Analisis Masalah Komunikasi dan Empati Seorang Dokter terhadap Pasien
Kevin Christian Saputra 102017004 Muhamat Fauzi 102017088 Yanto Hindrawan 10207187 Viola Ratana Maitri 102017005 Riska Hariana 102017050 Maria Adventin Vasuliana 102017096 Desy Dwi Engki Pradata 102017135 Theresa Juliet 102017182 Anggi Osvianty Ricard 102017234 Kelompok : D1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan antara dokter dan pasien sangat penting untuk komunikasi klinis. Peran dokter yang dirasakan sebagai penyembuh, penyedia layanan, praktisi profesional atau berbasis bukti sehingga menciptakan kontrak implisit yang mendorong harapan, tidak hanya tentang tugas klinis yang harus dilakukan namun juga tentang parameter bagaimana pendekatan dokter dan tanggapan terhadap pasien. (Sumber Jo Brown)
1
Kemampuan komunikasi antara dokter dengan pasien dalam praktik kehidupan seharihari menjadi suatu standar yang harus dimiliki seorang dokter. Komunikasi dokter-pasien merupakan komunikasi dua arah dengan tujuan kesembuhan. Komunikasi yang efektif dan berempati akan membuat dokter lebih mudah untuk berhubungan dan memberi petunjuk kesehatan kepada para pasiennya. Oleh karena itu, komunikasi dalam hubungan yang penting untuk memahami sifat hubungan dokter-pasien. Ketegangan antara manfaat dan otonomi yang berada di jantung perdebatan bioetika harus dipahami dalam kaitannya dengan apa yang dipahami oleh komunikasi ini. Pedoman untuk praktik etika kedokteran dari British Medical Association menyatakan bahwa pasien karena penyakit mereka rentan dan oleh karena itu tidak dapat diasumsikan bahwa pasien individu harus memahami masalah dan kemungkinan situasi yang ada. Sementara dokter harus berusaha untuk mendapatkan kepercayaan pasien, sama-sama dia harus percaya dan memahami penilaian pasien tentang diri mereka sendiri. Hal ini menyebabkan kepercayaan antara pasien dan dokter yang pada gilirannya menyebabkan elemen penting komunikasi yang baik. Pencegah terbesar adalah sikap ketidakpedulian atau kurangnya perhatian dari pihak dokter. (sumber doctor patient relationship) B. Tujuan Mampu memahami konsep komunikasi empati serta komunikasi verbal dan non-verbal. Mampu menjelaskan state / oknum yang terdiri atas state orang tua, dewasa dan anakanak. Mampu memahami hambatan-hambatan pasien dalam komunikasi antara dokterpasien. C. Rumusan Masalah
2
Pasien perempuan berusia 45 tahun memiliki banyak keluhan dimana cara menyampaikan keluhan tersebut secara kekanak-kanakan. Dokter kesal karena banyak keluhan dari pasien. Skenario Seorang perempuan 45 tahun datang berobat ke dokter dengan banyak keluhan sering pusing, sering sakit perut, sering lemas. Dokter kesal karena pasien banyak keluhan dan menge mukakan keluhan tersebut secara kekanak-kanakan. Hipotesis -
Dokter tidak bisa mengaktualisasikan ego state dalam berkomunikasi kepada pasien sehingga menyebabkan dokter kesal terhadap pasiennya.
