2. Buta Warna.docx

  • Uploaded by: Dian Saputra Ckj
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 2. Buta Warna.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,110
  • Pages: 10
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM GENETIKA BUTA WARNA

Disusun oleh: Nama : Dian Saputra NIM : 17304244018 Kelas Pendidikan Biologi I 2017

PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2019

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM GENETIKA BUTA WARNA

A. TUJUAN Mengetahui cara melakukan pengujian tes buta warna. B. DASAR TEORI Buta warna merupakan suatu peristiwa non dominan sebagai mekanisme dan praktik yang tidak bisa membedakan warna dasar karena adanya ketidakmampuan mata dalam menangkap warna tersebut (Bonilla, 2017 : 3). Buta warna dapat diakibatka oleh penyakit tertentu. Buta warna yang diturunkan tidak bersifat progresif dan tidak dapat diobati. Pada kelainan saraf optik akan terlihat gangguan penglihatan warna merah dan hijau. Buta warna umumnya dianggap lebih banyak terdapat pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 20:1 (Kartika, 2014: 269). Buta warna dikenal dalam beberapa bentuk (Kartika, 2014: 270), yaitu: 1. Trikromatik, yaitu keadaan pasien mempunyai 3 pigmen kerucut yang mengatur fungsi penglihatan. Pasien buta warna jenis ini dapat melihat berbagai warna, tetapi dengan interpretasi berbeda dari normal. Bentuk defisiensi yang paling sering ditemukan : a. Deuteranomali, yaitu apabila yang rusak atau lemah adalah bagian mata yang sensitif terhadap warna hijau. b. Protanomali, yaitu apabila yang rusak atau lemah adalah bagian mata yang sensitif terhadap warna merah. c. Tritanomali, yaitu apabila yang rusak atau lemah adalah bagian mata yang sensitif terhadap warna biru. 2. Dikromatik, yaitu pasien mempunyai 2 pigmen kerucut, akibatnya sulit membedakan warna tertentu. Bentuk defisiensi yang paling sering ditemukan : a. Protanopia, yaitu tidak adanya sel kerucut warna merah sehingga kecerahan warna merah dan perpaduannya berkurang. b. Deuteranopia, yaitu tidak adanya sel kerucut yang peka terhadap hijau. c. Tritanopia (tidak kenal biru), terdapat kesulitan membedakan warna biru dari kuning. 3. Monokromatik (akromatopsia atau buta warna total), hanya terdapat satu jenis pigmen sel kerucut, sedangkan dua pigmen lainnya rusak.

a. Monokromatisme sel batang, seluruh komponen pigmen warna kerucut tidak normal akibat kelainan sentral sehingga terdapat gangguan penglihatan warna total. b. Monokromatisme sel kerucut, hanya terdapat satu tipe pigmen sel kerucut. Untuk mengetahui apakah seseorang menyandang buta warna atau tidak maka dapat dilakukan sebuah tes. Tes ini menggunakan buku tes Ishihara. Buku tersebut merupakan buku untuk mengetahui kebutaan pada warna dimana kemampuan tersebut tidak bisa membedakan dua warna yang terlihat sangat berbeda, warna tersebut merupakan isokromatik pseudo atau hanya melihat warna yang serupa (Germano, 2017 : 58) Pada buku tersebut terdapat titik-titik berwarna. Titik tersebut membentuk lingkaran, warna titik tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga orang buta warna tidak akan melihat perbedaan warna seperti yang dilihat orang normal. Terdapat batas waktu dalam pembacaan tiap-tiap plat pada tes buta warna yaitu selama 3 detik, dengan menghitung jumlah jawaban yang benar dari seseorang, maka dapat ditentukan apakah seseorang tersebut menyandang buta warna atau tidak, serta mengetahui jenis kebutaan warna dan penyebab kebutaan warna tersebut. Terdapat hal-hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam penyimpanan buku Ishihara’s Tests. Buku Ishihara’s Test harus disimpan dalam keadaan tertutup kecuali saat digunakan, karena paparan sinar matahari yang berlebihan dapat menyebabkan warna dari plat-plat tersebut memudar (Murti, 2011: 160). Seseorang yang terkena buta warna akan memiliki kekurangan yang sedikit mengganggu aktivitasnya. Biasanya orang tersebut akan memiliki kemampuan yang lemah dalam membedakan warna di segala aktivitas yang memerlukan warna dasar untuk kehidupannya, misalnya dalam bidang kedokteran (Evans, 2013 : 10). C. METODE Pada praktikum ini alat yang digunakan hanya buku tes buta warna (Ishihara’s Test). Buku tes buta warna (Ishihara’s Test) ini merupakan buku yang isinya berupa bulatan-bulatan warna yang di dalamnya terbentuk suatu angka tertentu. Buku ini memiliki fungsi untuk mendeteksi kondisi mata buta warna atau tidak. Alat lain yang digunakan adalah alat tulis, seperti pensil/pulpen, dan alat penghapus, alat ini digunakan untuk mencatat hasil tes buta warna tersebut. Adapun bahan yang

