1802631011 Stakis.docx

  • Uploaded by: witari
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 1802631011 Stakis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,168
  • Pages: 22
LAPORAN STATUS KLINIS STASE NEUROMUSKULER RSUD MANGUSADA BADUNG

NAMA

: MARISA NARANTIKA

NIM

: 1802631011

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2018

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :[email protected]

Disfagia berasal dari bahasa Yunani yaitu dys yang artinya sulit dan phagein yang artinya memakan. Disfagia memiliki banyak definisi tetapi yang sering digunakan adalah kesulitan dalam menggerakan makanan dari mulut ke dalam lambung. Disfagia sering ditemukan dalam praktek klinik pada semua kelompok usia dan sering berhubungan dengan multiple systemic disorders (misalnya: diabetes melitus, hipertiroidisme, lupus eritema-tosus, dermatomiositis, stroke, serta penyakit Parkinson dan Alzheimer) PROSES MENELAN Struktur yang berperan Area anatomi yang berhubungan dengan proses menelan meliputi rongga mulut, faring, laring, dan esofagus. Struktur rongga mulut meliputi bibir anterior, gigi, palatum durum, palatum mole, uvula, mandibula, dasar mulut, lidah, dan arkus faringeus. Lidah sebagian besar disusun oleh serat-serat otot rangka yang dapat bergerak ke segala arah. Sehubungan dengan proses menelan, lidah dibagi menjadi bagian oral dan bagian faringeal. Lidah bagian oral meliputi bagian ujung, depan, tengah, dan belakang daun lidah. Lidah bagian oral aktif selama proses bicara dan proses menelan pada fase oral, dan berada dibawah kontrol kortikal (volunter). Lidah bagian faringeal atau dasar lidah dimulai dari papila sirkumvalata sampai tulang hioid. Dasar lidah aktif selama fase faringeal dan berada dibawah kontrol involunter dengan koordinasi batang otak, tetapi bisa juga berada dibawah kontrol volunter. Atap mulut dibentuk oleh maksila (palatum durum), velum (palatum mole), dan uvula. Struktur faring yang berperan dalam proses menelan meliputi 3 otot konstriktor faringeal, yaitu superior, medial, dan inferior, yang berorigo pada kranium, tulang hioid, dan kartilago tiroid, serta berinsersio pada bagian posterior median raphe. Otot krikofaringeal merupakan struktur faring yang paling inferior. Kontraksi otot ini akan mencegah masuknya udara ke dalam esofagus saat respirasi. Otot ini melekat pada kartilago krikoid dan bersama dengan lamina krikoid membentuk valvula ke dalam esofagus yang dikenal dengan upper esophageal sphincter (UES) atau pharyngoesophageal sphincter (PES). UES berfungsi mengu-rangi risiko aliran balik makanan dari esofagus ke faring. Pada waktu tertentu sfingter ini terbuka untuk mengijinkan bolus makanan masuk ke dalam esofagus.

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :[email protected]

