17249584 Laporan Kimia Dasar Ii

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 17249584 Laporan Kimia Dasar Ii as PDF for free.

More details

  • Words: 10,546
  • Pages: 69
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA DASAR II Disusun oleh: Nama NIM Jurusan Kelompok : : : : Belly Lesmana 08.01.007 S1- Teknik Perminyakan ‘A’ 2 (Dua) LABORATORIUM KIMIA S1 - TEKNIK PERMINYAKAN SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI BALIKPAPAN 2009

LEMBAR PENGESAHAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II Diajukan sebagai persyaratan untuk memenuhi kurikulum Tahun Akademik 2008/2009 dalam menyelesaikan Mata Kuliah Kimia Dasar II di Jurusan S1 Teknik Perminyakan, STT Migas Balikpapan. Disusun Oleh, Nama : Belly Lesmana NIM : 08.01.007 Balikpapan, 12 April 2009 ( Belly Lesmana ) Disetujui Oleh, Dosen Mata Kuliah Kimia Dasar II ( Selvia Sarungu’, ST ) ii

KARTU ASISTENSI NAMA NIM JURUSAN JUDUL PERCOBAAN : : : : BELLY LESMANA 08.01.007 S1 - TEKNIK PERMINYAKAN KIMIA DASAR II No. 1 Tanggal 21-04-2009 Keterangan 1. Tambahkan pembahasan pada density 2. Buat grafik pada milimeter blok untuk : a) x 10 gram t v 10 gram t x 20 gram Paraf t v 20 gram t 2 24-04-2009 ACC iii

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, dengan segala kerendahan hati dan penuh suka cita, dan sebagai perwujudan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas segala petunjuk, rahmat dan karunia yang diberikan oleh Allah SWT kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan laporan praktikum Kimia Dasar II, sebagai persyaratan untuk memenuhi kurikulum Tahun Akademik 2008 / 2009 dalam menyelesaikan Mata Kuliah Kimia Dasar II di Jurusan S1 Teknik Perminyakan, STT Migas Balikpapan. Selama menyelesaikan penulisan laporan ini, mulai dari persiapan hingga selesai, penyusun banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan kali ini atas bantuan dan dorongan moril maupun materiil penyusun menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sangat mendalam kepada : 1. Ibu Selvia Sarungu’, ST. selaku dosen untuk mata kuliah Kimia Dasar II serta pembimbing dalam praktikum. 2. Rekanrekan serta semua pihak yang telah membantu sehingga Laporan Praktikum Kimia Dasar II ini dapat terselesaikan. 3. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan semangat dan perhatian. Selanjutnya penyusun mengharapkan saran dan kritik yang kontruktif dan inovatif dari para pembaca demi untuk kesempurnaan didalam berbagai aspek dari laporan ini. Apabila terdapat kesalahan baik dari segi penyusunan maupun tata bahasa dalam laporan ini, penyusun memohon maaf. Akhirnya penyusun berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua serta dapat dijadikan sebagai jalan pembuka pintu cakrawala dalam dedikasi kita terhadap ilmu pengetahuan. Balikpapan, 12 April 2009 Penyusun iv

DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL ............................................................................ ... LEMBAR PENGESAHAN ................................................................ KARTU ASISTENSI ........................................................................ .. KATA PENGANTAR ........................................................................ . DAFTAR ISI .............................................................................. .......... i ii iii iv v BAB I 1.1. 1.2. 1.3. KELARUTAN .................................................................... Tujuan Percobaan ................................................................ Teori Dasar .......................................................................... Alat dan Bahan .................................................................... 1.3.1. Alat yang digunakan ................................................. 1.3.2. Bahan yang digunakan .............................................. 1 1 1 14 14 15 15 16 25 26 26 27 27 1.4. 1.5. 1.6. 1.7. Prosedur Percobaan ............................................................. Tabel Hasil Pengamatan ...................................................... Pembahasan ....................................................................... .. Kesimpulan dan Saran ......................................................... 1.7.1. Kesimpulan ............................................................. 1.7.2. Saran ........................................................................ 1.8. Lampiran ......................................................................... .... BAB II DENSITY .......................................................................... . 29 29 29 34 34 34 35 36 37 2.1. Tujuan Percobaan ................................................................ 2.2. Teori Dasar .......................................................................... 2.3. Alat dan Bahan .................................................................... 2.3.1. Alat yang digunakan ............................................... 2.3.2. Bahan yang digunakan ............................................ 2.4. Prosedur Percobaan ............................................................. 2.5. Tabel Hasil Pengamatan ...................................................... 2.6. Pembahasan .......................................................................

.. v

2.7. Kesimpulan dan Saran ......................................................... 2.7.1. Kesimpulan ............................................................. 2.7.2. Saran ........................................................................ 2.8. Lampiran ......................................................................... .... 38 38 39 39 BAB III SEDIMENTASI ................................................................. 41 41 41 49 49 49 49 51 52 54 54 55 55 3.1. Tujuan Percobaan ................................................................ 3.2. Teori Dasar .......................................................................... 3.3. Alat dan Bahan .................................................................... 3.3.1. Alat yang digunakan ............................................... 3.3.2. Bahan yang digunakan ............................................ 3.4. Prosedur Percobaan ............................................................. 3.5. Tabel Hasil Pengamatan ...................................................... 3.6. Pembahasan ....................................................................... .. 3.7. Kesimpulan dan Saran ......................................................... 3.7.1. Kesimpulan ............................................................. 3.7.2. Saran ........................................................................ 3.8. Lampiran ......................................................................... .... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi

BAB I KELARUTAN 1.1. Tujuan Percobaan Tujuan percobaan ini adalah untuk menentukan kelarutan dan perhitungan panas kelarutan diferensial pada larutan jenuh asam oksalat. 1.2. Teori Dasar Larutan adalah campuran homogen dari molekul, atom ataupun ion dari dua zat atau lebih. Larutan jenuh didefinisikan sebagai larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara zat terlarut yang larut dan yang tidak larut (Keenan,1992). Pembentukan larutan jenuh dapat dipercepat dengan pengadukan dan penambahan zat terlarut yang berlebih. Banyaknya zat terlarut yang melarut dalam pelarut yang banyaknya tertentu untuk menghasilkan suatu larutan jenuh disebut kelarutan zat terlarut, dimana biasanya dinyatakan dalam gram zat terlarut per 100 gram pelarut pada temperatur tertentu (keenan, 1992). Zat padat dapat dimurnikan dengan memanfaatkan perbedaan kelarutan pada temperatur yang berlainan. Untuk kebanyakan zat, bila larutan jenuh panas didinginkan, maka kelebihan zat padat akan mengkristal. Proses ini dapat dipermudah dengan membibit larutan itu dengan beberapa kristal halus zat padat murni (Keenan,1992). Proses ini dikenal dengan pengkristalan ulang atau rekristalisasi. Metode ini sering digunakan sebagai cara efektif untuk membuang pengotor dalam jumlah kecil dari dalam zat padat, karena pengotor itu cenderung tertinggal dalam larutan (Keenan,1992). 1

Adapun faktor yang mempengaruhi kelarutan zat padat yaitu (Underwood, 1990): 1. Temperatur atau Suhu Umumnya kelarutan akan naik dengan kenaikan suhu, meskipun beberapa hal yang istimewa (seperti kalium sulfat) terjadi yang sebaliknya. Dalam beberapa hal perubahan kelarutan dengan berubahnya suhu dapat menjadi dasar pemisahan. 2. Pelarut Kebanyakan garam anorganik lebih larut dalam air murni daripada pelarut organik. 3. Ion Sekutu atau sejenis Adanya ion sekutu akan mempengaruhi kelarutan. Ion sekutu ialah ion yang juga merupakan salah satu bahan endapan. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kelarutan suatu endapan akan berkurang banyak sekali jika salah satu ion sekutu terdapat dalam jumlah berlebihan, meskipun efek ini diimbangi dengan pembentukan suatu kompleks yang dapat larut. 4. Ion Asing Dengan adanya ion asing maka kelarutan akan bertambah, tetapi pada umumnya penambahan ini sedikit, kecuali bila terjadi reaksi kimia (seperti pembentukan kompleks) antara endapan dengan ion asing, biasanya kenaikan larutan lebih mencolok. 5. Ph Kelarutan garam dari asam lemah bergantung pada pH larutan. 2

6. Kompleks Banyak endapan membentuk kompleks yang larut dengan ion dari pereaksi pengendap sendiri, dalam hal ini kelarutan mula-mula turun karena pengaruh ion sejenis melewati minimum dan kemudian naik karena pembentukan kompleks menjadi nyata. 7. Konsentrasi Bila konsentrasi lebih kecil dari kelarutan, zat padat akan terlarut dan sebaliknya bila konsentrasi melebihi dari kelarutan, maka akan terjadi pengendapan. Hasil kali kelarutan akan menjelaskan hubungan antara perubahan suatu senyawa dengan adanya pengaruh ion sekutu. Kelarutan suatu senyawaan sangat berkurang jika ditambahkan zat lain (reagen) yang mengandung ion sekutu dari ion tersebut. Karena konsentrasi ion sekutu ini tinggi (dalam larutan), konsentrasi ion lainnya harus menjadi rendah dalam larutan jenuh senyawa itu, maka kelebihan senyawa itu akan diendapkan. Jadi jika salah satu ion harus dikeluarkan dari larutan dengan pengendapan, maka reagen harus dipakai dengan berlebihan. Tetapi penambahan reagen yang terlalu berlebihan memungkinkan akan memperbesar kelarutan endapan karena terbentuknya kompleks antara senyawa dengan ion sekutu (Vogel, 1973). Garam NaCl yang diperoleh dari alam yaitu dengan jalan menguapkan air laut dalam bak-bak penampungan merupakan garam NaCl yang masih mengandung pengotor-pengotor. Untuk mendapatkan NaCl murni dapat diperoleh dengan cara rekristalisasi (Keenan, 1983). Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. 3

Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil. Dua komponen dalam larutan adalah solute dan solvent. Solute adalah substansi yang terlarut, sedangkan solvent adalah substansi yang melarutkan, contohnya larutan NaCl. NaCl adalah solute dan air adalah solvent. Semua partikel baik dari solute maupun solvent ukuran partikelnya adalah sebesar molekul atau ion-ion. Partikel ini tersebar secara merata antara masingmasing dan menghasilkan satu fase homogen. Karena sedemikian menyatunya penyebaran antara solute dan solvent dalam larutan, maka sifat fisik dari larutan sering sedikit berbeda dengan solvent murninya sendiri. Jenis campuran ketiga ini mempunyai sifat khusus yaitu koloid. Dari ketiga materi : padat, cair, dan gas sangat memungkinkan untuk memiliki sembilan tipe larutan yang berbeda : padat dalam padat, padat dalam cair, gas dalam cair, cair dalam cair, dan sebagainya. Dari berbagai macam tipe ini, larutan yang lazim kita kenal adalah padat dalam cair, cair dalam cair, gas dalam cair serta gas dalam gas. Properti dari larutan antara lain dapat disebutkan sebagai berikut : 1. Larutan adalah campuran homogeny dari dua atau lebih substansi, yaitu solute dalam solvent. 2. Memiliki komposisi variable. 3. Zat terlarut dapat berupa molekul maupun ion. 4. Memiliki warna tetapi biasanya transparan. 4

5. Zat terlarut terdistribusi secara uniform dalam larutan dan tidak terpengaruh oleh waktu. 6. Larutan memiliki komposisi kimia sama, property kimia yang sama dan property fisika yang sama pada setiap bagian. 7. Pada banyak kasus zat terlarut dapat terpisahkan dari pelarutnya dengan menggunakan berbagai macam alat. Tabel 1.1. Kombinasi dari fase-fase yang dapat dicampur Medium Pendispersi Padatan Padatan Padatan Fase Terdispersi Padatan Cairan Gas Jenis Koloidal Sol padat Emulsi Busa padat Contoh Mutiara, opal Keju, mentega Batu apung, kerupuk Pati dalam air, jello, cat Susu, mayonaise Krim kue tar, krim cukur Debu, asap Awan, kabut Cairan Padatan Sol gel Cairan Cairan Emulsi Cairan Gas Gas Gas Padatan Cairan Busa Aerosol padat Aerosol cair Suatu substansi dapat dikelompokkan sangat mudah larut, dapat larut (moderately soluble), sedikit larut (slightly soluble) dan tidak dapat larut. Meskipun bentukbentuk ini tidak sama secara akurat menjelaskan bagaimana zat terlarut tersebut akan terlarut, namun seringkali digunakan untuk menjelaskan kelarutan atau solubilitas. Dua istilah lain yang sering digunakan untuk menjelaskan kelarutan atau solubilitas adalah miscible dan inmiscible. 5

Cairan yang mampu mencampur dan membentuk larutan disebut miscible sedangkan cairan yang tidak mampu membentuk cairan atau secara umum saling tidak melarut (insoluble) disebut inmiscible. Sebagai contoh metalalkohol dan air adalah saling melarutkan miscible dalam segala proporsi. Karbon-tetraklorida dan air adalah inmiscible membentuk dua buah lapisan yang terpisah ketika mereka dicampur. Pernyataan kuantitatif dari jumlah zat yang terlarut dalam solvent tertentu diketahui sebagai konsentrasi dari larutan. Beberapa variable seperti misalnya ukuran ion-ion, interaksi antara solute dan solvent, dan temperature mempengaruhi kelarutan. Kelarutan dari solute negative mudah diukur melalui percobaan. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kelarutan antara lain : a. Sifat alami dari solute dan solvent Substansi polar cenderung lebih miscible atau soluble dengan substansi polar lainnya. Substansi non-polar cenderung untuk miscible non-polar lainnya. b. Efek dari temperature terhadap kelarutan Kebanyakan zat terlarut mempunyai kelarutan yang terbatas pada sejumlah solvent tertentu dan pada temperatur tertentu pula. Temperatur dari solvent memiliki efek yang sangat besar dari zat lelah. Untuk kebanyakan padatan yang terlarut pada liquid, kenaikan temperature akan berdampak pada kenaikan kelarutan (solubilitas). c. Efek tekanan pada kelarutan Perubahan kecil dalam tekanan memiliki efek yang kecil pada kelarutan dari padatan dalam cairan tetapi memiliki efek yang besar pada kelarutan gas dalam cairan. Kelarutan gas dalam cairan berbanding langsung pada tekanan dari gas di atas larutan. Sehingga jumlah gas 6

yang terlarut dalam larutan akan menjadi dua kali lipat jika tekanan dari gas di atas larutan adalah dua kali lipat. d. Kelajuan dari zat tertentu Kelajuan dimana zat padat terlarut dipengaruhi oleh : 1. Ukuran partikel 2. Temperature dan solvent 3. Pengadukan dari larutan 4. Konsentrasi dari larutan Efek panas dalam pembentukan larutan dapat digunakan dalam penerapan prinsip LeChatrliers untuk menghitung efek temperature pada kelarutan. Dengan menggunakan terminology da thermodinamika, bahwa kandungan panas atau enthalpy dari system telah mengangkat sesuai dengan jumlah energi (thermal molar vaporization atau Hv). Perubahan enthalpi untuk proses diberikan dengan mengurangi enthalpi akhir dengan enthalpi mulamula. Hv = Hakhir – Hmula-mula Secara umum H positif untuk setiap perubahan makroskopik yang terjadi pada tekanan konstan jka energi panas mengalir dalam system saat perubahan terjadi, dan negatif jika panas mengalir keluar. Proses dimana enthalpi dalam system meningkat disebut proses endotermik. Sedangakan enthalpi yang mengalami penurunan disebut eksotermik. Perubahan enthalpi terbatas hanya pada aliran panas jika proses tersebut terbawa keluar sehingga tekanan mula-mula dan akhir adalah sama dan system adalah tertutup. Pembentukan dari larutan apakah itu enditermik atau eksotermik tergantung pada temperature dan sifat alamiah solute dan solvent. Untuk memprediksi efek dari perubahan temperature kita dapat meggunakan prinsip Le-Chateliers, sangat diperlukan utnuk menghitung perubahan enthalpi untuk proses pelarutan dari kondisi larutan yang jenuh enthalpi 7

molar dari larutan ( H1) sebagai jumlah kalori dari enthalpi panas yang seharusnya tersedia. ( H1 positif) ataupun yang seharusnya dipindahkan ( H1 negatif) untuk menjaga temperature agar tetap konstan yang mana di dalamnya terdapat satu mol zat terlarut dalam volume yang sangat besar yang mendekati larutan jenuh untik menghasilkan larutan jenuh. Jika enthalpi dari larutan adalah negatif, peningkatan temperature menyebabkan penurunan kelarutan. Kebanyakan padatan solute memilki enthalpi positif dari larutan sehingga kelarutan mereka meningkat sesuai dengan kenaikan temperature. Hampir perubahan kimia merupakan proses eksotermik ataupun proses endotermik. Kebanyakan, tetapi tidak semua. Reaksi yang terjadi secara spontan adalah reaksi eksotermik. Salah satu contoh kesetimbangan yang sederhana adalah kesetimbangan antara solute dengan larutan jenuhnya. Dalam hal ini molekul padat akan lerut pada kecepatan yang sama dengan molekul yang mengendap menjadi padat. Berhubungan dengan masalah ini, dikenallah istilah solubilitas, yang merupakan suatu ukuran dari kadar solute yang terkandung dalam larutan jenuh. Konstanta kesetimbangan antara padatan dan larutan jenuh dapat dinyatakan sebagai berikut : k= a2 * a2 Dimana a2 adalah aktifitas solute dalam larutan sedangkan, a2* adalah aktifitas solute murni. a2* dapat dihubungkan dengan molaliti solute m dengan menggunakan koefisien aktifitas , koefisien aktifitas funsi dari T, P dan konsentrasi ; harga merupakan ini akan mendekati 1 apabila m mendekati 0. Maka apabila dipakai hubungan tersebut dan anggapan bahwa sebagai patokan dasar adalah solute padat murni sehingga a2* = 1. Konstanta-konstanta kesetimbangan dapat ditulis sebagai : K = (a2)m=ms = sm s Dimana subscrip s menunjukkan untuk larutan jenuh, sedang dalam (a2)m=ms adalah aktifitas solute pada larutan jenuh. Apabila suhu berubah pada 8

tekanan tetap maka ms dan s akan berubah. demikian pula K, menurut hukum Van Hoff, untuk merubah K pada tekanan diperlukan. δIn k ∆H 0 p= ∆T RT 2 Dimana : c = perubahan enthalpi standar pelarutan Dengan memperhitungkan pengaruh suhu dan konsentrasi pada diperoleh : (1 + ( In / In m) TI PI m=ms) ( HDS) m=ms / RT2 HDS Disini: ( HDS) m=ms = panas pelarutan diferensial pada keadaan larutan jenuh untuk suhu dan yang telah diberikan. Dalam hal ini dimana harga tidak banyak berubah terhadap konsentrasi, maka (1 + ( In / In m) TI PI m=ms) sama dengan satu persamaan menjadi : d In ms/ dT = ( HDS) m=ms / RT atau d In ms/ d(1/T) = - ( HDS) m=ms / R Jadi, dengan menggunakan anggapan tersebut, harga ( HDS) m=ms dapat dihitung dari slop antara In ms, terhadap 1/T. Untuk menghitung kelarutan biasanya digunakan solute yang larut (dalam garam) dalam 100 gram solvent. SATUAN KONSENTRASI LARUTAN Sifat-sifat fisik dari suatu larutan ditentukan oleh perbandingan relatif atau konsentrasi dari berbagai komponen larutannya. Sebenarnya ada beberapa satuan konsentrasi larutan, tapi dalam teori ini hanya menjelaskan dua satuan konsentrasi kelarutan. a. Fraksi mol dan persen mol Fraksi mol adalah perbandingan banyaknya mol suatu zat dengan jumlah mol seluruh zat yang ada dalam campuran tersebut. Istilah lain yang sering dipakai adalah persen mol yang tidak lain adalah 100 x fraksi mol. 9

b. Fraksi berat dan persen berat Fraksi berat komponen dari suatu zat dalam larutan adalah perbandingan dari jumlah garam zat dengan jumlah gram seluruh larutan. Persen berat adalah fraksi berat x 100. Seiring lebih mudah untuk menyatakan sebagai jumlah gram solute per 1000 gram larutan. 1. Molaritas = Molar Molaritas yaitu jumlah mol zat yang larut dalam tiap liter larutan. Contoh, HCL 0,1 M artinya dalam 1000 ml larutan terdapat 0,1 mol HCL. 2. Kemolalan Kemolalan adalah jumlah mol zat yang terdapat dalam seribu gram pelarut. 3. Normalitas Normalitas adalah jumlah massa ekivalen zat terlarut tiap 1000 ml larutan, dalam hal ini hanya berlaku untuk asam dan basa. Gram ekivalen asam (grek) = jumlah mol asam x valensi asam Gram ekivalen basa (grek) = jumlah mol asam x valensi basa 1 grak asam ~ 1 mol H+ 1 grek basa ~ 1 mol OHGrek asam = mol asam x jumlah H+ Grek basa = mol asam x jumlah OHHubungan antara molaritas dengan Normalitas N=axM Dimana : N = Normalitas a = jumlah ion H+ dan OHM = Molaritas 10