digunakan yaitu kertas untuk mencatat hasil dan manusia (diri praktikan) yang akan dijadikan objek dalam pengamatan. Langkah-langkah kerja yang dilakukan yaitu masing-masing praktikan diuji untuk melihat kemampuannya membedakan warna dengan menulis apa yang terlihat pada buku tes buta warna pada nomor-nomor yang telah ditulis sebelumnya lalu, mencocokkan hasil yang diperoleh dengan angka/pola yang sebenarnya, selanjutnya menghitung berapa persen kebenaran yang dibuat dalam tes tersebut.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN Praktikum ini merupakan praktikum mengenai buta warna dengan tujuan untuk mengetahui cara melakukan pengujian tes buta warna. Adapun alat yang digunakan adalah alat tulis dan buku Ishihara’s Tests yaitu buku uji buta warna. Buku Ishihara Test terdiri dari plat atau lembaran yang di dalamnya terdapat titik-titik dengan berbagai warna dan ukuran. Titik tersebut membentuk lingkaran, warna titik tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga orang buta warna tidak akan melihat perbedaan warna seperti yang dilihat orang normal. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah manusia yang dijadikan objek pengamatan dan kertas yang digunakan untuk menulis hasil. Cara melakukan praktikum ini sangat mudah. Masing-masing praktikan hanya di diuji untuk melihat kemampuannya membedakan warna dengan menulis apa yang terlihat pada buku tes buta warna pada nomor-nomor yang disediakan selama waktu kurang lebih 3 detik. Lalu mencocokkan hasil yang diperoleh dengan angka / gambar yang sebenarnya. Dan yang terakhir adalah menghitung berapa persen kebenaran yang dibuat dalam tes tersebut. Data yang diperoleh merupakan data diri yang kemudian disatukan dengan data teman lain dalam satu kelas sehingga terbentuklah data hasil pengamatan seperti di bawah ini. Tabel Hasil Pengamatan Persentase Buta Warna Mahasiswa Pendidikan Biologi I 2017 NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

NAMA Endah Saraswati Astried Adit Pradini Soleh Fauziah Fiki Andi

PRESENTASE KEBENARAN 92,85 % 100 % 100 % 92,85 % 100 % 100 % 100 % 100 % 85,71 %

10. 11. 12. 13. 14.

Rizki Siti Dian Ana Devia

92,85 % 100 % 92,85 % 100 % 92,85 %

Data tersebut diperoleh dengan cara :

jumlah benar x 100 14 plat pada buku tes Ishihara ini Angka 14 disini menunjukkan bahwa jumlah Presentase Buta Warna :

ada 14 plat. Keempat belas plat tersebut memiliki potensi gangguan buta warna yang berbeda-beda, yaitu : 1. Nomor 1 Plat ini digunakan terutama untuk penjelasan awal dari proses tes bagi subjek. Setiap subjek, baik dengan penglihatan warna normal atau cacat akan membaca dengan benar angka 12. 2. Nomor 2 Subjek normal akan membaca 8 dan mereka yang mengalami gangguan penglihatan merah-hijau akan membaca 3. 3. Nomor 3 Subjek normal akan membaca 5 dan mereka yang mengalami gangguan penglihatan merah-hijau akan membaca 2. 4. Nomor 4 Subjek normal akan membaca 29 dan mereka yang mengalami gangguan penglihatan merah-hijau akan membaca 70. 5. Nomor 5 Subjek normal akan membaca 74 dan mereka yang mengalami gangguan penglihatan merah-hijau akan membaca 21. 6. Nomor 6-7 Dapat dipahami secara tepat oleh subjek normal, namun tidak atau sulit terbaca bagi mereka yang mengalami gangguan penglihatan merah-hijau. 7. Nomor 8 Tampak angka 2 secara jelas bagi subjek normal tetapi tidak jelas bagi mereka yang mengalami gangguan penglihatan merah-hijau. 8. Nomor 9 Subjek normal tidak dapat membacanya, tetapi kebanyakan dari mereka yang mengalami gangguan penglihatan merah-hijau melihat angka 2 di dalamnya. 9. Nomor 10 Subjek normal biasanya dapat membaca angka 16 , tetapi kebanyakan dari mereka yang mengalami gangguan penglihatan merah-hijau tidak dapat membacanya. 10. Nomor 11

