PREBIOTIK
Pengertian Prebiotik Prebiotik adalah substansi dari makanan yang tidak dicerna, dan secara selektif meningkatkan pembiakan dan aktivitas bakteri yang menguntungkan pada usus besar. Menurut Roberfoid (2000), prebiotik merupakan bahan makanan yang tidak tercerna dan memberikan keuntungan pada inang melalui simulasi yang selektif terhadap pertumbuhan aktivitas dari satu atau sejumlah bakteri yang terdapat di dalam kolon. Dan menurut Waspodo (2002), prebiotik termasuk salah satu jenis karbohidrat kompleks yang tidak dapat dicerna oleh saluran pencernaan dan dapat menstimulasi pertumbuhan bakteri menguntungkan dalam usus. Prebiotik secara alami dapat ditemukan pada biji-bijian, sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian. Secara umum prebiotik bermanfaat bagi kesehatan dengan cara memberi nutrisi khusus bagi bakteri yang menguntungkan, sehingga meningkatkan jumlah bakteri yang menguntungkan dan mengurangi jumlah bakteri merugikan di dalam usus manusia atau pun hewan. Prebiotik, Probiotik, dan Sinbiotik Istilah prebiotik dan probiotik kerap kali dianggap memiliki makna yang sama oleh sebagian besar orang (terlebih orang awam), kenyataannya kedua kata tersebut memiliki arti yang berbeda walaupun masih memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Secara definisi Karpinska et al. (2001) menjelaskan bahwa probiotik adalah imbuhan pakan berbentuk mikroba hidup yang menguntungkan dan mempengaruhi induk semang melalui perbaikan keseimbangan mikroorganisme dalam saluran pencernaan. Kombinasi anatara prebiotik dan probiotik disebut dengan ‘sinbiotik’. Sinbiotik didefinisikan sebagai suatu kombinasi dari prebiotik dan probiotik yang menguntungkan inang dengan meningkatkan pertahanan dan implantasi suplemen makanan yang mengandung mikroba hidup dalam saluran pencernaan dengan secara selektif memicu pertumbuhan dan atau mengaktifkan metabolisme dari sejumlah bakteri baik sehingga meningkatkan kesehatan inangnya (Neha et al 2012). Prebiotik, probiotik, dan sinbiotik mempunyai aplikasi farmasi yang potensial disamping manfaat gizinya, seperti meningkatkan level pertumbuhan bakteri tertentu dalam saluran pencernaan manusia yang diimplikasikan sebagai faktor pertahanan tidak saja untuk kerusakan di usus tetapi juga sistemik (Sekhon dan Jairath 2010). Konsep sinbiotik banyak dikembangkan terutama di bidang pangan yaitu pangan sinbiotik. Salah satu jenis pangan sinbiotik yang populer adalah yoghurt sinbiotik yang terbuat dari hasil fermentasi susu oleh bakteri probiotik misalnya golongan Lactobacillus dan Bifidobacterium dengan ditambahkan sumber prebiotik seperti FOS, galaktooligosakarida (GOS), dan inulin. Seperti yang telah dijelaskan bahwasanya ada keterkaitan antara prebiotik dan probiotik. Dapat dikatakan keberadaan prebiotik sebagai penyedia sumber nutrisi sehingga adanya
komponen ini dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme probiotik itu sendiri. Keberlangsungan hidup probiotik dapat terjaga karena ketersediaan asupan prebiotik, sehingga mikroba prebiotik dapat memerankan fungsi-fungsi vital dalam menunjang kesehatan tubuh, seperti : membuat substansi kimiawi yang dapat menghambat pertumbuhan organisme patogen dan mencegah risiko infeksi yang kemunginan diakibatkannya, membantu proses digesti di dalam usus secara lebih efisien, menstimulasi sistem imun di dalam usus, merombak beberapa jenis vitamin tertentu, dan dapat mencegah terjadinya kanker usus. Sumber Prebiotik Prebiotik, sering disebut sebagai pangan fungsional karena dapat meningkatkan kesehatan hewan dan manusia. Suatu ingredien pangan dapat diklasifikasikan sebagai sumber prebiotik bila memenuhi persyaratan berikut : (i) Tidak terhidrolisis atau terserap pada saluran pencernaan bagian atas, (ii) Secara selektif dapat menstimulir pertumbuhan bakteri yang menguntungkan pada kolon, dan (iii) Dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen, sehingga secara sistemik dapat meningkatkan kesehatan. Prebiotik dapat menjadi sumber energi dan atau nutrien terbatas lainnya bagi mukosa usus dan substrat untuk fermentasi bakteri cecal dalam menghasilkan vitamin dan antioksidan yang dapat menguntungkan inangnya (Collins dan Gibson, 1999). Oligosakarida adalah