4. Persen Volume Persen volume adalah jumlah militer / 1zat terlarut dalam tiap 1000 ml. PANAS LARUTAN Proses terbentuknya suatu larutan hampir selalu terjadi bersamaan dengan absorpsi atau pelepasan dari energi misalnya, ketika kalium iodida dilarutkan dalam air, campuran menjadi dingin, menunjukkan bahwa proses melarutnya kalium iodida adalah endoterm. Kebalikannya bila litium klorida dimasukkan ke dalam air campurannya menjadi panas menandakan bahwa proses pelarutan disini mengeluarkan panas karena itu tergolong proses eksoterm. Panas larutan ( a ) ( kJ/mol solute ) Zat KCl KBr KI LiCl LiI LiNO3 AlCl3 Al2 ( SO4 )3.6H2O NH4Cl NH4 NO3 ( a ) 17,2 19.9 20.3 -37.0 -59.0 -1.3 -321 -230 16 26 pada pengenceran tidak terhingga dalam batas tertentu panas pelarutan besarnya tergantung pada konsentrasi dari larutan yang terbentuk. Tanda negative menunjukkan suatu proses eksoterm. Besarnya panas pelarutan dapat memberikan keterangan pada kita mengenai gaya tarik relative antara bermacam-macam partikel yang membentuk 11

larutan tersebut. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mendukung absorpsi atau pelepasan dari energi. KELARUTAN DAN SUHU Contoh lain dari adanya kesetimbangan dinamik ialah suatu larutan jenuh yang masih mengandung solut yang tak larut pada suhu tertentu. Kesetimbangan dinamik terjadi antara zat padat dengan larutan jenuhnya. Zat padatnya akan melarut serta mengkristal dengan kecepatan yang sama. Kelarutan dari kebanyakan garam anorganik dalam air akan bertambah dengan naiknya suhu. Untuk beberapa pelarut, melarutkan gas dalam suatu cairan dapat bersifat endoterm, karena energi solfatasinya demikian kecil sehigga tak dapat menggantikan energi yang dibutuhkan untuk memisahkan molekul-molekul solvent sesamanya. PENGARUH TEKANAN PADA KELARUTAN Secara umum tekanan hanya mempunyai pengaruh yang kecil pada kelarutan tapi kelarutasn gas selalu betambah dengan bertambahnya tekanan. Misalnya saja minuman yang megandung karbonat, ditaruh pada botol dengan tekanan yang tinggi untuk memastikan kandungan CO2 yang besar, dan sewaktu botol dibuka, minuman akan kehilangan karbonatnya kecuali cepat ditutup kembali.hal yang sama juga terjadi pada ”penyakit dekompresi”, juga dikenal sebagai “the bends”. Bila seorang penyelam atau pekerja trowongan bawah tanah naik terlalu cepat kepermukaaan, gas nitrogen dan oksigen yang telah larut dalam darahnya dengan tekanan tinggi akan secara tiba-tiba dilepaskan dalam bentuk gelebung udara pada pembulu darahnya. Keadaan ini sangat menyakitkan bahlkan dapat mengakibatkan kematian. 12

Hukum Henry Secara kuantitatif pengaruh tekanan pada larutan gas dinyatakan oleh Hukum Henry yang berbunyi kelarutan gas dalam larutan cair (Cg) berbanding lurus dengan tekanan gas diatas larutan tersebut. Cg = kg * Pg dimana kg adalah tetapan perbandingan yang disebut tetapan Hukum Hendry. TEKANAN UAP LARUTAN Pembentukan suatu larutan hanya mempunyai sedikit pengaruh terhasdap sifat kimia dari komponennya. Tekanan uap larutan adalah salah satu sifat fisik yang dipengaruhi oleh adanya suatu solut. Bila solut yang akan terdisosiasi dalam suatu solfen seperti elektrolit tidak diikut sertakan,maka tekanan seimbang yang diberikan oleh uap solfen yang kita sebut tekanan uap larutan (Plarutan), besarnya sebanding dengan fraksi mol pelarut dalam larutan.Hubungan ini disebut Hukum Raoult P larutan = X pelarut x Po pelarut Dimana X adalah fraksi mol solvent dalam larutan.dan Po adalah pelarut pelarut tekanan uap dari solfen murni. LARUTAN IDEAL DAN NON IDEAL Pada kenyataannya hanya sesdikit campuran yang benar – benar mengikuti hokum raoult dari sekian banyak komposisi. Umumnya tekanan uap larutan yang diukur akan lebih besar atau lebih kecil dari pada perkiraan hukum raoult. Bila tekanan uapnya lebih besar daripada yang diperkirakan, dikatakan mempunyai deviasi positif dari hukum Raoult. Bila tekanan uapnya lebih kecil, larutan memperlihatkan deviasi negative. 13

TEKANAN OSMOSIS Osmosis adalah suatu proses dimana suatu solven akan berdifusi dari larutan yang lebih pekat melalui suatu lapisan tipis yang hanya dapat dilalui oleh partikel solven tetapi tidak dapat dilalui oleh partikel solute. Lapisan tipis ini disebut membran semipermiabel. Contoh dari membran ini kertas perkamen dan beberapa senyawa anorganik seperti gelatin. Fenomena yang sama disebut dialisis yang terjadi pada dinding sel – sel tanaman dan hewan yang dapat dilalui oleh air, ion – ion serta molekul kecil, tetapi tidak dapat dilalui oleh molekul – molekul besar seperti protein. Osmosis adalah salah satu kasus dari dialisis. Pada suatu proses osmosis ada kecenderungan untuk menyamakan konsentrasi antara dua larutan yang dihubungkan oleh suatu membran. Kecepatan bergeraknya molekul – molekul solven dari konsentrasi rendah kearah larutan yang konsentrasinya tinggi akan lebih cepat dari arah sebaliknya. Kemungkinannya disebabkan pada permukaan membran, konsentarsi solven dilarutan yang lebih encer akan lebih besar. Akan didapat efek yang sama, bila dua larutan dari solute yang tidak menguap dan mempunyai konsentrasi yang tidak sama ditempatkan pada suatu wadah tertutup. Kecepatan penguapan dari larutan yang lebih encer akan lebih besar daripada larutan yang lebih pekat, tetapi kecepatan kembalinya sama. 1.3. Alat dan Bahan 1.3.1. Alat yang digunakan a. Burret 50 ml b. Corong Kaca c. Beaker Glass 600 ml d. Thermometer e. Pengaduk kaca f. Tabung reaksi g. Pipet ukur 10 ml h. Gelas arloji 14

i. Botol timbangan j. Erlenmeyer 500 ml 1.3.2. Bahan yang digunakan a. Aam Oksalat Dihidrat b. Larutan NaOH baku (2,64) dengan indikator PP c. Es batu d. Garam dapur e. Aquades 1.4. Prosedur Percobaan 1. Membuat larutan asam oksalat jenuh di dalam tabung reaksi yang sedang pada suhu kamar, dengan cara melarutkan asam oksalat kristal ke dalam air sampai kristalnya tidak dapat larut. 2. Mencatat suhu larutan, mengambil 20 ml dari larutan dna memasukkan yang satu ke dalam botol timbangan sampai ketinggian 0,01 ml. 3. Menitrasi 10 ml larutan yang satunya dengan menggunakan larutan NaOH baku (2,65) dengan indikator PP. 4. Mengulangi tahap 1 s/d 3 tetapi menggunakan es batu pada suhu 2 °C 5. Ulangi tahap 1 s/d 3 dengan suhu yang berbeda (7 °C, 12 °C, 17 °C, 22°C dan 27 °C) 6. Lakukan percobaan pada suhu yang berbeda masing-masing 2 kali percobaan. 15

1.5. Tabel Hasil Pengamatan Dari percobaan yang telah dilakukan didapat hasil percobaan sebagai berikut: Tabel 1.2 Hasil Percobaan Massa Suhu (0C) (larutan + botol timbang) (gr) I II Rata – Rata Volume NaOH 2,64 N (ml) I II Rata – Rata 2 7 12 17 22 27 22,5422 22,6966 22,6711 22,7805 22,8426 22,8756 22,5422 22,6970 22,6713 22,7807 22,8430 22,8760 22,5422 22,6968 22,6712 22,7806 22,8428 22,8758 3,60 3,90 4,15 4,55 5,70 5,95 3,65 3,80 4,10 4,50 5,65 6,00 3,625 3,850 4,125 4,525 5,675 5,975 Diketahui massa botol timbang = 12,5270 gram Perhitungan Massa rata –rata dari masing – masing suhu 1. Suhu 20C m rata – rata = 22,5422 gr + 22,5422 gr = 22,5422 gram 2 22,6966 gr + 22,6970 gr = 22,6968 gram 2 22,6711 gr + 22,6713 gr = 22,6712 gram 2 22,7805 gr + 22,7807 gr = 22,7806 gram 2 2. Suhu 70C m rata – rata = 3. Suhu 120C m rata – rata = 4. Suhu 170C m rata – rata = 16