-
Dokter tidak bisa berkomunikasi dengan pasiennya dengan baik, sehingga mengakibatkan kurangnya rasa empati
3
PEMBAHASAN Komunikasi dan Empati Secara luas komunikasi adalah setiap bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun nonverbal yang ditanggapi oleh orang lain (Johnson 1981 dalam A. Pratiknya, 1955). Komunikasi mencakup pengertian yang lebih luas dari sekadar wawancara. Setiap bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga juga merupakan sebuah bentuk komunikasi. Johnson juga menyatakan bahwa secara sempit komunikasi diartikan sebagai pesan yang dikirimkan seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk memengaruhi tingkah laku si penerima. Dalam setiap bentuk komunikasi setidaknya dua orang saling mengirimkan lambang-lambang yang memiliki makna tertentu. Lambanglambang tersebut bisa bersifat verbal, berupa kata-kata, atau bersifat nonverbal berupa ekspresi atau ungkapan tertentu dan gerak tubuh. Namun, tidak sesederhana itu, karena komunikasi, terutama dalam bidang medis, bisa menjadi proses yang rumit. Dalam praktik medis, kita sering memiliki banyak informasi untuk diberikan atau dikirim kepada orang lain, dan kita perlu melakukan ini secara efektif. Komunikasi yang sukses memiliki tiga komponen utama yaitu pengirim, penerima dan Sebuah pesan. Wilbur Schramm adalah salah satu teoretikus awal untuk menunjukkan model komunikasi melingkar. Dia mengusulkan agar baik pengirim maupun penerima menafsirkan pesan tersebut, daripada menilai makna pesannya Schramm (1955; dikutip dalam Wood 2009) melihat komunikasi sebagai proses dua arah baik dengan pembicara maupun pendengar yang memberikan dan menerima umpan balik verbal atau non-verbal. Baik pembicara maupun pendengarnya bergantian berbicara dan saling mendengarkan. Ciri lain dari pesan yang 4
mempengaruhi komunikasi antara dua individu adalah intonasi dan pola nada, aksen, ekspresi wajah, kualitas suara dan gerak tubuh. Model ini juga menunjukkan bahwa pembicara dan pendengar berkomunikasi lebih baik jika mereka memiliki pengalaman yang sama. Namun, ini mungkin berarti penerima dan pengirim dibatasi oleh pengalaman mereka. GAYA KOMUNIKASI Individu biasanya menggunakan salah satu dari empat gaya komunikasi: agresif, pasif-agresif, pasif, dan asertif. Masing-masing mencerminkan rasa nilai dan kebutuhan seseorang pada sikap dan perilaku hidup dan pola perilaku yang berkembang dari waktu ke waktu. dokter harus fokus pada pemahaman seperti apa gaya komunikasi ini dalam pengaturan praktik dan juga mempertimbangkan gaya apa yang paling sering mereka gunakan. Individu dengan gaya komunikasi agresif lebih memperhatikan kebutuhan mereka sendiri daripada kebutuhan orang lain. Orang seperti itu bisa kasar terhadap orang lain dan mungkin atau tidak menyadari dampaknya. Perilaku karakteristik dari gaya komunikasi yang agresif meliputi halhal berikut: ■ Mendominasi diskusi kelompok ■ Sering mengganggu orang lain ■ Mengingkari ruang pribadi orang lain ■ Menggunakan bahasa verbal atau nonverbal untuk mempermalukan, menilai, atau tidak menghormati orang lain ■ Mengabaikan atau mengabaikan perspektif orang lain ■ Berbicara dalam suara yang marah dan sering keras ■ Melawan fisik atau melempar benda ke orang lain Komunikasi pasif-agresif secara tidak langsung agresif namun tetap bisa kasar. Individu yang mempraktikkan gaya ini percaya bahwa kebutuhan mereka sama atau lebih berharga daripada yang lain, tapi mereka tidak secara terang-terangan mengekspresikan agresi. Perilaku karakteristik meliputi: ■ Menggosipkan orang lain di belakang punggung mereka • Menggunakan bahasa tubuh atau nonverbal yang tidak sesuai dengan bahasa verbal • Menceritakan lelucon yang memiliki tema diskriminatif atau menggunakan sarkasme ■ 5