Esofagus merupakan lapisan otot berbentuk tabung dengan panjang sekitar 23-25 cm dan mempunyai sfingter pada kedua ujungnya, yaitu UES pada bagian atas dan lower esophagal sphincter (LES) pada bagian bawah.2 Fungsi menelan normal Proses menelan dibagi menjadi 4 fase yaitu: 1) fase persiapan oral; 2) fase oral; 3) fase faringeal; dan 4) fase esofageal.2,8 1. Fase persiapan oral Selama fase persiapan oral makanan dimanipulasi dan dikunyah. Proses mengunyah sendiri merupakan suatu pola siklik berulang dari gerakan rotasi lateral otot-otot labial dan mandibular. Lidah memosisikan makanan di atas gigi saat gigi atas dan bawah bertemu dan menghancurkan material diatasnya. Makanan akan jatuh ke arah medial menuju lidah dan lidah akan mengembalikan material tersebut ke atas gigi pada saat mandibula dibuka. Selama mengunyah, lidah mencampur makanan dengan saliva. Tekanan dalam otot bukal akan menutup sulkus lateral dan mencegah makanan jatuh ke arah lateral ke dalam sulkus di antara mandibula dan pipi. 2. Fase oral Fase oral diawali saat lidah memulai pergerakan posterior dari bolus makanan. Selama fase ini lidah mendorong bolus ke arah posterior sampai terjadi pemicuan fase faring. Bagian tengah lidah secara berurutan menekan bolus ke arah posterior melawan palatum durum. Suatu fase oral yang normal membutuhkan otot labial yang intak untuk memastikan penutupan bibir yang sempurna sehingga mencegah makanan keluar dari rongga mulut; pergerakan lidah yang lengkap untuk mendorong bolus ke posterior; otot bukalis yang intak untuk memastikan material tidak jatuh ke dalam sulkus lateralis; dan otot palatum yang normal serta kemampuan untuk bernapas secara normal melalui hidung. Oral transit time adalah waktu yang dihitung sejak awal pergerakan lidah untuk memulai fase oral sampai saat bolus head melewati titik antara arkus faringeus anterior dan titik dimana batas bawah mandibula menyilang dasar lidah, dengan nilai normal sekitar 1-1,5 detik. Pada saat lidah bergerak membawa bolus ke arah posterior, reseptor sensorik pada orofaring dan lidah sendiri dirangsang untuk mengirimkan informasi sensorik ke korteks dan batang otak. Selanjutnya, pusat pengenalan sensorik pada medula dalam nukleus traktus solitaris mengidentifikasi stimulus menelan dan mengirimkan informasi ke nukleus ambigus

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :[email protected]

yang kemudian menginisiasi fase faringeal. Pada saat bolus head melewati setiap titik yang terletak antara arkus faringeus bagian anterior dan daerah dimana dasar lidah melintasi tepi bawah mandibula, fase oral berakhir dan fase faringeal dipicu. 3. Fase faringeal Fase faringeal dimulai saat terjadi proses pemicuan. Pada fase ini terjadi beberapa aktifitas: 1) elevasi dan retraksi velum serta penutupan sempurna dari port velopharyngeal untuk mencegah masuknya material ke dalam rongga hidung; 2) elevasi dan pergerakan anterior dari hioid dan laring; 3) penutupan laring oleh 3 sfingter untuk mencegah masuknya material ke dalam jalan napas; 4) terbukanya sfingter krikofaringeal untuk memungkinkan masuknya material dari faring ke esofagus; 5) melandainya dasar lidah untuk membawa bolus ke faring diikuti retraksi dasar lidah untuk menyentuh bagian anterior dari bulging posterior dinding faring; dan 6) kontraksi dari atas ke bawah yang progresif dari otot-otot konstriktor faringeal. Pharyngeal transit time adalah waktu yang dihitung sejak bolus bergerak dari titik dimana fase faringeal dipicu melewati cricopharyngeal juncture ke dalam esofagus,dengan nilai normal 0,35-0,48 detik, dan maksimum bisa sampai 1 detik.2,7 4. Fase esofageal Waktu transit esofageal diukur dari saat bolus memasuki esofagus pada UES, melewatinya, dan masuk ke dalam lambung melalui LES, dengan nilai normal ber-variasi 820 detik. Gerakan peristaltik yang dimulai pada puncak esofagus mendorong bolus dengan pola berurutan ke arah kaudal sepanjang esofagus sampai LES terbuka dan memungkinkan bolus memasuki lambung. Fase esofageal ini tidak dapat diintervensi dengan terapi latihan atau teknik kompensasi apapun; oleh sebab itu, bila ditemukan kecurigaan adanya gangguan pada fase esofageal, penderita perlu dirujuk ke ahli gastroenterologi sehingga bisa dilakukan pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.