komponen utama prebiotik. Jenis oligosakarida ini bervariasi dan dapat mengandung heksosa monosakarida termasuk fruktosa, galaktosa dan manosa (Durst, 1996) dengan derajat polimerisasi antara 2 – 10 monosakarida. Tiap oligosakarida mempunyai struktur kimia yang berbeda. Fruktos-oligosakarida (FOS) diberi nama atas panjangnya rantai atau derajat polimerisasi (DP). Inulin mengandung 2 – 60 DP, dan sintetik fruktan (FOS) mengandung 2 – 4 DP. Oligofruktosa mengandung 2 – 9 DP dan dapat diperoleh dari hidrolisis parsial inulin secara enzimatik. Secara alami, oligosakarida terkandung dalam tanaman dan sayuran, dan sumber oligosakarida yang umum yaitu bawang, Jerusalem artichoke, rebung, akar dahlia dan pisang. Prebiotik yang telah tersedia secara komersial umumnya yaitu fruktooligosakarida, iso- maltooligosakarida, galakto-oligosakarida, trans- galakto-oligosakarida, inulin dan fruktooligosakarida. Prebiotik yang sudah umum dipelajari yaitu fruktan (FOS), yaitu seluruh non-digestible oligosakarida yang terdiri dari unit fruktosa dan glukosa yang bergabung melalui ikatan β (2 – 1) dan menempel pada satu unit terminal glukosa. Adanya ikatan β (2 – 1) dalam fruktan telah menunjukkan resistensi terhadap enzim mamalia. Dengan demikian, fruktan dapat mencapai kolon dan menjadi substrat yang dapat dicerna bagi bakteri. Fruktan juga mencegah konstipasi secara efektif karena asam lemak rantai pendek yang dihasilkan telah terbukti dapat menstimulasi peristaltik usus. Beberapa prebiotik dapat memberikan keuntungan yang kompetitif pada spesifik mikroflora asli usus pencernaan seperti Lactobacillus dan Bifidobacteria yang dapat meyebabkan terusirnya bakteri patogen dari pencernaan melalui kompetisi langsung terhadap nutrien atau binding site melalui produksi blocking factors dalam model yang serupa pada teknik Competitive Exclusion (CE) (Willard et al 2000). Substrat seperti inulin, FOS dan mananoligosakarida (MOS) yang berasal dari sel ragi, selain dapat dihidrolisis oleh enzim endogenous pencernaan juga bisa diabsorbsi oleh inang. Mekanisme yang mungkin terjadi yaitu penurunan pH karena dihasilkannya asam lemak rantai
pendek, sekresi bakteriosin dan stimulasi imun. MOS sebagai prebiotik mempunyai mekanisme yang berbeda dimana secara selektif tidak menyebabkan peningkatan populasi bakteri yang menguntungkan, tetapi melalui kemampuannya yang dapat melekat pada lektin spesifik manosa dari patogen Gram negatif tipe 1 fimbriae seperti Salmonella dan E. coli yang kemudian akan keluarkan dari saluran pencernaan (Baurhoo et al 2007) Aksi anti-infeksi dari MOS pada fimbriae Salmonella yang menyebabkan tidak terjadinya kolonisasi oleh Salmonella. MOS ini tak dapat dicerna oleh hewan monogastrik tetapi dapat dimanfaatkan oleh bakteri asam laktat sebagai sumber energi (Delzenne, 2003). Manan membantu perlawanan terhadap kolonisasi patogen dengan berperan sebagai reseptor analog untuk fimbrae tipe 1 dalam E. coli dan Salmonella sp. (Oyofo et al.1989). Semua non-digestible polisakarida tidak dihidrolisis oleh enzim dalam usus kecil, tetapi dihidrolisis oleh koloni bakteri dalam usus besar. Meskipun semua itu tidak dapat diklasifikasikan sebagai prebiotik karena proses fermentasi pada hampir semua bahan tersebut tidak spesifik (Gibson dan Roberfroid, 1995). Karbohidrat lainnya yang telah mendapat banyak perhatian yaitu polisakarida bukan pati (non-starch polysaccharide/NSP). Fraksi NSP dalam diet mengandung semua karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh enzim ternak, tetapi tercerna oleh mikroflora pencernaan. Peningkatan perhatian terhadap NSP dalam ransum bukan hanya sebagai NSP itu sendiri tetapi kemungkinannya digunakan untuk tiap komponen dalam pangan dan pakan. Sekitar 10 – 30% dari karbohidrat bijian serealia merupakan fraksi NSP. Mekanisme Kerja Prebiotik Senyawa prebiotik yang tidak dapat dicerna oleh usus halus dan akan mencapai usus besar, selanjutnya akan didegradasi atau difermentasi oleh bakteri usus dan dapat menstimulir pertumbuhan BAL. Fermentasi oligosakarida oleh bakteri usus akan menghasilkan energi metabolisme dan asam lemak rantai pendek (terutama asam asetat dan asam laktat), sehingga komposisi mikroflora usus berubah (Karpinska et al. 2001) Selain