Teori Belajar Behavoiorisme Di ajukan untuk memenuhi tugas behaviorisme Dosen Pengampu : Citra Fitri Kholidya, S.Pd., M.Pd.
Disusun Oleh
:
1. Dwi Winda Sari
18010024001
2. Dwi Nurjayanti
18010024014
3. Nur Eka Febriani
18010024023
4. Muhammad Azhari
18010024031
5. Moch Fajar Riyanto
18010024043
Universitas Negeri Surabaya Fakultas Ilmu Pendidikan Program S1 Kurikulum dan Teknologi Pendidikan 2018/2019 Hal 1
Kata Pengantar Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang maha kuasa yang telah menciptakan alam jagat dengan segala kesempurnaannya.Kami sebagai penulis sekaligus penyusun makalah ini sangat berterimakasih kepada Ibu Citra Fitri Kholidya, S.Pd., M.Pd. yang telah memberi bimbingan kepada kami tentang Mata kuliah Teori Belajar “Behaviorisme” .Kami pun berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah ikut berpartisipasi atas terbentuknya makalah yang sederhana ini. Dalam penulisan makalah ini,kami mendapatkan suatu pelajaran baik dalam penulisan laporan serta mendapatkan pengetahuan tentang apa itu Teori Belajar. Kami sebagai penulis dalam makalah ini masih dalam proses belajar baik dalam tata cara penulisan laporan yang baik maupun dalam memahami dengan baik dalam menyajikan laporan sehingga kami selaku penulis dalam penyusunan laporan ini sangat mengharapkan saran-saran yang membangun sehingga menghasilkan isi makalah yang dapat mendidik serta dapat dipertanggungjawabkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Surabaya, 05 September 2018
Penyusun
Hal 2
Contents BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar belakang .................................................................................................................... 5 1.2 Rumusan masalah .............................................................................................................. 5 1.3 Tujuan ................................................................................................................................ 5 BAB 2 PEMBAHASAN
2.1Pengertian Teori Behaviorisme .......................................................................................... 6 2.2 Pembelajaran dengan cara Trial-and-Error .................................................................................... 7 2.3 Prinsip-Prinsip Lain ....................................................................................................................... 6 2.4 Revisi terhadap Teori Thorndike.................................................................................................... 6 2.5 Variabel-variabel informasi ............................................................................................................ 7 2.6 Pengaruh-Pengaruh Biologis .......................................................................................................... 8 2.7 Reaksi-reaksi Emosional Terkondisi .............................................................................................. 8 2.8 Pengkondisian Kontiguitas (CONTIGIOUS CONDITIONING) .................................................... 8 2.9 Kekuatan Asosiatif ......................................................................................................................... 8 2.10 Imbalan dan Hukuman ................................................................................................................. 9 2.11Pembentukan dan Perubahan Kebiasaan ....................................................................................... 9 2.12Pengkondisian Operan (OPERANT CONDITIONING) .............................................................. 9 2.13Kerangka Konseptual .................................................................................................................. 10 2.14Proses Proses Dasar ..................................................................................................................... 10 2.15Generalisasi ................................................................................................................................. 13 2.16Diskriminasi ................................................................................................................................ 13 2.17Perubahan perilaku ...................................................................................................................... 13 2.18Perangkaian(Chaining) ................................................................................................................ 14 2.19Modifikasi Perilaku ..................................................................................................................... 14 2.20Belajar Menguasai ....................................................................................................................... 15 2.21Pelajaran Terpogram ................................................................................................................... 16 2.22Kontrak Kontingensi ................................................................................................................... 18 BAB 3 19 PENUTUP ............................................................................................................................................ 19 3.1 Kesimpulan................................................................................................................................... 19 3.2 Saran ............................................................................................................................................. 19
Hal 3
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913 yang berpendapat berpikir bahwa model pengkodisian Pavlon adalah model yang tepat untuk membangun sebuah ilmu perilaku manusia. Watson yakin bahwa model Pavlon ini dapat dikembangkan untuk untuk dapat mencakup bentuk bentuk pembelajaran dan karakteristik kepribadian yang bermacammacam. Behaviorisme merupakan aliran revolusioner, kuat dan berpengaruh serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam. Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak nampak). Behaviorisme secara keras menolak unsure-unsur kesadaran yang tidak nyata,. Dengan demikian, Behaviorisme tidak setuju dengan penguraian jiwa ke dalam elemen seperti yang dipercayai oleh structuralism. Berarti juga behaviorisme sudah melangkah lebih jauh dari fungsinalisme yang masih mengakui adanya jiwa dan masih memfokuskan diri pada proses-proses mental. 1.2
1.3
Rumusan Masalah 1.
Apa yang dimaksud dengan Behaviorisme
2.
Macam-macam Teori belajar”Behaviorisme”
Tujuan 1.
Untuk mengetahui apa itu Teori belajar Behaviorisme
2.