Menyabotase atau menolak perubahan ■ Mengecualikan orang lain dari aktivitas kelompok Individu yang berlatih Gaya komunikasi pasif tampaknya percaya bahwa pendapat, nilai, atau kebutuhan mereka sama pentingnya dengan pendapat orang lain. Gagasan dan keprihatinan dari individuindividu ini jarang, jika pernah, disajikan, berkali-kali mengakibatkan hilangnya rasa hormat dan penghargaan untuk diri mereka sendiri dan di mata orang lain. Perilaku karakteristik meliputi hal-hal berikut: ■ Meminta maaf sering • Mengurungkan pendapat sendiri ■ Kelincahan dan bahasa tubuh gugup lainnya ■ Memberi atau membiarkan orang lain menempati ruang pribadi mereka ■ Menggunakan bahasa yang berlebihan ■ Dengan asumsi partisipasi dalam sebuah kelompok tidak akan membantu atau menginginkan Komunikasi asertif adalah sebuah gaya di mana individu menyadari bahwa kebutuhan mereka penting tapi begitu juga kebutuhan orang lain. Karakteristik gaya asertif mencakup hal-hal berikut: ■ Menghormati perspektif orang lain bahkan bila tidak sepakat ■ Menghormati ruang pribadi dan orang lain ■ Berbicara dengan percaya diri dan jelas ■ Menggunakan bahasa verbal dan nonverbal yang terhormat ■ Berkontribusi pada usaha kelompok dan mendengarkan yang lain. Sebagai dokter sebaiknya kita lebih memilih untuk bisa condong ke arah gaya Asertif, karena gaya komunikasi ini adalah gaya yang paling baik bagi pasien. Keterampilan komunikasi yang baik sangat penting bagi penyampaian layanan kesehatan berkualitas yang efektif. Ada dua jenis komunikasi utama: verbal dan non verbal Komunikasi Verbal Ciri dari pesan verbal yang mempengaruhi komunikasi antara dua individu adalah intonasi dan pola nada, aksen, lafal dan kualitas suara. Jenis komunikasi ini mencakup suara, kata, bahasa dan ucapan dan dapat berbentuk:
6
• komunikasi intrapersonal dimana kita dapat memproses pemikiran dan tindakan kita sendiri, • komunikasi interpersonal antara dua individu, • komunikasi kelompok kecil dimana ada lebih dari dua orang yang terlibat, dan • komunikasi publik dimana informasi disampaikan kepada kelompok orang yang jauh lebih besar. Komunikasi verbal adalah cara berkomunikasi yang efektif karena kita dapat mengekspresikan emosi menggunakan bahasa lisan. Komunikasi Non Verbal Jenis komunikasi ini juga disebut sebagai 'bahasa tubuh' dan melibatkan komunikasi fisik, menggunakan postur tubuh, tanda dan gerak tubuh, sentuhan dan ekspresi, dan bahkan kebisingan, seperti gerutuan dan rengekan. Komunikasi nonverbal lebih signifikan dari pada komunikasi verbal. Lengan yang dilipat dan kaki yang dilewati mungkin merupakan ekspresi perasaan non-verbal seperti defensif. Mengasah dan menyentuh adalah bentuk komunikasi intim dan sering digunakan untuk menunjukkan kepedulian dan kasih sayang oleh perawat kesehatan. Ekspresi wajah digunakan untuk menunjukkan kebahagiaan, kemarahan dan berbagai emosi. Tangan juga alat komunikasi penting, sering digunakan untuk mengekspresikan titik penekanan, sementara penggunaan kaki, seperti menyentuh kaki, mungkin mengekspresikan kecemasan. Belajar bagaimana menafsirkan pesan komunikasi nonverbal, seperti mengangguk, meringis dan mengerutkan kening, mengarah pada pemahaman yang lebih baik tentang kondisi pasien dan merupakan keterampilan yang harus diperoleh oleh profesional perawatan kesehatan. Seorang dokter juga harus bisa memahami perasaan pasiennya agar komunikasi dokterpasien berjalan dengan lancar. Hal inilah yang disebut empati. Empati adalah kemampuan (seolah-olah) menjadi diri orang lain. Empati berarti kita mampu memahami perasaan orang lain tanpa terhanyut di dalamnya. Berempati berarti kita berusaha melakukan adaptasi terhadap orang lain. Dalam dunia kedokteran, empati ini sangatlah penting. Dengan mamahami perasaan pasiennya, dokter dapat menjalin hubungan dan komunikasi yang baik dengan pasien sehingga
7
