BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Revolusi hijau ( Green Revolution) yang diperkenalkan awal tahun 1960an yang dianggap sebagai langkah baru dalam dunia pertanian yang ditandai dengan perbaikan bercocok tanam seperti penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk yang sesuai, pengendalian hama dan penyakit yang lebih intensif serta berbagai tindakan lainnya, memungkinkan peningkatan produksi pangan yang berasal dari tanaman pangan di seluruh dunia. Pada tahun 1984 oleh Food and Agriculture Organization (FAO), Indonesia diakui telah berswasembada beras berkat revolusi hijau. Dengan demikian pada saat itu kekhawatiran akan terjadinya krisis pangan khususnya di Indonesia sebagai akibat dari tidak seimbangnya antara bahan makanan pokok dengan jumlah penduduk dapat diatasi. Tetapi sekitar tahun 1987, swasembada beras tersebut telah berakhir. Akibat dari pembangunan fisik yang terus dikembangkan,lambat laun faktor-faktor produksi pertanian seperti lahan produktif semakin banyak terkonversi menjadi lahan non pertanian. Menurut Brown dan Kane dalam FG Winarno (2007) meramalkan bahwa di seluruh dunia akan terjadi kecenderungan penurunan produksi padi-padian secara drastis yang diakibatkan oleh semakin mengecilnya lahan yang tersedia untuk kegiatan pertanian per orang dan di sisi lain kecenderungan pertambahan jumlah penduduk dunia. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dari sekitar 6 milyar penduduk dunia,sebanyak 830 juta diantaranya mengalami kekurangan pangan. Ironisnya, produk biji-bijian pangan justru melimpah, 18% lebih banyak dari pada yang dikonsumsi untuk manusia dan ternak setiap tahun. Hampir empat perlima dari mereka yang kelaparan hidup di daerah pedesaan dan hidup dari hasil pertanian. Ironi ini pernah dikemukakan oleh Amartya Sen, pemenang hadiah Nobel Perdamaian tahun 1999 dalam bukunya Development as Freedom yaitu bahwa kelaparan justru terjadi pada saat terjadi surplus pangan di dunia. Kasus gizi buruk yang terjadi di beberapa negara dapat menjadi pertanda terjadinya krisis pangan. Berdasarkan data UNICEF, di Indonesia ada sekitar 1,3
juta jiwa balita yang masuk kategori rawan gizi serta terdapat sedikitnya 19 juta penduduk miskin yang sulit untuk mendapatkan pangan yang cukup bergizi dan seimbang. Diperkirakan setiap lima detik seorang anak di bawah usia 10 tahun di dunia meninggal karena kelaparan dan lebih dari dua miliar penduduk dunia menderita kekurangan gizi mikro. Selain itu, gejala krisis pangan lainnya adalah ancaman kenaikan harga pangan dunia akibat krisis ekonomi yang melanda dunia saat ini. Seperti krisis ekonomi di Amerika Serikat yang sudah mempengaruhi perekonomian dunia dan saat ini telah berimbas kepada perekonomian di Indonesia. Perbaikan dan peningkatan kualitas produksi pertanian (intensifikasi) untuk beberapa tahun yang lalu masih signifi-kan, karena ketersediaan sumber daya alam dan teknologi pertanian cukup memadai dan berimbang dengan ketersedia-an lahan dan peningkatan jumlah penduduk. Keadaan ini sulit untuk dipertahankan dimasa akan datang, kecuali ada pendekatan baru yang menawarkan ide dan teknik untuk meningkatkan produktifitas pertanian. Penggunaan rekayasa genetika memiliki potensi untuk menjadi problem solving dari ancaman krisis pangan tersebut.
Dengan segala kekurangannya rekayasa genetik
diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan pembangunan pertanian yang tidak lagi dapat dipecahkan secara konven-sional. Salah satu produk dari rekayasa genetika adalah tanaman transgenik. Perakitan tanaman transgenik dapat diarahkan untuk memperoleh tanaman yang memiliki produksi tinggi, nutrisi dan penampilan mempunyai kualitas yang baik maupun resisten terhadap hama, penyakit dan lingkungan. Fragmen DNA organisme manapun melalui teknik rekayasa genetika dapat disisipkan ke genom jenis lain bahkan yang jauh hubungan kekerabatannya. Pemindahan gen ke dalam genom laIn tidak mengenal batas jenis maupun golongan organisme.