Untuk memahami macam macam Teori belajar Behaviorisme
Hal 4
BAB 2 PEMBAHASAN 2.1
Pengertian Teori Behaviorisme Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku yang dapat diukur, diamati,
dan dihasilkan oleh respon seseorang terhadap rangsangan.Behaviorisme ini sendiri mengawali kemunculannya menjadi disiplin ilmu psikologi yang terkemuka, teori ini dikutip dari (rachlin, 1991). Watson (1916) berpikir bahwa model pengkodisian Pavlon adalah model yang tepat untuk membangun sebuah ilmu perilaku manusia. Watson yakin bahwa model Pavlon ini dapat dikembangkan untuk untuk dapat mencakup bentuk bentuk pembelajaran dan karakteristik kepribadian yang bermacam-macam. Contohnya seperti bayi yang baru lahir mampu memperlihatkan tiga macam emosi yaitu rasa sayang, rasa takut dan rasa marah.Melalui teori pengkondisian dari Pavlon , emosiemosi ini dapat menjadi lekat dengan stimulasi-stimulasi untuk menghasilkan kehidupan masa dewasa yang kompleks. Karakteristik yang menandai teori-teori pengkondisian bukan study-nya yang berkenaan dengan semua teori membahas perilaku, tetapi lebih pada penjelasannya tentang pembelajaran dalam hubungannya dengan peristiwa-peristiwa lingkungan. Meskipun tidak memungkiri keberadaan fenomena mental, teori-teori ini meyakini bahwa fenomena tersebut tidak diperlukan untuk memberi penjelasan mengenai pembelajaran. 2.2
Pembelajaran dengan Cara Trial-and-Error Thorndike percaya bahwa pembelajaran sering terjadi melalui rangkaian
eksperimen trial and error ( menyeleksi dan mengkoneksikan). Thorndike mulai mempelajari pembelajaran dengan serangkaian eksperimen yang dilakukannya terhadap hewan. Pembelajaran trial-and-error terjadi secara berangsur-angsur atau bertahap di mana respons-respons yang berhasil diabaikan. Koneksi-koneksi terbentuk secara mekanis melalui perulangan, persepsi dari pikiran sadar tidak diperlukan. Hukum Latihan dan Akibat (Exercise and Effect Laws) Ide-ide dasar Thorndike mengenai pembelajaran diwujudkan dalam hukum latihan dan akibat. Hukum Latihan terdiri dari 2 bagian : 1. Hukum Kegunaan ( Law of Use) 2. Hukum Ketidakgunaan (Law of Disuse) Hal 5
Hukum Akibat sangat penting bagi teori Thorndike (Thorndike, 1913b) 2.3
Prinsip-Prinsip Lain Teori Thorndike(1913b) mencakup prinsip-prinsip lain yang juga relevan
dengan pendidikan. Salah satunya adalah Hukum Kesiapan (Law of Readiness) yang menyatakan bahwa ketika seseorang dipersiapkan(sehingga siap) untuk bertindak, maka melakukan tindakan tersebut merupakan imbalan (rewarding) sementara tidak melakukannya merupakan hukuman (punishing). Prinsip Peralihan Assosiatif mengacu pada situasi di mana respons-respons yang diberikan untuk stimulus tertentu pada akhirnya ditunjukkan pada stimulus yang sama sekali berbeda, jika setelah percobaan yang berulang ulang ada perbedaanperbedaan kecil dalam karakteristik stimulus. Prinsip-prinsip elemen identik memengaruhi transfer( generalisasi), yaitu tingkatan di mana penguatan atau pelemahan suatu koneksi menghasilkan perubahan yang serupa dala koneksi lainnya (Hilgard, 1996; Thorndike, 1913b; bab 7). 2.4
Revisi terhadap Teori Thorndike Sesuai dengan Hukum Efek, pada awalnya Thorndike berpikir bahwa efek-efek
penghasil keputusan (imbalan-imbalan) dan penghasil ketidaksenangan (hukumanhukuman) berlawanan tetapi sebanding, namun penelitian menunjukkan tidak demikian kejadiannya. Pada kenyataannya, imbalan memperkuat koneksi-koneksi tetapi hukuman tidak selalu melemahkannya (Thorndike, 1932). Lebih tepatnya, koneksi-koneksi melemah ketika koneksi alternatif diperkuat. Hukuman bukan merupakan sarana yang efektif untuk mengubah perilaku karena hukuman tidak mengajari siswa perilaku yang benar, tetapi lebih berperan memberitahukan apa yang seharusnya dilakukan. Thorndike dan Pendidikan Thorndike(1912) mengatakan bahwa Prinsip-prinsip Pengajaran : 1. Bentuklah kebuasaan 2. Hati-hati jangan sampai membentuk suatu kebiasaan yang nantinya harus diubah 3. Jangan membentuk dua atau lebih kebiasaan ketika satu kebiasaan saja sudah cukup 4. Jika hal-hal lainnya berjalan sesuai harapan, bentuklah kebiasaan dengan cara yang sesuai dengan bagaimana ia nanti digunakan. Hal 6
