MENGELOLA ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
DISUSUN OLEH : ALEXANDER DWIKI K
/ 6103018055
FRANSISKUS OKTAVIANO D
/ 6103018083
HILDAN ALDIANO
/ 6103018130
RICKO JEREMIA L S
/ 6103018143
IGNATIUS PRATAMA ADI N KEYNAYA MAHAYU P
/ 6103018159 / 6103018181
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS WIDYA MANDALA 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai .Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Mengelola Etika Dan Tanggung Jawab Sosial yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi dan referensi. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dengan menambah pengetauan bagi pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Surabaya Februari 2019
Penyusun
BAB I PENDAHULAN
1.1 Latar Belakang Semakin besar suatu organisasi, maka semakin besar pula tuntutan masyarakat terhadap organisasi tersebut. Banyak lembaga bisnis yang menggunakan segala cara untuk memenangkan persaingan. Oleh karena itu, diharapkan pelaku bisnis dapat menjalankan bisnis yang memenuhi syarat dalam etika bisnis, baik secara moral maupun norma masyarakat. Organisasi sebagai suatu system juga diharapkan dapat memiliki tanggunjawab sosial terhadap masyarakat. Stakeholder menghendaki agar pelaku bisnis atau perusahaan dengan segala bentuk bisnisnya berperilaku etis dan memiliki tanggung jawab terhadap komunitas, sosial, etika dan hukum. Sistem bisnis beropersi dalam suatu lingkungan dimana perilaku etis, tanggungjawab sosial, peraturan pemerintah dan pihak Stakeholder ini menentukan tingkat keberhasilan yang dapat diraih perusahaan.
1.2 Rumusan Masalah 1.
Bagaimana kriteria pengambilan keputusan yang etis dan pilihan-pilihan etis seorang manager?
2.
Bagaimana cara mengatur etika dan tanggung jawab sosial perusahaan?
1.3 Tujuan Penulisan 1. Menjelaskan kriteria pengambilan keputusan yang etis dan pilihan-pilihan etis seorang manager. 2. Menjelaskan tentang cara mengatur etika dan tanggung jawab sosial perusahaan.
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Kriteria Pengambilan Keputusan yang Etis Sebagian bsar dilema etis mengakibatkan konflik antara kebutuhan sebagian pihak
dan keseluruhan pihak individu melawan organisasi atau organissasi melawan masyarakat secara keseluruhan. Manajer –manajer yang berhadapan dengan jenis-jenis pilihan etis yang sulit ini seringkali mendapat keuntungan dari strategi normatif yaitu strategi yang didasarkan kepada norma dan nilai untuk membimbing keputusan mereka. Etika normatif menggunakan beberapa pendekatan unruk menggambarkan nilai-nilai dalam membimbing pengambilan keputusan yang etis. Keempat pendekatan ini akan membantu manajer adalah : 1.
Pendekatan bermanfaat Pendekatan bermanfaat yang didukung oleh filsuf abad ke-19, jeremy bentham dan
john stuart mill, menyatakan bahawa prilaku moral menhasilkan kebaikan yang paling besar bagi jumlah yang paling besar. Dibawah pendekatan ini, seorang pengambil keputusan diharapkan untuk mempertimbangkan dampak dari setiap keputusan yang ada terhadap semua pihak dan memilih keputusan yang mengoptimalkan keuntungan jumlah orang yang lebih bersar. 2.
Pendekatan individualisme Pendekatan individualisme mengatakan bahwa suatu tindakan dianggap pantas ketika
tindakan tersebut mengusung kepentingan terbaik jangka panjang seorang individu. Secara teori, dengan setiap orang mngajar arah mereka sendiri, kebaikan yang lebih besar pada akhirnya akan tercapai karena orang-orang belajar untuk saling mengakomodasi dalam kepentingan jangka panjang mereka. Individualisme diyakini dapat membawa kejujuran dan integritas karna individualisme berjalan sangat baik dalam jangka yang panjang. Oleh karna individualisme dengan gampang diartikan untuk mendukung diri dengan segera, individualisme tidaklah populer masyarakat yang sangatlah terorganisasi atau yang berorientasi kelompok dimasa kini. Pendekatan ini merupakan yang paling dekat dengan wilayah pilihan bebas.
3.