1.2 Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian bioteknologi. 2. Untuk mengetahui peranan bioteknologi dalam perlindungan tanaman khususnya pada tanaman transgenik.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Bioteknologi dan Tanaman Transgenik Istilah bioteknologi adalah pemanfaatan proses biologi untuk menghasilkan suatu produk. Praktek bioteknologi telah dilakukan sejak lama, yaitu dalam proses pembuatan bir, minuman anggur, dan keju. Namun istilah bioteknologi saat ini lebih terarah pada proses-proses yang melibatkan DNA. Bioteknologi dalam bidang pertanian adalah pemanfaatan teknik-teknik molekuler berbasis DNA untuk rekayasa genetik tanaman dan hewan. Organisme yang dihasilkan dari rekayasa genetik disebut dengan transgenik, rekombinan atau organisme yang dimodifikasi secara genetik (genetically modified organism = GMO). Transgenik terdiri dari kata trans yang berarti pindah dan gen yang berarti pembawa sifat. Jadi transgenik adalah memindahkan gen dari satu makhluk hidup kemakhluk hidup lainnya, baik dari satu tanaman ketanaman lainnya, atau dari gen hewan ke tanaman. Transgenik secara definisi adalah the use of gene manipulation to permanently modify the cell or germ cells of organism (penggunaan manipulasi gen untuk mengadakan perubahan yang tetap pada sel makhluk hidup). Teknologi transgenik atau kloning juga dilakukan pada dunia peternakan, separti domba dolly yang diambil dari gen sel ambing susu domba yang ditransplantasikan ke sel telurnya sendiri. Pada ikan-ikan teleostei, menghasilkan ikan yang resisten terhadap pembusukan dan penyakit. Tanaman transgenik pertama kalinya dibuat tahun 1973 oleh Herbert Boyer dan Stanley Cohen. Pada tahun 1988 telah ada sekitar 23 tanaman transgenik, pada tahun 1989 terdapat 30 tanaman, pada tahun 1990 lebih dari 40 tanaman. Secara sederhana tanaman transgenik dibuat dengan cara mengambil gen-gen tertentu yang baik pada makhluk hidup lain untuk disisipkan pada tanaman, penyisipaan gen ini melalui suatu vector (perantara) yang biasanya menggukan bakteri Agrobacterium tumefeciens untuk tanaman dikotil atau partikel gen untuk tanaman monokotil, lalu diinokulasikan pada tanaman target untuk menghasilkan tanaman yang dikehendaki.
Tanaman transgenik memiliki sifat-sifat unggul yang merupakan ekspresi gen dari sumber-sumber gen organisme lain yang berhasil disisipkan pada tanaman tersebut. Tanaman transgenik yang sudah dihasilkan tidak hanya tanaman yang memiliki sifat ketahanan terhadap hama dan penyakit tetapi juga tanaman yang dapat menghasilkan nutrisi tertentu sesuai dengan komposisi yang dikehendaki. Tujuan dari pengembangan tanaman transgenik ini diantaranya adalah : 1. Menghambat pelunakan buah (pada tomat). 2.
Tahan terhadap serangan insektisida, herbisida, virus.
3. Meningkatkan nilai gizi tanaman, dan 4. Meningkatkan kemampuan tanaman untuk hidup pada lahan yang ekstrim seperti lahan kering, lahan keasaman tinggi dan lahan dengan kadar garam yang tinggi.
Melihat potensi manfaat yang disumbangkan, pendekatan bioteknologi dipandang mampu menyelesaikan problematika pangan dunia terutama di negaranegara yang sedang berkembang seperti yang sudah dilakukan di negara-negara maju (Winarno dan Agustina,2007). Antara tahun 1996-2001 telah terjadi peningkat an yang sangat dramatis dalam adopsi atau penanaman tanaman GMO (Genetically Modified Organism) di seluruh dunia. Daerah penanaman global tanaman transgenik meningkat dari sekitar 1,7 juta ha pada tahun 1996 menjadi 52,6 juta ha pada tahun 2001. Peningkatan luas tanam GMO tersebut mengindikasikan semakin banyaknya petani yang menanam tanaman ini baik di negara maju maupun di negara berkembang. Sebagian besar tanaman transgenik ditanam di negara-negara maju. Amerika Serikat sampai sekarang merupakan negara produsen terbesar di dunia. Pada tahun 2001, sebanyak 68% atau 35,7 juta ha tanaman transgenik ditanam di Amerika Serikat. Sampai saat ini, kedelai merupakan produk GMO terbesar yaitu 33,3 juta ha atau sekitar 63% dari seluruh tanaman GMO. Kedelai tahan herbisida banyak ditanam di AS, Argentina, Kanada, Meksiko, Rumania dan Uruguay. Jagung merupakan tanaman GMO terbesar kedua yang ditanam yaitu seluas 9,8 juta ha sedangkan luas tanaman kapas GMO yang ditanam adalah sekitar 6,8 juta ha.
