JIPP
Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi: Kajian Empiris & Non-Empiris Vol. 2., No. 2., 2016. Hal. 1-13
PENGARUH PERILAKU DOMINAN DAN KOMITMEN PERKAWINAN TERHADAP KEBAHAGIAAN PERKAWINAN PADA ISTRI BEKERJA YANG MEMILIKI PENGHASILAN LEBIH TINGGI DARI SUAMI
Fajriah Rachmayaniab, Anisia Kumalaa a Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka b
[email protected]
Abstrak Fenomena istri bekerja dengan penghasilan lebih tinggi dari suami kadang memicu timbulnya konflik dalam rumah tangga. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh perilaku dominan dan komitmen perkawinan terhadap kebahagiaan dalam fenomena tersebut. Subjek penelitian ini adalah 100 orang istri dengan kriteria bekerja dan berpenghasilan lebih tinggi dari suaminya, yang mana pengambilan subjek tersebut secara purposive sampling. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan skala dominasi dalam perkawinan yang diadaptasi dari the dominance scale (Hamby, 1996), skala komitmen perkawinan yang diadaptasi dari marital commitment scale (Johnson dkk, 1999) dan skala kebahagiaan pernikahan yang diadaptasi dari marital happiness scale (Zhang dkk, 2013). Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda, yang memperoleh hasil bahwa dominasi memiliki pengaruh terhadap kebahagiaan perkawinan dengan R sebesar -0,584, R2 0,341 pada level sign.P < 0,01. Sedangkan komitmen perkawinan terhadap kebahagiaan perkawinan memiliki R sebesar 0,671 dan R2 sebesar 0,450 dengan signifikansi sign.P < 0,01. Selanjutnya dominasi dan komitmen perkawinan secara bersama-sama mempengaruhi kebahagiaan perkawinan dengan R sebesar 0,788, R2 0,621 pada level signifikansi sign.P < 0,01. Artinya, dominasi dan komitmen perkawinan berkontribusi terhadap kebahagiaan perkawinan sebesar 62,1% dan 37,9% variabel lain yang tidak diketahui dalam penelitian ini. Kata kunci: perilaku dominasi, komitmen perkawinan, kebahagiaan perkawinan, istri yang bekerja, penghasilan
PENDAHULUAN
mengembangkan relasi yang intim dengan
Manusia sepanjang hayatnya akan dihadapkan perkembangan.
pada Ketika
tugasmemasuki
individu lain. Pernikahan adalah salah satu
tugas
upaya
masa
keintaman
dewasa, salah satu tugas perkembangan
manusia dan
membangun
sebuah
keberlangsungan
hidup
manusia.
manusia ialah mengelola keintiman dan
Namun,
menurut
beberapa
kemandirian (Santrock, 2012). Pada masa ini,
penelitian tentang perempuan menunjukkan
individu akan di tuntut untuk mampu
bahwa
meningkatkan kemandirian secara ekonomi
memiliki
atau finansial, memiliki pekerjaan dan
memberikan
1
perempuan yang menikah dan pekerjaan berbagai
cenderung
dapat
dampak.
Gilbert
JIPP © November 2016, 2(2), h.1-13 (dalam Papalia, Olds & Feldsman, 2009)
dalam fenomena ini kemungkinan bisa
mengatakan bahwa jika istri bekerja akan
muncul akibat dari tiga kondisi, yaitu waktu
berkontribusi pada penghasilan keluarga
yang dibutuhkan untuk satu peran membuat
yang dapat memberikan dampak positif
sulit untuk mencurahkan waktu yang cukup
seperti membuat perempuan lebih mandiri
bagi peran lain, ketegangan dari satu peran
dan memberikan kekuatan ekonomi yang
dan perilaku spesifik satu peran membuat
lebih besar, dan mengurangi tekanan antara
sulit untuk memenuhi kewajiban lainnya
suami dan istri, harga diri yang lebih besar
(Elloy & Smith, 2004).
bagi perempuan, dan hubungan yang lebih
Konflik dapat membahayakan suatu
dekat antara ayah dan anak. Kemudian
hubungan, khususnya jika menimbulkan
penelitian lain menunjukkan bahwa ada
sikap mau menang sendiri, keras kepala,
interaksi yang melibatkan istri yang bekerja
penarikan diri dari hubungan dan yang lebih
dan
dengan
parah adalah menimbulkan pertikaian fisik
gangguan perkawinan (Schoen dkk, 2002).