Gangguan Fungsi Menelan pada Pasien Stroke Dampak negatif dari stroke dapat mengakibatkan sel neuron mengalami nekrosis atau kematian jaringan, sehingga mengalami gangguan fungsi. Gangguan fungsi yang terjadi tergantung pada besarnya lesi dan lokasi lesi. Pada stroke fase akut, pasien dapat mengalami gangguan menlan atau disfagia. Gangguan menelan pada pasien stroke dapat disebabkan oleh edema otak, menurunnya tingkat kesadaran, ataupun akibat proses diaschisis, yang biasanya

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :[email protected]

bersifat sementara. Tetapi bila lesi terjadi di daerah batang otak, kemungkinan pasien akan mengalami gangguan menelan (disfagia) yang menetap. Lesi pada hemisfer kiri menyebabkan menurunnya aktifitas motorik di oral dan apraxia, sedangkan lesi di hemisfer kanan berhubungan dengan terlambatnya refleks menelan, bolus tertahan difaring, sehingga dapat menyebabkan aspirasi. Selama fase akut tidak ada hubungannya antara kejadian aspirasi atau gangguan menelan (disfagia) dengan lokasi stroke dan letak lesi. Stroke akut pada batang otak kemungkinan dapat menyebabkan disfagia dengan atau defisit neurologic yang lain. Hampir 62,5 pasien stroke batang otak mengalami aspirasi, terutama lesi pada medula atau pons. Risiko aspirasi akan meningkat bila mengenai bilateral, dan biasanya berupa aspirasi yang tersembunyi. Saraf kranial X sampai XII dismobilitas dan asimetris faring, laring tidak menutup sempurna, terkumpulnya bolus di vallecula, dan tidak sempurnanya rileksasi atau spasme dari krikofaringeal. Gangguan menelan bisa terjadi pada fase berikut ini : 1. Fase Oral Kelemahan otot menelan pada fase oral dapat berupa kelemahan otot lidah, buruknya koordinasi bibir, pipi, dan lidah yang menyebabakan terkumpulnya makanan dalam mulut atau masuknya bolus ke faring sebelum menelan yang dapat menyebabkan aspirasi. Gangguan pada fase oral ini juga dapat berupa gangguan inisiasi menelan oleh perubahan status menelan dan kognitif, yang beresiko terjadi pengumpulan bolus makanan di rongga mulut dan resiko terjadi aspirasi. 2. Fase Faringeal Pada fase ini, dapat terjadi disfungsi palatum dan faring superior yang menyebabkan makanan atau cairan refleks ke nasofaring. Dapat juga terjadi berkurangnya elevasi laring dan faring sehingga meningkatkan resiko aspirasi. Gangguan lainnya terjadi kelemahan otot kostriktor faring yang menyebabkan pengumpulan bolus di valekula dan sinus piriformis yang beresiko terjadi aspirasi, atau dapat juga terjadi gangguan pada otot krikofaring yang akan mengganggu koordiasi prosese menelan. 3. Fase Esofagus Kelainan yang mungkin terjadi pada fase ini adalah kelainan dinding esofagus atau kelemahan peristaltic esofagus.

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :[email protected]

DAFTAR PUSTAKA Farhan, Zahara. Sulastini. 2015 Pengaruh Latihan Vokal terhadap Perubahan Kemampuan Menelan pada Pasien Stroke Infark di Ruang Cempaka Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Slamet Garut. Jurna Soshum Insentif. 2655-2698 Jenny J. C. Pandaleke, Lidwina S. Sengkey, Engeline Angliadi. 2014. Rehabilitasi Medik Pada Penderita Disfagia. Jurnal Biomedik (JBM). Vol.6, No.3, Hal. 157-164

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :[email protected]