2.2 Tahapan Proses Pembuatan Tanaman Transgenik Proses pembuatan tanaman transgenik secara skematis
digambarkan
sebagai berikut : 1. Isolasi DNA Gen target yang kita inginkan misalnya gen Bt (gen tahan terhadap penggerek yang diisolasi dari bakteri Bacillus thurigenensis) diekstrak kemudian dipotong dengan enzim restriksi. Gen yang sudah terpotong-potong kemudian diseleksi bagian gen mana yang menyandikan gen Bt dan diisolasi. 2. Kloning Gen Potongan gen Bt yang telah diisolasinkemudian disisipkan ke dalam DNA sirkular (plasmid) sebagai vektor. Gabungan plasmid dan gen Bt ini akan menghasilkan molekul DNA rekombinan gen Bt. Vektor yang sudah mengandung molekul DNA rekombinan gen Bt dimasukkan kembali ke dalam sel inang yaitu bakteri untuk diperbanyak. Sel inang akan membelah membentuk progeni baru yang sudah merupakan sel DNA rekombinan gen Bt. 3. Desain Gen Agar sel DNA rekombinan gen Bt dapat terintegrasi pada inti sel tanaman maka diperlukan vektor yang lain lagi untuk memindahkan gen Bt ke dalam inti sel tanaman. Vektor tersebut adalah bakteri Agrobacterium tumefaciens. Bakteri ini menyebabkan penyakit tumor pada tanaman. Kemampuan untuk menyebabkan penyakit pada tanaman ini ternyata ada hubungannya dengan DNA sirkular (plasmid) Ti (Tumor inducing plasmid) dalam sel bakteri A. tumefaciens. Sifat yang menyolok pada plasmid Ti ialah bahwa setelah infeksi oleh A. tumefaciens, sebagian dari molekul DNA-nya berintegrasi dalam DNA kromosom tanaman. Segmen ini dikenal dengan nama T-DNA (transfer DNA) Metode kerjasama antara tanaman dan A. tumefaciens ini digunakan oleh ahli rekayasa genetika tanaman untuk memindahkan gen Bt agar dapat terintegrasi dalam sel tanaman. Oleh karena itu langkah selanjutnya adalah menyisipkan DNA rekombinan yang sudah membawa gen Bt ke dalam plasmid Ti dari A. tumefaciens.
4. Transfer dan Inokulasi Pada Kultur Tanaman Setelah itu A. tumefaciens yang membawa gen Bt diinokulasikan pada tanaman. Proses inokulasi tersebut dilakukan pada tanaman target yang sedang diregenerasikan dalam kultur jaringan. Hal ini memudahkan bagi proses transfer gen Bt ke dalam inti jaringan tanaman dimana tanaman masih dalam proses pembelahan sel yang sangat aktif . Gen yang sudah dimasukkan ke dalam tanaman target dalam hal ini adalah gen Bt yang mengekspresikan tanaman transgenik tahan terhadap hama penggerek harus dapat diexpresikan. Untuk mengetahui apakah gen tersebut terekspresi atau tidak, biasanya digunakan penanda yaitu selectable and scoreable marker, dimana apabila tanaman target dapat tumbuh pada media yang mengandung antibiotika atau tanaman target menampakan warna khusus (warna biru untuk penanda gen gus) maka tanaman target itu adalah tanaman transgenik. 5. Pembenihan Tanaman Setelah pada kultur telah diperoleh tanaman dengan karakter genetik seperti yang diinginkan, langkah selanjutnya adalah plant breeding atau pembenihan tanaman. Untuk kali pertama dari proses kultur jaringan tanaman akan diolah dengan metode mikropropagasi untuk mendapat bibit tanaman yang siap untuk diaplikasikan di lapangan.