(Taylor, Peplau & Sears, 2009). Pernyataan
Dalam
mencakup
ini dapat didukung oleh penelitian yang
langkah-langkah kebahagiaan, efek dari istri
dilakukan Leggett (2006) dengan hasil bahwa
yang bekerja bervariasi dengan kebahagiaan
konflik
pasangan. Tetapi, istri bekerja yang berada
terhadap
di dalam kondisi pernikahan yang tidak
Kemudian, penelitian Sandhya (2009) yang
bahagia lebih mungkin untuk mengalami
melibatkan 91 partisipan pasangan Indian,
perceraian dibandingkan dengan istri yang
dengan usia pernikahan rata-rata selama 11
tidak memiliki pekerjaan (Schoen dkk, 2002).
tahun
kebahagiaan
model
perkawinan
penuh
yang
Walaupun memiliki pekerjaan dan
memberikan
pengaruh
kebahagiaan
yang
juga
negatif
perkawinan.
melaporkan
adanya
pengaruh negatif antara konflik dengan
menikah pada dasarnya memang merupakan
kebahagiaan
tugas
penelitiannya, Sandhya (2009) menemukan
perkembangan
manusia
setelah
dalam
semakin
perkawinan.
banyak
konflik
Pada
memasuki masa dewasa terlepas dari
bahwa
yang
batasan gender perempuan atau laki-laki
disebutkan, semakin kurang bahagia pula
(Santrock, 2012). Menurut Senecal (dalam
masing-masing partisipan.
Baron & Byrne, 2003) pasangan yang sudah
Kebahagiaan merupakan tujuan dari
menikah bila bekerja di luar rumah, maka
sebuah perkawinan. Bahagia secara harfiah
mereka akan dihadapkan pada konflik antara
adalah
motivasi untuk melakukan pekerjaan dengan
dimana inti dari keduanya terdapat pada
baik dan motivasi untuk terikat dalam
akal dan hati (Helmawati, 2014). Stack &
aktifitas bersama keluarga mereka. Konflik
Eshleman (1998) kemudian mengatakan
2
perasaan
senang
dan
tentram
JIPP © November 2016, 2(2), h.1-13 kebahagiaan perkawinan sebagai perasaan
sudah beberapa kali dijadikan sebagai bahan
subjektif yang dirasakan oleh pasangan
penelitian oleh para peneliti.
suami istri, berupa perasaan positif terhadap
Zhang (2015) dalam penelitiannya
pasangan dan pernikahannya. Hampir mirip
mengatakan
dengan definisi sebelumnya, Johnson (1995)
memberikan pengaruh positif terhadap
berpendapat
ketidakstabilan pernikahan. Rogers (2004)
bahwa
kebahagiaan
bahwa
pendapatan
istri
perkawinan ialah merujuk kepada evaluasi
sebelumnya juga
subjektif
perasaan
persentase pendapatan istri berhubungan
positif di dalam hubungan pernikahan dari
positif dengan kemungkinan suami dan istri
salah satu atau keduanya. Zhang, Tsang &
akan memulai perceraian. Sumber daya
Man (2013) kemudian mengatakan bahwa
ekonomi yang sama dapat memberikan
kebahagiaan
kedua
pasangan
mengenai
perkawinan
terdiri
dari
menemukan bahwa
pasangan
kebebasan
untuk
beberapa aspek yaitu (1) hubungan seksual
mengajukan perceraian karena kewajiban
(2)
(3)
ekonomi mereka satu sama lain rendah, dan
banyaknya kesepakatan dan pengertian yang
juga karena mereka mungkin yakin bahwa
didapat individu dari pasangan.
secara ekonomi pasangan mereka dapat
pembagian
pekerjaan
rumah
Namun, pada realitanya
tidak
menafkahi diri mereka sendiri.
semua pasangan dengan istri yang bekerja
Bekerja diluar rumah memberikan
dapat mewujudkan tujuan perkawinan yang
kemandirian
berupa kebahagiaan tersebut. Menurut
perempuan dari suami. Beberapa studi
Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa
seringkali
berdasarkan data lima tahun lalu terkait
dengan perilaku dominan pada istri. Gerth &
dengan
Mills (dalam Cherlin, 2002) membuat dua
tingginya
angka
perceraian
di
secara
mengkaitkan
untuk
individu
ekonomi
pendapatan
atau
bagi
ini
Indonesia mengatakan bahwa angka gugat
cara
sekelompok
cerai istri terhadap suami termasuk tinggi
individu agar dapat mendominasi individu
yaitu di kisaran 60-70%, yang pada tahun
lain yaitu melalui
2014 di peringkat ketiga dipicu oleh
Menurut Cherlin (2002) suami atau istri yang
pendapatan istri lebih besar dibandingkan
bekerja di luar rumah membuat investasi
dengan suami (health.liputan6.com, 2016).