Pendekatan hak-hak moral Pedekatan hak-hak moral menyatakan bahwa umat manusia memiliki hak asasi dan
kebebasan yang tidak bisa direbut oleh keputusan satu individu. Enam hak-hak moral harus dipertimbangkan dalam pengambilan keutusan :
Hak persetujuan bebas, individu akan diperlakukan hanya jika individu tersebut secara sadar dan tidak dipaksa setuju untuk tidak diperlakukan.
Hak atas privasi, individu dapat memilih untuk melakukan apa yang ia inginkan diluar
pekerjaannya dan memegang kendali akan informasi tentang kehidupan
pribadinya.
Hak kebebasan hati nurani, individu dapat menahan diri dari memberikan perintah yang melanggar moral dan norma agamanya.
Hak untuk babas berpendapat, inividu dapat secara enar mengkritik etika atau legalitas tidakan yang ilakukan orang lain.
Hak atas proses hah, individu berhak untuk berbicara tanpa berat sebelah dan berak atas perlakuan yang adail.
Hak atas hidup dan keamanan, individu berhak untuk hidup tanpa bahaya dan ancaman terhadap kesehatan dan keamanannya.
4.
Pendekatan Keadilan Pendekatan keadilan menyatakan bahwa keputusan moral harus didasarkan pada
standar-standar keadilan, kejujuran, dan ketidakberatsebelahan. Keadilan distributif mengharuskan bahwa perlakuan yang berbeda terhadap orang-orang tidaklah didasarkan pada karakteristik kesewenang-wenangan. Keadilan prosedural, mengharuskan bahwa peraturan didirikan dengan adil. Peraturan harus dengan jelas diberikan dan dijalankan secara konsisten dan tidak berat sebelah. Keadilan kompensasi, mengatakan bahwa individu haru diberikan kompensasi atas cidera yang dideritanya yang disebabkan oleh pihak yang bertanggng jawab. Pendekatan
keadilan adalah yang paling dekat dengan pemikiran yang menggaris bawahi
wilayah hukum karna pendekatan ini menganggap bahwa keadilan dejalankan melaluin peraturan dan undang- undang. Manajer diharapkan untuk dapat menentukan sikap-sikap dalam memperlakukan para pegawai secara berbeda dan sesuai kewajaran.
Pilihan-Pilihan Etis Seorang Manajer Sejumlah faktor dapat memengaruhi kemampuan seorang manajer untuk membuat sebuah keputusan yang beretik kepribadiannya. Kebutuhan pribadi, pengaruh keluarga dan
latar belakang agama membentuk sistem nilai seorang manajer. Pada tingkata rekonsional, setiap individu mementingkan penghargaan dan hukuman dari pihak luar dan mematuhi pihak berwenang utuk menghindari konsekuensi yang akan mengganggu dirinya. Tingkatan konfensional, orang-orang belajar untuk menginformasi penghargaan atas prilaku yang baik sebagaimana yang ditentukan oleh rekan kerja, keluarga, teman, dan masyarakat. Tingkatan konfensional, atau tingkatan dengan dasar yang kuat, individu diarahkan oleh serangkaian nilai-nilai internal yang berdasarkan pada prinsi-prinsip keadilan dan hak internasional dan bahkan tidak akan mematuhi peraturan atau hukum yang melanggar prinsip-prinsip ini. Bahasan tentang persoalan pekerjaan menejer pada bab ini akan memberikan beberapa tips tentang bagaimana menejer post konfensional dapat secara efektif menantang atasannya menyangkut hal-hal yang etikanya diragukan. Para pegawai diberdayakan dan diberikan kesempatn untuk melakukan pertisipasi yang membangun dalam jalannya organisasi. Menejer pada tingkatan tiga dari perkembangan moral akan memuat keputusan yang berey=tika apapun konsekuensi yang diberikan organisasi kepada mereka. Globalisasi membuat permasalahan etika menjadi lebih membingungkan bagi menejer saat ini. Misalnya, meskipun toleransi terhadap penyuapan telah menurun, praktik penyuapan masih dianggap sebgai bagian yang normal dan lam berbisnis di banyak negara asing. 1)
Apakah Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Itu? Pengertian formal dari tanggung jawab sosial perusahaan adalah kewajiban menagemen
untuk membuat pilihan dan melakukan tindakan yang akan berperan terhadap kesejahteraan dan kepentingan masyarakat dan organisasi. Meskipun pengertianya lugas, CSR dapat menjadi sebuah konsep yang sulit di pahami karena orang-orang berbeda memiliki keyakinan yang berbeda mengenai tindakan apa yang bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal yang lebihj buruk adalah tanggung jawab sosial, mencakup area permasalahan, yang sebagian besarnya bersifat ambigu jika di kaitkan dengan benar atau salah.pertimbangan moral,hukum,ekonomi yang membuat sulit untuk menentukan pengertian dari tanggung jawab sosial. 2)
Pemangku kepentingan dalam organisasi Dari sudut pandang tanggung jawab sosial, organisasi-organisasi yang tercerahkan
memandang lingkungan internal dan eksternal sebagai beraagmnya pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan adalah kelompok apapun yang bherada di dalam ataupun di luar organissasi yang memiliki andil dalam kinerja organisasi.