Tanggal pemerikasaan 24 Januari 2019 ASSESSMENT I. Identitas Pasien a. Nama : Tn. DPD b. Umur : 51 tahun c. Alamat : lingkungan pasang luk luk d. Pekerjaan : Supir II. Pemeriksaan Subjektif a. Keluhan Utama (KU) Lemah separuh tubuh kiri

b. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) Pasien datang ke rumah sakit dalam kondisi sadar, mengeluhkan lemah separuh tubuh kiri, sulit menelan, bicara pelo dan mulut mencong. Sejak pagi hari sebelum ke rumah sakit kondisi pasien memberat.

c. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) & Penyakit Penyerta Hipertensi Diabetes tipe II d. Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat hipertensi dari orang tua

e. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien dirawat oleh istri. Pasien menggunakan BPJS. III.

Pemeriksaan Objektif a. Vital Sign Absolut HR : RR : BP : Suhu :

85 x/Min 18 x/Min 100/60 mmHg 36,50Celcius

Tambahan Saturasi Oksien : 95 % Kesadaran : Compos mentis GCS : E4 V5 M6

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :[email protected]

b. Pemeriksaan Per-Kompetensi Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Inspeksi Statis

Inspeksi Dinamis

Palpasi

- Pasien tidur dalam posisi supine lying dengan terpasang infus di tangan kiri - Terpasang NGT - Pasien tidak mampu mobilisasi tidur miring secara mandiri - Pasien mampu menggerakkan kedua AGA AGB secara mandiri. - Kesulitan untuk berbicara tidak ada oedema

Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar Pemeriksaan Aktif

Hasil

Regio

Gerakan

Hasil

Dekstra Tidak terbatas, nyeri Fleksi (-) Ekstensi (not tested) Tidak terbatas, nyeri Abduksi (-) Shoulder Tidak terbatas, nyeri Adduksi (-) Tidak terbatas, nyeri Eksorotasi (-) Tidak terbatas, nyeri Endorotasi (-) Tidak terbatas, nyeri Fleksi (-) Tidak terbatas, nyeri Ekstensi (-) Elbow Tidak terbatas, nyeri Supinasi (-) Tidak terbatas, nyeri Pronasi (-) Tidak terbatas, nyeri Fleksi (-) Wrist Tidak terbatas, nyeri Ekstensi (-) Tidak terbatas, nyeri Fleksi (-) Hip Ekstensi (not tested)

Sinistra Mampu, nyeri (-) (not tested) Mampu, nyeri (-) Mampu, nyeri (-) Mampu, nyeri (-) Mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) (not tested)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :[email protected]

Tidak terbatas, nyeri (-) Tidak terbatas, nyeri Adduksi (-) Tidak terbatas, nyeri Eksorotasi (-) Tidak terbatas, nyeri Endorotasi (-) Tidak terbatas, nyeri Fleksi (-) Knee Tidak terbatas, nyeri Ekstensi (-) Tidak terbatas, nyeri Fleksi (-) Ankle Tidak terbatas, nyeri Ekstensi (-) Regio Gerakan Dekstra Tidak terbatas, nyeri Fleksi (-) Ekstensi (not tested) Tidak terbatas, nyeri Abduksi (-) Shoulder Tidak terbatas, nyeri Adduksi (-) Tidak terbatas, nyeri Eksorotasi (-) Tidak terbatas, nyeri Endorotasi (-) Tidak terbatas, nyeri Fleksi (-) Tidak terbatas, nyeri Ekstensi (-) Elbow Tidak terbatas, nyeri Supinasi (-) Tidak terbatas, nyeri Pronasi (-) Tidak terbatas, nyeri Fleksi (-) Wrist Tidak terbatas, nyeri Ekstensi (-) Tidak terbatas, nyeri Fleksi (-) Hip Ekstensi (not tested) Abduksi