dalam mendapatkan power yang dapat
Dampak dari pendapatan istri yang menjadi
digunakan dalam pernikahan mereka. Di
faktor penyebab perceraian memang sedang
dalam pernikahan, bila istri memiliki kontrol
hangat diperbincangkan di media Indonesia,
atas pendapatan dari bekerja di luar rumah,
walaupun sebenarnya fenomena tersebut
maka ketika adu argumen terjadi, istri akan
power dan authority.
memiliki power yang lebih. Blood & Wolfe 3
JIPP © November 2016, 2(2), h.1-13 (dalam Cherlin, 2002) berpendapat bahwa
tinggi dan merasa lebih ditekan oleh gaji
penghasilan istri yang bekerja memberi
superior istri mereka, ketika kontribusi
mereka kedudukan dan
authority untuk
relatif suami terhadap pendapatan keluarga
mengatakan keluhan mereka, membuat
berkurang dan peningkatan kerja dalam
keputusan akhir atau ikut dalam pembuatan
rumah karena istri bekerja di luar rumah,
keputusan
sering
bersama
dibandingkan
dengan
dengan
istri
suaminya, yang
tidak
bekerja.
memiliki
dampak
negatif
pada
kesehatan mentalnya (Davidson & Moore, 1996).
Hamby (1996) kemudian membagi
Beberapa dampak negatif tersebut
perilaku dominan kedalam tiga dimensi yaitu
mungkin dapat diatasi bila istri memiliki
(1) authority, dimensi ini berkaitan erat
komitmen.
dengan
pengadaan
berkomitmen dalam perkawinan sangat
kekuasaan (2) restrictiveness, ialah salah
mungkin untuk tetap bersama melewati
satu pihak merasa berhak ikut campur pada
suka dan duka demi tujuan bersama. Hal ini
perilaku pihak yang lain (3) disparagement,
juga didukung oleh penelitian Zhang, Tsang
yang terjadi ketika salah satu pasangan gagal
& Man (2013), yang menyatakan bahwa
untuk sama-sama menghargai dan memiliki
dampak negatif dari pendapatan relatif istri
penilaian negatif secara keseluruhan tentang
pada kebahagiaan perkawinan akan hilang
kelayakan pasangannya.
ketika istri yang berpenghasilan lebih tinggi
keputusan
Selanjutnya, mengatakan
dan
beberapa
peneliti
perilaku
dominan
bahwa
dan rela berkorban untuknya.
(1983)
Komitmen
perkawinan
adalah
semua kekuatan, yang menjaga individu
bahwa
tetap bersama dalam hubungan (Taylor,
perkawinan di mana istri tampaknya menjadi
Peplau & Sears, 1997). Kekuatan tersebut
dominan adalah yang paling mungkin untuk
dapat berupa cinta dan kasih sayang,
menjadi tidak bahagia. Fendrich (dalam
maupun perasaan takut akan kesepian bila
Davidson & Moore, 1996) membuktikan
mereka
bahwa
tidak
(Taylor, Peplau & Sears, 1997). Surra &
berpengaruh pada kepuasan pernikahan,
Hudhes (dalam Byrd, 2009) kemudian
namun dapat mempengaruhi suaminya.
mendefinisikan
Suami biasanya lebih tidak puas dengan
perkawinan sebagai kemungkinan individu
pernikahan mereka ketika istri mereka
akan menikah dan tetap menikah dengan
memiliki pekerjaan dengan status yang lebih
pasangan tertentu. Setelah itu, Sarwono &
4
Burks
yang
dalam
penelitiannya
&
individu
memiliki komitmen terhadap pasangannya
berpengaruh pada kebahagiaan perkawinan. Gray-Little
Karena,
menunjukkan
pekerjaan
seorang
istri
mengakhiri
hubungan
komitmen
tersebut
dalam
JIPP © November 2016, 2(2), h.1-13 Meinarno
(2014)
mengatakan
bahwa
selalu
berhubungan
pasangan
perhatian dalam melakukan sesuatu untuk
meningkatkan
menjaga suatu hubungan tetap langgeng,
pasangan yang lainnya mungkin mengakhiri
melindungi hubungan dari bahaya, dan
hubungannya, serta ada yang mampu
memperbaiki bila hubungan berada di
mempertahankan hubungan seumur hidup
keadaan kritis.
walaupun hubungan itu tidak memuaskan
Huston,
1999)
kemudian
membagi
(Previti
&
tidak
Beberapa
komitmen perkawinan adalah mencurahkan
Johnson (dalam Johnson, Caughlin &
yang
erat. bahagia
mampu
kualitas hubungannya dan
Amato,
2003).