Kinerja
oraganisasi
mempengaruhi
pemangku
kepentingan,
tetapi
pemangku
kepentingan dapat juga sangat mempengaruhi kinerja dan kesuksesan organisasi. Sebagian besar organisasi secara serupa di pengaruhi oleh beragam kelompok yang berkepentingan. Investor dan pemegang saham, pegawai, pelanggan, dan pemasok, di anggap sebagai pihak[ihak utamayagn berkepentingan, dimana perusahaan tidak akan biisa bertahan tanpa pihalpihak ini. Pihak-pihak penting yang berkepintangan lainya adalah pemerintah dan komunitas, yang pada tahun-tahun belakangan iini menjadi makin penting. Komunitas ini terdiri atas pemerintah lokal, lingkungan alam dan jasmani, dan kualitas kehidupa yang di sediakan bagi penduduk. Kelompok-kelompok denahgn kepentingan tertentu, yang juga merupakan pihak yang berekentingan terdiri atas Asosiasi,pedagang,komite aksi politik, asosiasi profesional dan pelanggan. 3)
Dasar piramida Konsep dasar piramida yang terkadang di sebut juga kaki piramida, menyatakan bahwa
perusahaan dapat mengurangi kemiskinan dan penyakit sosial lainya, sekaligus tetap memperoleh keuntungan, dengan menjual barang kepada orang-orang termiskin di dunia. Istilah dasar piramida mengacu pada lebih dari 4 miliar orang yang hidup dalam tingakatan terendah dari piramida ekonomi dunia berdasarkan pendaetika pendapatan perkapita. Etika Ketahanan Ketahanan mengacu pada perkembangann ekonomi yang menghasilkan kekayaan dan memenuhi kebutuhan generasi saat ini sekaligus menjaga lingkungan agar generasi masa depan dapat memenuhi kebutuhan mereka juga.
Tanggung Jawab Sosial Griffin dan Ebert (2002) menyatakan, tanggung jawab sosial adalah usaha suatu bisnis untuk
menyeimbangkan
komitmennya
terhadap
kelompok
dan
individu
dalam
lingkungannya, termasuk konsumen, bisnis lain/pesaing, karyawan, dan investor. Sedangkan Bone dan Kurtz (2000) menyatakan tanggung jaawab sosial merupakan penerimaan manajemen terhadap kewajiban untuk mempertimbangkan laba, kepuasan pelanggan, dan kesejahteraan sosial sebagai nilai sepadan dalam mengevaluasi kinerja perusahaan. Dapat disimpulkan tanggung jawab sosial lebih berkaitan dengan cara suatu bisnis bertindak terhadap kelompok dan pribadi lainnya dalam lingkungan sosialnya. Pada
kenyataannya tanggung jawab sosial lebih merupakan suatu usaha untuk mengimbangi komitmen yang berbeda. Misal, untuk bertindak secara bertanggung jawab terhadap investor, perusahaan perlu memaksimalkan profitnya. Namun, perusahaan juga memiliki tanggung jawab untuk menawarkan produk yang aman dan memuaskan konsumennya, sebagai suatu komitmen yang dapat menaikkan biaya produksi atau menurunkan profitnya. Secara keseluruhan tanggung jawab sosial mencerminkan etika perorangan yang diterapkan oleh perusahaan terutama manajemen puncaknya walau tidak menutup kemungkinan tanggung jawab sosial dapat didorong oleh lembaga pemerintahan, konsumen, investor, dan oleh perilaku perusahaan lain/pesaing. Namun demikian, banyak perusahaan yang bersungguh-sungguh dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya terhadap stakeholder-nya (individu atau kelompok sangat terkait langsung terhadap kinerja perusahaan).