terjadi kerjasama yang baik antara pasien dan dokter dalam proses pemeriksaan dan pengobatan. Empati adalah kemampuan dengan berbagai definisi yang berbeda yang mencakup spektrum yang luas, berkisar pada orang lain yang menciptakan keinginan untuk menolong, mengalami emosi yang serupa dengan emosi orang lain, mengetahui apa yang orang lain rasakan dan pikirkan, mengaburkan garis antara diri dan orang lain. Kita adalah orang-orang yang peduli; perawatan yang kita berikan kepada orang akan berdampak pada mereka dan keluarga mereka. Kita harus bisa memperbaiki perawatan dengan mengukur kualitasnya, dengan menganalisis dan memahaminya. Untuk membantu kita melakukan ini, kita dapat mengikuti model perawatan dan melakukan inisiatif seperti tolak ukur praktik klinis yaitu kemampuan mendengar. Mendengarkan secara aktif adalah tentang benar-benar mendengarkan, tidak hanya mendengar kata-kata tapi juga memahami perasaan dan niat di balik kata-kata yang diucapkan. Ini tentang meluangkan waktu untuk mendengarkan. Saat mengalami empati, seseorang dapat memahami pengalaman internal orang lain (Salters-Pedneault, 2014). Pada intinya bagaimana manusia menunjukkan kepedulian dan rasa hormat kepada orang lain, dan bagi dokter / perawat, penting dalam membangun hubungan terapeutik dengan pasien dan hubungan profesional dengan rekan kerja. Dokter / Perawat harus bisa membaca serangkaian isyarat emosional tanpa batas dari pasien, keluarga, dan teman sebaya. Perhatian yang dekat diberikan kepada bahasa verbal dan nonverbal meningkatkan informasi yang tersedia untuk menilai dan memahami apa yang penting bagi orang lain dan membantu dalam mengidentifikasi masalah mendasar dan solusi yang relevan. Perawat yang mengembangkan kapasitas untuk memiliki dan menunjukkan empati lebih cenderung memperlakukan pasien dengan harga diri dan belas kasih. Ini adalah bagian penting dari jembatan antara ilmu pengetahuan dan seni praktik keperawatan. Sarjana perawat Theresa 8
Wiseman (1996) menggambarkan empati sebagai biner dari empat atribut: mengambil perspektif orang lain, tidak menghakimi orang lain, mengenali emosi pada orang lain, dan mampu mengkomunikasikan pengakuan itu. Seni Mendengar Selain berempati kita juga harus memiliki seni untuk bisa mendengarkan orang lain. Menjadi pendengar yang lebih baik membutuhkan kecerdasan emosional Pada saat bersamaan, mempraktekkan keterampilan mendengar akan membantu mengembangkan kompetensi kecerdasan emosi. Mendengarkan dan kecerdasan emosional terjalin dengan perilaku manusia dan rentan terhadap keterbatasan pribadi dan hambatan organisasional. Model GRRRR for Great Listening adalah formula yang dirancang untuk membantu penerima dalam penguasaan mendengarkan. (GRRRR for Great Listening menyediakan panduan terstruktur untuk digunakan saat menerima informasi penting tentang pasien, seperti saat handoff ( Boynton 2009). Model ini membuat pelaporan informasi penting menjadi tanggung jawab bersama karena saya meminta pendengar untuk berkontribusi pada iklim dialog yang penuh hormat. Setiap usaha untuk mendorong pasien, konsumen, dan profesional kesehatan untuk berbicara akan lebih efektif bila kepercayaan mereka akan didengarkan. Akronim GRRRR digambarkan sebagai berikut :
Greeting: Tetapkan nada untuk dialog profesional dengan salam yang baik dan dengan menggunakan nama pihak lain: "Hai Beth, ada yang bisa saya bantu?"Ini cara yang sederhana dan penuh hormat untuk memulai percakapan yang mungkin membuat stres.
Respectful listening : Biarkan pihak lain menyelesaikan kalimat tanpa henti, tapi sesekali mengucapkan terima kasih, seperti "oke" atau "hmm." Memungkinkan jeda singkat dapat mengurangi kecemasan dan memberi kesempatan kepada pihak lain untuk berpikir dan menyampaikan informasi penting. Jika komunikasi berlangsung
9
secara pribadi, lakukan kontak mata, angguk, dan gunakan bahasa tubuh reseptif lain untuk mempromosikan hubungan baik, bahkan di tengah situasi darurat.
Reviewing: Merangkum informasi yang telah disampaikan pembicara untuk memastikan bahwa Anda memahami pesan dengan benar dan memberi kesempatan kepada pembicara untuk memperbaiki atau menambahkan informasi apa pun. Inheren dalam memvalidasi, mengkaji memungkinkan Anda mengklarifikasi masalah Anda dan mengungkapkan pemikiran tambahan tanpa mengintimidasi atau mempermalukan orang lain. Beberapa detik yang dihabiskan untuk melakukannya dapat membantu pembicara merasa didengarkan, dihormati, dan akhirnya mengerti.