Dalam menelusuri garis berkelok-kelok antara dua x, subjek normal menelusuri garis hijau kebiruan, namun sebagian besar orang-orang dengan gangguan penglihatan warna tidak dapat mengikuti garis sebagaimana pada subjek normal. 11. Nomor 12 Subjek normal dan orang-orang dengan gangguan penglihatan merah hijau mudah melihat angka 35, tetapi penderita protanopia dan protanomalia kuat akan membaca 5 saja, dan penderita deuteranopia dan deuteranomalia kuat hanya melihat angka 3 saja. 12. Nomor 13 Subjek normal dan orang-orang dengan gangguan penglihatan Merah hijau mudah melihat angka 96, tetapi penderita protanopia dan protanomalia kuat akan membaca 6 saja, dan penderita deuteranopia dan deuteranomalia kuat hanya melihat angka 9 saja. 13. Nomor 14 Dalam menelusuri garis berkelok-kelok antara dua x, subjek normal menelusuri sepanjang garis ungu dan merah. Pada penderita protanopia dan protanomalia kuat hanya garis ungu yang ditelusuri, dan pada kasus protanomalia ringan kedua garis ditelusuri tetapi garis ungu lebih mudah untuk diikuti. Pada penderita deuteranopia dan deuteranomalia kuat hanya garis merah yang ditelusuri, dan pada kasus deuteranomalia ringan kedua garis ditelusuri tetapi garis merah lebih mudah untuk diikuti. Melalui tes dari keempat belas plat yang ada dan dilakukan oleh 14 anak kelas Pendidikan Biologi I 2017, maka diperoleh data seperti pada tabel. Pada tabel tersebut, terdapat tiga hasil persentase buta warna yang berbeda yaitu 100 %, 92,85 % dan 85,71 %. Hal ini menunjukkan bahwasannya ada yang dapat menjawab semua tes buku Ishihara’s Tests dengan benar, ada juga yang salah menjawab sebanyak satu soal serta dua soal. Pada praktikan ke-12 yaitu Dian Saputra (penulis) mendapatkan skor sebesar 92,86 %. Hal ini dikarenakan pada plat ke-9, praktikan tersebut salah dalam menjawab. Praktikan ke-15 ini menjawab dengan angka 8, padahal menurut teori yang ada seharusnya seseorang yang normal, tidak bisa membacanya. Berarti praktikan ke-15 ini mengalami sedikit gangguan penglihatan merah-hijau. Namun, pada dasarnya praktikan ini tidak mengalami gangguan buta warna karena dalam mengerjakan plat nomer 9 ini, praktikan merasa kebingungan apakah plat tersebut masuk dalam pola atau angka, serta persentase hasil masih tinggi. Persentase paling rendah berdasarkan hasil percobaan adalah praktikan ke-9 dengan persentase 85,71 %, praktikan menjawab salah pada dua nomor yaitu 5 dan 9.