2.3 Pengembangan dan Pemanfaatan Rekayasa dalam Perlindungan Tanaman Hasil bioteknologi yang sudah dikembangkan dan digunakan dalam perlindungan tanaman antara lain : a.
Tanaman Transgenik Resisten Hama Bacillus thuringiensis menghasilkan protein toksin sewaktu terjadi sporulasi
atau saat bakteri memberntuk spora. Dalam bentuk spora, berat toksin mencapai 20% dari berat spora. Apabila larva serangga memakan spora, maka di dalam alat pencernaan larva serangga tersebut, spora bakteri pecah dan mengeluarkan toksin. Toksin yang masuk ke dalam membran sel alat pencernaan larva mengakibatkan sistem pencernaan tidak berfungsi dengan baik dan pakan tidak dapat diserap sehingga larva mati. Dengan membiakkan Bacillus thuringiensis kemudian
diekstrak
dan
dimurnikan,
makan
akan
diperoleh
insektisida
biologis
(biopestisida) dalam bentuk kristal. Pada tahun 1985 dimulai rekayasa gen dari Bacillus thuringiensis dengan kode gen Bt toksin (Winarno dan Agustina ,2007) Tanaman tembakau untuk pertama kali merupakan tanaman transgenik pertama yang menggunakan gen BT toksin. Jagung juga telah direkayasa dengan menggunakan gen Bt toksin, tetapi diintegrasikan dengan plasmid bakteri Salmonella parathypi yang menghasilkan gen yang menonaktifkan ampisilin. Pada jagung juga direkayasa adanya resistensi herbisida dan resistensi insektisida sehingga tanaman transgenik jagung memiliki berbagai jenis resistensi hama tanaman. Gen Bt toksin juga direkayasa ke tanaman kapas, bahkan multiplegene dapat direkayasa genetika pada tanaman transgenik. Toksin yang diproduksi dengan tanaman transgenik menjadi nonaktif apabila terkena sinar matahahari, khususnya sinar ultraviolet. Pada umumnya tanaman telah disisipi dengan gen yang berasal dari banyak strain Bacillus thuringiensis yang ditujukan untuk mengendalikan jenis-jenis hama tertentu. Di pasar dunia telah dikenal kapas transgenik atau kapas Bt., jagung Bt., kentang Bt., kedelai Bt., tomat Bt, kanola Bt., dan lain-lainnya. Sampai saat ini kapas Bt. sudah diijinkan di Indonesia tetapi masih ditanam secara terbatas di Propinsi Sulawesi Selatan. b.
Tanaman Transgenik Resisten Penyakit Dalam percobaan kloning “Bintje” yang mengandung gen thionin dari daun
barli (DB4) yang memakai promoter 35S cauliflower mosaic virus (CaMV), dengan mengikutsertakan Bintje tipe liar yang sangat peka terhadap serangan Phytophthora infestans sebagai kontrol, menunjukkan bahwa klon “Bintje” dapat mengekspresikan gen DB4. Jumlah sporangium setiap nekrosa yang disebabkan oleh P. infestans mengalami penurunan lebih dari 55% jika dibandingkan dengan tipe liar. Pendekatan ini sangat bermanfaat untuk menekan perkembangbiakan P. infestans sehingga kerugian secara ekonomi dapat direduksi. Perkembangan yang signifikan juga terjadi pada usaha untuk memproduksi tanaman transgenik yang bebas dari serangan virus. Beberapa tanaman sepeti tomat, tembakau dan kentang berhasil disisipi gen yang menghasilkan protein pembungkus dari virus penyebab penyakit mozaik pada tembakau. Tanaman tahan
terhadap penyakit virus dapat lebih meningkatkan efektivitas pengendalian penyakit virus dari pada penggunaan teknik yang biasa dilakukan. Misalnya dengan memasukkan gen penyandi tanaman terselubung (coat protein) Johnson grass mosaic poty virus (JGMV) ke dalam suatu tanaman, diharapkan tanaman tersebut menjadi resisten apabila diserang oleh virus yang bersangkutan. Potongan DNA dari JGMV, misalnya dari protein terselubung dan protein nuclear inclusion body (NIB) mampu diintegrasikan pada tanaman jagung dan diharapkan akan menghasilkan tanaman transgenik yang bebas dari serangan virus. Virus JGMV menyerang beberapa tanaman yang tergolong dalam famili Graminae seperti jagung dan sorgum yang menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Gejala yang ditimbulkan dapat diamati pada daun berupa mosaik, nekrosa atau kombinasi keduanya. Akibat serangan virus ini, kerugian para petani menjadi sangat tinggi atau bahkan tidak panen sama sekali. Hal serupa juga sedang digalakkan dengan rekayasa genetika pada tanaman padi-padian untuk mendapatkan varietas yang resisten terhadap virus padi. Di samping itu, usaha untuk meningkatkan kualitas beras seperti yang diinginkan oleh manusia juga sedang diusahakan. Jepang memberikan investasi yang cukup besaruntuk penelitian dan pengembangan di bidang biologi molekul padi. c.