Proses-Proses Dasar Pengkodisian klasik merupakan sebuah prodesur multi langkah yang pada awalnya membutuhkan sebuah stimulus yang tak terkondisikan (UCS=Unconditioned Stimulus) yang menghasilkan sebuah respons yang tak terkondisikan(UCR=Unconditioned Respons). Metronom menjadi sebuah stimulus yang terkondisikan (CS=Conditioned Stimulus)yang menghasilkan respons yang terkondisikan (CR=Conditioned Response) serupa dengan UCR aslinya. Pemulihan spontan terjadi setelah selang waktu di mana CS tidak diberikan dan CR dianggap menghilang. Jika kemudian CS diberikan dan Crnya kembali lagi, bisa kita katakan bahwa CR tersebut secara spontan dipulihkan dari kepunahan. Sebuah CR yang pulih tidak akan bertahan kecuali CS tersebut diberikan kembali. Pemasangan CS dengsn UCS dapat mengembalikan CR kepada pengaruhnya semula sepenuhnya. Generalisasi bermakna bahwa CR ditimbulkan oleh stimulus-stimulus yang serupa dengan CS. Untuk melatih Deskriminasi, pelaku eksperimen dapat memasangkan CS dengan UCS dan menghadirkan pula stimulus-stimulus lainnya yang serupa tanpa UCS. 2.5 Variabel-variabel informasi Pavlov melakukan penelitian dengan menunjukkan bahwa pengkondisian lebih tergantung pada tingkatan di mana sebuah stimulus yang terkondisikan dapat membawa informasi tentang kemungkinan terjadinya stimulus yang tak terkondisikan. Sebagai ilustrasinya kitaasumsikan terdapat dua stimulus: stimulus yang satu selalu diikuti oleh stimulus yang tak terkondisikan (UCS) sedangkan yang satunya kadang-kadang diikuti oleh UCS. Stimulasi yang pertama akan terkondisi karena dapat memprediksikan permulaan dari UCS secara konsisten. Penjelasan mengenai hasil-hasil penelitian ini adalah jika ingin membut sebuah stimulasi menjadi sebuah stimulus yang terkondisikan maka harus menyampaikan informasi kepada individu tentang waktu, tempat, kuantitas, dan kualitas dari stimulasi yang takterkondisikan. Bahkan ketika sebuah stimulasi prediktif mungkin tidak bisa menjadi terkondisikan jika ada stimulasi lain yang dapat menjadi predicator yang lebih baik. Dalam hal ini tampaknya pengkondisian bukan otomatis tetapi di batasi oleh proses-proses kognitif.
Hal 7
2.6 Pengaruh-Pengaruh Biologis Semua makhluk hidup pada dasarnya telah memilik pola-pola perilaku dasar yang membantu mereka dapat bertahan hidup dalam lingkungan keberadaan mereka, tetapi pembelajaran memberikan cara menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk dapat beradaptasi dengan baik (Garcia & Garcia y Robertson, 1985, hlm. 197)
2.7 Reaksi-reaksi Emosional Terkondisi Pavlov (1932a, 1934) mengaplikasikan prinsip-prinsip pengkondisian klasik terhadap perilaku abnormal dan membicarakan bagaimana kiranya neurosis dan kondisi-kondisi patalogis lainnya berkembang. Watson melakukan penelitian pengaruh pengkondisian emosional dalam eksperimen Little Albert yang terkenal (Watson & Rayner, 1920). Pertaman kalinya Albert memegang tikus putih ia merasa kaget sekali dan merasa takut, rangkaian kejadian ini di ulang beberapa hari dan menunjukkan bahwa Albert bereaksi secara emosional terhadap kehadiran tikus tanpa di sadari secara langsung.
2.8 Pengkondisian Kontiguitas (CONTIGIOUS CONDITIONING) Adalah gabungan stimulasi-stimulasi yang di sertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan di ikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Bagi Guthrie, perilaku-perilaku pokok dalam pembelajaran adalah tindakan dan gerakan Gerakan merupakan perilaku spesifik yang di hasilkan oleh kontraksi antar otot. Sedangkan tindakan adalah kelompok-kelompok gerakan berskala besar yang menghasilkan suatu hasil
2.9 Kekuatan Asosiatif Teori Guthrie mnyebutkan bahwa pembelajaran terjadi melalui pemasangan stimulasi dan respons. Eksperimen Guthrie dan Horton menggunakn sebuah kotak teka-teki yang serup dengan kotak Thorndike. Apabila kucing menyentuh tuas yang Hal 8
ada di tengah kotak pitu akan terbuka dan si kucing dapat keluar, pada awlnya kucing mencari cara untuk lolos dari kotak itu, pada akhirnya mereka membuat respons yang mengaktifkan mekanisme pembuka pintu dan mereka pun keluar. Respons terakhir dari kucing itu menekan tuas sehingga ia berhasil keluar. Gerakan yang terakhir ini menjadi diasosiasikan dengan kotak tkateki karena gerakan tersebut membuat mereka bisa keluar.