Pasif

mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) Sinistra Tidak terbatas, nyeri (-) (not tested) Tidak terbatas, nyeri (-) Tidak terbatas, nyeri (-) Tidak terbatas, nyeri (-) Tidak terbatas, nyeri (-) Tidak terbatas, nyeri (-) Tidak terbatas, nyeri (-) Tidak terbatas, nyeri (-) Tidak terbatas, nyeri (-) Tidak terbatas, nyeri (-) Tidak terbatas, nyeri (-) Tidak terbatas, nyeri (-) (not tested)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :[email protected]

Tidak terbatas, nyeri (-) Tidak terbatas, nyeri Adduksi (-) Tidak terbatas, nyeri Eksorotasi (-) Tidak terbatas, nyeri Endorotasi (-) Tidak terbatas, nyeri Fleksi (-) Knee Tidak terbatas, nyeri Ekstensi (-) Tidak terbatas, nyeri Fleksi (-) Ankle Tidak terbatas, nyeri Ekstensi (-) Regio Gerakan Dekstra Fleksi Mampu, nyeri (-) Ekstensi Mampu, nyeri (-) Abduksi Mampu, nyeri (-) Shoulder Adduksi Mampu, nyeri (-) Eksorotasi Mampu, nyeri (-) Endorotasi Mampu, nyeri (-) Fleksi Mampu, nyeri (-) Ekstensi Mampu, nyeri (-) Elbow Supinasi Mampu, nyeri (-) Pronasi Mampu, nyeri (-) Fleksi Mampu, nyeri (-) Wrist Ekstensi Mampu, nyeri (-) Fleksi Mampu, nyeri (-) Ekstensi (not tested) Abduksi Mampu, nyeri (-) Hip Adduksi Mampu, nyeri (-) Eksorotasi Mampu, nyeri (-) Endorotasi Mampu, nyeri (-) Fleksi Mampu, nyeri (-) Knee Ekstensi Mampu, nyeri (-) Fleksi Mampu, nyeri (-) Ankle Ekstensi Mampu, nyeri (-) Abduksi

Isometrik

Tidak terbatas, nyeri (-) Tidak terbatas, nyeri (-) Tidak terbatas, nyeri (-) Tidak terbatas, nyeri (-) Tidak terbatas, nyeri (-) Tidak terbatas, nyeri (-) Tidak terbatas, nyeri (-) Tidak terbatas, nyeri (-) Sinistra mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) (not tested) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-) mampu, nyeri (-)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :[email protected]

Test Spesifik Test Spesifik Koordinasi

Sensoris Pengukuran Pengukuran Tingkat kesadaran Kekuatan otot

Kemampuan fungsional NIHSS

Hasil Finger to finger test (+) Finger to nose test (+) Heel to shin test (+) Normal, pasien dapat melokalisir sentuhan

Alat Ukur

Hasil

Glasgow Coma Scale Manual Muscle Testing

E4 V5 M6

Barthel Index

Skor : 40 (ketergantungan berat)

Tingkat Keparahan Stroke

Skor : 6 (Moderate Stroke)

5555 4444 5555 4444

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :[email protected]

c. Algoritma Pemeriksaan Kelemahan separuh tubuh kiri

H0 → Stroke 1.

Kelemahan separuh tubuh sisi kiri terjadi secara tiba-tiba Kesulitan menelan, bicara pelo, mulut mencong Memiliki hipertensi dan DM

Anamnesis

2. 3.

Vital Sign

HR : 85x/menit RR : 18 x/menit BP : 100/60 mmHg SpO2 : 95% Kesadaran : compos mentis

Pemeriksaan

Pemeriksaan fisik

Tes spesifik

Pengukuran

Pemeriksaan Penunjang

Pasien tidak mampu mobilisasi tidur miring secara mandiri tidak ada oedema Pasien kesulitan berbicara

sensori baik, koordinasi baik

GCSE4 V5 M6 Barthel index : 40 Ketergantungan berat MMT NIHSS : 6 (Moderate scale)

Laboratorium

Stroke Non Haemorrhage

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :[email protected]

IV.