asam, bakteri usus juga akan menghasilkan zat yang bersifat antimikroba. Hampir semua zat yang diproduksi oleh bakteri bersifat asam merupakan hasil fermentasi karbohidrat oligosakarida. Adanya produksi asam tersebut akan menurunkan pH usus sehingga persentase bakteri yang menguntungkan seperti Bifidobacterium dan Lactobacillus meningkat, sedangkan persentase bakteri patogen seperti E.coli dan Streptococcus faecalis yang merugikan akan menurun. Pertumbuhan bakteri patogen seperti Salmonella dan E.coli akan terhambat dengan adanya asam dan zat-zat antibakteri. Dengan demikian oligosakarida merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri Biftdobacterium dan Lactobacillus yang menguntungkan di dalam kolon (usus besar), sehingga dapat digolongkan sebagai prebiotik (Baurhoo et al. 2007) Penelitian in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa prebiotik tidak dicerna oleh enzim, tetapi difermentasi oleh bakteri anaerob dalam usus besar. Belum pernah dilaporkan penemuan prebiotik karbohidrat dalam feses. Melalui fermentasi dalam usus besar, prebiotik menghasilkan asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid/SCFA), menstimulasi pertumbuhan berbagai
bakteri termasuk Lactobacilli dan Bifidobacteria, dan dapat menghasilkan gas. Seperti karbohidrat terfermentasi lain, prebiotik mempunyai efek laksatif (cuci perut), tetapi sulit dibuktikan karena efeknya jarang sekali dilaporkan secara klinis. Secara potensial efek utama prebiotik adalah untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap mikroorganisme patogen sehingga mengurangi diare. Keberadaan prebiotik ini dapat menekan pertumbuhan bakteri jahat, sehingga meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dan pada akhirnya akan meningkatkan daya tahan tubuh secara menyeluruh. Penggunaan Prebiotik pada Ternak Target utama dari penggunaan probiotik dan prebiotik yaitu: (i) peningkatan ketahanan inang terhadap patogen eksogenus pencernaan; (ii) mengontrol penyakit dimana komponen mikroflora pencernaan telah diimplikasi dalam aeteologi; (iii) menurunkan keracunan metabolisme mikrobial dalam pencernaan; dan (iv) mengatur sistim imunitas inang. Pengaturan bakteri pencernaan agar menjadi satu komunitas yang sehat melalui pemberian prebiotik khususnya karbohidrat meningkatkan bakteri yang menguntungkan saat ini banyak diteliti (Cresci et al. 1999). Prebiotik yang telah banyak dipelajari dan dimanfaatkan untuk ternak yaitu mananoligosakarida (MOS), saat ini telah diproduksi secara komersial misalnya MOS dengan merek Bio-Mos®. Spring et al. (2000) melaporkan bahwa MOS mengaglutinasi S. typhimurium 29E dan menurunkan konsentrasi S. typhimurium cecal secara in-vitro, sementara tidak mempengaruhi konsentrasi Lactobacilli, Enterococci, bakteri anaerob dalam cecal, asam laktat, asam lemak terbang atau pH cecal. Pakan yang disuplementasi dengan MOS atau inti sawit secara signifikan mempengaruhi mikroflora usus ayam. MOS memberikan pengaruh yang positif pada populasi mikroba pencernaan dan daya imun. MOS dapat sedikit difermentasi dan menyediakan substrat untuk bakteri asam laktat tetapi peranannya dalam melawan patogen dan mengatur sistim imun yang lebih sering dipelajari. Penambahan prebiotik dalam ransum terbukti mampu menurunkan kadar lemak dada, lemak paha, lemak hati, kadar kolesterol dada, hati dan kolesterol serum darah ayam pedaging umur enam minggu (Daud 2006). Manfaat Pemberian Prebiotik Terdapat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari konsumsi prebiotik. Antara lain dijelaskan dalam beberapa poin berikut ini: a) Mencegah konstipasi. Manfaat ini telah dibuktikan dengan beberapa penelitian. Kebanyakan prebiotik merupakan karbohidrat, yang dihasilkan di usus besar melalui proses fermentasi. Dengan proses fermentasi ini gas yang akan dihasilkan akan meningkatkan volume dan mengurangi masa transit hasil pencernaan di dalam usus. Konstipasi ialah efek jangka panjang yang disebabkan karena hasil pencernaan yang transit terlalu lama di usus. Selain itu, karbohidrat juga dapat meningkatkan kandungan air di dalam usus dan asam yang dihasilkan dari proses fermentasi dapat meningkatkan peristaltik di dalam usus. Kedua efek ini dapat menanggulangi masalah konstipasi.