2.10 Imbalan dan Hukuman Guthrie yakin bahwa respons-respons tidak perlu diberi imbalan untuk dapat dipelajari.mekanisme pokoknya adalah pemasangan yang tepat pada waktunya antara stimulasi dan respons. Respons tersebut tidak harus memuaskan, pemasangan tanpa akibat dapat menghasilkan pembelajaran. Imbalan dapat membantu mencegah pembatalan
pembelajaran
karena
imbalan
mencegah
respons-respons
baru
terasosiasikan dengan tandatanda stimulus 2.11
Pembentukan dan Perubahan Kebiasaan Kebiasaan adalah kecenderungan yang dipelajari untuk mengulang respon-
respon yang pernah dibuat. Kunci untuk mengubah kebiasaan adalah “ menemukan tanda-tanda yang memicu tindakan tersebut dan melatih respon-respon lain terhadap tanda ini. Hukuman yang diberikan setelah dilakukannya suatu respons tidak dapat mempengaruhi asosiasi ntara stimulasi dan respons. Bahkan ancaman hukuman dapat menjadi sesuatu yang menyenangkan dan mendukung kebiasaan yang akan diubah. Lebih baik kebiasaan negative diubah dengan cara menggantinya dengan kebiasaan yang diinginkan. Dalam teori-teori kognitif, poin pokoknya adalah orang harus memahami hubungan antara sebuah stimulasi (situasi, peristiwa) dan respons yang sesuai 2.12
Pengkondisian Operan (OPERANT CONDITIONING) Buku The Technology of Teaching membahas tentang pengajaran, motivasi,
disiplin, dan kreativitas. Pada 1948 setelah melewati periode yang sulit dalam hidupnya ia menerbitkan Walden Tea tulisan yang menggambarkan bagaimana prinsip-prinsip behavioral dapat diaplikasikan untuk menciptakan sebuah masyarakat utopia. Hal 9
2.13
Kerangka Konseptual Pavlov menelusuri lokus pembelajaran ke sistem saraf dan memandang prilaku
sebagai sebuah manifestasi dari funsi neurologis. Sedangkan Skinner (1938) tidak mengungkiri bahwa fungsi neurologis menyertai perilaku tetapi ia yakin bahwa psikologi perilaku dapat dipahami dalam bidangnya sendiri tanpa mengacu pada peristiwa-peristiwa neurologis atau peristiwa-peristiwa internal lainnya. Persoalan mengenai proses internal adalah bahwa menerjemahkan proses tersebut ke dalam bahasa adalah pekerjaan yang sulit karena bahasa tidak sepenuhnya menangkap dimensi-dimensi dari sebuah pengalaman internal. Ketika peristiwa-peristiwa pribadi diekspresikan sebagai perilaku yang terbuka, perannya dalam sebuah analisis fungsional dapat ditentukan. Pembelajaran adalah “penggabungan kembali respons respons dalam sebuah situasi yang kompleks”, pengkondisian mengacu pada “perilaku yang menguat yang dihasilkan dari tindakan penguatan (reinforcement)” (Skinner, 1953, hlm.65). Ada dua tipepengkondisian yaitu Tipe S dan Tipe R. Tipe S mengarahkan perhatian kepada pentingnya stimulun tersebut dalam menghasilkan respons dari suatu organisme. Respons yang sering dibuat terhadap stimulun tersebut dikenal sebagai perilaku responden. Namun, sebagian besar perilaku manusia dimunculkan ketika ada stimulus-stimulus, bukan secara otomatis dipicu oleh stimulus-stimulus tersebut. Tipe R menekankan aspek responsnya, adalah perilaku operan karena ia beroperasi terhadap lingkungan untuk memproduksi sebuah efek. 2.14
Proses Proses Dasar
1. Penguatan Sebuah penguat atau stimulus penguat adalah semua stimulus atau responsyang yang membuat respons menguat. Penguat bersifat spesifik berdasarkan situasi. Penguatan positif adalah memberikan sebuah stimulus atau menambahkan sesuatu pada sebuah situasi yang mengikuti sebuah respons yang meningkatkan kemungkinan munculnya respons tersebut di masa mendatang dalam situasi tersebut. Penguat negatif adalah menghilangkan sebuah stimulus atau mengambil sesuatu dari sebuah situas setelah terjadinya sebuah respons yang dapat kemungkinan terjadinya respons tersebut di masa mendatang dalam situasi tersebut. Keduanya meningkatkan kemungkinan munculnya respons yang dimaksud di masa mendatang dalam situasi hadirnya stimulus yang sama. 2. Kepunahan Hal 10