5. Suhu 220C m rata – rata = 6. Suhu 270C m rata – rata = 22,8756 gr + 22,8760 gr = 22,8758 gram 2 22,8426 gr + 22,8430 gr = 22,8428 gram 2 Volum rata – rata NaOH 2,64 N dari masing – masing suhu 1. Suhu 20C V rata – rata = 2. Suhu 70C V rata – rata = 3. Suhu 120C V rata – rata = 4. Suhu 170C V rata – rata = 5. Suhu 220C V rata – rata = 6. Suhu 270C V rata – rata = 5,95 ml + 6,00ml = 5,975 ml 2 5,70 ml + 5,65 ml = 5,675 ml 2 4,55 ml + 4,50 ml = 4,525 ml 2 4,15 ml + 4,10 ml = 4,125 ml 2 3,90 ml + 3,80 ml = 3,850 ml 2 3,60 ml + 3,65 ml = 3,625 ml 2 17

Tabel 1.3. Hasil Perhitungan Suhu (0C) V NaOH rata – rata (ml) Normalisasi asam oksalat (N) Molaritas asam oksalat (M) Mol asam oksalat (mmol) W asam oksalat (gr) W pelarut (gr) 2 7 12 17 22 27 3,625 3,850 4,125 4,525 5,675 5,975 4,629 0,9570 1,0164 1,0890 1,1946 1,4982 1,5774 1,2221 0,4785 0,5082 0,5445 0,5973 0,7491 0,7857 0,61055 4,7850 5,0820 5,4450 5,9730 7,4910 7,8570 6,1055 0,4307 0,4574 0,4901 0,5376 0,6742 0,7098 0,5499 9,6115 9,7394 9,6811 9,7430 9,6686 9,6660 9,6849 Perhitungan Perhitungan normalitas asam oksalat 1. Suhu 20C V NaOH rata – rata = 3,625 ml N1 . V1 = N2 . V2 N2 = 2,64 N × 3,625 ml = 0,9570 N 10 2. Suhu 70C V NaOH rata – rata = 3,850 ml N1 . V1 = N2 . V2 N2 = 2,64 N × 3,850 ml = 1,0164 N 10 3. Suhu 120C V NaOH rata – rata = 4,125 ml N1 . V1 = N2 . V2 N2 = 2,64 N × 4,125 ml = 1,0890 N 10 18

4. Suhu 170C V NaOH rata – rata = 4,525 ml N1 . V1 = N2 . V2 N2 = 2,64 N × 4,525 ml = 1,1946 N 10 5. Suhu 220C V NaOH rata – rata = 5,675 ml N1 . V1 = N2 . V2 N2 = 2,64 N × 5,675 ml = 1,4982 N 10 6. Suhu 270C V NaOH rata – rata = 5,975 ml N1 . V1 = N2 . V2 N2 = 2,64 N × 5,975 ml = 1,5774 N 10 Perhitungan molaritas 1. Suhu 20C M= N 0,9570 N = = 0,4785 M eq 2 2. Suhu 70C M= N 1,0164 N = = 0,5082 M eq 2 3. Suhu 120C M= N 1,0890 N = = 0,5445 M eq 2 4. Suhu 170C M= N 1,1946 N = = 0,5973 M eq 2 19

5. Suhu 220C M= N 1,4982 N = = 0,7491 M eq 2 6. Suhu 270C M= N 1,5774 N = = 0,7857 M eq 2 Perhitungan mol asam oksalat 1. Suhu 20C n = M . V = 0,4785 M x 10 = 4,7850 mmol 2. Suhu 70C n = M . V = 0,5082 M x 10 = 5,0820 mmol 3. Suhu 120C n = M . V = 0,5445 M x 10 = 5,4450 mmol 4. Suhu 170C n = M . V = 0,5973 M x 10 = 5,9730 mmol 5. Suhu 220C n = M . V = 0,7491 M x 10 = 7,4910 mmol 6. Suhu 270C n = M . V = 0,7857 M x 10 = 7,8570 mmol Perhitungan massa asam oksalat 1. Suhu 20C Wasam oksalat = n . BM Wasam oksalat = 2. Suhu 70C Wasam oksalat = n . BM Wasam oksalat = 5,082 mmol . 90 gr = 0,4574 gram mol 1000ml 4,785 mmol . 90 gr = 0,4307 gram mol 1000ml 20

3. Suhu 120C Wasam oksalat = n . BM Wasam oksalat = 4. Suhu 170C Wasam oksalat = n . BM Wasam oksalat = 5. Suhu 220C Wasam oksalat = n . BM Wasam oksalat = 6. Suhu 270C Wasam oksalat = n . BM Wasam oksalat = 7,857 mmol . 90 gr = 0,7098 gram mol 1000ml 7,491 mmol . 90 gr = 0,6742 gram mol 1000ml 5,9730 mmol . 90 gr = 0,5376 gram mol 1000ml 5,445 mmol . 90 gr = 0,4901 gram mol 1000ml Perhitungan massa larutan dan massa H2O 1. Suhu 20C Wlar Wlar = W (bl + lar.asam oksalat) – Wbotol timbang = 22,5422 gram – 12,500 gram = 10,0422 gram WH2O = Wlar – Wasam oksalat WH2O = 10,0422 gram – 0,4307 gram = 9,6115 gram 2. Suhu 70C Wlar Wlar = W (bl + lar.asam oksalat) – Wbotol timbang = 22,5422 gram – 12,500 gram = 10,0422 gram WH2O = Wlar – Wasam oksalat WH2O = 10,0422 gram – 0,4574 gram = 9,7394 gram 21

3. Suhu 120C Wlar Wlar = W (bl + lar.asam oksalat) – Wbotol timbang = 22,5422 gram – 12,500 gram = 10,0422 gram WH2O = Wlar – Wasam oksalat WH2O = 10,0422 gram – 0,4901 gram = 9,6811 gram 4. Suhu 170C Wlar Wlar = W (bl + lar.asam oksalat) – Wbotol timbang = 22,5422 gram – 12,500 gram = 10,0422 gram WH2O = Wlar – Wasam oksalat WH2O = 10,0422 gram – 0,5376 gram = 9,7430 gram 5. Suhu 220C Wlar Wlar = W (bl + lar.asam oksalat) – Wbotol timbang = 22,5422 gram – 12,500 gram = 10,0422 gram WH2O = Wlar – Wasam oksalat WH2O = 10,0422 gram – 0,6742 gram = 9,6686 gram 6. Suhu 270C Wlar Wlar = W (bl + lar.asam oksalat) – Wbotol timbang = 22,5422 gram – 12,500 gram = 10,0422 gram WH2O = Wlar – Wasam oksalat WH2O = 10,0422 gram – 0,7098 gram = 9,6660 gram Perhitungan molalitas solute untuk larutan jenuh (ms) 1. Suhu 20C ms =n. 1000 W pelarut ms ms = 4,7850mmol 1000 1000 9,6115 gram = (4,7850 x 10-3) . (104,042) = 0,4978 m 22

2. Suhu 70C ms =n. 1000 W pelarut 1000 9,7394 gram ms ms = 5,0820mmol 1000 = (5,0820 x 10-3) . (104,6757) = 0,5218 m 3. Suhu 120C ms =n. 1000 W pelarut ms ms = 5,4450mmol 1000 1000 9,6811 gram = (5,4450 x 10-3) . (103,294) = 0,5624 m 4. Suhu 170C ms =n. 1000 W pelarut 1000 9,7430 gram ms ms = 5,9730mmol 1000 = (5,9730 x 10-3) . (102,6378) = 0,6131 m 5. Suhu 220C ms =n. 1000 W pelarut 1000 9,6686 gram ms ms = 7,4910mmol 1000 = (7,4910 x 10-3) . (103,4276) = 0,7748 m 6. Suhu 270C ms =n. 1000 W pelarut 1000 9,6660 gram ms ms = 7,8570mmol 1000 = (7,8570 x 10-3) . (103,4554) = 0,8128 m 23

Tabel 1.4. Kelarutan Terhadap Suhu Suhu (0C) Kelarutan gr/ 100 gr solvent 2 7 12 17 22 27 4,4802 4,6962 5,0616 5,5179 6,9732 7,3152 Perhitungan Perhitungan kelarutan asam oksalat (s) 1. Suhu 20C s= (m . BM ) = (0,4978 × 90) = 44,802 = 4,4802 gram 10 10 10 2. Suhu 70C s= (m . BM ) = (0,5218× 90) = 46,962 = 4,6962 gram 10 10 10 3. Suhu 120C s= (m . BM ) = (0,5624 × 90) = 50,616 = 5,0616 gram 10 10 10 0 4. Suhu 17 C s= (m . BM ) = (0,6131× 90) = 55,179 = 5,5179 gram 10 10 10 5. Suhu 220C s= (m . BM ) = (0,7748× 90) = 69,732 = 6,9732 gram 10 10 10 6. Suhu 270C s= (m . BM ) = (0,8128 × 90) = 73,152 = 7,3152 gram 10 10 10 24