Akhirnya,
berdasarkan latar belakang ini, peneliti
komitmen dalam perkawinan menjadi tiga
tertarik
faktor utama yaitu (1) komitmen personal,
perilaku dominan dalam perkawinan dan
ialah individu mungkin ingin melanjutkan
komitmen
hubungan karena mereka tertarik kepada
kebahagiaan perkawinan pada istri bekerja
pasangannya,
yang memiliki penghasilan lebih tinggi dari
hubungannya dan couple
identity (2) komitmen moral, ialah nilai-nilai
untuk
mengetahui
perkawinan
pengaruh
terhadap
suami.
moralitas dalam hubungan perkawinan (3) komitmen struktural, adalah faktor yang
METODE
dipengaruhi oleh alasan-alasan struktural,
Partisipan penelitian
seperti tekanan sosial dan investasi individu dalam
hubungan
perkawinan
yang
Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling.
memberikan kontribusi untuk rasa terjebak
Purposive
dalam hubungan, dan
(2011) ialah pengambilan sampel yang
apakah seseorang
ingin berpisah atau tidak.
sampling
menurut
Purwanto
dilakukan dengan memilih secara sengaja
Komitmen ini menurut sebagian ahli
menyesuaikan dengan tujuan penelitian.
berhubungan dengan kebahagiaan dalam
Adapun jumlah sampel pada penelitian ini
perkawinan. berdasarkan penelitian yang
adalah 100 responden perempuan yang
dilakukan Zhang, Tsang & Man (2013)
sudah
komitmen personal ditemukan berhubungan
penghasilan lebih besar dari suami dengan
dengan
usia pernikahan berkisar 1 – 30 tahun.
kebahagiaan
perkawinan
pada
menikah,
bekerja
dan
memiliki
wanita, dan memiliki efek moderasi diantara pendapatan
istri
dengan
perkawinan
pada
istri
kebahagiaan
yang
Desain penelitian
memiliki
Penelitian ini menggunakan pendekatan
penghasilan yang lebih tinggi dari suaminya.
penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif ini
Namun, kebahagiaan dan komitmen tidak
digunakan untuk menguji
suatu teori, 5
JIPP © November 2016, 2(2), h.1-13 sehingga
menyajikan
suatu
fakta
dan
0,01.
Dengan arti bahwa semakin tinggi
deskripsi statistik antar variabel. Pada
perilaku dominan maka akan semakin
penelitian ini peneliti ingin mencari tahu
rendah
pengaruh
Kontribusi
antara
independent
variable
dengan dependent variable, yaitu variabel
kebahgiaan perilaku
dalam
perkawinan.
dominan
terhadap
kebahagiaan perkawinan sebesar 34%.
perilaku dominan dan komitmen perkawinan terhadap kebahagiaan perkawinan. Selanjutnya,
komitmen
perkawinan
Instrumen penelitian
terhadap
Penelitian ini menggunakan tiga alat ukur
menunjukkan nilai R²
yaitu; skala dominasi dalam perkawinan
hasil ini dapat dikatakan bahwa komitmen
yang diadaptasi dari the dominance scale
perkawinan memberikan pengaruh terhadap
(Hamby, 1996) dengan nilai α 0,853 terdiri
kebahagiaan
dari 32 item, skala komitmen perkawinan yang diadaptasi dari marital commitment
kebahagiaan
perkawinan
adalah 0,450. Dari
perkawinan,
dengan
nilai
kontribusi sebesar 45% dengan nilai yang signifikan, karena memiliki P-value sebesar
scale (Johnson dkk, 1999) dengan nilai α
0,000 < 0,05.
0,864 terdiri dari 20 item,
dan skala
Sedangkan, perilaku dominasi dan komitmen
kebahagiaan pernikahan yang diadaptasi
perkawinan secara bersama-sama terhadap
dari marital happiness scale (Zhang dkk,
kebahagiaan perkawinan memiliki nilai R² (R
2013) dengan nilai α 0,914 terdiri dari 12
square)= 0,621 dan menunjukkan hasil
item.
signifikan dengan P-value sebesar 0,000< 0,05. Hasil tersebut menggambarkan bahwa
HASIL DAN DISKUSI
dominasi
Hasil
memberikan
Dari analisa data yang dilakukan, terlihat hubungan
perilaku
dominan
memiliki
negatif
signifikan
terhadap
dan
kebahagiaan
komitmen pengaruh
perkawinan,
kontribusi sebesar 62,1%
terhadap dengan
nilai
dan terdapat
37,9% variabel lainnya yang mempengaruhi
kebahagiaan perkawinan dengan nilai R
kebahagiaan
sebesar -0,584, R2 0,341 pada level sign.P <
diketahui dalam penelitian ini.
6
perkawinan
perkawinan
yang
tidak
JIPP © November 2016, 2(2), h.1-13 Diskusi
yang tidak dapat dijelaskan dalam penelitian Hasil
penelitian
menggambarkan
ini.
bahwa dominasi memberikan pengaruh
Kemudian peneliti lain juga dapat
terhadap kebahagiaan perkawinan, dengan
mendukung
nilai kontribusi sebesar 34,1% dan memiliki
menyatakan bahwa perilaku dominasi istri
hubungan
memiliki
negatif
dengan
kebahagiaan
hasil
penelitian
hubungan
ini
negatif
yang
dengan
perkawinan. Hasil penelitian ini didukung
kebahagiaan perkawinan. Peplau (dalam
oleh Kar & O'leary, (2013) yang mengatakan
Taylor, Peplau & Sears, 2009) secara umum
perempuan
mengatakan
dengan
tingkat
perilaku
bahwa
hubungan
yang
dominan lebih tinggi cenderung dapat
didominasi perempuan cenderung kurang
menampilkan peningkatan frustrasi dan
memuaskan bagi kedua belah pihak. Padahal
kemampuan
mengkomunikasikan
menurut Johnson dkk (dalam Schoen dkk,
frustrasi secara verbal. Sehingga perempuan
2002) kepuasan hubungan adalah salah satu
cenderung menjadi sering lebih berkata
bagian
negatif dan lebih kritis dalam hubungannya
perkawinan. Mungkin hal ini berhubungan
yang memberi dukungan kepada fakta
dengan pandangan dimana laki-laki masih
bahwa mereka mungkin menyalahkan suami
memegang posisi power dalam berbagai
mereka lebih sering (Kar & O'leary, 2013).
aspek sosial dibanding dengan perempuan.
untuk
Hal ini juga mungkin akan berpengaruh atau
dalam
komponen
kebahagiaan
Di Indonesia sendiri yang masih
menyebabkan munculnya perilaku agresi
menganut
dalam hubungan yang digunakan untuk
menempatkan peran laki-laki dalam sistem
mencapai
oleh
sosial sebagai sosok otoritas utama. Sistem
pasangan yang lebih dominan dari dirinya,
ini menunjukkan kurangnya kesetaraan
sesuatu
yang
dibatasi
sistem
patriarki,
cenderung
7
JIPP © November 2016, 2(2), h.1-13 gender di negara ini. Padahal dalam sebuah
rasa aman relasional (Wilcox & Nock, 2006).
hubungan seperti hubungan perkawinan,
Selanjutnya penelitian lainpun mengatakan
kesetaraan
faktor
bila pasangan dapat membangun komitmen
terbentuknya kebahagiaan. Pernyataan ini
perkawinan dengan baik, maka mereka akan
didukung
merasa nyaman dan lebih bahagia dengan
cenderung
oleh
menjadi
penelitian
yang
dilakukan Lianawati (2008), yaitu pasangan
perkawinan
yang keduanya memiliki sikap peran gender
hubungan perkawinan akan terjaga (Astri &
egaliter memiliki kesejahteraan psikologis
Meda, 2014).
tinggi.
serta
Komitmen
Selanjutnya dalam penelitian ini juga
cenderung
kestabilan
dalam
dalam
perkawinan
mempengaruhi
ini
kebahagiaan
menggambarkan komitmen perkawinan dan
perkawinan mungkin karena dapat menjadi
kebahagiaan
perkawinan
memberikan
sebuah
pengaruh
terhadap
kebahagiaan
mempertahankan
perkawinan, dengan nilai kontribusi sebesar
kekuatan
untuk
hubungan
tetap bersama.
Seperti definisi dari komitmen itu sendiri menurut Sarwono & Meinarno adalah
(2014) mencurahkan
perhatian melakukan
45% dan memiliki hubungan positif terhadap kebahagiaan perkawinan. Senada dengan hasil penelitian ini, Zhang, Tsang & Man (2013) mengatakan komitmen personal berhubungan positif dengan kebahagiaan perkawinan yang mengindikasikan bahwa istri
yang
berkomitmen
terhadap
perkawinan mereka akan cenderung merasa bahagia.
Wilcox
&
Nock
(2006)
juga
mengatakan, istri yang berbagi komitmen normatif cenderung
dengan
suami
merasa
mereka
bahagia.
lebih
Berbagi
komitmen mereka sendiri untuk pernikahan mungkin menunjukkan bahwa komitmen bersama mempromosikan kepercayaan dan
dalam sesuatu
untuk menjaga suatu hubungan agar tetap langgeng, melindungi hubungan dari bahaya, serta memperbaiki ketika hubungan berada di keadaan yang sulit. Pernyataan tersebut juga
didukung
oleh
penelitian
yang
dilakukan Prianto, Wulandari & Rahmawati (2014),
yaitu
berakhirnya
sebuah
perkawinan berpotensi disebabkan oleh kurang dipahaminya tujuan perkawinan dan tidak adanya komitmen perkawinan. Pada penelitiannya secara umum menunjukkan, walaupun subjek merasa kurang rela dengan hancurnya cinta kasih, kekeluargaan dan kehidupan
sosial
dalam
pekawinannya,
perasaan tersebut tidak mempengaruhi 8
JIPP © November 2016, 2(2), h.1-13 keputusan mereka untuk berpisah, dari hasil
dominasi
itu juga menunjukkan bahwa terdapat faktor
kebahagiaan perkawinan, ketika dianalisis
lainnya
secara terpisah dan secara serempak.