Kepunahan adalah menurunnya kekuatan respons karena ketidaan penguatan. Siswa yang mengangkat tangannya di kelas, tetapi tidak pernah dipanggil bisa jadi akan berhenti mengangkat tangannya. Seberapa cepat kepunahan terjadi tergantung pada riwayat penguat (reinforcerment history) (Skinner, 1953). Kepunahan akan terjadi dengan cepat jika tidak banyak dari respons-respons sebelumnya yang mendapatkan penguatan. Respons jauh lebih bertahan lama dengan riwayat penguatan yang lebih panjang. Penguat di bedakan menjadi dua yaitu Penguat Primer dan Penguat Sekunder, Stimulus-stimulus seperti makanan, air, dan tempat berlindung disebut sebagai penguat-penguat primer karena mereka dibutuhkan untuk bertahan hidup. Penguatpenguat sekunder adalah stimulus-stimulus yang menjadi terkondisikan melalui asosiasi-asosiasinya dengan penguat-penguat primer. Penguat sekunder yang dipasangkan dengan lebih dari satu penguat primer adalah penguat yang digeneralisasikan (generalized reinforce). Penguat-penguat yang sering dipasangkan dengan penguat-penguat yang digeneralasasikan lainnya seperti persetujuan (dari orang tua dan kawan) dan uang (gelar dari perguruan tinggi yang dapat membantu mencari pekrjaan yang bagus). 1. Prinsip Premack Premack (1962, 1971) mengemukakan tentang sebuah sarana untuk mengurutkan atau menyusun tingkatan penguat-penguat yang dapat membatu seseorang untuk memprediksikan penguat. Prinsip permack mengatakan bahwa kesempatan untuk terlihat dalam satu atau lebih aktivitas yang bernilai menguatkan orang untuk terlibat dalam aktivitas yang lebih rendah nilainya, dimana “nilai” ditentukan dalam kaitannya dengan jumlah respons atau waktu yang diluangkan dalam aktivitas tersebut tidak adanya penguatan. Prinsip premack menawarkan panduan untuk memilih penguatpenguat yang efektif. Penguat mana pun ketika sering diaplikasikan
dapat
menimbulkan kejenuhan atau satiasi dan menyebabkan respons menurun. Menentukan terlebih dahulu penguat-penguat mana yang mungkin efektif dalam sebuah situasi adalah yang penting dalam perencanaan sebuah program pengbahan perilaku (Timberlake & Farmer-Dougan, 1991). 1. Hukuman Hukuman dapat berupa penarikan sebuah penguat positif atau pemberian sebuah penguat negatif setelah diberikannya sebuah respons. Hukuman menekan sebuah respons, tetapi tidak menghilangkannya. Efek-efek hukuman adalah sesuatu yang Hal 11
kompleks. Pada gilirannya hukuman dapat menghambat pembelajaran dengan menciptakan sebuah konflik seperti individu yang bingung antara merespons dengan satu cara atau cara lainnya. Beberapa alternatif hukuman dan manfaat utama dari alternatif ini dibandingkan hukuman adalah metode ini memperlihatkan pada siswa bagaimana berperilaku baik. Tabel Alternatif-alternatif hukuman : Alternatif
Contoh
Mengubahstimulus-
Memisahkan tempat duduks iswa yang berperilaku
stimulus diskriminatif
buruk dari siswa lain yang berperilaku buruk pula.
. Memberikan perilaku
Siswa yang berdiri padahal seharusnya dudu
yang tidak diinginkan
kdisuruh untuk terus berdiri.
terus berlanjut. Menghilangkan
Tidak mengacuhkan perilaku-perilaku negative
perilaku yang tidak
ringan supaya tidak diperkut oleh perhatian guru.
diinginkan. Mengkondisikanp
Menguatkan kemajuan belajar hanya ketika siswa
erilaku
tidak berperilaku buruk.
yang
tidak
sesuai. Jadwal-jadwal Penguatan Jadwal-jadwal mengacu pada kapan penguatan diberikan (Ferster & Skinner, 1957; Skinner, 1938; Zeiler, 1977). Sebuah jadwal yang berkelanjutan (continuous schedule) adalah penguatan untuk tiap respons yang benar. Penguatan berkelanjutan dapat membantu memastikan supaya respons-respons yang tidak benar tidak dipelajari. Jadwal-jadwal intermiten didefinisikan dalam pengertian waktu atau jumlah respons. Jadwal berinterval adalah penguatan terhadap respons pertama yang benar setelah periode waktu tertentu. Jadwal dengan interval tetap (FI/fixed-interval) memiliki interval waktu yang tetap atau konstan dari satu penguatan berikutnya. Pada jadwal variabel-interval (VI), interval waktunya beragam dari satu kesempatan ke kesempatan lainnya berdasarkan sekian nilai rata-rata. Sebuah jadwal rasio tergantung pada jumlah respons yang benar atau tingkat kemunculan respons. Dalam jadwal rasio tetap (FR/fixed-rasio), tiap respons yang benar ke-n akan diperkuat, dimana n adalah konstanta. Sebuah pembatas dalam jadwal-jadwal rasio
Hal 12
adalah keletihan yang disebabkan oleh pemberian respons yang cepat. Jadwal-jadwal dengan interval tetap menghasilkan pola yang berlekuk-lekuk. Perilaku-perilaku komponen sering menjadi bagian dari rantai-rantai perilaku dari tugas yang berbedabeda dan karena itu diperkuat dalam konteks yang beda-beda.
