemungkinan perdarahan karena pengobatan kanker dosis tinggi. Dan mengingat bahwa biaya untuk transplantasi sumsum tulang sangat mahal yaitu 1 milyar 600 juta. Itupun dapat dilakukan di Singapura. Dokter menyarankantindakantransplantasitetaptidak

dilakukan,

dan

untuk

sementara An.A tetap dilakukan transfusi darah, menjelang ada terapi lain untuk pengobatan An.A. Sedangkan, pengambilan sumsum tulang belakang pada An. B. kemungkinan besar dapat mengakibatkan herniasi di otak. Di sisilain, berdasarkan Permenkes No 38 Tahun 2016 BAB IV Pasal 18 dan Pasal 19 bahwa persyaratan untuk terdaftar sebagai calon Pendonor yaitu memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan medis. Dalam persyaratan administratif, salah satu syaratnya adalah pendonor telah berusia 18 tahun, dibuktikan dengan KTP, Kartu Keluarga, dan atau Akta Kelahiran. 3. Keadilan (Justice) Keputusan yang diambil dokter dan tenaga kesehatan memberikan keadilan, dokter berupaya untuk memberikan keputusan yang baik dan

25

tidak merugikan terhadap An.A maupun An.B. An. A masih bisa mendapatkan pengobatan lain seperti tranfusi darah sedangkan An. B bisa terhindar dari beberapa risiko yang dapat mengancam nyawanya.

26

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dalam makalah etika keperawatan dan hukum kesehatan penyelesaian sengketa etik khususnya mengenai masalah kasus transplantasi ini, dapat dismpulkan bahwa transplantasi organ adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik (Pasal 1 butir 5 Undang-Undang No 36 Tahun 2009). Di Indonesiamemperbolehkan tenaga kesehatan untuk melakukan transplantasi atas dasar adanya persetujuan dari donor maupun ahli warisnya atau keluarganya secara sukarela menyatakan persetujuannya. Dalam contoh kasus diatas secara otonomi pasien berhak mendapatkan pengobatan yang serius, namun untuk transpalnatsi organ dokter menolak permintaan donor sumsum tulang belakang An. B, dikarenakan An. B masih dibawah umur dan tidak memenuhi syarat untuk transplantasi organ. Sehingga hak otonomi pasien An. A tidak terpenuhi. Jika hal tersebut ditindaklanjuti kemungkinan besar akan berdampak buruk dalam jangka waktu panjang untuk An.A maupun An.B.Tingkat kesembuhannya pun hanya 60-70% dan masih ada kemungkinan untuk kambuh kembali. Disisi lain, masalah biaya yang terbilang mahal dan perawatannya harus dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas yang lengkap yaitu Singapur.

27

DAFTAR PUSTAKA A.Sonny Keraf. 2010.Etika Lingkungan Hidup.Jakarta: Kompas Media Nusantara Christiawan, Rio. 2003. Aspek Hukum Kesehatan. Yogyakarta : Universitas Atmajaya. Dalami, E, dkk. 2010.Etika Keperawatan.Jakarta: TIM Ebrahim, Abul Fadl Mohsin.2004.Kloning, Eutanasia, Transfusi Darah, Transplantasi Organ, Dan Eksperimen Pada Hewan: Talaah Fikih Dan Biotika Islam. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Geoffry hunt. 1994. Ethical issues in nursing. New york: press (padstow) Ltd. Handayani, Trini.2012.Fungsionalisasi Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Organ Tubuh Manusia, Bandung: Mandar Maju. http://ilmukita-imam.blogspot.com/2012/04/transplantasi-organ-dalamperspektif.html http://kolektor-makalah.blogspot.com/2011/01/realita-permasalahantransplantasi.html http://nanny-lintangamma.blogspot.com/2011/11/transplantasi-organ-di-pandangdari.html M.J. Hanafiah dan Amri Amir.1999.Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan.Jakarta: EGC Nasrullah,D.2014.Etika dan Hukum Keperawatan untuk Mahasiswa dan Praktisi Keperawatan.Jakarta: TIM. Notoatmodjo, Soekidjo. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 2010. Nurwijaya, N., Andrijono & Suheimi, H. K.2010.Membudidayakan Etika Dalam Praktik Keperawatan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Pengurus Pusat PPNI.2010. Standar profesi dan kode etik perawat Indonesia. Jakarta : PPNI

28

Permenkes No 37 Tahun 2014 BAB IV Soetjipto, Patricia.2010.Transplantasi Organ Tubuh Manusia. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia. Suhaemi, M.E.2010.Etika Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik. Jakarta: EGC Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

29

Related Documents

Paper Etika Revisi
April 2020 11
Etika
October 2019 60
Etika
June 2020 42
Etika
May 2020 37
Etika
June 2020 44

More Documents from ""