JKK, Tahun 2016, Volume 5(3), halaman 52-59
ISSN 2303-1077
SINTESIS, KARAKTERISASI DAN APLIKASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG WANGKANG (Penaeus orientalis) SEBAGAI KOAGULAN DALAM MENURUNKAN KADAR BAHAN ORGANIK PADA AIR GAMBUT
1
Stefunny1*, Titin Anita Zaharah1, Harlia1
Progam Studi Kimia, Fakultas MIPA, UniversitasTanjungpura, Jln. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi 78124, Pontianak * email:
[email protected]
ABSTRAK Udang Wangkang (Penaeus orientalis) merupakan salah satu komoditas udang unggulan di Kalimantan Barat. Umumnya, cangkang udang hanya dibuang sebagai limbah, padahal di dalam cangkang udang mengandung senyawa kitin yang dapat meningkat nilai guna dari cangkang udang. Penelitian ini bertujuan mensintesis kitosan dari kitin cangkang udang wangkang serta diaplikasikan sebagai koagulan untuk menurunkan kadar bahan organik pada air gambut, mengingat daerah Kalimantan Barat yang didominasi oleh perairan gambut. Cangkang udang wangkang mengandung kitin 23,151%, mineral 51,129% dan protein 21,039% yang diperoleh melalui proses demineralisasi, deproteinasi dan deasetilasi. Kitosan dari cangkang udang wangkang memiliki derajat deasetilasi 72,85%, kadar abu 0,55% dan kadar air 9,08%. Hasil karakterisasi kitosan dengan menggunakan spektrofotometri FTIR menunjukkan adanya gugus –OH str dan N–H str yang saling tumpang-tindih pada bilangan gelombang 3410,15 cm-1, 2877,79 cm-1 (gugus C–H alifatik str), 1597,06 cm-1 (gugus N–H bend), dan 1419,61 cm-1 (gugus C–H bend), 1257,59 cm-1 (gugus C–N str) dan 1080,14 cm-1 (gugus C–O str). Proses koagulasi bahan organik oleh kitosan dipengaruhi oleh massa dan pH. Kondisi optimum koagulasi dicapai pada massa 7 gram dan pH 3, dengan total penurunan bahan organik sebesar 2959,29 mg/L dan persen penurunan bahan organik sebesar 67,82%. Kata kunci: cangkang udang wangkang, kitosan, koagulasi, bahan organik, air gambut
PENDAHULUAN
merusak kualitas air (Cahyaningrum, 2008). Apabila ditinjau dari komposisinya, cangkang udang mengandung mineral (4550%), protein (25-40%) dan kitin (15-20%). Kitin yang kehilangan gugus asetilnya dikenal dengan kitosan yang dapat meningkatkan nilai guna dari cangkang udang. Keberadaan kitin yang cukup melimpah pada cangkang biota laut mendorong banyak penelitian tentang isolasi kitin untuk sintesis kitosan. Beberapa penelitian telah dilakukan dalam mensintesis kitosan, seperti dari cangkang kerang hijau, cangkang udang windu dan cangkang rajungan (Sinardi, dkk, 2013; Suharjo dan Harini, 2005; Pitriani, 2010). Pemanfaatan kitosan antara lain digunakan sebagai koagulan (Ningrum, 2007; Prayudi dan Susanto, 2000 dan Mahatmanti dan Sumarni, 2003), adsorben logam berat (Alfian, 2003) dan antibakteri (Killay, 2013).
Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia yaitu sepanjang 81.000 km dan kaya akan potensi baharinya. Salah satu potensi yang dikembangkan adalah sumber daya perikanan yang sekaligus merupakan sumber utama biopolimer. Berdasarkan Data Pusat Statistik dan Informasi (2012), produksi udang di Kalimantan Barat pada tahun 2010 mencapai 11.161 ton. Angka produksi ini akan terus meningkat seiring dengan tingkat konsumsi yang semakin tinggi pula tiap tahunnya sehingga produksi limbah cangkang udang juga akan menjadi aspek yang perlu diperhatikan sebagai akibat dari peningkatan tersebut. Cangkang udang memiliki nilai ekonomis yang rendah. Cangkang udang yang apabila dibuang begitu saja maka akan terhidrolisis dan menghasilkan bau busuk serta meningkatkan BOD (Biological Oxygen Demand) air sehingga dapat 52
JKK, Tahun 2016, Volume 5(3), halaman 52-59
Salah satu jenis udang yang paling banyak ditemukan di Kalimantan Barat, khususnya di Pontianak adalah jenis udang wangkang (Penaeus orientalis). Sementara itu, kota Pontianak dikenal sebagai daerah yang kaya dengan tanah gambut dimana penyebaran air gambut sangat melimpah. Namun, apabila ditinjau dari segi kualitasnya maka air gambut tidak dapat langsung digunakan karena keberadaan bahan organiknya (KMnO4 1000 mg/L) yang menjadi prekursor trihalometana yang bersifat karsinogenik. Selain itu, penampilan fisik dari air gambut yang berwarna kecoklatan dan memiliki rentang pH rendah ( 5) menyebabkan air gambut tidak dapat digunakan sebagai air bersih (Afritha, 2011; Elfiana dan Zulfikar, 2012). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang sintesis kitosan dari cangkang udang wangkang (Penaeus orientalis) yang bertujuan untuk meningkatkan nilai guna dari cangkang udang wangkang melalui pemanfaatkannya sebagai koagulan dalam menurunkan kadar bahan organik pada air gambut.