Tanaman Transgenik Tahan Herbisida Beberapa jenis tanaman seperti kapas, jagung dan kedelai telah disisipi gen
tertentu sehingga tanaman tersebut tidak mati apabila terpapar herbisida. Beberapa jenis tanaman telah disisipi dua gen sehingga tanaman tersebut tahan terhadap hama tertentu dan tahan terhadap herbisida.
d.
Rekayasa Genetika Agensia Pengendalian Hama Aplikasi bioteknologi dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat
agensia pengendalian hayati termasuk peningkatan kemampuan membunuh inang atau mangsa. Agensia pengendalian hayati berupa parasitoid, predator, maupun patogen hama (bakteri, virus, jamur, nematoda, protozoa). Saat ini para peneliti lebih menekankan pada kelompok bakteri dan virus darpada jamur, nematoda dan protozoa. Bioteknologi juga berpotensi untuk menyelesaikan masalah dalam pemeliharaan dan produksi massal musuh alami di laboratorium.
e.
Pengembangan Biopestisida Pengembangan dan penemuan jenis-jenis biopestisida baru yang lebih
efektif dan efisien dapat dipercepat melalui pemanfaatan bioteknologi. f.
Rekayasa Genetika Tanaman Tumbuhan tertentu mempunyai sifat allelopati yang berfungsi melindungi
tumbuhan tersebut dari pengaruh tumbuhan lain disekitarnya. Apabila sifat tersebut dapat dipindahkan ke tanaman lain maka akan diperoleh tanaman yang mampu mengendalikan gulma yang hidup disekitarnya. g.
Sebagai Perangkat Deteksi Penyakit Virus Salah satu teknik bioteknologi yaitu pembuatan antibodi monoklonal yang
dapat digunakan sebagai perangkat deteksi yang sangat tepat dan cepat terhadap serangga penular atau transmitter penyakit virus seperti Nephottetix virescens yang menularkan penyakit tungro pada padi. Melalui pemanfaatan teknologi antibodi monoklonal, random amplified polymorphin DNA (RAPD), polymerase chain reaction (PCR) dan metode bioteknologi lain maka pengelompokan organisme berdasarkan sifat-sifatnya dapat dilakukan lebih teliti sehingga membantu penerapan PHT di lapangan. 2.4 Contoh Tanaman Yang Telah Menggunakan Teknologi Rekayasa Genetika Sifat yang terdapat dari tanaman GMO pada umumnya adalah resisten terhadap herbisida, pestisida, hama serangga dan penyakit serta untuk meningkatkan nilai gizi seperti yang terlihat di tabel di bawah ini :
No Tujuan Rekayasa Genetika 1 Menghambat pematangan dan pelunakan buah 2 Tahan terhadap serangan insektisida 3 Tahan terhadap serangan ulat 4 Tahan terhadap insekta dan virus
Contoh Tanaman Tomat Tomat, kentang, jagung Kapas Kentang
5 Tahan terhadap virus
Squash, Pepaya
6 Tahan terhadap insekta dan herbisida 7 Toleran terhadap herbisida
Jagung, Padi, Kapas dan Canola
8 Perbaikan komposisi nilai gizi
Canola (high laurate oil), Kedelai (high oleid acid oil), Padi (high betacarotene)
Kedelai, Canola, Kapas, Jagung,
Berikut ini disajikan berbagai tanaman hasil rekayasa genetika dan keunggulannya dibandingkan dengan tanaman biasa yang sejenis. a. Kedelai Transgenik Kedelai merupakan produk Genetically Modified Organism terbesar yaitu sekitar 33,3 juta ha atau sekitar 63% dari total produk GMO yang ada. Dengan rekayasa genetika, dihasilkan tanaman transgenik yang tahan terhadap hama, tahan terhadap herbisida dan memiliki kualitas hasil yang tinggi. Saat ini secara global telah dikomersialkan dua jenis kedelai transgenik yaitu kedelai toleran herbisida dan kedelai dengan kandungan asam lemak tinggi.