1.6. Pembahasan Larutan adalah campuran homogen dari molekul, atom ataupun ion dari dua zat atau lebih. Larutan jenuh didefinisikan sebagai larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara zat terlarut yang larut dan yang tidak larut (Keenan,1992). Adapun faktor yang mempengaruhi kelarutan zat padat (Underwood, 1990) salah satunya adalah temperatur / suhu. Umumnya kelarutan akan naik dengan kenaikan suhu, meskipun beberapa hal yang istimewa (seperti kalium sulfat) terjadi yang sebaliknya. Dalam beberapa hal perubahan kelarutan dengan berubahnya suhu dapat menjadi dasar pemisahan. Berdasarkan data hasil perhitungan kelarutan asam oksalat terhadap suhu dapat dibuat grafik sebagai berikut : Grafik 1.1. Pengaruh suhu terhadap kelarutan 8 7 6 S(gr/100gr solvent) 5 4 3 2 1 0 2 7 12 17 22 27 T (C) Berdasarkan grafik di atas kita dapat melihat bahwa seiring dengan meningkatnya suhu maka nilai kelarutan juga semakin besar, itu berarti bahwa nilai kelarutan suatu zat dipengaruhi oleh suhu, kelarutan berbanding 25

lurus dengan kenaikan suhu, sehingga nilai Normalitas asam oksalat, Molaritas asam oksalat, Mol asam oksalat (mmol), W asam oksalat (gr), dan W pelarut (gr) juga berbanding lurus dengan peningkatan suhu. 1.7. Kesimpulan dan Saran 1.7.1. Kesimpulan 1. Kelarutan asam oksalat meningkat seiring dengan kenaikan suhu. 2. Setiap satuan konsentrasi kelarutan memiliki perbandingan relatif dari komponen lainnya. 3. Bila larutan jenuh panas didinginkan, maka kelebihan zat padat akan mengkristal. 4. Banyaknya zat terlarut yang melarut dalam pelarut yang banyaknya tertentu untuk menghasilkan suatu larutan jenuh disebut kelarutan zat terlarut, dimana biasanya dinyatakan dalam gram zat terlarut per 100 gram pelarut pada temperatur tertentu. 5. Semakin tinggi suhu pelarut, maka semakin banyak pula volume solute yang dapat terlarut. 6. Semakin tinggi suhu pelarut, maka semakin banyak pada jumlah mol asam oksalat yang terlarut. 7. Suatu kelarutan dipengaruhi oleh molalitas suatu larutan dan juga berat molekul dari larutan itu sendiri. 8. Semakin tinggi suhu yang digunakan, semakin besar kelarutan yang terjadi pada suatu larutan 9. Semakin besar berat molekul suatu larutan, semakin besar pula jumlah mol yang dihasilkan oleh larutan tersebut 26

1.7.2. Saran 1. Pada saat sebelum melakukan percobaan praktikum diharapkan alat – alat praktek disiapkan dengan baik dan benar sesuai dengan percobaan praktikum dan dalam kondisi bersih. 2. Saat melakukan percobaan praktikum diharapkan harus teliti dan mengikuti prosedur percobaan yang telah disiapkan. 3. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, sebaiknya lakukan pengulangan pada percobaan. 1.8. Lampiran Daftar Notasi No. Lambang Keterangan Satuan 1. ∆ H DS Panas pelarutan differensial J mol 2. BM Berat molekul relatif gr mol mol 1000 gr solvent grek L 3. 4. 5. m N S Molalitas Normalitas Kelarutan gr 100 gr solvent K gr gr gr 6. 7. 8. 9. T Wbt WH2O Wlar Temperatur Massa botol Massa pelarut Massa larutan 27

Gambar – Gambar Alat Yang digunakan Buret 50 ml Corong Kaca Beaker Glass Thermometer Pengaduk Kaca Pipet Tetes Timbangan Elenmeyer 28

BAB II DENSITY 2.1. Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan ini adalah mengukur dan menghitung densitas padatan kristal zat yang tidak larut pada air. 2.2. Teori Dasar Massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Massa jenis rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total volumenya. Sebuah benda yang memiliki massa jenis lebih tinggi (misalnya besi) akan memiliki volume yang lebih rendah daripada benda bermassa sama yang memiliki massa jenis lebih rendah (misalnya air). Satuan SI massa jenis adalah kilogram per meter kubik (kg·m-3). Massa jenis berfungsi untuk menentukan zat. Setiap zat memiliki massa jenis yang berbeda. Dan satu zat berapa pun massanya berapa pun volumenya akan memiliki massa jenis yang sama. Rumus untuk menentukan massa jenis adalah ρ= Dimana : adalah massa jenis m adalah massa zat v adalah volume m V Molekul-molekul zat padatan tersusun sangat rapat apabila dibandingkan dengan molekul pembentuk zat cair ataupun gas. Zat memiliki volume dan bentuk tertentu yang cenderung tetap. Molekul-molekul zat juga mengalami gerakan namun sangat terbatas. Gas dan cairan mempunyai gaya tarik yang lebih rendah dibandingkan spesi-spesi penyusun padatan, spesi 29

penyusun padatan seperti atom, molekul atau ion, relatif sangat kuat sehingga spesi-spesi tersebut juga terikat dengan ikatan yang relatif sangat kuat. Hal ini menyebabkan suatu padatan mempunyai volume dan bentuk yang relatif tetap, dan hampir tidak dapat dimampatkan kecuali dengan tekanan yang besar. Berdasarkan pada susunan spesi terkandung di dalam padatan. Padatan ada 2 macam yaitu padatan amorf dan padatan kristalin. Padatan kristalin mempunyai susunan spesi yang teratur dalam tiga dimensi sedangkan padatan amorf mempunyai susunan spesi yang tidak teratur. A. Padatan kovalen Dalam padatan kovalen atom-atom dihubungkan satu sama lain oleh ikatan kovalen yang membentuk struktur tiga dimensi. Unsur bukan logam membentuk sumber utama dari contoh seperti karbon, silikon, dan silikon karbit. B. Padatan Ionis Dalam padatan ionis, konstituennya adalah ion positif dan negatif. Ion ini disatukan oleh gaya elektrostatis yang memberikan kenetralan listrik secara keseluruhan. Padatan ion mempunyai titik leleh dan titik didih yang sangat tinggi karena ikatan yang sangat kuat antara ion-ion seluruh kristal dan mempunyai daya hantar listrik yang buruk karena elektron terikat sangat kuat baik positif maupun negatif. C. Padatan Molekuler Konstituen utama dari molekuler adalah molekul, tetapi dapat pula berupa atom dari gas yang langka. Molekul disatukan oleh gaya lemah yang disebut gaya Van Der Waals. D. Padatan Logam Kebanyakan unsur dalam tabel susuna berkala adalah logam, dan kristal dari logam ini terdiri dari satuan sel kubik rapat maupun satuan 30

sel heksagonal yang tersusun rapat. Kristal adalah padatan dengan susunan atom atau molekul teratur, sedangkan amorf sebaliknya. Kristal memiliki struktur yang bermacam-macam seperti kun\bik, tetragonal, oktagonal, rombohedral. Densitas didefenisikan sebagai massa per satuan volume. Satuan yang digunakan umumnya (lb/ft3) atau (gram/cm3). Spesific Gravity (SG) adalah perbandingan antara densitas dari zat terhadap densitas dari referensi atau dapat dituliskan / ref. Untuk padatan dan cairan zat referensi umumnya ialah air pada suhu 4°C. Untuk kebanyakan kerja teknik, spesifik gravity dapat diberikan mempunyai nilai yang sama dengan harga density, tetapi spesifik gravity tidak mempunyai dimensi. Bulk (apparent) density ( b) ialah total massa per satuan total volum. Sebagai contoh true density dari quartz adalah 2,65 gr/cm3, tetapi pasir quartz bermassa 2,65 gram dapat mempunyai total atau bulk volum 2 cm3 dan mempunyai bulk density b sebesar 1,33 gram/cm3. Bulk density termasuk sifat intrinsik dari zat karena sifat ini bervariasi dengan ukuran distribusi partikel dan lingkungannya. Porositas dari padatan itu sendiri dari material yang berongga atau berpori juga mempengaruhi bulk density. Untuk material yang tidak berpori true density ( ) sama dengan bulk density ( b). Sifat ekstensif zat adalah sifat zat yang dipengaruhi oleh jumlah dari zat yang terkandung misalnya volum dan massa, sedangkan sifat intrinsik zat adalah sifat yang tidak dipengaruhi oleh jumlah materi penyusunnya misalnya suhu, tekanan dan densitas. Massa jenis padatan kristal dapat dihitung dari berat padatan kristal dibagi dengan volum sel. Massa jenis ini didefenisikan sebagai : s= Ws / Vs ............................................................................... ...................... (1) Dimana : adalah densitas kristal, Ws adalah berat kristal dan Vs adalah volume kristal. Penggunaan picnometer yang diketahui volumenya dan kemudian ditimbang dalam keadaan kosong, setelah itu dilanjutkan dengan 31

menimbang sample dari zat padat yang telah dipelajari. Perbedaanya akan memberikan berat padatan (Ws). Akhirnya picnometer yang sudah diisi dengan padatan ditambahkan dengan liquid yang telah diketahui berdasarkan perbedaannya. Selama volume total dari picnometer diketahui, kemudian dapat menghitung volum solid (Vs) yang ditempati oleh solid. Perhitungan sample solid (zat padat) diperoleh : Ws = W2 – W1 ............................................................................... ............... (2) Dimana : W1 adalah berat picnometer kosong, W2 adalah berat dari picnometer kosong ditambahkan dengan berat sample padatan. Berat air yang terdapat dalam picnometer W1 adalah : W1 = W3 – W1 ............................................................ (3) Dimana W3 adalah berat picnometer ditambah dengan berat sample dan berat air. Jika dinsitas cairan (air) ditunjukkan berdasarkan persamaan (3) dimana volume sample solid diberikan : Vs = V – VL = ( 1V + W2 – W3 / 1) .......................... (4) Dimana V adalah volume total dari picnometer. Dari persamaan (1), (2) dan (4), kita akan memperoleh persamaan baru sebagai berikut : s = (Ws / Vs) = ( 1 1 (W2 – W1) / 1V + W2 – W3) ..... (5) nilai V dan penting diketahui untuk menentukan W1, W2, dan W3 yang bertujuan untuk menghitung densitas solid. Biasanya pada perhitungan tidak selamanya akan tepat 100 % karena adanya efek gelembung udara pada picnometer pada saat penimbangan. Dibandingkan dengan penimbangan pada saat vakum, kita dapat menggunakan rumus sederhana yang diberikan oleh Baurer untuk mengkoreksi hasil akhir perhitungan. Rumus ini memberikan densitas yang terkoreksi ( ) yaitu : P* = + 0,0012 [1 – ( / 1)] ...................................... (6) Menurut persamaan (5) ketidaksamaan dalam

akan bergantung pada ketidakpastian pada setiap lima variable, bagaimanapun juga nilai dari 1 diketahui dari enam perhitungan penting dan ketidakpastian dapat 32

diabaikan jika dibandingkan dengan variable lain. Dengan ini kita dapat mengembangkan perlakuan pengembangan kesalahan dengan mengambil referensial dari kedua ruas persamaan (5) kita peroleh persamaan : Kita catat bahwa persamaan (dW2 – dW1) lebih kecil dari pada (dW2 – dW3 + 1dV) dalam substansi nilai kesalahan untuk diferensial dan juga 1dV). (W2 – W1) kira-kira lima kali nilai dari (W2 – W3 + persamaan (7) untuk mendapatkan Jadi sangat dimungkinkan untuk mengabaikan suku pertama ruas kanan pendekatan ketidakpastian perhitungan. Kadi limit error pada , ( ) didekati dengan : Dimana (W2), (W3) dan (V) adalah limit kesalahan dalam masingmasing kuantitas W2, W3 dan V. kita dapat mengambil batas yang beralasan untuk kesalahan (W2) = 0,001 gram dan (W1) = 0,002 gram. Nilai tertinggi untul (W3) meliputi kegagalan memperoleh nilai sebenarnya dari pengisian pecnometer dengan air. Untuk (V) kita ambil 0,004 cm3, nilai ini diberikan instruktur. Nilai yang didapat untuk dua sample menyimpang dari ratarata ditunjukkan limit dari kesalahan. Bagaimana juga perbedaan yang jauh lebih besar dari pada itu harus mempertimbangkan fakta bahwa kontribusi dari setiap kesalahan dalam V adalah sama dalam kedua pengerjaan. Berdasarkan bahwa material yang dipelajari mungkin tidak homogeny, jadi untuk menghasilkan dua sample yang sedikit perbedaan densitasnya, kita menduga kemungkinan pecah atau celah tidak dapat dimasuki liquid terdapat pada sample I, atau dalam dua sample dalam tingkatan berbeda. Pada asumsi ini terbesar akan ditempatkan pada nilai yang tertinggi, kita namakan sample II, meskipun dasar dari hasil untuk dua sample tidak terdapat bukti internal bahwa sample II dengan literatur adalah memuaskan, tetapi pada umumnya indikasi terbaik dari kenyataan akan sangat baik persetujuan hasil untuk beberapa sample. Persamaan (8) dan (9) menunjukan bahwa kontribusi terbesar untuk keseluruhan kesalahan datang dari ketidakpastian volume dari 33

picnometer. Ketelitian eksperimen menunjukkan bahwa mengukur berat picnometer yang diisi dengan air saja, nilai v yang lebih baik dapat diperoleh. Ini dapat mempengaruhi ketidakpastian densitas tetapi tidak meningkatkan persetujuan di antara dua sample. Dimana : Massa air = W1 – W Maka massa jenis padatan dapat diperoleh dengan persamaan : Ps = [Ws / (W1 –W) ] E. Metode Flotasi Metode ini memakai campuran 2 larutan yang dapat larut. Untuk kristal organic polar yang tidak mengandung komponen yang lebih ringan dari oksigen, hidrokarbon ringan seperti kerosin ( = 0,79 gram/cm3 pada T = 25°C) dan Methylen Iodida ( = 3,32 gram/cm3 pada T = 25°C) dan biasanya mempunyai nilai yang memuaskan. 2.3. Alat dan Bahan 2.3.1. Alat yang digunakan a. 1 buah picnometer 10 ml b. 1 nuah beaker glass 600 ml c. 1 buah pipet tetes d. Thermometer 2.3.2. Bahan yang digunakan a. Padatan kristal b. Aquades 34

2.4. Prosedur Percobaan A. Standarisasi 1. Menimbang picnometer kosong dan mencatat beratnya (W1) 2. Mengisi picnometer dengan air, mengatur agar tidak terdapat gelembung udara dan menimbangnya (W0) 3. Menentukan suhu air 4. Menghitung volume picnometer dengan menggunakan air pada suhu yang telah diketahui B. Menimbang massa padatan dan menghitung densitasnya 1. Menimbang picnometer dengan padatan dan mencatat beratnya (W2) 2. Menimbang picnometer dengan padatan dan air dan mencatatnya (W3) 3. Menghitung densitas padatan dengan rumus : Ws ρ (W − W1 ) = 1 2 Vs ρ1V + W2 − W3 θs = 4. Menghitung error limit r 2 (1) = ρ2 (ρ1V + W2 [ρ −W ) 3 2 1 r 2 (V ) + r 2 (W2 ) + r 2 (W3 ) ] Catatan : Padatan yang digunakan adalah air 35

2.5. Tabel Hasil Pengamatan Tabel 2.1. Hasil standarisasi volume piknometer Piknometer 1 W0 pikno kosong + air 2 3 W0 pikno kosong + air W1 pikno kosong Perhitungan 22,1236 11,9184 22,1230 11,9180 22,1216 11,9177 W0 rata – rata = W1 rata – rata = 22,1236 + 22,1230 + 22,1216 = 22,1227 ml 3 11,9184 + 11,9180 + 11,9177 = 11,9180 ml 3 Tabel 2.2. Hasil penimbangan piknometer 10 ml dengan kristal batu kapur (CaCO3) 10 mesh Run W1 W2 W3 1 2 3 11,9184 11,9180 11,9177 14,4184 14,418 14,4177 24,6236 24,6230 24,6216 Perhitungan W1 rata – rata = W2 rata – rata = W3 rata – rata = 11,9184 + 11,9180 + 11,9177 3 14,4184 + 14,418 + 14,4177 3 24,6236 + 24,6230 + 24,6126 3 = 11,9180 ml = 14,4180 ml = 24,6197 ml 36

Tabel 2.3. Hasil Perhitungan standarisasi volume piknometer Piknometer W0 rata rata W1 rata - rata Wair Vp 10 ml 22,1227 11,9180 10,2047 10,2461 ρ air Perhitungan = 0,99596 gr/ml W0 rata – rata W1 rata – rata Wair rata – rata = = 22,1236 + 22,1230 + 22,1216 = 22,1227 ml 3 11,9184 + 11,9180 + 11,9177 = 11,9180 ml 3 = 10,2047 gr = W0 – W1 = 22,1227 – 11,9180 Vair = Wair ρ air = 10,2047 = 10,2461 ml 0,99596 θ= = 0,99596 (14,418 − 11,9180) ρ V + (W2 − W3 ) 0,99596 ×10 + (14,4180 − 24,6197) ρ (W2 − W1 ) = 2,4899 2,4899 = = - 10,2846 gr/ml 9,9596 − 10,2017 − 0,2421 2.6. Pembahasan

Massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Massa jenis rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total volumenya. Sebuah benda yang memiliki massa jenis lebih tinggi (misalnya besi) akan memiliki volume yang lebih rendah daripada benda bermassa sama yang memiliki massa jenis lebih rendah (misalnya air). Massa jenis berfungsi untuk menentukan zat. Setiap zat memiliki massa jenis yang berbeda. 37

Dalam satu zat berapa pun massanya berapa pun volumenya akan memiliki massa jenis yang sama. Misalnya air, massa jenisnya adalah 1 gram/cm3. Selain karena angkanya yang mudah diingat dan mudah dipakai untuk menghitung, maka massa jenis air dipakai perbandingan untuk rumus ke-2 menghitung massa jenis, atau yang dinamakan 'Massa Jenis Relatif'. Rumus massa jenis relatif = Massa bahan / Massa air yang volumenya sama. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan terhadap data yang diperoleh didapatkan nilai densitas dari CaCO3 sebesar -10,2846 gr/ml. Untuk menghitung densitas CaCO3 menggunakan rumus : θ= ρ (W2 − W1 ) ρV + (W2 − W3 ) Pada data di atas didapat density bernilai negatif, hasil ini sangatlah tidak masuk akal. Setelah diteliti ternyata data hasil praktikum yang diperoleh adalah salah, pada data yang ada Vair adalah sebesar 10,2461 ml sementara Vpicnometer hanya 10 ml, ternyata volume air lebih besar dari pada volume picometer, itu merupakan hal yang kurang wajar. Hal ini terjadi mungkin karena kurang telitinya praktikan dalam mencatat data saat praktikum, atau dapat juga disebabkan karena kecerobohan praktikan dalam menjalankan praktikum. 2.7. Kesimpulan dan Saran 2.7.1. Kesimpulan Dari percobaan penentuan densitas kristal padat ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Densitas kristal padat dipengaruhi oleh ukuran kristal tetapi tidak dipengaruhi oleh banyaknya kristal. 2. Volume picnometer berbanding terbalik terhadap harga densitas. 3. Densitas CaCO3 adalah -10,2846 gr/ml. 38

2.7.2. Saran 1. Pada saat sebelum melakukan percobaan praktikum diharapkan alat – alat praktek disiapkan dengan baik dan benar sesuai dengan percobaan praktikum dan dalam kondisi bersih. 2. Saat melakukan percobaan praktikum diharapkan harus teliti dan mengikuti prosedur percobaan yang telah disiapkan. 3. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, sebaiknya lakukan pengulangan pada percobaan. 2.8. Lampiran Daftar Notasi W0 W1 W2 W3 θ = = = = = = = = Berat piknometer dan air , gr Berat piknometer kosong , gr Berat piknometer dan kristal padat , gr Berat piknometer dan kristal padat serta air , gr Densitas kristal padat , g/ml Error limit/batas kesalahan Densitas air , g/ml Volume piknometer , ml r ρ V 39

Gambar - Gambar Alat Yang Digunakan Picnometer Beaker Glass Pipet Tetes Thermometer 40

BAB III SEDIMENTASI 3.1. Tujuan Percobaan Percobaan ini bertujuan untuk menghitung kecepatan sedimentasi suatu suspensi yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi, gaya drag dan gaya apung dengan metode grafik. 3.2. Teori Dasar Sedimentasi adalah suatu proses yang bertujuan untuk memisahkan atau mengendapkan zat-zat padat atau tersuspensi non koloidal dalam air. Pengendapan dapat dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Cara yang sederhana adalah dengan membiarkan padatan mengendap dengan sendirinya. Setelah partikel partikel mengendap maka air yang jernih dapat dipisahkan dari padatan yang semula tersuspensi di dalamnya. Cara lain yang lebih cepat dengan melewatkan air pada sebuah bak dengan kecepatan tertentu sehingga padatan terpisah dari aliran air tersebut dan jatuh ke dalam bak pengendap. Kecepatan pengendapan partikel yang terdapat di air tergantung pada berat jenis, bentuk dan ukuran partikel, viskositas air dan kecepatan aliran dalam bak pengendap. Pada dasarnya terdapat dua jenis alat sedimentasi yaitu jenis rectangular dan jenis circular. Sedimentasi adalah suatu proses pemisahan suspensi dengan cara pengendapan sehingga cairan bening dan slurry yang kandungan padatannya lebih tinggi. Beberapa metode pemisahan mekanik didasarkan pada gerakan partikel solid atau liquid dalam suatu fluida. Fluida tersebut dapat berupa gas atau liquid, baik mengalir maupun diam. Pemilihan metode yang digunakan dalam proses pemisahan partikel solid dan liquid didasarkan pada jenis solid, perbandingan solid dengan liquid di dalam campuran, viskositas larutan dan faktor-faktor lain. 41

Pada metode settling dan sedimentasi, partikel-partikel solid dipisahkan dari fluida oleh gaya gravitasi yang bekerja pada partikel dengan bermacam-macam ukuran dan densitas. Sedangkan pada metode pemisahan sentrifugal, partikel-partikel solid dipisahkan oleh gaya sentrifugal yang bekerja pada partikel-partikel tersebut. Metode settling dan sedimentasi banyak diterapkan untuk mengambil atau memisahkan solid dari limbah cair, mengendapkan lumpur dari mother liquor, memisahkan makanan bentuk solid dari makanan cair, memisahkan slurry dari proses leaching keldelai, dan lain-lain. Sebagian besar proses settling dan sedimentasi bertujuan untuk memindahkan partikel dari aliran fluida sehingga fluida tersebut bersih dari partikel-partikel kontaminan. Pada proses yang lain partikel diambil sebagai produk, seperti recovery fase tersispersi dalam ekstraksi liquid-liquid. Selain itu partikel juga dapat disuspensikan dlam fluida sehingga partikel-partikel tersebut dapat dipisahkan dalam ukuran atau densitas yang berbeda. Mekanisme sedimentasi dan Teori gerakan melalui fluida Mekanisme sedimentasi ni dapat digambarkan dari pengamatan tes selama pengendapan secara batch dari suatu slarry dalam sebuah silinder gelas. Zz (a) (b) (c) Gambar 3.1. Proses batch sedimentasi (d) (e) Keterangan gambar 3.1. : A : B : daerah liquida yang jernih daerah liquida dengan konsentrasi yang uniform 42

C : daerah liquida dengan distribusi ukuran yang berbeda dan konsentrasi yang uniform D : daerah liquida yang terdiri dari partikel-partikel yang lebih berat dan lebih cepat mengendapnya 1. Pada gambar 3.1. (a) menunjukkan suspense yang terdistribusi secara seragam di dalam zat cair dalam keadaan siap mengendap. Kedalaman total suspense itu adalah Z0. Jika tidak terdapat pasir di dalam campuran itu, zat padat yang pertama menampakkan diri adalah endapan pada dasar bejana pengendapan yang terdiri dari flok yang berasal dari bagian bawah campuran. 2. Pada gambar 3.1. (b) zat padat yang berupa flok membentuk suatu lapisan yang dinamakan daerah D. Di atas daerah D itu terbentuk lagi lapisan lain, yaitu daerah C yang merupakan lapisan transisi dimana kandungan zat padatnya bervariasi dari yang seperti pulpa asal sampai seperti di dalam daerah D. Di atas daerah C yang terdapat daerah B yang terdiri dari suspense homogeny yang konsentrasinya sama dengan pulpa asal. Di atas daerah B terdapat daerah A yang merupakan lapisan liquid yang jernih. Pada pulpa yang berflokulasi dengan baik, batas antara daerah A dan B itu tajam. Tetapi jika terdapat partikel yang tidak dapat mengendap, daerah A menjadi keruh dan batas antara daerah A dan B kabur. 3. Pada gambar 3.1. (c), menunjukkan bahwa selama berlangsungnya pengendapan, kedalaman daerah A dan D bertambah, sedangkan total daerah C tetap dan daerah B berkurang. 4. Pada gambar 3.1. (d), menunjukkan bahwa setelah pengendapan selanjutnya, daerah B dan C hilang dan seluruh zat padat itu akan 43

berkumpul pada daerah D, kemudian terjadi suatu pemampatan (compression) dimana pemampatan itu bermula disebut titik kritis. 5. Pada gambar 3.1. (e), menunjukkan pemampatan sebagian dari zat cair yang ikut bersama flok ke dalam daerah D akan terpress keluar jika bobot endapan itu menghancurkan struktur flok. Selama pemampatan itu berlangsung, sebagian zat cair di dalam flok itu menyembur keluar dan ketebalan daerah ini akan berkurang. Akhirnya, jika bobot zat padat itu telah mencapai kesetimbangan mekanik dengan kekuatan tekanan flok, proses pengendapan itu akan berhenti. Pada saat ini, lumpur tersebut sudah mencapai tinggi akhirnya. “Keseluruhan proses yang terlihat pada gambar 3.1. dinamakan sedimentasi.” Teori Gerakan Partikel Melalui Fluida Ketika partikel bergerak melalui fluida, sejumlah gaya akan bekerja pada partikel. Terdapat tiga gaya utama yang bekerja pada partikel, yaitu: 1. Gaya Gravitasi (Fg) Gaya yang ditimbulkan akibat gaya gravitasi bumi yang besarnya dinyatakan dalam persamaan: Fg = m . g ......................................... (1) 2. Gaya Apung (Fh) Gaya ini arahnya sejajar dengan gaya gravitasi, tetapi mempunyai arah yang berlawanan. Jika partikel yang jatuh dianggap mempunyai massa (m) sebesar kg dengan kecepatan (v) m / dtk, densitas ( ρ p) km/m3, densitas fluida ( ρ ) km / m3 dan Vp adalah volum partikel, maka besar gaya apung yang bekerja pada partikel adalah: Fb = m.g .ρ ρp = V p .ρ .g …………………(2) 44

3. Gaya Drag (FD) Gaya ini terjadi jika ada gerakan antara fluida dan partikel dan bekerja melawan arah gerakan dari partikel serta sejajar arah gesekan, tetapi berlawanan arah dengan gaya gravitasi. Harga drag force sebanding dengan kecepatan (v2 / 2). Harga ini dilipatkan dengan densitas fluida dan luas permukaan partikel yang terproyeksi pada arah gerakan partikel. Harga drag force dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: FD = C d v2 ρ . A …………………….(3) 2 Dimana Cd adalah koefisien drag (tidak bersedimentasi) FD FB FG Gambar 3.2. Gaya – gaya yang bekerja dalam suatu partikel di dalam fluida Berdasarkan ada tidaknya pengaruh terhadap jatuhnya suatu partikel yang akan mengendap, mekanisme sedimentasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Free Settling Peristiwa ini juga terjadi jika jarak antara partikel dan jarak antara dinding silinder dengan partikel cukup jauh sehingga mempengaruhi proses jatuhnya partikel dalm suatu fluida. Gaya total yang terdapat dalam partikel adalah sebagai berikut: F = Fg – Fb – Fd……………………(4) 45

Gaya total ini sama dengan gaya yang bekerja pada partikel, yang mempercepat partikel, sehingga persamaan diatas menjadi: m . (dv / dt) = Fg – Fb – Fd……..……. (5) Partikel yang jatuh akan menjalani gerakan dipercepat dan akhirnya mengalami gerakan dengan percepatan konstan, dimana periode jatuhnya partikel merupakan hal yang sangat penting. Jika kita masukkan harga ini dari masing – masing persamaan gaya pada persamaan yang terakhir dengan keadaan kecepatan dv / dt = 0. 2. Hindraed Settling Hindraed terjadi akibat adanya gerakan partikel dalam fluida tergantung oleh partikel lain dan oleh dinding tabung karena jarak antara partikel dengan dinding tabung berdekatan. Koefisien drag dalam hal ini lebih besar dari free settling karena adanya partikel – partikel satu sama lain. Peralatan yang terdapat dalam settling dan sedimentasi, yaitu: 1. Simple Gravity Settling Tank Alat ini digunakan untuk memindahkan fase liquid terdispersi oleh settling ke fase yang lain. Kecepatan secara horizontal ke kanan harus cukup lambat mengikuti waktu dari droplets kecil agar naik dari bawah ke permukaan atau dari bawah ke permukaan dan menjadi satu. 2. Peralatan untuk Klasifikasi Klasifikasi tipe sederhana adalah salah satu dari tangki berukuran besar yang dibagi menjadi beberapa daerah. Liquid slurry yang masuk tangki mengandung range ukuran partikel padat. Kecepatan linear feed masuk meningkatkan sebagai hasil perluasan dari luas daerah pada saat masuk. 46

3. Spitzkasten Classifier Type lain dari gravitasi settling chamber adalah spitzkasten yang terdiri dari tabung seri berbentuk kerucut yang diameternya meningkat searah dengan aliran. 4. Sedimentasi Thickner Dalam skala industry, proses settling dilakukan pada sebuah thickner yang disebut dengan continous thickner. Pada umumnya, thickner dilengkapi dengan pengaduk radial yang digerakkan dengan lambat dari suatu proses sentral. Lengan – lengan pengaduk Lumpur secara perlahan – lahan dan mengumpilkannya ke tengah sehingga dapat mengalir ke dalam bukaan besar yang bermuara pada pipa masuk pompa Lumpur. Gambar 3.3. Skema alat continous thickner Terdapat tiga daerah utama dalam continous thickner, yaitu daerah klasifikasi dimana liquid jernih keluar sebagai aliran overflow, daerah suspension settling dan daerah pemekatan dimana sludge dipisahkan sebagai underflow. 47

Untuk menentukan luas penampang thickner dan kedalamannya diperlukan data – data dari daerah batch settling. Daerah suspension settling adalah ekivalen dengan daerah B dan C pada batch settling. Luas penampang thickner harus cukup untuk menyediakan kapasitas suspension settling seperlunya pada semua tingkatan konsentrasi partikel. Luas ini dapat dihitung dari konsentrasi yang berbeda dan hubungannya dengan laju pengendapan, daerah minimum pengendapan pada thickner. Dalam industry, alat continous thickner dipergunakan untuk waste water treatment. Besarnya kecepatan pengendapan tergantung pada beberapa factor, yaitu: 1. Konsentrasi Jika konsentrasinya semakin besar maka drag force juga semakin besar. Drag force atau gaya seret ini bekerja pada arah yang berlawanan dengan gerakan partikel dalam fluida. Gaya seret ini disebabkan oleh adanya transfer momentum yang arahnya tegak lurus permukaan partikel dalam bentuk gesekan. Maka dengan adanya drag force yang arahnya berlawanan dengan arah partikel ini akan menyebabkan gerakan partikel menjadi lambat. Dengan adanya kenaikan konsentrasi akan menurunkan kecepatan pengendapan. 2. Ukuran Partikel Ukuran partikel berpengaruh langsung terhadap diameter partikel. Sedangkan kecepatan pengendapan berbanding terbalik dengan diameter partikel. Hal ini disebabkan karena adanya gaya angkat yang dialami oleh partikel semakin besar dengan bertambah besarnya luas permukaan sehingga kecepatan pengendapan semakin menurun. 48

3. Jenis Partikel Setiap partikel dari jenis yang berbeda akan mempunyai densitas yang berbeda pula. Sedangkan densitas partikel berpengaruh pengendapan. langsung Sedangkan pada besarnya kecepatan pengendapan kecepatan berbanding lurus dengan densitas partikel. Dimana semakin besar densitas partikel, maka semakin besar pula kecepatan pengendapannya. 3.3. Alat dan Bahan 3.3.1. Alat yang digunakan a. Gelas kimia b. Stopwatch c. Pengaduk d. Ayakan e. Picnometer f. Neraca Analytic g. Beaker glass 3.3.2. Bahan yang digunakan a. Air b. CaCO3 3.4. Prosedur Percobaan a. Menghitung densitas partikel CaCO3 b. Menentukan ukuran partikel CaCO3 dan yang akan dipelajari pada percobaan sedimentasi ini akan menggunakan ayakan 10 mesh. c. Menimbang 10 dan 25 gram partikel CaCO3 d. Memasukkan partikel yang sudah ditimbang tersebut ke dalam gelas ukur berisi air sampai volumenya 100 ml dan pengaduknya hingga rata e. Mencatan tinggi suspensi awal di dalam gelas ukur sebagai Zo 49

f. Mencatat tinggi batasan lapisan tiap 1 menit sekali dan melanjutkan sampai batas lapisan konstan Z. Diagram Alur Percobaan Menghitung densitas partikel – partikel BE dan CaCO3. Melakukan pengayakan untuk ukuran 10 dan 20 mesh pada masing – masing partikel. Menimbang 25 gram dan 10 gram partikel CaCO3 untuk masing – masing ukuran. Memasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml, serta menambahkan air ke dalam gelas ukur sampai volumenya 100 ml. Mencatat tinggi batas lapisan suspensi awal di dalam gelas ukur (Z0) setiap 1 menit sekali dan melanjutkan sampai tinggi batas lapisan hamper konstan (Z). 50

3.5. Tabel Hasil Pengamatan Dari percobaan yang telah dilakukan, hasil yang didapatkan antara lain : Tabel 3.1 CaCO3 sebanyak 25 gram pada tabung reaksi Waktu (t) ( menit ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Tinggi (x) ( cm ) 13 11,3 10,3 9,7 9 8,5 8,1 7,6 7,2 7 6,9 6,8 6,65 6,6 6,55 6,5 6,5 6,5 6,5 6,45 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4 Kecepatan (v) ( cm/menit ) 3,4 1,7 1 0,6 0,7 0,5 0,4 0,5 0,4 0,2 0,1 0,1 0,15 0,05 0,05 0,05 0 0 0 0,05 0,05 0 0 0 0 0 51

Perhitungan v= v v1 + ... + v 26 10 = = = 0,3846 cm/menit 26 26 n Tabel 3.2 CaCO3 sebanyak 10 gram pada tabung reaksi Waktu (t) ( menit ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tinggi (x) ( cm ) Tidak tampak Tidak tampak 2,1 1,9 1,8 1,8 1,8 1,8 1,8 1,8 Kecepatan (v) ( cm/menit ) 3,23 0,2 0,1 0 0 0 0 0 Perhitungan v= v v3 + ... + v10 3,53 = = = 0,4413 cm/menit n 8 8 3.6. Pembahasan Sedimentasi adalah suatu proses pemisahan suspensi dengan cara pengendapan sehingga cairan bening dan slurry yang kandungan padatannya lebih tinggi. Pengendapan dapat dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Cara yang sederhana adalah dengan membiarkan padatan mengendap dengan sendirinya. Setelah partikel partikel mengendap maka air yang jernih dapat dipisahkan dari padatan yang semula tersuspensi di dalamnya. Dalam percobaan pengamatan praktikum, dapat kita lihat bahwa pada bahan – bahan yang terdiri dari air dan kapur ( CaCO3 ). Saat memasukan bahan 52

ke dalam gelas ukur terlebih dahulu CaCO3 kemudian dilanjutkan dengan memasukkan air hingga sampai ketinggian 100 ml. Kemudian menggunakan pengaduk untuk mencampurkan larutan tersebut hingga sampai rata tercampur rata dengan air. Setelah diaduk dengan rata menggunakan pengaduk kemudian menggunakan stopwatch harus diperhatikan setiap 1 menit harus dicatat tinggi batasan suspense awal sampai batas lapisan konstan Z. Dapat kita ketahui apabila dari awal kita salah menimbang CaC03 ( kapur ) untuk melakukan praktikum sesuai dengan prosedurnya pada saat mencatat waktu setiap 1 menit akan memerlukan waktu yang lama sampai batasan lapisan suspensi hingga ke basatan konstan. Sebaliknya apabila CaCO3 sedikit dilarutkan maka semakin cepat waktu yang diperlukan terbentuknya endapan kapur. Dari percobaan yang telah dilakukan jika dituangkan ke dalam sebuah grafik menjadi seperti grafik di bawah : Grafik 3.1. Perbandingan ketinggian dan waktu pengendapan 14 12 ketinggian (cm) 10 8 6 4 2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 menit keAir dan kapur 25 gram Air dan kapur 10 gram Jika diperhatikan grafik 3.1. di atas, dapat disimpulkan bahwa massa kapur yang digunakan turut mempengaruhi terhadap waktu pengendapannya. Pada grafik dengan garis yang berwarna hijau, massanya lebih besar dari pada massa kapur yang digunakan pada grafik dengan garis berwarna merah, sehingga dihasilkan waktu pada grafik dengan garis yang berwarna hijau 53

untuk mengendap jauh lebih lama dengan waktu yang diperlukan untuk mengendap pada grafik dengan garis berwarna merah. Grafik 3.2. Perbandingan kecepatan dan waktu pengendapan 4 3,5 kecepatan (cm/menit) 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 menit keAir dan kapur 25 gram Air dan kapur 10 gram Sedangkan pada grafik 3.2. di atas, terlihat jelas sekali bahwa semakin lama kecepatan yang diperlukan untuk mengendap semakin lama semakin kecil, hingga pada akhirnya akan berhenti (v = 0) akan menghasilkan endapan. 3.7. Kesimpulan dan Saran 3.7.1. Kesimpulan 1. Semakin besar massa kapur yang dicampur dengan air, semakin lama waktu yang dibutuhkan kapur untuk terbentuknya endapan. 2. Massa kapur yang dicampur dalam air, berbanding lurus terhadap waktu yang diperlukan untuk terbentuknya endapan. 3. Banyaknya pengadukan juga turut mempengaruhi waktu untuk mengendap. 4. Lamanya waktu berbanding terbalik dengan ketebalan lapisan suspensi yang terbentuk. 5. Semakin tinggi konsentrasi, maka semakin tinggi kecepatan pengendapannya. 54

3.7.2. Saran 1. Sebelum melakukan percobaan, sebaiknya peralatan dibersihkan terlebih dahulu. 2. Lakukan percobaan sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan. 3. Hati – hati dalam menggunakan peralatan pada saat percobaan dilakukan. 4. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, sebaiknya lakukan pengulangan pada percobaan. 3.8. Lampiran Daftar Notasi A µ = luas permukaan partikel = viskositas fluida(gr/cm.dt) = koefisien drug = konsentrasi awal (gr/lt) = konsentrasi under flow(gr/cm3) = konsentrasi akhir jenuh(gr/cm3) = diameter partikel (cm) = gaya drag(N) = gaya apung(N) = gaya gravitasi (N) = percepatan gaya gravitasi (m/dt2) = kriteria pengendapan = rate padatan(cm3/dt) = rate underflow (cm3/dt) = rate volumetrik saat l (cm3/dtk) = massa(gr) = luas permukaan continuous thicneker (cm3) = waktu(menit) CD CO Cn Cv Dp Fd Fb Fg g K Lo Lu Li m NRe = bilangan Reynold S t 55

Vt Vp Vs Vt Z Zi Zo ρf ρs ρp ρu ρa = slope (-dz/dt) = volume partikel(cm3) = kecepatan hindered(cm/dt) = kecepatan terminal(cm/dt) = bidang batas(cm) = bidang batas setelah waktu t (cm) = bidang batas mula-mula (cm) = densitas fluida(gr/cm3) = densitas slurry(gr/cm3) = densitas partikel(gr/cm3) = densitas underflow(gr/cm3) = densitas air(gr/cm3) 56

Gambar – Gambar Alat Yang Digunakan Gelas Ukur Stopwatch Pengaduk Kaca Picnometer Beaker Glass Neraca Analitic 57

DAFTAR PUSTAKA id.wikipedia.org Sarungu’ Selvia, ST., “Modul Penuntun Praktikum Kimia Dasar II” Balikpapan.2009 www.ayobelajar.com www.e-dukasi.net www.google.co.id

Related Documents