Karena praktikan ke-9 salah menjawab plat nomor 5 dapat dicurigai praktikan mengalami gangguan penglihatan merah-hijau, menurut teori subjek normal akan membaca 74 dan mereka yang mengalami gangguan penglihatan merah-hijau akan membaca 21. Untuk kesalah pada nomor 9 dapat dicurigai bahwa praktikan mengalami gangguan penglihatan merah-hijau, karena menurut teori subjek normal tidak dapat membacanya, tetapi kebanyakan dari mereka yang mengalami gangguan penglihatan merah-hijau melihat angka 2 di dalamnya. Namun pada realitasnya praktikan ke-9 ini secara persentase masih tinggi, serta dalam menjawab praktikan kebingungan karena kurang paham terhadap instruksi yang sudah diberikan sebelum tes dilakukan, sehingga pada dasarnya praktikan ke-9 tidak mengalami buta warna. Pada praktikan lain, hampir semua memiliki persentase yang tinggi. Hal tersebut menandakan bahwa praktikan tersebut tidak mengalami buta warna. E. KESIMPULAN Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa cara melakukan pengujian tes buta warna adalah dengan menggunakan buku tes buta warna Ishihara (Ishihara's Tests) dengan 14 plat. Adapun analisis hasil yang diperoleh adalah semua praktikan tidak mengalami buta warna. F. DISKUSI 1. Mungkinkah seorang wanita menderita buta warna? Apa pun jawaban Anda, bagaimana keturunannya kalau wanita tersebut kawin dengan laki-laki yang buta warna? Jawab : Menurut saya seorang perempuan tidak akan menderita buta warna, hal tersebut dikarenakan wanita memiliki kromosom XX, yang apabila salah satu kromosom X tersebut mengandung gen buta warna, maka kromosom lain akan menetralkan gen tersebut. Namun biasanya, perempuan hanya akan membawa sifat buta warna (carrier) dan akan menurunkan kepada anaknya. Perempuan pembawa sifat buta warna jika dikawinkan dengan laki-laki yang buta warna juga akan menghasilkan keturunan buta warna. 2. Mengapa buta warna banyak terdapat pada laki-laki? Jawab : Buta warna banyak terdapat pada laki-laki karena buta warna merupakan penyakit genetik yang disebabkan oleh gen resesif yang terdapat pada kromosom X. Laki-laki hanya memiliki satu kromosom X maka apabila seorang laki-laki memiliki kromosom X resesif ia akan menderita buta warna. 3. Dapatkah suami - istri yang normal menghasilkan keturunan yang buta warna?

Jawab : Suami – istri yang normal masih memiliki kemungkinan menghasilkan keturunan yang buta warna. Hal ini dapat terjadi apabila istri tersebut bersifat carrier atau pembawa sifat buta warna, pada kasus ini hanya keturunan lakilakinya saja yang memiliki kemungkinan menderita buta warna jika ia memperoleh gen resesif dari ibunya. Sedangkan keturunan perempuan tetap normal dan hanya bersifat carrier. 4. Apabila dua anak bersaudara kandung, laki-laki dan perempuan, semuanya buta warna, bagaimanakah fenotipe dan genotipe kedua orang tuanya? Jawab : Kemungkinan fenotipe kedua orang tuanya adalah ayah dan ibu buta warna atau ayah buta warna dan ibu carrier. Untuk genotipe kedua orang tua dapat dilihat melalui diagram pedigri berikut : P ♂ XcY >< XcXc



(buta warna) (buta warna) Gamet

F1

Xc

Xc

Y

Xc

XcXc

=buta warna

XcXc

=buta warna

XcY

= buta warna

XcY

= buta warna

5. Ciri khas pewarisan gen terangkai pada kromosom X adalah Criss-cross inheritance. Apa maksudnya? Jawab : Criss-cross inheritance adalah individu jantan akan memiliki fenotipe sama seperti tetua betinanya, dan sebaliknya individu betina akan menyerupai tetua jantannya. DAFTAR PUSTAKA Bonilla, Eduardo-Silva. 2017. Racism without Racists: Color-Blind Racism and the Persistence of Racial Inequality in America. Lanham : Rowman & Littlefield. Evans, Arlene. 2013. Color is in the Eye of the Beholder : A Guide of Color Vision Deficiency and Colorblindness. Auburn : CVDbooks. Germani, William. 2017. Eye Chart. New York : Bloomsbury.

Kartika, dkk. 2014, "Patofisiologi dan Diagnosis Butawarna". Jurnal CDK-215. Volume. 41, No. 4, http://www.kalbemed.com/Portals/6/10_215Patofi %20siologi%20dan%20 Diagnosis%20Buta%20Warna.pdf , 30 Maret 2015. Murti, Hari dkk. Juli 2011, “Aplikasi Pendiagnosa Kebutaan Warna dengan Menggunakan Pemrograman Borland Delphi”. Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK.

Volume.

16,

No.

2,

http://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/fti1/article/view/363 , 30 Maret 2015.

LAMPIRAN

Related Documents

Buta
December 2019 20
2. Buta Warna.docx
May 2020 2
Buta Finansial.docx
April 2020 13
Buta Influenza
May 2020 12
Sop Buta Senja.docx
May 2020 8

More Documents from "Huda Rahmana"