b. Jagung Transgenik Di Amerika Serikat, komoditi jagung telah mengalami rekayasa genetika melalui teknologi rDNA, yaitu dengan memanfaatkan gen dari bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) untuk menghindarkan diri dari serangan hama serangga yang disebut corn borer sehingga dapat meningkatkan hasil panen. Gen Bacillus thuringiensis yang dipindahkan mampu memproduksi senyawa pestisida yang membunuh larva corn borer tersebut Berdasarkan
kajian
tim
CARE-LPPM
IPB
menunjukkan
bahwa
pengembangan usaha tani jagung transgenik secara nasional memberikan keuntungan ekonomi sekitar Rp. 6,8 triliun. Keuntungan itu berasal dari mulai peningkatan produksi jagung, penghematan usaha tani hingga penghematan devisa negara dengan berkurangnya ketergantungan akan impor jagung . Dalam jangka pendek pengembangan jagung transgenik akan meningkatkan produksi jagung nasional untuk pakan sebesar 145.170 ton dan konsumsi langsung 225.550 ton. Sementara dalam jangka panjang, penurunan harga jagung
akan merangsang kenaikan permintaan jagung baik oleh industri pakan maupun konsumsi langsung. Bukan hanya itu, dengan meningkatkan produksi jagung Indonesia juga menekan impor jagung yang kini jumlahnya masih cukup besar. Pada tahun 2006, impor jagung masih mencapai 1,76 juta ton. Secara tidak langsung, penggunaan tanaman transgenik juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
c. Kapas Transgenik Kapas hasil rekayasa genetika diperkenalkan tahun 1996 di Amerika Serikat. Kapas yang telah mengalami rekayasa genetika dapat menurunkan jumlah penggunaan insektisida. Diantara gen yang paling banyak digunakan adalah gen cry (gen toksin) dari Bacillus thuringiensis, gen-gen dari bakteri untuk sifat toleransi terhadap herbisida, gen yang menunda pemasakan buah. Bagi para petani, keuntungan dengan menggunakan kapas transgenik adalah menekan penggunaan pestisida atau membersihkan gulma tanaman dengan herbisida secara efektif tanpa mematikan tanaman kapas. Serangga merupakan kendala utama pada produksi tanaman kapas. Di samping dapat menurunkan produksi, serangan serangga hama dapat menurunkan kualitas kapas.Saat ini lebih dari 50 persen areal pertanaman kapas di Amerika merupakan kapas transgenik dan beberapa tahun ke depan seluruhnya sudah merupakan tanaman kapas transgenik. Demikian juga dengan Cina dan India yang merupakan produsen kapas terbesar di dunia setelah Amerika Serikat juga secara intensif telah mengembangkan kapas transgenik.
d. Tomat Transgenik Pada pertanian konvensional, tomat harus dipanen ketika masih hijau tapi belum matang. Hal ini disebabkan akrena tomat cepat lunak setelah matang. Dengan demikian, tomat memiliki umur simpan yang pendek, cepat busuk dan penanganan yang sulit. Tomat pada umumnya mengalami hal tersebut karena memiliki gen yang menyebabkan buah tomat mudah lembek. Hal ini disebabkan oleh enzim poligalakturonase yang berfungsi mempercepat degradasi pektin.
Tomat transgenik memiliki suatu gen khusus yang disebut antisenescens yang memperlambat proses pematangan (ripening) dengan cara memperlambat sintesa enzim poligalakturonase sehungga menunda pelunakan tomat. Dengan mengurangi produksi enzim poligalakturonase akan dapat diperbaiki sifat-sifat pemrosesan tomat. Varietas baru tersebut dibiarkan matang di bagian batang tanamannya untuk waktu yang lebih lama sebelum dipanen. Bila dibandingkan dengan generasi tomat sebelumnya, tomat jenis baru telah mengalami perubahan genetika, tahan terhadap penanganan dan ditransportasi lebih baik, dan kemungkinan pecah atau rusak selama pemrosesan lebih sedikit.