Recommending or request : Setelah dokter selesai menyampaikan laporannya dan telah divalidasi, dan pesannya telah diklarifikasi, adalah tim untuk membuat rekomendasi atau meminta lebih banyak informasi. Bahkan jika rekomendasi berbeda dari yang disarankan oleh pengirim, penting untuk mempertahankan pendekatan kolaboratif dan menghindari kemunduran: "Tabung dada adalah saran yang masuk akal, dan informasi objektif yang Anda berikan sangat bagus. Namun, pasien ini memiliki beberapa gagal jantung dan itu bisa menjadi bagian dari masalah. Mari kita lakukan rontgen dada dan ABG. "
Rewarding : Menghargai pembicara untuk mendapatkan informasi tersebut membantu orang tersebut merasa seperti pemain tim yang dihormati dan mudah dilakukan dengan sebuah pengakuan sederhana:”Terima kasih atas perhatian anda yang telah mendengarkan penjelasan dari saya.”
Komunikasi Transaksional Model transaksional dibangun berdasarkan model interaktif dengan menambahkan metode komunikasi non verbal seperti isyarat, kontak mata, penggunaan keheningan, posisi, ekspresi wajah dan bahasa tubuh. Ini menunjukkan bahwa komunikasi adalah proses yang terus
10
berlanjut dan terus berubah. Anda berubah, orang-orang dengan siapa Anda berkomunikasi berubah dan lingkungan Anda juga terus berubah juga. Setiap orang dalam proses komunikasi bereaksi tergantung pada faktor-faktor seperti latar belakang, pengalaman, sikap, kepercayaan budaya dan harga diri mereka sebelumnya. Model transaksional menampilkan interaksi komunikasi sebagai negosiasi makna yang berkelanjutan. Seperti telah disebutkan, ungkapan-ungkapan non-verbal lebih penting bila Anda berkomunikasi dengan orang-orang dari budaya yang sama sekali berbeda, berbicara dalam bahasa yang berbeda dan tanpa pengalaman umum untuk mengambil bagian dalam negosiasi makna ini. Individu datang ke sebuah interaksi komunikasi dengan bidang pengalaman mereka sendiri. Ini mencakup hal-hal seperti budaya pribadi, sejarah, jenis kelamin, pengaruh sosial dan pengalaman. Bidang pengalaman Anda adalah kerangka acuan yang Anda bawa ke setiap situasi yang Anda hadapi. Kadang-kadang, bidang pengalaman individu saling tumpang tindih dan mereka berbagi kesamaan. Di lain waktu, bidang pengalaman individu tidak tumpang tindih; dan karena mereka tidak memiliki pengalaman masa lalu yang sama, sulit untuk menegosiasikan makna. (communication skill for nurses) Analisis transaksional (atau TA) pertama kali dikembangkan oleh psikiater Eric Berne pada akhir 1950-an. Berne percaya bahwa keadaan pikiran kita mempengaruhi apa yang terjadi saat kita berinteraksi dengan orang lain. Model TA membantu menjelaskan bagaimana orang berfungsi dan mengekspresikan kepribadian mereka dalam perilaku mereka. Ini bertujuan untuk menemukan keadaan pikiran atau 'ego' yang memulai proses komunikasi, yang mana yang merespons dan bagaimana hal ini mempengaruhi hubungan kedua orang yang terlibat. Tujuannya adalah untuk membiarkan ego dewasa mengendalikan diri dari ego orang tua atau anak. Berne (1964) menggambarkan keadaan pikiran ini sebagai:
11