b) Menurunkan pH di usus. Hal ini karena adanya perubahan dari metabolisme fermentasi protein (menghasilkan amoniak dan pH yang tinggi) menjadi fermentasi karbohidrat (menghasilkan asam). Beberapa penyakit pencernaan seperti Crohn Disease dan Irritable Bowel Syndrome (IBS) mempunyai gejala/ciri yaitu meningkatnya kadar pH. Sehingga dengan adanya prebiotik ini dapat mengurangi gejala penyakit tersebut. Selain itu, kadar pH yang rendah di usus juga dapat meningkatkan pergerakan usus dan melindungi dari serangan bakteri patogenik. c) Mengembalikan keseimbangan flora di usus setelah terjadi perubahan akibat mengkonsumsi antibiotic, diare, stress dan penggunaan obat lainnya. Hal ini terjadi karena adanya mekanisme yang secara selektif menstimulasi pertumbuhan bakteri dari kumpulan tertentu. Kemudian seterusnya akan memperbaiki keseimbangan flora pada bagian usus. d) Mengurangi resiko kanker kolorektal. Produk yang dihasilkan melalui fermentasi protein dapat meningkatkan resiko kanker kolorektal. Sehingga perlu mengurangi terjadinya fermentasi protein ini, yaitu dengan meningkatkan fermentasi karbohidrat melalui prebiotik. e) Prebiotik sendiri tidak membawa manfaat pada sistem imun tubuh, namun dengan mengubah flora usus, sistem imun tubuh dapat ikut terpengaruh. Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui efek prebiotik terhadap sistem imun. Akan tetapi tidak dijelaskan secara spesifik jenis prebiotik yang memiliki manfaat untuk sistem kekebalan tubuh. Daftar Pustaka Baurhoo B, Lettelier A, Zhao X, Ruiz-Feria CA. 2007. Cecal population of Lactobacilli and Bifidobacteria and Escherichia coli after in vivo Escherichia coli challenge in birds fed diets with purified lignin or mannanoligosaccharides. Poult. Sci. 86: 2509 – 2516. Collins MD, Gibson GR. 1999. Probiotics, prebiotics, and synbiotics: Approaches for modulating the microbial ecology of the gut. Am. J. Clin. Nutr. 69: 1052S – 1057S. Cresci A, Orpianesi C, Silvi S, Mastandrea V, Dolara P. 1999. The effect of sucrose or starchbased diet on short- chain fatty acids and faecal microflora in rats. J. Appl. Microbiol. 86: 245 – 250. Daud M. 2006. Presentase dan kualitas karkas ayam pedaging yang diberi probiotik dan prebiotik dalam ransum. Jurnal Ilmu Ternak. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 6 (2): 126-131. Delzenne NM. 2003. Oligosaccharides: State of the art. Br. J. Nutr. 62: 177 – 182. Durst L. 1996. Inclusion of fructo-oligosaccharides in broiler diets. Archiv. Geflugelkunde 60: 160 – 164. Gibsson GR, Roberfoid MB. 1995. Dietary modulation of the human colonic microbiota: introducing the concept of prebiotics. J. Nutr. 125: 1401 – 1412.
Karpinska E, Blaszack C, Kosowska G, Degrski E, Binek M, Borzemska WB . 2001 . Growth of the intestinal anaerobes in the newly hatched chicks according to the feeding and providing with normal gut flora. Bull . Vet. Pulawy. 45 : 105-109. Neha A, Kamaljit S, Ajay B and Tarun G. 2012. Probiotic : As Effective Treatment of Diseases. IRJP, 3 (1) ; 96 – 101. Oyofo BA, Deloach JR, Corrier DE, Norman JO, Zippin RL, Mollenhauer. 1989. Effects of carbohydrate on Salmonella typhimurium colonization in broiler chickens. Avian Dis. 33: 531 – 534. Roberfoid, M.B . 2000 .Prebiotics and probiotics :are they functional foods 1-3. Am. J. Clin . New. 71 (Suppl) :16828-16878. Sekhon BS and Jairath S. 2010. Prebiotics, probiotics and synbiotics : an overview. J Pharm Educ Res. 1 (2) : 13 – 28 Spring P, Wenk C, Dawson KA, Newman KE. 2000. The effect of dietary mannan oligosaccharides on caecal parameters and the concentrations of the enteric bacteria in the ceca challenged broiler chicks. Poult. Sci. 79: 205 – 211. Waspodo, I.S. 2002. Efek probiotik, prebiotik dan simbiotik bagi kesehatan. Bull. Food & Beverage Industry 4th. Willard MD, Simpson RB, Cohen ND, Clancy JS. 2000. Effects of dietary fructooligosaccharide on selected bacterial populations in feces of dogs. Am. J. Vet. Res. 61: 820 – 825.