Perilaku-perilaku
komponen tersebut telah memperoleh penguatan berulang kali dan kemungkinan perilaku-perilaku tersebut tergeneralisasi pada setting yang baru. O’Leary dan Drabman (1971) mengatakan bahwa generalisasi harus “diprogram seperti perubahan perilaku lainnya” (hlm. 393). . 2.15
Generalisasi Generalisasi dapat memajukan perkembngan keterampilan untuk seluruh
wilayah-wilayah bidang studi.Generalisasi ini juga ide pokok relevan dengan melaluibidang Bahasa dan seni,Studi-studi sosial,Matematika,dan wilayah-wilayah materi akademis lainnya.Seorang guru Bahasa dan seni memberikan materi kepada siswanya untuk menemukan ide pokok.Jika startegi ini berhasil Guru tinggal menjelaskan bagaimana memodifikasinya unutk menjadi kegunaan yang lainnya selain bidang itu sendiri.Denga cara seperti ini para guru dapatmenghemat waktu dan tenaga dengan tanpa mengajarkan materi yang sama tersebut untuk bidang lain.Generalisasi juga berfungsi untuk mengajarkan perilaku perilaku yang diharapkan. 2.16
Diskriminasi Diskriminasi yang merupakan proses komplementer dari Generalisasi adalah
memberikan
response
yang
berbeda
(dalam
intensitasnya
atautingkatannya)berdasarkanStimulus atau Karakteristik-Karakteristik dalam sebuah situasi (Rilling,1977).Meskipun guru ingin siswanya menggeneralisasikan apa yang mereka pelajari pada situasi lainnya,ia juga ingi mereka meresponnya dengan cara yang
berbeda
beda(Diskriminatif)
keampuan
untuk
mengidentifikasi
tipe
permasalahan dengan cepat dapat meingkatkan keberhasilan siswa. 2.17
Perubahan perilaku Perubahan perilaku ini merupakan perubaha pola pikir seorang siswa dari yang
sebelumnya biasa biasa saja menjadi perilaku yang lebih menonjol dari sebelumnya.Namun ada juga respon yang tidak bisa diterima baik oleh seorang siswa yang mana akan berdampak negatif terhadap siswa itu sendiri.
Hal 13
Aproksimasi berturutan merupakan metode pengkondisian peran dasar tentang perubahan perilaku adalah Pembentukan yaitu penguatan yang berbeda beda terhadap Aproksimasi-Aproksimasi yang berturut turut menuju bentuk atau tingkatperilaku yang diinginkan 2.18
Perangkaian(Chaining) Tindakan manusia kompleks dan mencakup bebrapa kontingensi yang saling
terhubung secara berurutan.Masing masing respons mengubah lingkungan,dan kondisi yang berubah ini berperan sebagai stimulus bagi response berikutnya.Contohnya jika seseorang ingin bermain Sepak bola tentunya ada proses proses nya terlebih dahulu dengan cara mendibling bola tersebut dan melewati lawannya dengan baikjika sudah saatnya
untuk
menendang
seseorang
itu
tinggal
menendang
bola
kearah
gawang.Konsep rantai operasi mirip dengan konsep Tindakan Guthrie sedangkan konsep Kontingensi Tiga-terma serupa dengan konsep gerakan Guthrie.Beberapa rantai konsep saling keterkaitan dan mempunyai keterhubungan. 2.19
Modifikasi Perilaku Modifikasi perilaku atau(terapi perilaku)mengacu pada apikasi sistematis dari
prinsip prinsip pembelajaran Behavorial uuntuk memfasilitasi perilaku perilaku yang adaptif(Ullman & Krasner, 1965).Modfikasi perilaku ini juga sudah diterapkan pada Anak-anak dan orang dewasa dalam berbagai konteks seperti kelas,setting-setting konseling,Penjara dan Rumah sakit jiwa.Metodeini telah digunakan dalam menangani perilaku perilaku yng bermasalah,Interaksi sosial yang negatif,pengasuhan anak yang buruk atau menyimpang dari apa yang seharusnya diajarkan kepada anak,dan Kontrol diri
yang
rendah
(Ayllon
&
Azrin,
1968;Becker,1971;Keller
&
Ribes-
Inesta,1974;Ulrich,Stachnik, & Mabry,1966),Lovaas (1977) berhasil mempergunakan modifikasi perilaku untuk mengajar bahasa pada anak anak autistik. Model perhitungan Caroll Menonjolkan pentingnya waktu keterlibatan akademik yang dibutuhkan untuk belajar dan faktor faktor yang mempengaruhi waktu yang digunakan untuk belajar. Model ini menggunakan prinsip prinsip psikologi yang valid, tetapi hanya pada level umum seperti faktor faktor pengajaran atau motivasional. Senada dengan apa yang disampaikan
oleh skinner (1968), banyak pendidik
mengeluhkan tentang bagaimana waktu telah disalahgunakan ( Zepeda & Mayers, 2006). Variabel waktu adalah hal yang utama dalam pembahasan pembahasan pembahasan dewasa ini mengenai cara cara memaksimalkan prestasi siswa. Hal 14