Komunitas Lokal Hampir semua bisnis mencoba bertanggung jawab sosial terhadap komunitas lokalnya. Mereka mungkin berkontribusi dalam program lokal, seperti bakti sosial, beasiswa serta pengobatan gratis. 1.
Area Tanggung Jawab Sosial Pada saat mendefinisikan permasalahan atau rasa tanggung jawab sosial, suatu
perusahaan akan menghadapi 4 hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu tanggung jawab terhadap lingkunganya, konsumennya, karyawannya dan investornya.
Tanggung jawab ke depan terhadap lingkungannya Misal,
dengan
meminimalkan
polusi
udara
yang disebabkan
oleh
produksi
perusahaannya, mencakup polusi udara, misalnya dengan menggunakan penghisap zat-zat beracun pada asap yang dikeluarkan dari produksi, polusi air dengan membuat penampungan limbah yang menyerap zat-zat berbahaya sebelum dialirkan ke aliran sungai, dan polusi tanah dengan meminimalkan sampah yang dikeluarkan dengan menggunakan bahan-bahan yang dapat di daur ulang.
Tanggung jawab ke depan terhadap konsumennya Dengan menyediakan produk yang berkualitas dan dengan harga yang sesuai. Konsumen
memiliki hak untuk memperoleh produk yang aman, memperoleh informasi mengenai produk yang digunakan, hak untuk didengarkan dan hak untuk memilih apa yang hendak dibeli. Tanggung jawab perusahaan terhadap konsumennya juga termasuk dengan memperhatikan
etika dalam beriklan, antara lain dengan tidak membuat janji-janji tentang sebuah produk yang tidak ditepati oleh perusahaan.
Tanggung jawab ke depan terhadap karyawannya Dengan melakukan berbagai aktivitas, seperti rekrutmen, pelatihan, promosi dan
kompensasi sesuai dengan hak-hak yang harus diperoleh karyawan.
Tanggung jawab ke depan terhadap investornya Misal, dengan memberikan laporan keuangan dengan jujur dan sesuai keadaan, tidak
memberikan informasi kepada investor-investor tertentu saja, dan memberikan laporan keuangan sesuai dengan aturan dalam laporan keuangan yang berlaku. 2.
Pendekatan-Pendekatan terhadap Tanggung Jawab Sosial Terdapat 4 tahapan yang perusahaan dapat ambil dalam memenuhi kewajiban
tanggung jawab sosialnya dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi.Dapat diketahui empat macam pendekatan terhadap tanggung jawab sosial adalah sebagai berikut : a. Obstructionist stance Pendekatan terhadap tanggung jawab sosial, meliputi melakukan seminimal mungkin dan mungkin meliputi usaha untuk mengingkari atau menutupi pelanggaran. b. Defensive stance Pendekatan terhadap tanggung jawab sosial yang mana suatu perusahaan memenuhi hanya kebutuhan legal minimum dalam komitmennya terhadap kelompok dan individu dalam lingkungan sosialnya. c.
Accommodative stance Pendekatan terhadap tanggung jawab sosial yang mana suatu perusahaan, jika secara
khusus diminta, melebihi kebutuhan legal minimum dalam komitmennya terhadap kelompok dan individu dalam lingkungan sosialnya. d. Proactive stance Pendekatan terhadap tanggung jawab sosial yang mana suatu perusahaan secara aktif mencari peluang untuk berkontribusi dalam kebaikan kelompok dan individu dalam lingkungan sosialnya. 3.
Mengelola Program Tanggung Jawab Sosial Membuat sebuah perusahaan bertanggung jawab sosial secara penuh pada pendekatan
tanggung jawab di atas memerlukan program yang di organisasikan dan dikelola dengan hati, hati. Secara umum, manajer harus melakukan hal-hal berikut:
Tanggung jawab sosial harus dimulai dari tingkatan manajemen puncak, karena tanpa dukungan dari manajemen puncak tidak akan program yang berjalan sukses.
Sebuah komite atau panitia yang terdiri dari manajer-manajer puncak harus mengembangkan sebuah rencana yang merinci tingkat dukungan manajemen.
Seorang eksekutif atau manajer harus bertanggung jawab dalam pengimplementasian program yang telah direncanakan.
Terakhir perusahaan harus melakukan audit sosial, yaitu analisis sistematis mengenai penggunaan dana dan pencapaiannya terhadap tujuan tanggung jawab sosialnya.
2.2
Mengatur Etika dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Seorang ahli etika mengatakan; “Manajemen bertanggung jawab dalam menciptakan
dan mempertahankan kondisi dimana orang-orang bertindak untuk mengatur diri mereka sendiri.” Salah satu langkah penting yang dapat diambil oleh seorang manajer adalah untuk menjalankan kepemimpinan yang beretika. Kepemimpinan yang beretika berarti bahwa manajer berlaku jujur dan dapat dipercaya, adil dalam bekerja bersama pegawai dan pelanggan, dan beretika dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan profesionalnya. Manajer dan supervisor tingkat pertama merupakan panutan yang penting dalam menunjukkan perilaku yang beretika, dan keputusan yang mencerminkan standar-standar etika. Manajer harus proaktif dalam memengaruhi pegawai untuk mewujudkan dan mencerminkan nilai-nilai etika. Manajer juga dapat menerapkan mekanisme organisasi dalam membantu pegawai dan perusahaan untuk tetap berada di jalur yang beretika. Beberapa mekanisme utama adalah kode etik, struktur etis, dan ukuran-ukuran yang dapat melindungi orang-orang yang memberikan informasi tentang adanya perilaku yang tidak patut (whistleblower). Kode Etik Kode etik (code of ethics) adalah pernyataan resmi dari nilai-nilai yang dianut oleh perusahaan yang berkaitan dengan persoalan etika dan social; kode etik menyampaikan pada para pegawai akan apa yang dibela oleh perusahaan mereka. Kode etik cenderung terdapat dua jenis, yaitu pernyataan yang berdasarkan prinsip dan pernyataan berdasarkan kebijakan. Penyataan berdasarkan prinsip dirancang untuk memengaruhi budaya perusahaan; pernyataan ini menentukan nilai-nilai mendasar dan berisi bahasa-bahasa umum mengenai tanggung jawab perusahaan, kualitas produk, dan perlakuan terhadap pegawai. Pernyataan prinsip umum ini sering kali disebut kredo perusahaan. Salah satu contoh yang bagus adalah “The
Credo” dari perusahaan Johnson&Johnson. Pernyataan berdasarkan kebijakan secara umum menguraikan prosedur-prosedur yang digunakan dalam situasi etis tertentu. Situasi – situasi ini terdiri atas praktik pemasaran, konflik kepentingan, ketaatan pada hukum, informasi kepemilikan, hadiah-hadiah politis, dan peluang yang sama. Contoh dari pernyataan berdasarkan kebijakan adalah “Pedoman Perilaku Bisnis” milik Boeing. Struktur Etis Struktur etis mewakili beragam sistem, posisi, dan program yang dapat dilaksanakan oleh perusahaan untuk menerapkan perilaku beretika. Salah satu posisi terbaru dalam organisasi adalah kepala petugas akuntansi, yang menjadi jawaban terhadap kejahatan keuangan yang sangat marak terjadi di tahun-tahun belakangan ini. Komite etika (ethics committee) adalah kelompok eksekutif yang ditunjuk untuk mengawasi etika perusahaan. Komite ini membiarkan aturan-aturan mengenai persoalan-persoalan etika yang belum jelas dan bertanggung jawab untuk menertibkan pelaku kejahatan. Banyak perusahaan menyusun kantor-kantor beretika dengan staf yang bekerja penuh waktu untuk menjamin bahwa standar etika adalah bagian yang dipadukan dengan operasional perusahaan. Kantor-kantor ini dikepalai oleh kepala petugas etika (a chief ethics officer), yaitu eksekutif perusahaan yang mengawasi semua aspek etika, dan kepatuhan hukum, diantaranya membangun dan menyampaikan secara luas standar-standar, pelatihan etika, mengatasi pengecualian dan permasalahan, serta memberikan saran pada manajer senior dalam aspek pengambilan keputusan yang beretiaka dan sesuai. Layanan telepon etika yang bebas pulsa dan rahasia juga memungkinkan pegawai untuk menelepon perilaku mencurigakan serta mencari bimbingan dalam menghadapi dilemma etis. Program pelatihan etika (ethics training) juga membantu pegawai untuk mengatasi persoalan etika dan menerjemahkan nilai-nilai yang dinyatakan dalam kode etik ke dalam perilaku sehari-hari. Program pelatihan merupakan dorongan yang penting untuk mewujudkan kode etik tertulis. Whistle-Blowing Penyingkapan yang dilakukan pegawai mengenai prakrik-praktik illegal, amoral, atau tidak sah yang dilakukan oleh organisasi disebut whistle-blowing. Tidak ada organisasi yang dapat mengandalkan pada kode etik dan struktur etika semata untuk mencegah terjadinya semua perilaku yang tidak patut. Whistle-blower sering kali melaporkan tindakan kejahatan pada pihak luar, seperti agen perundangan, senator, atau wartawan surat kabar. Namun, agar praktik ini dapat menjadi usaha perlindungan yang efektif dan beretika,
perusahaan harus memendang whistle-blowing sebagai sesuatu yang menguntungkan bagi perusahaan, serta perusahaan harus melakukan usaha yang berdedikasi untuk melindungi para whistle-blower. Tanpa ukuran perlindungan yang efektif, para whistle-blower akan menderita. Manajer dapat dilatih untuk memandang praktik whistle-blowing sebagai sebuah keuntungan daripada sebuhan ancaman, dan sistem dapat disusun untuk melindungi pegawai yang melaporkan tindakan yang illegal dan tidak etis.
Kasus Bisnis tentang Etika dan Tanggung Jawab Sosial Pada kisaran tahun 2012, masyarakat Lampung khususnya yang tinggal di daerah Mesuji, melayangkan tuntutan kepada pihak PT. Silva Inhutani yang memegang Hak Guna Usaha di perhutanan dan perkebunan di sana. PT. Silva Inhutani dianggap tidak menjalankan etika bisnis dan tanggung jawab sosial dalam bisnis yang digarap olehnya dengan baik. Sebagai perusahaan yang memakai lahan hutan dan kebun di Mesuji untuk kepentingannya, PT. Silva Inhutani dianggap tidak memenuhi pertanggungjawaban sosialnya lantaran perusahaan tersebut terkesan tidak peduli dengan dampak yang dirasakan masyarakat sekitar. PT. Silva Inhutani tidak membuat fasilitas sosial dan fasilitas umum untuk warga sekitar, padahal hal tersebut lumrah untuk mereka lakukan. Selain itu, PT. Silva Inhutani juga tidak melaksanakan kewajiban penanaman 5 persen tanaman dari luas lahan yang dikelola. Padahal kewajiban itu sudah merupakan kesepakatan bersama yang dilakukan pihak PT.Silva Inhutani dengan mitra warga. Seharusnya perusahaan bisa mematuhinya. Berbisnislah tanpa mengabaikan hak-hak yang dimiliki oleh konsumen atau masyarakat luas. Dengan begitu, tidak ada pihak yang akan dirugikan dari kegiatan berbisnis yang kita lakukan.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Kriteria Pengambilan Keputusan yang Etis, melalui : 1.
Pendekatan bermanfaat
2.
Pendekatan individualisme
3.
Pendekatan hak-hak moral
4.
Pendekatan Keadilan
Beberapa faktor dapat memengaruhi kemampuan seorang manajer untuk mengambil atau membuat sebuah keputusan yang beretik kepribadiannya. Kebutuhan pribadi, pengaruh keluarga dan latar belakang agama membentuk sistem nilai seorang manajer. Tanggung jawab sosial lebih berkaitan dengan cara suatu bisnis bertindak terhadap kelompok dan pribadi lainnya dalam lingkungan sosialnya. Mengatur Etika dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, melalui :
Kode Etik
Struktur Etis
Whistle-Blowing
3.2 Saran
Dalam makalah ini, penulis menggunakan referensi yang mendukung argumentasi berupa buku-buku terkait pembahasan, sumber bacaan internet serta analisis penulis terhadap pokok pembahasan. Walaupun demikian, penulis menyadari masih ada kesalahan dalam penulisan makalah ini masih, sehingga masih dibutuhkan perbaikan berupa saran-saran dan kritikan yang bersifat konstruktif. Harapannya dengan adanya saran dan kritikan terhadap makalah ini, dapat dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Daft, Richar L. 2010. Era Baru Manajemen. Jakarta : Salemba Empat.