Pemeriksaan Penunjang Jenis Pemeriksaan Laboratorium

Kesan

Pemeriksaan Lab (Tanggal : 24 Januari 2019) NamaPemeriksaan Parameter Hasil Satuan Glukosa darah Glukosa 203 mg/dL Darah

NilaiRujukan Keterangan 70-140 Tinggi

DIAGNOSIS ICFCoding I. Impairment (Body Structure & Body Function Impairment) Body structure Body function

II.

S110 Structure of brain S7 Structure related to movement B320 Articulation function B7302 Power of muscle of one side of the body

Activity Limitation D410 Changing basic body position D415 Maintaining a body position D420 Transferring oneself D510 Self care, Washing oneself D540 Self Care, Dressing D550 Self Care, Eating

III.

Participation of Restriction D760 Family relationship D8451 Maintaining a job D9300 Organized Religion

IV.

Contextual Factor a. Personal Factor Mempunyai motivasi untuk bergerak b. Environmental Factor E310 Immediate family E355 health professionals

Diagnosis Fisioterapi Gangguan Aktivitas fungsional e.c. Stroke Non Hemoragik

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :[email protected]

PROGNOSIS I. Quo ad vitam Bonam

II.

Quo ad sanam Bonam

III.

Quo ad cosmeticam Bonam

PLANNING I. Jangka Pendek Mencegah komplikasi immobilisasi lama Meningkatkan kekuatan otot Mobilisasi bertahap II.

Jangka Panjang Meningkatkan mobilisasi secara bertahap agar pasien dapat melakukan aktivitas fungsional secara mandiri.

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :[email protected]

III.

Clinical Reasoning Diabetes mellitus II

Insulin tidak dapat bekerja maksimal

Glukosa hanya sedikit yg masuk di dalam sel

Di sisi lain, glukosa menumpuk di dalam darah

Pembentukan thrombus

Iskemik

Stroke non hemoragik

Kelemahan anggota gerak atas dan bawah

Penurunan kekuatan otot

Potensial komplikasi tirah baring

Potensial Pneumonia

Keterbatasan bersosialisasi

Potensial Kontraktur dan stiffness

Keterbatasan ambulasi dan mobilisasi(miring kanan kiri, duduk, berdiri, berjalan)

Potensial Decubitus

Gangguan aktivitas fungsional

Bicara pelo, dan mulut mencong

Gangguan fungsional wajah

flaccid

ROM Exercise

Fasilitasi Breathing Exercise dan mobilisasi thorax

Positioning

Fasilitasi Core Stability Exercise

Mobilisasi bertahap

Facial Exercise

Terapi wicara

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :[email protected]

INTERVENSI I. Tabel Intervensi Intervensi Fasilitasi Breathing exercise

ROM exercise

Core stability exercise

Positioning

Metode Pelaksanaan Pasien di instruksikan untuk menarik nafas lewat hidung dan dikeluarkan lewat mulut (mulut mencucu)

Dosis 3 set 3 kali repetisi

ROM exercise dilakukan pada regio shoulder, elbow, wrist, hip, knee dan ankle

2 set, 8 kali repetisi

Tekuk kedua lutut pasien, letakan kedua tangan fisioterapis di atas pinggang sejajar SIAS pasien. Instrusikan pasien untuk menekan tangan fisioterapis dengan pinggangnya dan tahan. Usahakan meminimalisir kontraksi dari otot gluteus. Pasien diposisikan terlentang, miring kanan dan miring kiri secara bergantian. Saat miring, tubuh pasien dapat diganjal dengan bantal dan