Contohnya, undaag undang No Child Left Behind tahun 2011 mempeluas peran pemerintah federal dengan sangat signifikan dalam pendidikan dasar dan menengah (Shaul & Ganson, 2005). Meskipun undang undang ini tidak menjelaskan berapa banyak waktu yang harus dicurahkan untuk pengajaran, namun adanya syarat syarat yang harus dipenuhi untuk prestasi belajar siswa telah mendorong system system pengelolaan sekolah untuk meneliti kembalai penggunssn waktu mereka dalam membantu siswa belajar secara baik. Hasilnya banyak sekolah yang menerapkan Block Scheduling. Block Scheduling yakni penerapan pelajarqan pelajaran dikelas dengan waktu yang relative lama per harinya. Mengingat Block Scheduling masih ralatif baru, tidak banyak studi penelitian yang menilai efektifitasnya. Sarana lain untuk meningkatkan waktu belajar adalah melalui program program luar sekolah seperti program program selepas sekolah dan sekolah musim panas. Penelitian terhadap efek efek program luar sekolah menunjukkan konsistensi yang besar. Dalam tinjauan meraka(Lauer et. Al. 2006) menemukn efek efek positif dari nprogram program penunjang keterampilan. Membaca dan matematika siswa. Efek efeknya lebih besar untuk program perbaikan, misalnya les privat. Sesuai denfgan perhitungan Caroll, kita dapat menyimpulkan bahwa program program luar sekolah berhasil pada tataran dimana program tersebut memfokuskan perhatiannya pada pembelajaran siswa dan memberikan dukungan dukungan untuk memperlancarnya. 2.20
Belajar Menguasai Model Carrol memprediksi jika perbedaan dalam mempelajari sebuah bidang
dan penerimaan pelajaran dapat mempengaruhi prestasai mereka. Belajar menguasai ini menggabungkan ide ide Caroll dalam sebuah rencan pengajaran sistematis yang meliputi penentuan penguasaan, perencanaan untuk penguasaan, dan penilaian untuk penguasaan. Belajar menguasai berisi elemen kognitif meskipun perumusannya tampaknya lebih bersifat dibandingkan dengan teori teori kognitif yang ada saaat ini.untuk menentukan penguasaaan, guru mempersiapkan serangkaian tujuan dan sebuah ujian akhir (tes sumatif). Maksud dari perencanaan penguasaan adalah, guru meerencanakan prosedur prosedur evaluasi. Evaluasi tersebut biasanya berupa tes tes penguasaaan materi pada
Hal 15
level tertentu. Evaluasi ini di berikan kepada siswa yang gagal menguaai aspek aspek dari tujuan tujuan materi pelajaran. Pada permuilaan pengajaran, guru mengarahkan siswanya bpada pemberian pelajaran untuk keseluruhan kelas dan aktivitas aktivitas tugas individu. Guru memberian tes formatif jika siswanya telah mencapai level penguaaan yang di inginkan. Penilaian untuk peguasaan mencakup sebuah tes sumatif (akhir mata pelajaran). Para sisqa yang mencapai nilai maksimal akan diberi nilai A, sementara mereka yang skornya di bawah level akan diberi nilai sesuai dengan tingkatannya. Tinjauan tinjauan tentang efek belajar menguasai terhadap prestasi belajar siswa bermacam macam. Block and Burns (1977) umumnya melihat belajar menguasai lebih efektif daripada bentuk bentuk belajar tradsional. Paladeu, Forget, dan Gagne (2003) mendapat hasil hasil yang menunjukkan bahwa belajar emnguasai meningkatkan pretasi siswa, ingatan jangka panjang, dan sikap terhadap mata pelajaran dan pokok bahasan. Sebaliknya, Bangerts, Kulik, dan Kulik (1983) menemukan bujti bukti yang kurang mendukung program belajar menguasai. Mereka berpendapat bahwa pengajaran berbasis penguasaan lebi efektif untuk perguruan tnggi darpada untuk level level dibawahnya. Tak diragukan lagi, efektifitasnya tergantung pada kondsi kondisi pengajaran yang tepat (misalnya, perncanaan, pengajaran, penilaian) yangg sedang (Kulik et. Al., 1990). Sebuah dasar pikiran penting tentang belajar menguasai menyatakan bahwa perbedaan perbedaan individual dalam pembelajaran siswa menurun seiring dengan waktu. Anderson (1976) menemukan bahwa ketika para siswa dalam program perbaikan mendapatkan pengalaman mengikuti pengajaran penguasaan, merekaq berangsur angsur membutuhkan sedikit waktu ekstra untuk mencapai penguasaan karena keterampilanketerampilan awal mereka meningkat. 2.21
Pelajaran Terpogram Pelajaran terprogram (programmed Instruction) merupakan materi materi
pelajaran yang dikembangkan menurut prinsip prinsip pembelajaran pengkondisian operan (O’day, kulhavy, Anderson, & malczynski, 1971). Pada tahun 1920-an, Sidney pressey merancang mesin mesin yang penggunaan utamanya adalah untuk memberikan tes. Pada tahun 1950-an dia mengubahnya untuk menyertakkan pengajaran (Skinner, 1958). Materi materinya dirangkaikan secara hati hati dan dipecah pecah menjadi unit unit kecil untuk meminimalkan kesalahan. Siswa Hal 16