seperti
komitmen
perkawinan
dan
komitmen
terhadap
tidaklah cukup hanya datang dari salah satu
Kemudian dalam analisa tambahan
pihak dalam hubungan suami istri saja,
yang dilakukan peneliti menunjukkan hasil
namun komitmen harus dibangun bersama
bahwa tidak adanya perbedaan antara usia
oleh kedua pihak dan sangat memerlukan
perkawinan 1 sampai 10 tahun dan usia 11
konsistensi dalam menerapkannya untuk
sampai
menjaga komitmen itu sehingga dapat
perkawinan,
mewujudkan
komitmen perkawinan pada istri yang
perkawinan
yang
sakinah
(Prianto, Wulandari & Rahmawati, 2014). Hasil
penelitian
ini
30
tahun
dalam
perilaku
kebahagiaan
dominan,
dan
memiliki penghasilan lebih tinggi dari suami.
juga
Pada
kebahagiaan
perkawinan
tidak
menggambarkan perilaku dominan memiliki
terdapat perbedaan yang signifikan antara
efek negatif signifikan terhadap kebahagiaan
kedua kelompok usia perkawinan ini dapat
perkawainan dengan nilai β sebesar -0, 261 ,
dikatakan senada dengan hasil penelitian
Sign.P
sebelumnya. Menurut Dush, Taylor &
<
0,01.
Komitmen
perkawinan
memiliki efek positif signifikan terhadap
Kroeger
kebahagiaan perkawainan dengan nilai β
kebahagiaan dalam usia perkawinan tengah
sebesar0,406, Sign.P < 0,01. menghasilkan
dengan kebahagiaan dalam usia perkawinan
nilai B terhadap kebahagiaan perkawinan
rendah tidak mengalami perbedaan secara
sebesar dengan nilai standar error 0,048 dan
signifikan. Hasil ini juga mungkin disebabkan
memiliki nilai sign P < 0,05 yang berarti
karena penelitian ini memiliki karakteristik
signifikan. Tetapi ketika dianalis secara
serupa, yaitu adalah istri bekerja yang
terpisah nilai B dominasi dan kebahagiaan
memiliki penghasilan lebih tinggi dibanding
perkawinan menghasilkan nilai β sebesar -
suami,
0,354 dengan nilai standar error 0,05 dan
mempengaruhi kebahagiaan perkawinan.
memiliki
Selain itu, kebahagiaan perkawinan juga
komitmen
nilai sign
P < 0,05. Sedangkan
perkawinan
(2008)
yang
efek
interaksi
cenderung
pada
dapat
terhadap
cenderung dipengaruhi oleh tujuan dari
kebahagiaan perkawinan saat dianalisis
pernikahan yang berupa makna perkawinan.
terpisah menghasilkan nilai β sebesar 0,494
Individu yang tidak bahagia bisa saja tetap
dengan nilai standar error 0,055
dan
berada dalam pernikahannya, bila mereka
memiliki nilai sign P < 0,05. Bila dilihat
beranggapan makna perkawinan adalah
berdasarkan hasil analisa tersebut dapat
sebuah komitmen serius yang harus mereka
dikatakan terjadi penurunan nilai β antara
jaga selamanya. Berdasarkan hal tersebut 9
JIPP © November 2016, 2(2), h.1-13 dapat
diasumsikan
usia
dari
lamanya
pernikahan cenderung tidak berpengaruh
tetap berada di dalam hubungan pernikahan dengan pasangannya.
terhadap kebahagiaan perkawinan. Sedangkan, perilaku dominan pada
KESIMPULAN DAN SARAN
kedua kelompok usia perkawinan tidak
Kesimpulan
menunjukkan perbedaan yang signifikan, hal
1. Perilaku dominan memiliki efek negatif
ini mungkin karena cenderung
kurang
usia perkawinan memiliki
signifikan
terhadap
kebahagiaan
pengaruh
perkawinan pada pada istri bekerja yang
terhadap perilaku dominasi. Berdasarkan
memiliki penghasilan lebih tinggi dari
analisa regresi usia perkawinan terhadap
suami.
perilaku dominan dalam penelitian ini,
2. Komitmen perkawinan memiliki efek
menghasilkan nilai R sebesar 0,076, R square
positif signifikan terhadap kebahagiaan
0,006 dan nilai sig 0,454>0,05, yang dapat di
perkawinan.
interpretasikan usia perkawinan terhadap
3. Perilaku
dominan
dan
perilaku dominan memiliki hubungan yang
perkawinan
sangat rendah bahkan cenderung tidak
mempengaruhi kebahagiaan perkawinan
berkorelasi
dengan nilai kontribusi sebesar 62,1%
korelasi
menurut
dalam
kriteria
Arikunto
penilaian
(1998),
serta
memiliki pengaruh yang tidak signifikan. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisa tambahan antara kedua kelompok usia
secara
komitmen
dan terdapat 37,9% yang
bersama-sama
variabel lainnya
mempengaruhi
kebahagiaan
perkawinan yang tidak diketahui dalam penelitian ini.
perkawinan dalam komitmen perkawinan pada penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan diantara keduanya. Hasil ini mungkin
disebabkan
karena
kelompok
usia
latar
dan
kedua
Saran Banyak mempengaruhi
faktor
yang
kebahagiaan
dapat
perkawinan
belakang
pada istri yang memiliki penghasilan lebih
pendidikan tersebut terdiri dari perempuan
besar dari suami, baik faktor internal
yang tetap bertahan dalam pernikahannya,
maupun eksternal. Bagi peneliti selanjutnya,
yang mana sesuai dengan definisi dari
diharapkan dapat memperoleh data yang
komitmen perkawinan. Menurut Surra &
lebih spesifik mengenai populasi dalam
Hughes (dalam Byrd, 2009) komitmen
penelitiannya agar dapat digeneralisasikan
perkawinan
sebagai
dengan lebih mudah. Selanjutnya, penelitian
kemungkinan individu untuk menikah dan
ini mungkin tidak berlaku dalam kehidupan
didefinisikan
perkawinan pada beberapa suku, dimana 10
JIPP © November 2016, 2(2), h.1-13 istri memang lebih dominant dibanding
merupakan
suami, seperti suku Minang. Pada suku
kesepakatan. Kemudian, Johnson (dalam
Minang, peran perempuan adalah penting
Johnson,
dan utama daripada laki-laki dalam tatanan
mengatakan, untuk meningkatkan komitmen
sosial budaya (Borualogo & Qodariah, 2014).
perkawinan dapat dilakukan dengan cara
Sehingga diharapkan peneliti selanjutnya
meluangkan
dapat
bahkan
bersama keluarga yang dapat menjadi
mengikutsertakan suku sebagai variabel
investasi dalam pernikahan. Investasi ini
tambahan untuk melihat perbedaan di
dinyatakan sebagai salah satu faktor dalam
berbagai
komitmen perkawinan.
meninjau
suku-suku
atau
di
Indonesia
dan
prasyarat
Caughlin
waktu
dalam
&
mencapai
Huston,
yang
1999)
berkualitas
kemudian mengembangkan variabel lainnya untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
DAFTAR PUSTAKA
kebahagiaan perkawinan, seperti norma
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta
agama, peran gender yang dipakai, perilaku agresi
dalam
hubungan,
perkawinan yang
dan
makna
tidak dapat di jelaskan
dalam penelitian ini. Kemudian peneliti memberikan saran bagi istri bekerja diluar rumah yang memiliki penghasilan lebih tinggi dari suami, untuk mencapai kebahagiaan perkawinan agar mengurangi meningkatkan mereka.
perilaku
dominan
komitmen
Mengurangi
dan
perkawinan
perilaku
dominan
dapat dilakukan dengan cara menerapkan kesetaraan seperti melakukan pembagian tugas rumah dengan adil dan berusaha untuk mencari kata sepakat bersama. Menurut Gottman (dalam Santrock, 2012) pada pernikahan yang buruk, seringkali individu tidak bersedia berbagi kekuasaan dengan
pasangannya,
oleh
karena
itu
kesediaan untuk berbagi kekuasaan dan menghormati
pandangan
yang
Astri Adelina,R.,& Meda, A. 2014. Pasangan Dual Karir: Hubungan Kualitas Komunikasi dan Komitmen Perkawinan di Semarang. Developmental and Clinical Psychology, 3(1). Baron, Robert A & Byrne, Donn. 2003. Social psychology. USA: Pearson Education Inc Borualogo, I. S., & Qodariah, S. 2014. Studi mengenai sistem nilai pada mahasiswa Etnik batak, Minang, Jawa, dan Sunda di Bandung sebuah tinjauan psikologi lintas budaya. Prosiding SNaPP: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora, 4(1), 99-106. Byrd, S. E. 2009. The social construction of marital commitment. Journal of Marriage and Family, 71(2), 318-336. Cherlin, Andrew J. 2002. Public and Private Family: An Introduction. United States:McGraw-Hill Davidson, J.Kenneth & Moore, Nelwyn B. 1996. Marriage and Family: Change and Continuity. United States: Wm. C. Brown Publishers
lain 11
JIPP © November 2016, 2(2), h.1-13 Dush, C. M. K., Taylor, M. G., & Kroeger, R. A. (2008). Marital happiness and psychological well-being across the life course*. Family Relations, 57(2), 211-226. Elloy, D. F., & Smith, C. 2004. Antecedents of work-family conflict among dual-career couples: An australian study. Cross Cultural Management, 11(4), 17-27. Gray-Little, B., & Burks, N. 1983. Power and satisfaction in marriage: A review and critique. Psychological Bulletin, 93(3), 513. Hamby, S. L. 1996. The dominance scale: Preliminary psychometric properties.Violence and Victims, 11(3), 199-212.
Gender pada Pasutri Muslim. Jurnal Psikologi Volume 2, No. 1, Papalia, Diane E. Olds, Sally W & Feldman, Ruth D. 2009. Human Development. Jakarta: Salemba Humanika Previti, D., & Amato, P. R. 2003. Why stay married? rewards, barriers, and marital stability. Journal of Marriage and Family, 65(3), 561-573. Prianto, B. Wulandari, N & Rahmawati, A. 2014. Rendahnya Komitmen dalam Perkawinan sebagai Sebab Perceraian. Komunitas: International Journal Of Indonesian Society and Culture, 5(2). Purwanto, 2011. Statistika untuk penelitian. Yogyakarta: Pustaka pelajar
Healt.liputan6.com. “Alasan Perceraian Tertinggi di Indonesia”. http://health.liputan6.com/read/245609 2/ini-alasan-perceraian-tertinggi-diindonesia. (diakses pada 29 April 2016)
Rogers, S. J. 2004. Dollars, dependency, and divorce: Four perspectives on the role of wives' income. Journal of Marriage and Family, 66(1), 59-74.
Johnson, David R. 1995. 6.Assessing Marital Quality In Longitudinal And Life Course Studies. Family Assessment. Paper 10. http://digitalcommons.unledu/burosfami ly/10
Sandhya, S. 2009. The Social Context Of Marital Happiness In Urban Indian Couples: Interplay Of Intimacy And Conflict. Journal of Marital and Family Therapy, 35(1), 74-96.
Johnson, M. P., Caughlin, J. P., & Huston, T. L. 1999. The tripartite nature of marital commitment, personal, moral, and structural reasons to stay married.Journal of Marriage and the Family, 61(1), 160177.
Santrock, John W. 2012. Perkembangan Masa Hidup, Edisi Ketigabelas. Jakarta: Penerbit Erlangga
Kar, H. L., & O'leary, K. D. 2013. Patterns of psychological aggression, dominance, and jealousy within marriage. Journal of Family Violence, 28(2), 109-119. Leggett, D. E. 2006. The relationship between cooperation and conflict and perceived level of marital happiness as indicators of the adlerian concept of social interest. Lianawati, Ester. 2008. Kesejahteraan Psikologis Istri ditinjau dari Sikap Peran 12
Sarwono, Sarlito W & Meinarno, Eko A. 2014. Psikologi Sosial, Jakarta: Penerbit Salemba Humanika Schoen, R., Astone, N. M., Rothert, K., Standish, N. J., & Kim, Y. J. 2002. Women's employment, marital happiness, and divorce. Social Forces, 81(2), 643-662. Stack, Steven & Eshleman, J. Ross. 1998. Marital Status and Happiness A 17Nation Study Journal of Marriage and Family
JIPP © November 2016, 2(2), h.1-13 Taylor, Shelley E., Peplau, Letitia A & Sears, David O. 1997. Social Psychology, Ninth Edition. New Jersey: Prentice Hall Taylor, Shelley E., Peplau, Letitia A & Sears, David O. 2009. Psikologi Sosial, Edisi Kedua Belas. Jakarta: Kencana Wilcox, W. B & Nock, S. L. 2006. What's love got to do with it? equality, equity, commitment and women's marital quality. Social Forces, 84(3), 1321-1345. Zhang, H., Xu, X., Tsang, S. K., & M. 2013. Conceptualizing and validating marital quality in beijing: A pilot study. Social Indicators Research, 113(1), 197-212. Zhang, H., Tsang, S. K., & Man. 2013. Relative income and marital happiness among urban chinese women: The moderating role of personal commitment. Journal of Happiness Studies, 14(5), 1575-1584. Zhang, H. 2015. Wives' relative income and marital quality in urban china: Gender role attitudes as a moderator 1. Journal of Comparative Family Studies, 46(2), 203-220,156,160,164.
13