sebuah sistem perasaan disertai dengan seperangkat pola perilaku yang terkait. Dia menunjukkan kepada kita bahwa kepribadian kita memiliki tiga keadaan ego yang berbeda. Kita semua menggunakan negara-negara ini saat mengubah perilaku kita dalam komunikasi kita dengan orang lain. Titik awalnya adalah ketika dua orang saling bertemu, salah satu dari mereka akan berbicara kepada yang lain. Dia menyebut ini rangsangan transaksi. Reaksi dari orang lain disebutnya respon transaksi. Orang yang mengirim rangsangan adalah agen dan orang yang merespons adalah responden. EGO STATE Menurut model TA, ada tiga ego menyatakan bahwa orang menggunakan secara konsisten: P = Parent / orang tua, A = Adult / dewasa, C =Child / anak-anak. Analisis transaksional menjadi metode untuk memeriksa jenis transaksi yang dapat ditandai dengan 'Saya melakukan sesuatu untuk Anda, dan Anda melakukan sesuatu kembali'. Setiap keadaan ego memiliki karakteristik verbal dan non-verbal tertentu, yang dapat diamati jika kita melihat orang. Ego Parent / orang tua Harris (1973) menggambarkan keadaan ego induknya seperti tape recorder, karena kita dikondisikan oleh orang tua atau guru kita, dan orang tua. Keadaan ini bisa diubah tapi tidak mudah. Keadaan orang tua bisa menjadi perhatian atau pengasuhan, seperti dengan kepastian bahwa 'semuanya akan baik-baik saja'. Atau bisa jadi menghakimi dan otoriter, dengan penggunaan ungkapan dan sikap seperti 'dalam situasi apapun ...', 'always ...' dan 'never forget ...'. Ini juga bisa termasuk 'Anda harus menunggu sampai akhir'. Status orang tua dapat menggunakan bahasa dan ungkapan tubuh yang marah atau tidak sabar atau isyarat mengarahkan menggunakan jari Ego Child / anak-anak
12
Anak Reaksi internal dan perasaan kita terhadap peristiwa eksternal membentuk keadaan ego anak. Inilah respons melihat, mendengar, merasakan dan emosional di dalam diri kita masing-masing. Negara memiliki dua sisi, sebagai berikut. • Negatif: ketika marah atau frustrasi mendominasi akal, si anak memegang kendali. Status anak memiliki ekspresi sedih atau memiliki amarah. Orang-orang di negara bagian ini mungkin mengatakan hal-hal seperti 'Saya ingin ...', 'Saya tidak peduli' atau 'ini adalah hari terburuk dalam hidup saya! • Positif: sisi keadaan anak ini terlihat ketika seseorang mempelajari hal-hal baru , mengeksplorasi dan menjadi kreatif. Mereka tertawa, merasa senang dan menunjukkan kegembiraan di wajah mereka. Seperti keadaan orang tua kita, kita bisa mengubah keadaan anak, tapi ini mungkin tidak mudah dilakukan. Ego Adult / Dewasa Dewasa Ego dewasa kita adalah kemampuan kita untuk berpikir dan menentukan tindakan untuk diri kita sendiri, berdasarkan informasi yang diterima. Orang dewasa di dalam kita mulai terbentuk pada usia sekitar 10 bulan, dan merupakan sarana untuk mengendalikan keadaan orang tua dan anak-anak kita. Jika kita ingin mengubah keadaan orang tua atau anak kita, kita harus melakukannya melalui keadaan dewasa kita. Status ego orang dewasa berasal dari kenyataan sekarang dan sekarang dan digambarkan oleh Berne sebagai 'seperangkat perasaan, sikap, dan pola perilaku otonom yang disesuaikan dengan realitas saat ini' Ketika kita berkomunikasi, kita melakukannya dari salah satu keadaan ego kita: orang tua, orang dewasa atau anak kita. Perasaan kita pada saat menentukan mana yang kita gunakan, dan kapan pun sesuatu bisa memicu pergeseran dari satu state ke negara lain. Saat kita merespons, kita juga melakukan ini dari salah satu dari tiga state Jenis Transaction Transaksi adalah arus komunikasi. Pada dasarnya ada tiga jenis transaksi:
13