menerima umpan balik langsung yang memberitahukan keakuratan dari tiap respons. Meskiupun kesalahan kesalahan respons bahwa sswa akan berhasil (Benjamin, 1988). Ada banyak manfaat ketika secara umum siswa menunjukkan kinerja belajar yang bagus. Akan tetapi, sebagaimana yang dikatakan sebelumnya, penelityian menunjukan bahwa mencregah kesalahan bisa menjadi hal yang tidak di inginkan. PI tidak memerlukan penggunaan mesin. Buku yang ditulis Holland & Skinner (1961) adalah contoh PI . namun, saat ini sebagian besar PI dikomputerisasikan dan banyak program program pengajaran computer memasukkan prinsip prinsip pengajaran behavioral. Tujuan tujuan behavioral menentukan apayang harus dilakukan siswa setelah menyelesaikan pelajaran. Materi pelajaran dibagi bagi menjadi frame frame kecil yang ditampilkan berurutan, masing masing memberikan sebagian kecil informasi atau pengetahuan dan sebuah item tes yang bakan di respons pembelajar. Siswa berproses dengan kecepatan mereka sendiri dan meresponse jawaban pertanyaan selagi mereka berusaha menyelesaikan program. Karena PI mencerminkan pembentukan, peningkatan kinerja kinerja kecil dan siswa hamper selalu merespons dengan benar. Program linear dibedakan menurut bagaimana program program menangani kesalahan kesalahan pembelajar. Program program linear disusun dengan cara tertentu sehingga semua siswa menjalaninya dengan rangkaian yang sama. Penelitian menunjukkan bahwa program linier dan bercabang meningkatkan pembelajaran siswa dengan tingkatan yang seimbang dan bahwa PI sama efektifnya dengan pengajaran kelas konvensional (Bangert et. Al., 1983; Lange, 1972). Pelajaran terprogram dalam format computer adalah tipe pelajaran berbasis computer (CBI/Computer Based Instruction). Sampai beberapa tahun lalu, CBI merupakan aplikasi yang paling umum dari pembelajran computer di sekolah sekolah (Jonassen, 1996). Studi studi yang meneliti CBI dalam kuliah kuliah di perguruan tinggi menghasilkan efek efek yang bermanfaat terhadap prestasi belajar dan sikap sikap siswa (Kulik, Kulik, & Cohen, 1980). Meskipun latihan latihan soal dan tutorial memberikan batasan batsan yang ketat untuk bagaimana siswa berinteraksi dengan materi, salaj satu kelebihan CBI adalah kenyataan bahwa teknikini bsa dipersonalisasikan. Personalisasi dapat menghasilkan prestasi yang lebih tinggi dibandingkan format format pengajaran lainnya (Anand & Ross, 1987; ross, Mc Cormick, Krisak, & Anand, 1985).
Hal 17
2.22
Kontrak Kontingensi Kontrak Kontingensi adalah sebuah kesepakatan antara guru dan siswa dalam
menentukan tugas apa yang akan diselesaikan oleh siswa dan hasil yang bagaimana yang diharapkan untuk memperoleh kinerja yang lebih baik (Homme, Csanyi, Gonzales & Rechs, 1970). Keuntungan dari partisipasi bersama ini adalah siswa dapat merasa lebih berkomitmen untuk memenuhi ketentuan ketentuan dalam kontrak. Kontrak menentukan hasil hasil dan tujuan tujuan akhir yang diharapkan dalam kaitannya dengan perilaku perilaku tertentu yang harus diperhatikan. Yang dimaksud dengan “kontingensi” adalah hasil akhir yang diharapkan, yang sering dinyatakan dengan, “jika kau melakukan ini, maka kau akan mendapatkan itu.” Perilaku perilakunya harus spesifik – contohnya, “aku akan menyelesaikan halaman 1-30 dalam buku matematikaku dengan keakuratan minimal 90%”
Hal 18
BAB 3
PENUTUP 3.1 Kesimpulan Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi pendidikan yang didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913 yang berpendapat bahwa perilaku harus merupakan unsure subyek tunggal psikologi. Behaviorisme merupakan suatu suatu aliran psikologiyang memandang individu hanya dari sisi jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain behaviorisme tidak mengkui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan inddividu dalam suatu belajar. Menurut teori ini peristiwa belajar semata-mata melatih reflex-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Refleks yang memberikan respons kepada peserta didik dalam proses pembelajaran. 3.2 Saran Sebagai mahasiswa kita harus lebih giat belajar dari sebelumnya.Karena kita mahasiswa akan berperan sangat penting bagi bangsa dan negara.Kita yang akan menentukan mau bagaimana bangsa kita kedepannya.Kita yang akan membenarkan yang salah.
Hal 19