e. Kentang Transgenik Mulai pada tanggal 15 Mei 1995, pemerintah Amerika nebyetujui untuk mengomersialkan kentang hasil rekayasas genetika yang disebut Monsanto sebagai perusahaan penunjang dengan sebutan kentang “New Leaf”. Jenis kentang hybrid tersebut mengandung materi genetic yang memnungkinkan kentang mampu melindungi dirinya terhadap serangan Colorado potato beetle. Dengan demikian tanaman tersebut dapat menghindarkan diri dari penggunaan pestisida kimia yang digunakan pada kentang tersebut. Selain resisten terhadap serangan hama, kentang transgenik ini juga memiliki komposisi zat gizi yang lebih baik bila dibandingkan dengan kentang pada umumnya. Hama beetle Colorado merupakan suatu jenis serangga yang paling destruktif untuk komoditi kentang di Amerika dan mampu menghancurkan sampai 85% produksi tahunan kentang bila tidak ditanggulangi dengan baik. Daya perlindungan kentang transgenik tersebut berasal dari bakteri Bacillus thuringiensis sehingga kentang transgenik ini disebut juga dengan kentang Bt. Sehingga diharapkan melalui kentang transgenik ini akan membantu suplai kentang yang berkesinambungan, sehat dan dalam jangkauan daya beli masyarakat.
2.5
Keunggulan
Tanaman
Rekayasa
Genetika
(Genetically
Modified Organism) WHO telah meramalkan bahwa populasi dunia akan berlipat dua pada tahun 2020 sehingga diperkirakan jumlah penduduk akan lebih dari 10 milyar. Karena kondisi tersebut, produksi pangan juga harus ditingkatkan demi menjaga kesinambungan manusia dengan bahan pangan yang tersedia. Namun yang menjadi kendala, jumlah sisa lahan pertanian di dunia yang belum termanfaatkan karena jumlah yang sangat kecil dan terbatas. Dalam menghadapi masalah tersebut, teknologi rDNA atau Genetically Modified Organism (GMO) akan memiliki peranan yang sangat penting. Teknologi rDNA dapat menjadi strategi dalam peningkatan produksi pangan dengan keunggulan-keunggulan sebagai berikut :
Mereduksi kehilangan dan kerusakan pasca panen
Mengurangi resiko gagal panen
Meningkatkan rendemen dan produktivitas
Menghemat pemanfaatan lahan pertanian
Mereduksi kebutuhan jumlah pestisida dan pupuk kimia
Meningkatkan nilai gizi
Tahan terhadap penyakit dan hama spesifik, termasuk yang disebabkan oleh virus. Berbagai keunggulan lain dari tanaman yang diperoleh dengan teknik
rekayasa genetika adalah sebagai berikut : 1. Menghasilkan jenis tanaman baru yang tahan terhadap kondisi pertumbuhan yang keras seperti lahan kering, lahan yang berkadar garam tinggi dan suhu lingkungan yang ekstrim. Bila berhasil dilakukan modifikasi genetika pada tanaman, maka dihasilkan asam lemak linoleat yang tinggi yang menyebabkan mampu hidup dengan baik pada suhu dingin dan beku. 2. Toleran terhadap herbisida yang ramah lingkungan yang dapat mengganggu gulma, tetapi tidak mengganggu tanaman itu sendiri. Contoh
kedelai yang tahan herbisida dapat mempertahankan kondisi bebas gulamnya hanya dengan separuh dari jumlah herbisida yang digunakan secara normal 3. Meningkatkan sifat-sifat fungsional yang dikehendaki, seperti mereduksi sifat atau daya alergi (toksisitas), menghambat pematangan buah, kadar pati yang lebih tinggi serta daya simpan yang lebih panjang. Misalnya, kentang yang telah mengalami teknologi rDNA, kadar patinya menjadi lebih tinggi sehingga akan menyerap sedikit minyak bila goreng (deep fried). Dengan demikian akan menghasilkan kentang goreng dengan kadar lemak yang lebih rendah. 4. Sifat-sifat yang lebih dikehendaki, misalnya kadar protein atau lemak dan meningkatnya kadar fitokimia dan kandungan gizi. Kekurangan gizi saat ini telah melanda banyak negara di dunia terutama negara miskin dan negara berkembang. Kekurangan gizi yang nyata adalah kekurangan vitamin A, yodium, besi dan zink. Untuk menanggulanginya, dapat dilakukan dengan menyisipkan den khusus yang mampu meningkatkan senyata-senyawa tersebut dalam tanaman. Contohnya telah dikembangkan beras yang memiliki kandungan betakaroten dan besi sehingga mampu menolong orang yang mengalami defisiensi senyawa tersebut dan mencegah kekurangan gizi pada masyarakat. Penggunaan rekayasa genetika khususnya pada tanaman tidak terlepas dari pro kontra mengenai penggunaan teknologi tersebut. Berikut ini hanya disebutkan berbagai pandangan yang setuju terhadap tanaman transgenik karena mengacu pada judul yang disajikan. 1. Tanaman transgenik memiliki kualitas yang lebih tinggi dibanding degan tanaman konvensional, memiliki kandungan nutrisi yang lebih tinggi, tahan hama, tahan cuaca sehingga penanaman komoditas tersebut dapat memenuhi kebutuhan pangan secara capat dan menghemat devisa akibat penghematan pemakaian pestisida atau bahan kimia serta memiliki produktivitas yang lebih tinggi.
2. Teknik rekayasa genetika sama dengan pemuliaan tanaman yaitu memperbaiki sifat-sifat tanaman dengan menambah sifat-sifat ketahanan terhadap
cengkeraman
hama
maupun
lingkungan
yang
kurang
menguntungkan sehingga tanaman transgenik memiliki kualitas lebih baik dari tanaman konvensional serta bukan hal yang baru karena sudah lama dilakukan tetapi tidak disadari oleh masyarakat 3. Mengurangi dampak kerusakan dan pencemaran lingkungan, misalnya tanaman transgenik tidak perlu pupuk kimia dan pestisida sehingga tanaman transgenik dapat membantu upaya perbaikan lingkungan.
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 1. Bioteknologi adalah pemanfaatan proses biologi untuk menghasilkan suatu produk. Praktek bioteknologi telah dilakukan sejak lama, yaitu dalam proses pembuatan bir, minuman anggur, dan keju.
Namun istilah
bioteknologi saat ini lebih terarah pada proses-proses yang melibatkan DNA. Bioteknologi dalam bidang pertanian adalah pemanfaatan teknikteknik molekuler berbasis DNA untuk rekayasa genetik tanaman dan hewan. Organisme yang dihasilkan dari rekayasa genetik disebut dengan transgenik, rekombinan atau organisme yang dimodifikasi secara genetik (genetically modified organism = GMO). 2. Berbagai contoh tanaman yang telah mengalami rekayasa genetika adalah kedelai, jagung, kapas, tomat dan kentang . Di mana tersebut memiliki kelebihan tersendiri bila dibandingkan dengan tanaman sejenis seperti tahan terhadap hama dan penyakit dan memiliki komposisi gizi yang lebih baik. Walaupun masih menjadi kontroversi diantara berbagai kalangan, khususnya pemerintah Indonesia setidaknya memiliki satu solusi yang pasti untuk menghadapi krisis pangan yang menjadi ancaman saat ini yaitu penggunaan rekayasa genetika.
II. Saran Melalui penyajian essai ini diharapkan dapat mengetahui mengenai aplikasi dan pemanfaatan rekayasa genetika dalam perlindungan tanaman khususnya tanaman transgenik serta keuntungan yang didapat bila menggunakan tanaman transgenik terlepas dari berbagai kontroversi yang menjadi pro kontra dari penggunaan tanaman transgenik tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous.2006.www.biotek.lipi.go.id/index.php?option=com_content&view= article&id=27:Tanaman%20Transgenik&catid=8&Itemid=53 Anonymous.2008.http://bioteknews.blogspot.com/2008/01/apa-benar-kedelaitransgenik-berbahaya.html Anonymous.2008. http://www.hupelita.com/baca.php?id=57657 Anonymous.2008. http://moanbb.blogspot.com/2008/03/kapas-n-siapa-takut.html Intan, Ahmad. 2008. http://biosainsuns.blogspot.com/feeds/1045149232057263039/ comments/default Issuchii Isti. 2013. http://issuchii.blogspot.com/2013/03/bioteknologi-dantanaman-transgenik.html Winarno,FG .Agustina,W.2007. Pengantar Bioteknologi (Revised Edition). MBrio Press :Jakarta.