ISSN 2303-1077
kemudian disaring, dicuci hingga pH netral dan dikeringkan dalam oven. 2. Tahap deproteinasi Residu yang dihasilkan dari tahap demineralisasi direaksikan dengan larutan NaOH 3,5% dengan perbandingan 1:6 (b/v) dan dipanaskan pada suhu 80-85 selama 1 jam sambil diaduk. Residu yang dihasilkan disebut kitin, dicuci hingga pH netral dan dikeringkan dalam oven. 3. Tahap deasetilasi Kitin yang diperoleh direaksikan dengan larutan NaOH 50% dengan perbandingan 1:20 (b/v) dan dipanaskan pada suhu 120 selama 1 jam sambil diaduk. Residu yang dihasilkan disebut kitosan, dicuci hingga pH netral dan dikeringkan dalam oven. Penentuan Kualitas dan Karakterisasi Kitosan Kitosan yang dihasilkan dari cangkang udang wangkang dikarakterisasi dengan spektrofotometri FTIR dan ditentukan kualitasnya melalui 3 parameter yaitu, kadar air, kadar abu dan derajat deasetilasi. 1. Kadar Air Kitosan ditimbang sebanyak 1,000 gram dan dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Cawan beserta kitosan dimasukkan ke dalam oven pada suu 105 selama 3 jam. Cawan berisi kitosan dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dan penimbangan diulangi setiap jam sampai diperoleh bobot konstan dan dihitung persentase kadar air kitosan (Kurniasih dan Kartika, 2011).
METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, kertas saring, neraca analitik, oven, pH meter, spektrofotometer UV-Vis (Varian Cary conc.), spektrofotometer FTIR, stirrer plate dan magnetic stirrer. Bahan-bahan yang digunakan adalah akuades (H2O), asam klorida (HCl), asam oksalat (H2C2O4), asam sulfat (H2SO4), kalium permanganat (KMnO4) dan natrium hidroksida (NaOH).
2. Kadar Abu Cawan porselen dibersihkan dan dipanaskan dalam tanur, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 0,5000 gram kitosan dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dibakar dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 sampai diperoleh abu berwarna putih. Cawan berserta isinya didinginkan dalam desikator dan ditimbang serta dihitung persentase kadar abu kitosan (Kurniasih dan Kartika, 2011).
Cara Kerja Sintesis Kitosan dari Cangkang Udang Wangkang Cangkang udang wangkang dicuci bersih dan dikeringkan serta dihaluskan dan diayak dengan ukuran 100 mesh. Sintesis kitosan dalam penelitian ini merujuk pada prosedur Suharjo dan Harini (2005). 1. Tahap demineralisasi Serbuk cangkang udang wangkang direaksikan dengan larutan HCl 1,25 N dengan perbandingan 1:10 (b/v) dan dipanaskan pada suhu 100 selama 2 jam sambil diaduk. Residu yang dihasilkan
3. Derajat Deasetilasi Derajat deasetilasi kitosan dari cangkang udang wangkang ditentukan dengan merujuk pada prosedur Khan et al (2002). Penentuan derajat deasetilasi 53
JKK, Tahun 2016, Volume 5(3), halaman 52-59
kitosan dihitung berdasarkan metode baseline atau garis dasar yang diperoleh dari spektra IR kitosan, dimana rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.
2. Penentuan pH optimum Sebanyak 500 mL sampel air gambut ditempatkan dalam 5 erlenmeyer dan divariasikan pH yakni 2; 3; 4; 5; dan 6 dengan menambahkan HCl atau NaOH. Masing-masing Erlenmeyer ditambahkan serbuk kitosan dengan massa optimum yang diperoleh dari prosedur (1). Larutan diaduk dengan kecepatan 120 rpm (fast mixing) selama 3 menit, setelah itu diturunkan kecepatan pengadukan menjadi 40 rpm (slow mixing) selama 10 menit dan didiamkan semala 15 menit. Kemudian larutan diambil dengan menggunakan pipet, larutan (filtrat) yang diperoleh diukur absorbansinya pada panjang gelombang 254 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Prosedur dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan.
)]
[(
Penentuan Kadar Bahan Organik dalam Air Gambut dengan Metode Permanganometri Penentuan bilangan permanganat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut menurut SNI No. 06-6989.22 (2004). Sebanyak 100 mL air gambut diambil dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer serta ditambahkan beberapa batu didih. Ditambahkan beberapa tetes larutan KMnO4 0,01 N ke dalam sampel air gambut hingga terbentuk berwarna merah muda. