160582_kasbes%20tht%20julia%20aldwin.docx

  • Uploaded by: Anonymous aElJjdxPu
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 160582_kasbes%20tht%20julia%20aldwin.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,168
  • Pages: 43
LAPORAN KASUS KEPANITERAAN

OTITIS MEDIA KRONIK DRY EAR

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Senior Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Penguji Kasus

: dr. Zufikar Naftali, Sp.THT-KL(K), M.Si.Med

Pembimbing

: dr. Amalia Yuliasari

Dibacakan Oleh

: Laurentia Julia Wijaya (22010117220179) Aldwin Arwudyardi Sukahar (22010117210008)

Dibacakan

: April 2019

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN THT-KL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2019

1

HALAMAN PENGESAHAN

Otitis Media Kronik Dry Ear

Penguji Kasus

: dr. Zulfikar Naftali, Sp.THT-KL(K), MSi.Med

Pembimbing

: dr. Amalia Yuliasari

Dibacakan Oleh : Laurentia Julia Wijaya (22010117220179) Aldwin Arwidyardi Sukahar (22010117210008)

Dibacakan

: April 2019

Diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Semarang, Maret 2019 Mengetahui,

Penguji kasus

Pembimbing

dr. Zufikar Naftali, Sp.THT-KL(K), MSi.Med

2

dr.Amalia Yuliasari

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Otitis media supuratif kronik masih menjadi masalah kesehataan utama khususnyadi negara-negara berkembang seperti indonesia. Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan inflamasi kronis mukosa dan periosteum telinga bagian tengah dan kavum mastoid. Manifestasi otitis media supuratif kronik berupa otorea berulang yang keluar melalui gendang telinga yang mengalami perforasi.1,2 Survei prevalensi OMSK diseluruh dunia pada tahun 2004 menujukkan 65330 juta prang dengan telinga berair, 65% diantaranya (39-200juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Prevalensi OMSK pada tahun 2005 adalah 3,8%. Dari keseluruhan pasien yang berobat ke poliklinik THT rumah sakit di Indonesia 25% diantaranya adalah penderita OMSK.2,3 Sedangkan di RSUP Dr. Kariadi semarang didapatkan 21% kasus OMSK dari keseluruhan kunjungan di klinik otologi selama tahun 2010. Kolesteatoma adalah pertumbuhan epitel skuamosa yang abnormal pada telinga tengah dan mastoid yang berupa kongenital ataupun didapat. Adanya kolesteatoma pada penderita OMSK dapat mengakibatkan beberapa komplikasi dan tidak jarang mengancam fungsi fisiologis dan mengancam jiwa seperti kehilangan pendengaran, meningitis, abses serebri, mastoiditis, parese nervus fasial, kolesteatoma, jaringan granulasi dan empiema subdural.4 Lokasi patologi OMSK adalah di telinga tengah, yang merupakan bagian dari sistem konduksi dalam mekanisme mendengar, oleh sebab itu OMSK mengakibatkan tuli konduktif. Tuli konduktif pada OMSK terjadi pada derajat ringan sampai sedang lebih dari 50%. Pada kenyataannya, kurang pendengaran pada penderita OMSK tidak seluruhnya CHL murni. Tidak sedikit penderita OMSK terlibat pada komponen kurang pendengaran sensorineural pada kurang pendengaran konduktif.5 3

Penelitian sebelumnya pada tahun 2015, pada 385 penderita OMSK dengan kolesteatoma dilakukan penilaian Air Bone Gaps didapatkan prevalensi kurang pendengaran berat sebesar 3,6% dan disimpulkan bahwa kolesteatoma didapat pada telinga tengah berhubungan signifikan dengan kurang pendengaran.6 Sementara pada penelitian lainnya pada tahun 2014, pada 40 penderita OMSK dengan kolesteatoma ditemukan ketulian derajat sangat berat (>90 dB) pada usia antara 7 sampai 17 tahun. Disimpulkan bahwa kolesteatoma lebih tinggi berhubungan derajat pendengaran SNHL.4 Penelitian diatas, kolesteatoma dihubungkan dengan derajat kurang pendegaran pada penderita OMSK. Pertumbuhan epitel skuamosa yang abnormal pada telinga tengah dan mastoid akan membesar dan menghancurkan tulang-tulang pendengaran menyebabkan kenaikan morbiditas kurang pendengaran konduktif pada penderita OMSK. Pada stadium yang lebih lanjut, kolesteatoma dapat menghancurkan struktur intratemporal menyebabkan kurang pendengaran campuran.2 Hubungan antara adanya kolesteatoma dengan jenis dan derajat kurang pendengaran pada penderita OMSK masih terjadi pedebatan, apakah berhubungan atau tidak. OMSK dibagi menjadi 2 tipe yaitu benigna dan maligna berdasarkan jaringan yang terlibat. OMSK tipe benigna atau jinak ditandai letak perforasi di sentral dimana jarang terjadi komplikasi yang berbahaya dan tipe maligna atau ganas biasanya letak perforasi berada di marginal dan atik serta dapat menyebabkan komplikasi yang berbahaya. Otitis media supuratif kronik mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan. Komplikasi

diklasifikasikan

sebagai

intratemporal

dan

ekstratemporal

intrakranial. Kerusakan fungsi pendengaran merupakan salah satu gejala sisa yang sering terjadi dari otitis media supuratif kronik. OMSK juga merupakan penyebab umum terjadinya kecacatan dan penurunan kinerja pendidikan. Pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), otitis media kronik termasuk dalam level kompetensi 3A, sedangkan otitis media akut termasuk dalam level kompetensi 4A. Level kompetensi 3A berarti bahwa lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat, lulusan dokter mampu menentukan rujukan 4

yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya, serta lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan Dalam laporan kasus ini dilaporkan seorang perempuan usia 50 tahun dengan otitis media supuratif kronik sinistra. Harapan kami adalah dapat mempelajari secara lebih mendalam dan komprehensif terkait tanda dan gejala yang muncul, pemeriksaan fisik pemeriksaan penunjang, penegakan diagnosis, dan mengetahui komplikasi yang terjadi. Upaya ini diharapkan dapat mengurangi angka mortalitas dan morbiditas akibat OMSK beserta komplikasinya sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup penderita yang masih berada pada usia produktif.

1.2

Tujuan Tujuan penulisan laporan ini adalah agar mahasiswa kedokteran mampu menegakkan diagnosis dan melakukan rujukan yang tepat berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dan pengelolaan pasien dengan otitis media supuratif kronik sekembalinya dari rujukan.

1.3

Manfaat Penulisan laporan ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam proses belajar menegakkan diagnosis dan melakukan rujukan, serta pengelolaan pasien otitis media supuratif kronik sekembalinya dari rujukan.

5

BAB II LAPORAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA Nama

: Sdr. L

Umur

: 17 tahun

TTL

: Semarang, 16 September 2001

Alamat

: Demak, Jawa Tengah

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Pelajar

Pendidikan

: Tamat SMP

Masuk RSDK

: 22 Maret 2019

No. CM

: C731800 MASALAH AKTIF

MASALAH PASIF

1 PFmembran timpani telinga kiri Riwayat keluar cairan dari telinga perforasi total

kiri berwarna kuning encer

2. Otitis media kronik dry ear

ANAMNESIS Secara autoanamnesis pada tanggal 22 Maret 2019 jam 11.00. Keluhan Utama Rencana operasi telinga (riwayat keluar cairan dari telinga kiri) Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke klinik THT RSDK dengan rencana operasi telinga. Kurang lebih 4 bulan yang lalu, pasien mengeluh keluar cairan kuning encer berbau dari telinga kiri. Cairan keluar kurang lebih 3-4x/hari, terutama saat setelah mandi. Tidak ada faktor yang memperingan keluhan. Pasien merasakan gatal, kurang pendengaran, telinga gemrebeg dan berdenging pada telinga kiri. Tidak 6

ada nyeri pada telinga, demam, batuk, maupun pilek. Pasien mengaku suka mengkorek telinga setiap hari. Pasien kemudian memeriksakan diri ke spesialis THT di RSI Sultan Agung, dikatakan infeksi telinga dan gendang telinga kiri berlubang. Pasien diberi obat dan dikatakan harus dioperasi setelah infeksi telinga kiri diobati. Pasien rutin meminum obat dan kontrol ke dokter. Saat ini keluhan keluar cairan dari telinga kiri (-), gatal (-), kurang pendengaran (-), berdenging (-), gemrebeg (-), batuk (-), pilek (-), demam (-).

Riwayat Penyakit Dahulu -

Riwayat penyakit serupa sebelumnya disangkal

-

Riwayat operasi amandel (+) kurang lebih 5 tahun yang lalu

-

Riwayat gigi berlubang disangkal

-

Riwayat alergi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga -

Riwayat anggota keluarga yang mengalami sakit seperti ini disangkal

-

Riwayat alergi disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi Pasien merupakan seorang pelajar, tinggal bersama kedua orang tuanya. Pembayaran kesehatan dengan JKN non PBI. Kesan sosial ekonomi cukup.

PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik pada tanggal 22 Maret 2019 pukul 11.00 WIB di Bangsal RSUP dr. Kariadi Semarang. Status Generalis Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Composmentis

Aktivitas

: Normoaktif

Kooperativitas

: Kooperatif

Status gizi

: Kesan normoweight 7

Tanda - tanda vital

: TD

: kesan dalam batas normal

Suhu

: kesan afebris

Nadi

: kesan dalam batas normal

RR

: kesan dalam batas normal

Kepala

: Mesosefal

Kulit

: Turgor cukup

Mata

: Konjungtiva palpebra pucat (-/-), ikterik (-/-)

Thorax

: Dalam batas normal

Abdomen

: Dalam batas normal

Ekstremitas

: Dalam batas normal

Status Lokalis (THT) 1.

Telinga: Gambar:

Bagian Telinga Mastoid

Pre–aurikula

Retro–aurikula

Aurikula CAE / MAE

Telinga Kanan

Telinga Kiri

Hiperemis (-), nyeri tekan

Hiperemis (-), nyeri tekan

(-), nyeri ketok (-)

(-), nyeri ketok (-)

Hiperemis (-), edema (-),

Hiperemis (-), edema (-),

fistula (-), abses (-), nyeri

fistula (-), abses (-), nyeri

tekan tragus (-)

tekan tragus (-)

Hiperemis (-), edema (-),

Hiperemis (-), edema (-),

fistula (-), abses (-), nyeri

fistula (-), abses (-), nyeri

tekan (-)

tekan (-)

Normotia, Hiperemis (-),

Normotia, Hiperemis (-),

edema (-), nyeri tarik (-)

edema (-), nyeri tarik (-)

Serumen (-), edema (-),

Serumen (-), edema (-),

8

hiperemis (-), furunkel (-),

hiperemis (-), furunkel (-),

discaj (-), granulasi(-)

discaj (-), granulasi(-)

Warna putih mengkilat, Membran timpani

Perforasi total

perforasi (-), reflek cahaya (+) anteroinferior

2.

Hidung dan Sinus Paranasal: Gambar:

Pemeriksaan Luar Inspeksi : deformitas (-), warna kulit sama dengan Hidung

sekitar, allergic shinner (-), nasal crease (-), allergic salute (-), jaringan sikatriks (-). Palpasi : os nasal : krepitasi (-/-), nyeri tekan (-/-)

Sinus

Nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)

Rinoskopi Anterior

Kanan

Kiri

(-)

(-)

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Edema (-), hipertrofi (-)

Edema (-), hipertrofi (-)

Tumor

Massa (-)

Massa (-)

Septum nasi

Deviasi (-)

Deviasi (-)

(-)

(-)

Discaj Mukosa Konka Inferior

Lain-lain Diafanoskopi tidak dilakukan

3.

Tenggorok: 9

Gambar:

Orofaring Palatum

Keterangan Simetris, massa (-), hiperemis (-), fistula (-), benjolan di palatum (-)

Arkus Faring

Simetris, uvula di tengah

Mukosa

Tonsil

Hiperemis (-), granulasi (-) Ukuran T1, hiperemis (-),

Ukuran T1, hiperemis (-),

permukaan rata, kripte

permukaan rata, kripte

melebar (-), detritus (-),

melebar (-), detritus (-),

membran (-)

membran (-)

Peritonsil

Abses (-)

Refleks muntah

+ normal

Nasofaring (Rinoskopi Posterior) : tidak dilakukan pemeriksaan Laringofaring (Laringoskopi Indirek) : tidak dilakukan pemeriksaan Laring (Laringoskopi Indirek) : tidak dilakukan pemeriksaan

4.

Kepala dan Leher: Kepala

: Mesosefal

Wajah

: Perot (-) ,nyeri tekan (-/-).

10

5.

Leher anterior

: Pembesaran nnll (-/-)

Leher lateral

: Pembesaran nnll (-/-)

Lain-lain

: (-)

Gigi dan Mulut Gigi geligi

: Gigi goyang (-), gigi lubang (-), karies (-)

Lidah

: Simetris, deviasi (-), stomatitis (-).

Palatum

: Simetris, massa (-), bombans (-), hiperemis (-), fistula (-), benjolan di palatum (-)

Pipi

: Mukosa buccal: hiperemis (-), stomatitis (-)

Lain-lain

: (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1.

Audiometri (9 Januari 2019) Kesan: Telinga kanan, dalam batas normal (PTA : 6,25 dB) Telinga kiri, dalam batas normal (PTA : 17,5 dB)

2.

CT scan mastoid tanpa kontras (7 Januari 2019) Kesan : Tak tampak gambaran mastoiditis kanan maupun kiri

RINGKASAN 11

Seorang perempuan 17 tahun datang ke klinik THT RSUP dr. Kariadi dengan rencana operasi telinga. Kurang lebih 4 bulan yang lalu, pasien mengeluh keluar cairan kuning encer berbau dari telinga kiri. Cairan keluar kurang lebih 3-4x/hari, terutama saat setelah mandi. Tidak ada faktor yang memperingan keluhan. Pasien merasakan gatal, kurang pendengaran, telinga gemrebeg dan berdenging pada telinga kiri. Tidak ada nyeri pada telinga, demam, batuk, maupun pilek. Pasien mengaku suka mengkorek telinga setiap hari. Pasien kemudian memeriksakan diri ke spesialis THT di RSI Sultan Agung, dikatakan infeksi telinga dan gendang telinga kiri berlubang. Pasien diberi obat dan dikatakan harus dioperasi setelah infeksi telinga kiri diobati. Pasien rutin meminum obat dan kontrol ke dokter. Saat ini keluhan keluar cairan dari telinga kiri (-), gatal (-), kurang pendengaran (-), berdenging (-), gemrebeg (-), batuk (-), pilek (-), demam (-). Pada pemeriksaan fisik, ditemukan membran timpani sinistra perforeasi total, pada pemeriksaan audiometri didapatkan telinga kanan dan kiri normal.

DIAGNOSIS Otitis media kronik dry ear

RENCANA PENGELOLAAN Pemeriksaan Diagnostik Tatalaksana Persiapan operasi (cek laboratorium darah rutin, GDS, ureum creatinine, elektrolit, PPT/PTTK) dan merujuk ke spesialis THT untuk dilakukan operasi Pemantauan Keadaan umum, tanda vital Edukasi :  Menjelaskan pada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita dan pasien akan dirujuk ke spesialis THT untuk operasi gendang telinga  Menjelaskan pada pasien dan keluarga mengenai rencana tindakan beserta prosedur yang akan dilakukan 12

 Menjelaskan pada pasien dan keluarga untuk menjaga agar air tidak masuk ke telinga kiri pasien.  Menjelaskan kepada pasien untuk tidak mengkorek telinga setiap hari, namun membersihkan telinga satu bulan sekali

PROGNOSIS  Quo ad vitam : bonam  Quo ad sanam : bonam  Quo ad fungsionam : bonam

13

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Telinga 3.1.1

Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga (meatus

acusticus eksterna) sampai membran timpani bagian lateral. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit yang berfungsi mengumpulkan gelombang suara, sedangkan liang telinga menghantarkan suara menuju membrana timpani.1 Liang telinga berbentuk huruf S dengan panjang 2,5-3 cm. Sepertiga bagian luar terdiri dari tulang rawan yang banyak mengandung kelenjar serumen dan rambut, sedangkan dua pertiga bagian dalam terdiri dari tulang dengan sedikit serumen.1

Gambar 1. Anatomi Telinga

3.1.2

Telinga Tengah Telinga bagian tengah berfungsi menghantarkan bunyi dari telinga luar ke

telinga dalam. Telinga tengah disebut juga dengan cavum timpani, terletak di rongga yang berada di bagian dalam tulang temporal kepala. Telinga tengah

terdiri atas tiga bagian: kavum timpani yang dikelilingi membran timpani, cavum timpani, dan tuba eustachii.2 a. Membran timpani Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani yang memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani.2

Gambar 2. Bagian-bagian Membran Timpani Secara anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian, yaitu: Pars tensa dan pars flaksida. Pars tensa merupakan bagian terbesar dari membran timpani dengan permukaan yang tegang dan bergetar dengan sekelilingnya yang menebal dan melekat di anulus timpanikus pada sulkus timpanikus pada tulang temporal. Pars flaksida terletak dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plikamaleolaris anterior (lipatan muka) dan plikamaleolaris posterior (lipatan belakang).2

b. Kavum timpani Kavum timpani merupakan rongga yang dibatasi oleh membran timpani di bagian lateral dan promontorium di bagian medial oleh promontorium. Pada bagian superior kavum timpani dibatasi oleh tegmen timpani dan inferior oleh bulbus jugularis dan N. Fasialis. Dinding posterior dekat ke atap, terdapat satu saluran yang disebut aditus, berfungsi sebagai penghubung kavum timpani dengan antrum mastoid melalui epitimpanum.2

15

Kavum timpani terutama berisi udara yang mempunyai ventilasi ke nasofaring melalui tuba Eustachius. Menurut ketinggian batas superior dan inferior membran timpani, kavum timpani dibagi menjadi tiga bagian, yaitu epitimpanum, mesotimpanum, dan hipotimpanum. Epitimpanum merupakan bagian kavum timpani yang lebih tinggi dari batas superior membran timpani. Sedangkan mesotimpanum merupakan ruangan di antara batas atas dengan batas bawah membran timpani. Hipotimpanum yaitu bagian kavum timpani yang terletak lebih rendah dari batas bawah membran timpani. Di dalam kavum timpani terdapat tiga buah tulang pendengaran (osikel) yaitu maleus, inkus dan stapes.2

Gambar 3. Bagian-bagian Cavum Timpani

c. Tuba eusthachius Tuba Eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani, bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan antara kavum timpani dengan nasofaring. Tuba Eustachius terdiri dari 2 bagian yaitu: bagian tulang yang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian) dan bagian tulang rawan yang terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian). Fungsi tuba Eusthachius untuk ventilasi telinga yang mempertahankan keseimbangan tekanan udara di dalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, 16

drainase sekret yang berasal dari kavum timpani menuju ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring menuju ke kavum timpani.2 3.1.3

Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari dua bagian, yaitu labirin tulang dan labirin

membranosa. Labirin tulang terdiri dari koklea, vestibulum, dan kanalis semisirkularis, sedangkan labirin membranosa terdiri dari utrikulus, sakulus, duktus koklearis, dan duktus semisirkularis. Rongga labirin tulang dilapisi oleh lapisan tipis periosteum internal atau endosteum, dan sebagian besar diisi oleh trabekula (susunannya menyerupai spons).1 Koklea (rumah siput) berbentuk dua setengah lingkaran. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala vestibuli (sebelah atas) dan skala timpani (sebelah bawah). Diantara skala vestibuli dan skala timpani terdapat skala media (duktus koklearis).3 Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa dengan konsentrasi K+ 4 mEq/l dan Na+ 139 mEq/l, sedangkan skala media berisi endolimfa dengan konsentrasi K+ 144 mEq/l dan Na+ 13 mEq/l. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut membrana vestibularis (Reissner’s Membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrana basilaris. Pada membran ini terletak organ corti yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam yang berisi 3000 sel dan tiga baris sel rambut luar yang berisi 12000 sel. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, dikenal sebagai membran tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus (Lee KJ, 2008). Nervus auditorius atau saraf pendengaran terdiri dari dua bagian, yaitu: nervus vestibular (keseimbangan) dan nervus kokhlear (pendengaran). Serabut- serabut saraf vestibular bergerak menuju nukleus vestibularis yang berada pada titik pertemuan antara pons dan medula oblongata, kemudian menuju cerebelum. Sedangkan, serabut saraf nervus kokhlear mulamula dipancarkan kepada sebuah nukleus khusus yang berada tepat dibelakang 17

thalamus, kemudian dipancarkan lagi menuju pusat penerima akhir dalam korteks otak yang terletak pada bagian bawah lobus temporalis.1

3.2 Fisiologi Pendengaran Sinyal suara dari lingkungan dikumpulkan oleh daun telinga melalui meatus acusticus ekternus dan menggetarkan membran timpani. Getaran membran timpani disalurkan menuju stapes melalui rangkaian tulang-tulang pendengaran yang menempel pada membran timpani. Pergerakan dari stapes akan menyebabkan penurunan tekanan dalam cairan labirin yang bergerak menuju membran basiler. Hal ini menstimulasi sel-sel rambut pada organ cortii. Sel-sel rambut ini berfungsi sebagai tranduser yang merubah energi mekanik menjadi energi listrik berupa impuls yang berjalan sepanjang saraf auditori.3 Secara umum, mekanisme mendengarkan dapat dibagi sebagai berikut.3 1. Konduksi suara -

Daun telinga mengumpulkan suara dan menyalurkannya ke saluran telinga luar kemudian membrana timpani bergetar sewaktu terkena getaran suara.

-

Daerah-daerah gelombang suara yang bertekanan tinggi dan rendah berselang-seling menyebabkan gendang telinga yang sangat peka tersebut menekuk keluar masuk seirama dengan frekuensi gelombang suara.

-

Ketika membrana timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara, rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dari membrana timpani ke jendela oval.

2. Perubahan energi -

Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membrana timpani ke cairan di telinga dalam.

-

Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan gerakan seperti gelombang pada cairan telinga dalam dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang suara semula. 18

-

Namun, diperlukan tekanan yang lebih besar untuk menggerakkan cairan. Tekanan tambahan ini cukup untuk menyebabkan pergerakan cairan koklea.

3. Konduksi impuls listrik menuju otak -

Gerakan cairan di dalam perilimfe ditimbulkan oleh getaran jendela oval mengikuti dua jalur: (1) gelombang tekanan mendorong perilimfe pada membrana vestibularis ke depan kemudian mengelilingi helikotrema menuju membrana basilaris yang akan menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar dan ke dalam rongga telinga tengah untuk mengkompensasi peningkatan tekanan, dan (2) “jalan pintas” dari skala vestibuli melalui membrana basilaris ke skala timpani.

-

Perbedaan kedua jalur ini adalah transmisi gelombang tekanan melalui melalui membrana basilaris menyebabkan membran ini bergetar secara sinkron dengan gelombang tekanan.

-

Organ corti menumpang pada membrana basilaris, sehingga sel-sel rambut juga bergerak naik turun sewaktu membrana basilaris bergetar.

-

Rambut-rambut tersebut akan membengkok ke depan dan ke belakang sewaktu membrana basilaris menggeser posisinya pada membran tektorial sehingga menyebabkan saluran-saluran ion gerbang-mekanis terbuka dan tertutup secara bergantian.

-

Hal ini mengakibatkan perubahan potensial berjenjang di reseptor, sehingga terjadi perubahan pembentukan potensial aksi yang merambat ke otak.

-

Gelombang

suara

diterjemahkan

menjadi

dipersepsikan otak sebagai sensasi suara.

19

sinyal

saraf

yang

Gambar 4. Letak dan Struktur Organ Cortii

3.3 Definisi Otitis Media Supuratif Kronik Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah radang kronis mukosa telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari liang telinga (otore) lebih dari dua bulan, baik terus-menerus atau hilang timbul.10 World Health Organization (WHO ) menyatakan otorea minimal 2 minggu sudah termasuk OMSK. Otorea dapat terjadi terus menerus atau hilang timbul.2 3.1.1

Tipe Otitis Media Supuratif Kronik

OMSK terbagi atas 2 bagian berdasarkan ada tidaknya kolesteatom : 1) OMSK benigna (Tubotimpani) ialah proses peradangan yang terbatas pada mukosa, tidak mengenai tulang. Perforasi letak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe benigna ini tidak terdapat kolesteatom.



Tipe aktif (wet perforation) : Mukosa mengalami inflamasi dan terdapat discharge mukopurulen.



Tipe inaktif (dry perforation) : Tidak terdapat inflamasi pada mukosa dan tidak ditemukan discharge mukopurulen.

20



Perforasi permanen : Perforasi sentral tipe dry yang tidak sembuh dalam waktu lama mengindikasikan epitel skuamus eksternal dan mukosa internal mengalami fusi pada daerah tepi perforasi.



Otitis media kronik fase perbaikan : Perforasi akan tertutup oleh membran tipis . Berkaitan juga dengan timpanosklerosis dan kurang pendengaran tipe konduktif. 2) OMSK maligna (Atticoantral) ialah peradangan yang disertai kolesteatom yang menyebabkan erosi pada tulang dan perforasi membran timpani, biasanya terletak di marginal atau atik di kuadran posterosuperior pars tensa. Pada banyak kasus terdapat granulasi dan osteitis.



Inaktif : Kantung di bagian posterosuperior pars tensa atau regio atik berpontensi terbentuknya kolesteatom.



Aktif : Kolesteatom secara aktif mengikis tulang,membentuk jaringan granulasi dan keluar discharge berbau busuk terus menerus dari telinga.

Gambar 1. Tipe perforasi pada kasus OMSK Keterangan gambar :



Gambar A : Perforasi kecil pada kuadran anterosuperior.



Gambar B : Perforasi sentral berbentuk seperti ginjal berukuran sedang.



Gambar C : Perforasi sentral subtotal.

21



Gambar D : Perforasi total dengan annulus fibrosus mengalami destruksi.



Gambar E : Perforasi atik pars flaccida.



Gambar F : Perforasi marginal di regio posterosuperior. Perforasi pada gambar A,B,C terdapat pada OMSK tipe benigna atau tubotimpani sedangkan gambar perforasi D,E,F terjadi pada OMSK dengan kolesteatom.7 Tabel 2. Perbedaan OMSK tipe Tubotimpani dan Atticoantral7 Karakteristik OMSK OMSK

Secara umum

Tubotimpani

Atticoantral

Benigna dan safe

Berbahaya unsafe

dan

Otorrhea •

Bau

Tidak berbau

Bau busuk



Jumlah

Banyak

Sedikit



Tipe

Mukoid

Purulen



Periode

Intermitten

Kontinu

Perforasi

Sentral

Atik atau marginal

Granulasi

Tidak ada

Ada

Polip

Pucat

Kemerahan

Kolesteatom

Tidak ada

Ada

Komplikasi

Tidak pernah

Tidak jarang

Intrakranial

2.1.2 Bakteri Penyebab Otitis Media Supuratif Kronik

22

Bakteri pada kasus OMSK dapat bersifat aerob (Pseudomonas aeruginosa,Escherichia coli, S.aureus, Streptococcus pyogenes, Proteus mirabilis, Klebsiella species) maupun bersifat anaerob(Bacteriocides, Peptostreptococcus, Propionibacterium). Bakteri-bakteri tersebut umumnya jarang ditemukan pada bagian kanalis eksterna tetapi apabila terjadi trauma, inflammasi, laserasi atau kelembaban yang tinggi menyebabkan bakteri – bakteri tersebut berproliferasi. Perforasi yang bersifat kronik dapat meningkatkan jumlah bakteri yang masuk ke dalam telinga tengah.2 P.aeruginosa merupakan bakteri yang paling berperan dalam kejadian OMSK karena menyebabkan kerusakan yang dalam dan progresif pada telinga tengah dan mastoid. Racun serta enzim yang dihasilkan oleh P.aeruginosa dapat merusak jaringan, mengganggu sistem pertahanan tubuh dan menonaktifkan kerja dari antibiotik.6,11 P.aeruginosa dapat berkembang biak dengan baik pada lingkungan dalam telinga dan sulit untuk dibasmi karena dapat menghindar dari mekanisme pertahanan inangnya dengan cara membungkus dirinya menggunakan lapisan epitel yang mengalami kerusakan sehingga menyebabkan penurunan sirkulasi darah yang mengalir menuju daerah tersebut.6 S.aureus dan P.mirabilis juga ditemukan pada hasil isolasi bakteri yang dilakukan di negara Malawi oleh Chirwa et al, keduanya merupakan bakteri yang umum ditemui pada kasus OMSK. Gejala klinis pasien OMSK yang disebabkan P.mirabilis berupa discharge yang keluar terus – menerus, perforasi sentral dan otalgia . Discharge berulang dan kurang pendengaran yang persisten adalah gejala klinis yang ditimbulkan oleh S.aureus.12 2.1.3

Patogenesis Otitis Media Supuratif Kronik

OMSK dianggap sebagai penyakit multifaktorial yang merupakan hasil dari interaksi antara lingkungan, bakteri, inang dan faktor genetik. Mekanisme sistem imun bawaan pada tubuh inang seperti jalur Toll-like receptors (TLR) terutama TLR4/MyD88 adalah salah satu respon imun terhadap bakteri yang muncul. Pada pasien OMSK kadar mRNA dari TLR4,TLR5 dan TLR7 menurun dibanding grup kontrol. Mekanisme down-regulation TLR selama terjadinya otitis media menyebabkan pertahanan telinga tengah dari iang menjadi tidak efisien sehingga mengakibatkan infeksi berulang dan inflamasi yang menetap sampai akhirnya menjadi sakit telinga tengah yang bersifat kronik.

23

Biofilm yang dihasilkan oleh bakteri akan membuat bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik dan senyawa antimikroba lainnya . Hal ini membuat bakteri sulit untuk diberantas dan dapat menyebabkan infeksi berulang. Biofilm melekat kuat pada jaringan yang rusak, seperti osteitic bone (inflamasi pada tulang) dan mukosa telinga tengah yang mengalami ulserasi. Biofilm juga melekat pada implan telinga seperti tuba timpanostomi, sehingga pemberantasan bakteri menjadi lebih sulit.Sitokin juga terlibat dalam patogenesis otitis media. Kadar sitokin pro inflamasi seperti IL-8 ditemukan pada efusi cairan pada penderita OMSK . IL-8 berperan sebagai penanda kronisitas dari otitis media dan dihubungkan dengan pertumbuhan bakteri.6 Resolusi Infeksi Mediator inflamma Disfungsi tuba eustachius

Permeabilitas vaskuler dan sekret epithel meningkat

Inflammasi dan efusi telinga tengah

Sekuel

Komplikasi

Gambar 2. Patogenesis otitis media (hasil modifikasi)13

2.1.4 Patofisiologi Otitis Media Supuratif Kronik Patofisiologi OMSK melibatkan berbagai faktor yang berhubungan dengan tuba eutakhius, baik faktor lingkungan, faktor genetik atau faktor anatomik. Tuba eustakhius memiliki tiga fungsi penting yang berhubungan dengan kavum timpani:Fungsi ventilasi, proteksi dan drainase (clearance). Penyebab endogen misalnya gangguan silianpada tuba, deformitas pada palatum, atau gangguan otot-otot pembuka tuba. Penyebab eksogen misalnya infeksi atau alergi yang menyebabkan inflamasi pada muara tuba. Otitis media supuratif kronik sebagian besar merupakan sequele atau komplikasi otitis media

24

akut (OMA) yang mengalami perforasi. Dapat juga terjadi akibat komplikasi pemasangan pipa timpanostomi (pipa gromet) pada kasus otitis media efusi (OME). Perforasi membran timpani gagal untuk menutup spontan, terjadi infeksi berulang dari telinga luar atau paparan alergen dari lingkungan, sehingga menyebabkan otorea yang persisten. Infeksi kronis maupun infeksi akut berulang pada hidung dan tenggorok dapat menyebabkan gangguan fungsi hingga infeksi dengan akibat otorea terusmenerus atau hilang timbul. Peradangan pada membran timpani menyebabkan proses kongesti vaskuler, sehingga terjadi suatu daerah iskemi, selanjutnya terjadi daerah nekrotik yang berupa bercak kuning, yang bila disertai tekanan akibat penumpukan discaj dalam rongga timpani dapat mempermudah terjadinya perforasi membran timpani. Perforasi yang menetap akan menyebabkan rongga timpani selalu berhubungan dengan dunia luar, sehingga kuman dari kanalis auditorius eksternus dan dari udara luar dapat dengan bebas masuk ke dalam rongga timpani, menyebabkan infeksi mudah berulang atau bahkan berlangsung terus-menerus. Keadaan kronik ini lebih berdasarkan waktu dan stadium daripada keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman gambaran patologi ini disebabkan oleh proses yang bersifat kambuhan atau menetap, efek dari kerusakan jaringan,serta pembentukan jaringan parut. Selama fase aktif, epitel mukosa mengalami perubahan menjadi mukosa sekretorik dengan sel goblet yang mengeksresi sekret mukoid atau mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan sekret persisten yang berlangsung lama menyebabkan mukosa mengalami proses pembentukan jaringan granulasi dan atau polip. Jaringan patologis dapat menutup membran timpani, sehingga menghalangi drainase,menyebabkan penyakit menjadi persisten. Perforasi membran timpani ukurannya bervariasi. Pada proses penutupan dapat terjadi pertumbuhan epitel skuamus masuk ke telinga tengah, kemudian terjadi proses deskuamasi yang akan mengisi telinga tengah dan antrum mastoid, selanjutnya membentuk kolesteatoma akuisita sekunder, yang merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman pathogen dan bakteri pembusuk. Kolesteatoma ini mampu menghancurkan tulang di sekitarnya termasuk rangkaian tulang pendengaran oleh reaksi erosi dari ensim osteolitik atau kolagenase yang dihasilkan oleh proses kolesteatom dalam jaringan ikat subepitel. Pada proses penutupan membran timpani dapat juga terjadi pembentukan membran atrofik dua lapis tanpa unsur jaringan ikat, dimana membran bentuk ini akan cepat rusak pada periode infeksi aktif.14

25

Alergi,rinitis

Adenoid hiperplasi, tumor nasofaring

Disfungsi silia

Deformitas palatum

Disfungsi otot-otot pembuka

Disfungsi tuba eustakhius

Infeksi: Adenoiditis, sinusitis

Gangguan ventilasi kavum timpani

Edema dan inflamasi mukosa perituba

Tekanan udara negatif di kavum timpani

OMA

OME

Perforasi membran

Pemasangan pipa gromet

Proses inflamasi berlanjut,membran timpani tidak menutup

Gambar 3. Diagram Patofisiologi OMSK14

26

OMSK

3.2 Penegakan Diagnosis OMSK 3.2.1 OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK TIPE AMAN Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) tipe Aman adalah radang kronik telinga tengah disertai perforasi membran timpani dan sekret liang telinga yang berlangsung lebih dari 2 bulan, baik hilang timbul maupun terus menerus tanpa disertai adanya kolesteatoma, a. ANAMNESIS  Riwayat keluar cairan telinga hilang timbul atau terus menerus lebih dari 2 bulan, sekret yang keluar biasanya tidak berbau  Gangguan pendengaran  Dapat disertai gangguan keseimbangan.  Nyeri telinga  Tinitus

b. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan otoskopi ditemukan : 

Perforasi membran timpani berupa perforasi sentral, atau subtotal tanpa ada kolesteatoma



Dapat disertai atau tanpa secret



Bila terdapat sekret dapat berupa : -

Warna: jernih, mukopurulen atau bercampur darah

-

Jumlah: sedikit (tidak mengalir keluar liang telinga) atau banyak (mengalir atau menempel pada bantal saat tidur)



Bau: tidak berbau atau berbau (karena adanya kuman anaerob)

c. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Dapat dilakukan pemeriksaan otomikroskopik/otoendoskopi 2. Pemeriksaan fungsi pendengaran: 27

 Pemeriksaan penala  Audiometri nada murni  Audiometri

tutur

dapat

dilakukakan

terutama

untuk

pemilihan sisi telinga yang dioperasi pada kasus bilateral dengan perbedaan ambang dengar kurang 10 dB  Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) bila diperlukan 3. Dianjurkan High Resolution Computer Tomography (HRCT) mastoid potongan aksial koronal tanpa kontras ketebalan 0.6mm. Foto polos mastoid Schuller masih dapat dilakukan bila fasilitas CT scan tidak tersedia 4. Dapat dilakukan kultur dan resistensi sekret telinga, yang diambil di :  Poliklinik : dengan bahan sekret liang telinga  Saat operasi : dengan bahan sekret rongga mastoid 5. Dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tuba Eustachius 6. Pemeriksaan fungsi keseimbangan 7. Pemeriksaan fungsi saraf fasialis 8. Dapat dilakukan Paper patch test 9. Dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi jaringan saat operasi 10. Untuk persiapan operasi : disesuaikan dengan PPK Tindakan operasi yang dilakukan

d. KRITERIA DIAGNOSIS Riwayat keluar cairan dari telinga terus menerus atau hilang timbul lebih dari 2 bulan dengan atau tanpa gejala lain, adanya perforasi membran

timpani

dan

tidak

ditemukan

kolesteatoma

pada

pemeriksaan fisik atau tidak ada kecurigaan adanya kolesteatoma pada pemeriksaan patologi anatomi atau pemeriksaan radiologi.

e. TERAPI 28

1. Non Pembedahan : 

Hindari air masuk ke dalam telinga



Cuci liang telinga : − NaCl 0,9% − Asam asetat 2% − Peroksida 3%



Antibiotika: − Topikal tetes telinga Ofloksasin − Sistemik: anti Pseudomonas sp (golongan Quinolon dan Sefalosporin generasi IV)

2. Pembedahan : 

Timpanoplasti dengan atau tanpa mastoidektomi.



Menurut ICD 9 CM mencakup :



Myringoplasty (Type I tympanoplasty), Type II tympanoplasty , Type III tympanoplasty



Ossiculoplasty



with or without Simple mastoidectomy



Atticotomy

3. Setelah operasi : i. Antibiotika 

Golongan

Sefalosporin

anti

pseudomonas

adalah

Sefalosporin generasi IV (dikenal sebagai antipseudomonal), pilihannya : Cefepime atau Ceftazidim. Antibiotik jenis ini juga merupakan pilihan untuk pasien anak mengingat adanya kontra indikasi pemberian antibiotik golongan Quinolon. 

Pada kasus infeksi Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) : Sefalosporin generasi V, pilihannya : Fetaroline atau Ceftobiprol.



Penggunaan Gentamisin dapat dilakukan pada kondisi : i. Tidak tersedia obat lain yang tidak bersifat ototoksik. ii. Satu29

satunya antibiotik yang sensitif terhadap kuman hasil biakan sekret liang telinga yang diambil di poliklinik maupun saat operasi. i. Pemberian analgetik diberikan pilihan golongan nonopioid dan golongan opioid.

f. EDUKASI 1. Berobat segera bila batuk pilek 2. Hindari air masuk ke dalam telinga 3. Menyarankan

operasi

dengan

tujuan

menurunkan

risiko

kekambuhan, mencegah komplikasi lebih lanjut (intra temporal dan ekstra temporal) serta untuk perbaikan fungsi pendengaran. 3.7.1

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK) TIPE BAHAYA Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) tipe Bahaya adalah radang kronik telinga tengah disertai perforasi membran timpani dan sekret liang telinga yang berlangsung lebih dari 2 bulan, baik hilang timbul maupun terus menerus disertai adanya kolesteatoma di telinga tengah.

a. ANAMNESIS 1. Riwayat sering keluar cairan dari telinga atau terus menerus dan berbau, dapat disertai darah lebih dari 2 bulan 2. Gangguan pendengaran 3. Tinitus 4. Nyeri telinga 5. Gejala komplikasi : 

Intra temporal : vertigo, muka perot, ketulian total



Ekstra temporal : bisul di belakang daun telinga, mual, muntah, nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran, demam tinggi

b. PEMERIKSAAN FISIK 30

1. Terdapat kolesteatoma 2. Perforasi membran timpani atik, marginal atau total 3. Liang telinga bisa lapang atau sempit bila terjadi shagging akibat destruksi liang telinga posterior • Sekret mukopurulen/purulen yang berbau 4. Dapat disertai jaringan granulasi di telinga tengah 5. Bila terdapat komplikasi dapat ditemukan abses retroaurikular, fistel retroaurikular, paresis fasialis perifer, atau ditemukan tandatanda peningkatan tekanan intrakranial

c. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Dapat dilakukan pemeriksaan otomikroskopik/otoendoskopi 2. Dapat dilakukan pemeriksaan kultur dan resistensi sekret liang telinga : 

Di poliklinik : dengan bahan sekret liang telinga



Saat operasi : dengan bahan sekret rongga mastoid

3. Dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi sebelum atau durante operasi 4. Dianjurkan HRCT mastoid potongan aksial koronal tanpa kontras ketebalan 0.6mm. Foto polos mastoid Schuller masih dapat dilakukan bila fasilitas CT scan tidak tersedia. 5. CT scan kepala dengan dan tanpa kontras bila curiga adanya komplikasi intrakranial 6. Pemeriksaan fungsi pendengaran : 7. Pemeriksaan penala 8. Audiometri nada murni 9. Dapat dilakukan BERA 10. Pemeriksaan fungsi keseimbangan 11. Pemeriksaan fungsi saraf fasialis 31

12. Untuk persiapan operasi : disesuaikan dengan PPK Tindakan operasi yang dilakukan

d. KRITERIA DIAGNOSIS Riwayat keluar cairan dari telinga terus menerus atau hilang timbul lebih dari 2 bulan dengan atau tanpa gejala lain, adanya perforasi membran timpani dan ditemukan kolesteatoma pada pemeriksaan fisik atau kecurigaan adanya kolesteatoma pada pemeriksaan patologi anatomi atau pemeriksaan radiologi

e. TERAPI 1. Non Pembedahan :  Hindari air masuk ke dalam telinga  Cuci liang telinga : − NaCl 0,9%. − Asam asetat 2%. − Peroksida 3%.  Antibiotika : − Topikal tetes telinga ofloksasin − Sistemik : anti Pseudomonas sp (golongan Quinolon dan Sefalosporin generasi IV) 2.

Pembedahan : Mastoidektomi radikal, mastoidektomi radikal modifikasi,

timpanomastoidektomi,

canal

wall

down

tympanoplasty/ mastoidectomy. Menurut ICD 9 CM dapat mencakup tindakan : 

Radical mastoidectomy



Modified radical mastoidectomy



Simple mastoidectomy , Atticotomy

32



Type I tympanoplasty , Type II tympanoplasty, Type III tympanoplasty ,

Type IV tympanoplasty , Type V

tympanoplasty

3.



Ossiculoplasty



Mastoid obliteration



Meatoplasty

Setelah operasi : 

Antibiotika − Golongan Sefalosporin

Sefalosporin

anti

generasi

pseudomonas

adalah

(dikenal

sebagai

IV

antipseudomonal), pilihannya: Cefepime atau Ceftazidim. Antibiotik jenis ini juga merupakan pilihan untuk pasien anak mengingat adanya kontra indikasi pemberian antibiotik golongan Quinolon. − Pada kasus infeksi Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) : Sefalosporin generasi V, pilihannya : Fetaroline atau Ceftobiprole. − Penggunaan Gentamisin dapat dilakukan pada kondisi: I. Tidak tersedia obat lain yang tidak bersifat ototoksik. II. Satu-satunya antibiotik yang sensitif terhadap kuman hasil biakan sekret liang telinga yang diambil di poliklinik operasi. − Metronidazol 3x500 mg intra vena bila ada kecurigaan keterlibatan kuman anaerob 

Pemberian analgetik diberikan pilihan golongan nonopioid dan golongan opioid

 4.

Steroid intra vena (bila perlu)

Bila pada kunjungan pertama pasien ditegakkan diagnosis Otitis Media Supuratif Kronik tipe Bahaya disertai adanya komplikasi intra kranial maka pasien harus dirawat inap. 33

f. EDUKASI 1. Memotivasi pasien untuk segera dan harus dilakukan operasi 2. Penjelasan tentang gangguan pendengaran 3. Penjelasan tentang komplikasi penyakit 4. Telinga tidak boleh masuk air

3.7.2

Komplikasi OMSK Otitis Media Kronik merupakan penyakit yang serius dikarenakan komplikasi-komplikasi yang membahayakan. Pada Otitis Media Kronik, komplikasi yang dapat terjadi dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori, yaitu: Komplikasi Ekstrakranial (EC); seperti abses subperiosteal, labyrinitis, mastoidits, dan paralisis nervus fasialis

serta Komplikasi

Intrakranial (IC) yang terdiri dari abses otak, meningitis, thrombosis sinus lateralis, abses subdural dan abses ekstradural. Pada beberapa kasus OMK, komplikasi terjadi disebabkan erosi progresif pada tulang pendengaran yang kemudian meningkatkan resiko kerusakan pada nervus fasialis, labirin, dan dura. Pada penelitian yang dilakukan di India, didapatkan 20% dari penderita

mengalami

komplikasi

Ektrakranial

dan

12%

penderita

mengalami kompliakasi Intrakranial. Pada kelompok yang mengalami komplikasi Ekstrakranial yang paling sering ditemukan adalah abses subperiosteal, labyrinits dan paralisis nervus fasialis. Sedangkan pada kelompok yang mengalami komplikasi Intrakranial didapatkan yang paling sering ditemukan yaitu abses otak dan meningitis a. Paralisis Nervus Fasialis i. Definisi Kelumpuhan nervus fasialis (N VII) merupakan kelumpuhan otot-otot wajah dimana pasien tidak atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah pasien tidak simetris.

34

Kelumpuhan nervus fasialis dapat terjadi akibat infeksi langsung ke kanalis fasialis yang terdapat pada superior cavum timpani. Paralisis ini dapat terjadi pada OMSK dengan atau tanpa kolesteatoma. Pada kolesteatoma, bagian tulang pada kanalis fasialis mengalami erosi dan timbul jaringan granulasi yang dapat menekan kanalis fasialis. Kelumpuhan nervus dapat diamati pada cabangcabangnya yang mempersarafi otot-otot wajah yaitu ramus temporalis, zigommaticus, buccal, mandibula dan cervicalis, biasanya derajat kelemahannya akan menentukan reversibilitas kelumpuhan tersebut. Tanda-tanda kelumpuhan yaitu berupa kelemahan kemampuan mengerutkan kening, menutupnya kelopak mata, mengerutkan hidung, bersiul, tertawa lebar dan meringis. ii.

Gejala dan Tanda Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi 1.

Lesi di luar foramen stilomastoideus Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi dan gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.

2.

Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani) Gejala dan tanda klinik mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi dan gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus, ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya saraf intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di antara pons dan titik dimana korda timpani bergabung dengan saraf fasialis di kanalis fasialis.

3.

Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius) 35

Gejala dan tanda klinik mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi dan gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus, ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang, di tambah dengan hiperakusis. 4.

Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion

genikulatum) Gejala dan tanda klinik mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi dan gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus, ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang, di tambah dengan hiperakusis disertai dengan nyeri di belakang dan didalam liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti ini dapat terjadi pascaherpes di membrana timpani dan konka. Sindrom RamsayHunt adalah kelumpuhan fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di ganglion genikulatum. Tanda-tandanya adalah herpes zoster otikus , dengan nyeri dan pembentukan vesikel dalam kanalis auditorius dan dibelakang aurikel (saraf aurikularis posterior), terjadi tinitus, kegagalan pendengaran, gangguan pengecapan, pengeluaran air mata dan salivasi. 5. Lesi di meatus akustikus internus Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat terlibatnya nervus akustikus. 6. Lesi ditempat keluarnya saraf fasialis dari pons. Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda terlibatnya saraf Trigeminus, saraf akustikus dan kadang – 36

kadang juga

saraf

Abdusen, saraf

Aksesorius dan saraf

Hipoglossus.

Gambar 6. komponen serat saraf fasialis dan intermediet dan tandatanda kerusakan segmen individualnya iii.Klasifikasi Kelumpuhan Fasialis Gambaran dari disfungsi motorik fasial ini sangat luas dan karakteristik dari kelumpuhan ini sangat sulit. Beberapa sistem telah usulkan tetapi

semenjak pertengahan 1980 sistem House-Brackmann

yang selalu atau sangat dianjurkan . pada klasifikasi ini grade 1 merupakan fungsi yang normal dan grade 6 merupakan kelumpuhan yang komplit. Pertengahan grade ini sistem berbeda penyesuaian dari fungsi ini pada istirahat dan dengan kegiatan.5 Ini diringkas dalam tabel: Tabel 1. Klasifikasi House-Brackmann Grade

Penjelasan

Karakteristik

I

Normal

II

Disfungsi

Kelemahan yang sedikit yang terlihat pada

ringan

inspeksi dekat, bisa ada sedikit sinkinesis.

Fungsi fasial normal

Pada istirahat simetri dan selaras. 37

Pergerakan dahi sedang sampai baik Menutup

mata

dengan

usaha

yang

minimal Terdapat sedikit asimetris pada mulut jika melakukan pergerakan III

Disfungsi sedang

Terlihat

tapi

tidak

tampak

adanya

perbedaan antara kedua sisi Adanya sinkinesis ringan Dapat ditemukan spasme atau kontraktur hemifasial Pada istirahat simetris dan selaras Pergerakan dahi ringan sampai sedang Menutup mata dengan usaha Mulut sedikit lemah dengan pergerakan yang maksimum

IV

Disfungsi sedang berat

Tampak kelemahan bagian wajah yang jelas dan asimetri Kemampuan menggerakkan dahi tidak ada Tidak

dapat

menutup

mata

dengan

sempurna Mulut

tampak

asimetris

dan

sulit

digerakkan. V

Disfungsi berat

Wajah tampak asimetris Pergerakan wajah tidak ada dan sulit dinilai Dahi tidak dapat digerakkan Tidak dapat menutup mata Mulut tidak simetris dan sulit digerakkan

VI

Total parese

Tidak ada pergerakkan

38

BAB IV PEMBAHASAN 39

RINGKASAN Seorang perempuan 17 tahun datang ke klinik THT RSUP dr. Kariadi dengan rencana operasi telinga. Kurang lebih 4 bulan yang lalu, pasien mengeluh keluar cairan kuning encer berbau dari telinga kiri. Cairan keluar kurang lebih 3-4x/hari, terutama saat setelah mandi. Tidak ada faktor yang memperingan keluhan. Pasien merasakan gatal, kurang pendengaran, telinga gemrebeg dan berdenging pada telinga kiri. Tidak ada nyeri pada telinga, demam, batuk, maupun pilek. Pasien mengaku suka mengkorek telinga setiap hari. Pasien kemudian memeriksakan diri ke spesialis THT di RSI Sultan Agung, dikatakan infeksi telinga dan gendang telinga kiri berlubang. Pasien diberi obat dan dikatakan harus dioperasi setelah infeksi telinga kiri diobati. Pasien rutin meminum obat dan kontrol ke dokter. Saat ini keluhan keluar cairan dari telinga kiri (-), gatal (-), kurang pendengaran (-), berdenging (-), gemrebeg (-), batuk (-), pilek (-), demam (-). Pada pemeriksaan fisik, ditemukan membran timpani sinistra perforeasi total, pada pemeriksaan audiometri didapatkan telinga kanan dan kiri normal. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis dengan Otitis media kronik Dry ear dengan riwayat sudah dikeluhkan sejak 4 bulan yang lalu dengan kriteria riwayat diagnosis cairan keluar lebih dari 3 – 4x/ hari,pasien merasakan gatal, kurang pendengaran,telinga gembrebeg dan berdenging pada telinga kiri. Tatalaksana pada kasus ini antara lain mastoidektomi, pemberian antibiotik ciprofloxacin .Antibiotik ciprofloxacin diberikan dikarenakan golongan quinolon menjadi salah satu pilihan antibiotik yang banyak digunakan pada kasus OMSK, dimana terbukti efektif melawan bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan efek kokleotoksin dan vestibulotoksin yang minimal.

40

BAB V PENUTUP

Penyakit tersering yang menyerang telinga tengah adalah inflamasi atau peradangan yang disebut dengan otitis media. Peradangan tersebut menyebabkan struktur membran timpani menjadi perforasi. Perforasi membran timpani menyebabkan fungsi membran timpani sebagai penangkap getaran suara tidak bekerja secara optimal. Perforasi membran timpani yang menetap dalam waktu yang lama dengan pengeluaran cairan disebut dengan otitis media supuratif kronik atau OMSK. Otitis media kronik memiliki level kompetensi 3A dan dapat menimbulkan berbagai komplikasi dari yang ringan hingga berat seperti perforasi membran timpani maupun penyebaran intrakranial sehingga sebagai seorang dokter harus bisa membuat diagnosis klinik, memberi terapi awal dan memberi rujukan yang tepat

41

DAFTAR PUSTAKA

1. Acuin J. Chronic suppurative otitis media - Burden of Illness and Management Options.

WHO

Libr

Cat

Data.

2004;84.

Available

from:

http://www.who.int/pbd/publications/ Chronicsuppurativeotitis_media.pdf 2. Helmi. Otitis media supuratif kronik. In: Helmi, editor. Otitis media supuratif kronik : Pengetahuan dasar, terapi medik, mastoidektomi, timpanoplasti. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005. p. 55–68. 3. Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Jab guru besar tetap THT-KL FK USU. 2007;2–3. 4. Wilsen, Satria D, M YD, Ghanie A. Gambaran Audiologi dan Temuan Intraoperatif Otitis Media Supurtif Kronik Dengan Kolesteatoma pada Anak. Bagian IKTHT-KL FK UNSRI. 2014;46(2):124–7. 5. Chao W, Wu C. Hearing impairment in chronic otitis media with cholesteatoma. J Formos Med Assoc. 1994;93(10):866–9.

1.

C.Pearce E. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Para Medis. Jakarta: PT. Gramedia; 2016.

2.

Dhingra PL. Diseases of Ear, Nose and Throat 6th Edition. India: Elsevier; 2013.

3.

Sherwood L. Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke Sistem. 8th ed. Jakarta: EGC; 2014.

4.

Perhati-KL PP. Panduan Praktik Klinis, Panduan Praktik Klinis Tindakan dan Clinical Pathway. In: Jakarta; 2015.

5.

Acuin DJ. Chronic suppurative otitis media Burden of Illness. In: World Health Organization; 2004.

6.

Probst R, Grevers G, Iro H. Basic Otorhinolaryngology. 2nd ed. New York: 42

Georg Thieme Verlag; 2006.

1. PERHATI-KL. Panduan Praktik Klinis di Bidang Telinga Hidung TenggorokKepala Leher. Jakarta, Indonesia; 2015. p. 9–17. 2. Neely JG, Arts HA. Intratemporal and intracranial complications of otitis media. In : Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, editor. Head & neck surgeryotolaryngology. 4th edition. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p.2043-56. 3. Levine SC, Souza CD, Shinners MJ. Intracranial complications of otitis media. In: Gulya AJ, Minor LB, Poe DS, editor. GlasscockShambaugh Surgery of The Ear. Sixth edition. Connecticut: Panduan Praktik Klinik PP PERHATI-KL −12 PMPH USA; 2010. p.451-64. 4. Gopen Q. Pathology and clinical course of the inflammatory disease of the middle ear. In: Gulya AJ, Minor LB, Poe DS, editor. Glasscock-Shambaugh Surgery of The Ear. Sixth edition. Connecticut: PMPH USA; 2010. p.425-36. 5. Hamilton J. Chronic otitis media in childhood. In: Gleeson M, Browning GG, Burton MJ, Clarke R, Hibbert J, Jones NS, Lund VJ, et al, editor. ScottsBrown’s Otorhinolaryngology: Head and Neck Surgery. 7th edition. London: Edward Arnold publisher; 2008. p.928-964.

43

More Documents from "Anonymous aElJjdxPu"