5-8x repetisi

Evidence Based Untuk meningkatkan kadar oksigen dalam tubuh dan mencegah pneumonia Seo,Kyochul, et al. 2017. The Effects Of Inspiratory Diaphragm Breathing Exercise And Expiratory Pursed-Lip Breathing Exercise On Chronic Stroke Patients'respiratory Muscle Activation. Latihan ROM (rentang gerak) adalah serangkaian gerakan yang dilakukan pada sendi yang bertujuan untuk meningkatkan fleksibilitas dan kekuatan otot. Rita, Erni. 2016. The increasing of muscle strength among elderly patient post stroke non-hemorrhagic in sasana tresna werdha ciracas. Hal. 577-584. Untuk meningkatkan kekuatan otot core sebagai persiapan untuk duduk aktif Koshiro Harayuma, et all. 2017. Effect of Core Stability Training on Trunk Function. Standing Balance, and Mobility in Stroke Patients. A Randomized Controlled Trial Vol.31(3) 240-249.

Ganti posisi Untuk mencegah terjadinya 2 jam ulcer decubitus. sekali. Jennifer Anders et al.2010. Decubitus Ulcers: Pathophysiology and Primary Prevention. Deutsches

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :[email protected]

pastikan sisi yang sakit tidak tertindih. Mobilisasi bertahap

II.

5-10 menit Disesuaikan dengan kondisi umum pasien

Untuk melatih kemampuan pasien dalam merubah posisi dan membantu pasien dalam menyesuaikan dengan perubahan posisi. S.Antje, T. Bente, O.M. Ronning. 2012.Outcome After Mobilization Within 24 Hours of Acute Stroke.

Edukasi Edukasi - Positioning dilakukan setiap Dimiringkan ke kanan dan kiri. -

III.

Secara perlahan dan memperhatikan kondisi pasien, pasien diberikan mobilisasi dari tidur ke duduk dengan sandaran, kemudian tanpa sandaran, kemudian di pinggir bed. Mobilisasi dapat dilanjutkan dengan berdiri dan berjalan di sekitar bed dengan memperhatikan keluhan pasien dan kondisi umum pasien

Arzteblatt International.

Evidence Based 2 jam sekali. Yusuf, M.Y. 2007. Rehabilitasi Penyakit Jantung. Universitas Mengatur gaya hidup dan pola makan untuk Wijaya Kusuma. menghindari serangan yang berulang Surabaya

Home Program Edukasi Tetap melakukan fasilitasi gerak dan stimulasi gerak dibantu keluarganya untuk memelihara luas gerak sendi dan mencegah terjadinya kontraktur Melakukan latihan berekspresi yang dapat dilakukan dengan facial exercise

Evidence Based Henry Leonard Josep,et al, 2015.Feldenkrais method and movement education-An alternate therapy in musculosceletalrehabilitation. Pereira, et al, 2011. Facial exercise therapy for facial palsy.

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :[email protected]

EVALUASI Tanggal 25 Januari 2019 Absolut HR : RR : BP : Suhu :

87 x/Min 17 x/Min 100/60 mmHg 36,50Celcius

Tambahan Saturasi Oksien : 99 % Kesadaran : Compos mentis GCS : E4 V5 M6 MMT : 5555 4444 5555 4444

Tanggal 25 Januari 2019 Absolut HR : RR : BP : Suhu :

90 x/Min 18 x/Min 100/60 mmHg 36,50Celcius

Pasien sudah tidak memakai NGT

Tambahan Saturasi Oksien : 97 % Kesadaran : Compos mentis GCS : E4 V5 M6 MMT : 5555 4444 5555 4444

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :[email protected]

Lampiran 1. NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale) Variabel Derajat kesadaran

Menjawab pertanyaan

Mengikuti perintah

Best Gaze

Lapang pandang

Facial palsy

Motor Arm (angkat lengan 90o, tahan 10 detik)

Motor Leg (angkat 30o, tahan 5 detik)

Indikator 0 = sadar penuh 1 = somnolen 2 = stupor 3 = koma/tidak ada respon 0 = dapat menjawab 2 pertanyaan dengan benar 1 = dapat menjawab 1 pertanyaan dengan benar/dapat berbicara karena terpasang endotracheal/disartria 2 = tak dapat menjawab pertanyaan dengan benar/afasia/stupor 0 = dapat melakukan dua perintah dengan benar 1 = dapat melakukan satu perintah dengan benar 2 = tak dapat melakukan 2 perintah dengan benar 0 = normal 1 = gerakan abnormal hanya pada satu mata 2 = total gaze 0 = tidak ada gangguan 1 = partial hernianopia 2 = complete hernianopia 3 = bilateral hernianopia 0 = normal 1 = minor paralysis 2 = partial paralysis 3 = complete paralysis 0 = tidak ada simpangan jika pasien diminta mengangkat kedua lengan 10 detik 1 = lengan menyimpang kebawah sebelum 10 detik 2 = lengan terjatuh ke kasur/badan/tidak dapat diluruskan penuh 3 = tidak dapat melawan gravitasi 4 = tidak ada gerakan 0 = tidak ada simpangan jika pasien diminta mengangkat kedua tungkai 5 detik 1 = tungkai menyimpang kebawah sebelum 5 detik 2 = tungkai terjatuh ke kasur/badan/tidak dapat diluruskan penuh 3 = tidak dapat melawan gravitasi 4 = tidak ada gerakan

Limb Ataxia

Skor 0

2

0

0

0

2

0

0

0 0 = tidak ada

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :[email protected]

1 = pada satu ekstremitas

Sensory

Afasia

Dysathria

Neglect

2 = pada dua atau lebih ekstremitas 0 = normal 1 = defisit parsial 2 = defisit berat 0 = normal 1 = ringan – sedang 2 = afasia berat 3 = global afasia 0 = normal 1 = ringan – sedang 2 = berat 0 = tidak ada 1 = partial 2 = Neglect TOTAL

Keterangan : 0 = normal 1-4 = minor stroke 5-15 = moderate stroke 16-20 = moderate-severe stroke 21-42 = severe stroke

0

1

0

1

6

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :[email protected]

Lampiran 2. BARTHEL INDEX Variabel Makan

Mandi Kebersihan diri Berpakaian

Bladder

Bowel

Penggunaan toilet

Transfer (dari tempat tidur ke kursi dan kembali ke tempat tidur)

Mobilitas

Naik tangga

Indikator 0 = tidak dapat dilakukan sendiri 5 = memerlukan bantuan dalam beberapa hal 10 = dapat melakukan sendiri 0 = tidak dapat melakukan sendiri 5 = dapat dilakukan sendiri 0 = tidak dapat melakukan sendiri 5 = dapat dilakukan sendiri (mencukur, sikat gigi) 0 = tidak dapat dilakukan sendiri 5 = memerlukan bantuan minimal 10 = dapat melakukan sendiri 0 = inkontinensia 5 = kadang terjadi inkontinensia 10 = tidak terjadi inkontinensia 0 = inkontinensia 5 = kadang terjadi inkontinensia 10 = tidak terjadi inkontinensia 0 = tidak dapat melakukan sendiri 5 = memerlukan bantuan 10 = mandiri 0 = tidak dapat melakukan, tidak ada keseimbangan duduk 5 = perlu bantuan beberapa orang, dapat duduk 10 = perlu bantuan minimal 15 = dapat melakukan sendiri 0 = immobile 5 = memerlukan kursi roda 10 = berjalan dengan bantuan 15 = mandiri/pakai tongkat 0 = tidak dapat melakukan 5 = perlu bantuan 10 = mandiri TOTAL

Keterangan : 0 – 20 = Ketergantungan penuh 21 – 61 = Ketergantungan berat/sangat tergantung 62 – 90 = Ketergantungan moderate 91 – 99 = Ketergantungan ringan 100

= Mandiri

Skor 0

0 5 0

10

10

5

5

5

0

40

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :[email protected]

Related Documents


More Documents from "witari"