1 Komplementer (paling sederhana) 2 Crossed Transactional 3 Ulterior (yang paling kompleks). Hambatan Ada banyak alasan untuk perbedaan komunikasi dan hambatan terhadap komunikasi yang efektif. . Mereka mencakup hal-hal berikut. • Perbedaan budaya: Misalnya, di beberapa budaya, anak-anak tidak diizinkan untuk berbicara di hadapan orang dewasa tertentu, dan wanita tidak diizinkan untuk berbicara dengan pria yang mereka tidak tahu. Beberapa orang dibesarkan untuk tidak menantang otoritas sehingga mungkin sulit untuk mengajukan pertanyaan kepada dokter, merasa tidak hormat untuk menanyai mereka. • Hambatan bahasa: individu yang tidak mengerti bahasa yang sedang berbicara dapat menemukan tempat perawatan untuk mengisolasi, menakut-nakuti dan bahkan membuat frustrasi. Pasien harus selalu dilibatkan dalam perawatan dan penerjemah mereka sendiri harus disediakan agar tidak merugikan pasien ini. Rumah sakit dan pengaturan kesehatan lainnya harus memegang daftar juru bahasa (dengan nama dan rincian kontak) jika layanan mereka dibutuhkan. • Kerusakan sensorik: gangguan pendengaran bisa membuat tindakan komunikasi sangat sulit, seringkali membuat pasien merasa terucap dan terisolasi. Hilangnya penglihatan bisa membuat sangat sulit bagi pasien untuk menangkap sinyal visual, mungkin menghalangi kemampuan mereka untuk berkomunikasi secara efektif. • Distress (pasien tidak dapat berbicara atau mendengarkan karena kesal): terkadang memang pantas hanya duduk dengan pasien dan menawarkan kenyamanan manusia. • Penyakit fisik atau kecacatan (seperti kebingungan, stroke atau kesulitan belajar): kecacatan fisik dapat mengakibatkan disfasia (berbeda dengan berbicara) dan mengganggu pergerakan
14
fisik, sehingga tindakan komunikasi non verbal sulit terjadi. Kebingungan bisa termasuk kehilangan ingatan, menambah kebingungan dan mengakibatkan frustrasi individu. Bergantung pada tingkat keparahan ketidakmampuan belajar, pemahaman dan tindakan pemrosesan informasi mungkin akan terpengaruh.
15
KESIMPULAN 1. Kemampuan komunikasi antara dokter dengan pasien dalam praktik kehidupan seharihari menjadi suatu standar yang harus dimiliki seorang dokter. 2. Dokter seharusnya berusaha untuk mendapatkan kepercayaan pasien, sama-sama dia harus percaya dan bisa menilai pasien agar tidak menimbulkan misinterpretasi 3. Pasien memiliki gaya komunikasi agresif yaitu mempunyai banyak keluhan, karena lebih memperhatikan kebutuhan pasien sendiri daripada kebutuhan orang lain yakni tanpa memperhatikan dokternya. Sedangkan dokter memiliki gaya pasif-agresif. Secara tidak langsung agresif namun tetap bisa kasar karena dokter tidak secara terangterangan mengekspresikan agresi. 4. Dokter semestinya bisa mengaktualisasikan ego state dalam berkomunikasi kepada pasien agar tidak menyebabkan dokter kesal terhadap pasiennya. Dalam hal ini timbul Crossed-transaction sehingga dokter gagal dalam mengambil sikap terhadap pasiennya. 5. Dokter gagal dalam hal empati karena tidak mampu mendengarkan pasien dan tidak bisa meresponnya dengan benar. 6. Dokter kurang berempati dan melanggar prinsip Seni mendengar (GRRRR) : Greeting, Respectful, Reviewing, Recommending dan Rewarding 7. Hambatan yang terjadi antara dokter-pasien adalah distress karena dokter mendengarkan keluhan pasiennya dengan rasa kesal.
16
DAFTAR PUSTAKA Boyd, Claire. 2014. Communication Skill for Nurses. USA : Willey Blackwell. Boynton Beth. 2016. Successful Nurse Communication. USA : Davis Company. Hugman, Bruce. 2009. Health Care Communication. North Yorkshire : RPS Publishing. Hodges, S.D., & Klein, K.J. Regulating the costs of empathy: the price of being human. Journal of Socio-Economics. 2001 Musman, Asti. 2016. Sukses Berbicara Dengan Siapa Saja, Kapan Saja, Dimana Saja. Yogyakarta : Psikologi Corner. Smith, Barbara. 2011. Nursing & Health Compassion, Caring and Communication. New York : Routledge. Sumartono. 2004. Komunikasi Kasih Sayang. Jakarta : Elex Media Komputindo. Widdowson, Mark. 2016. Transaction Analysis for Depression. New York : Routledge.
17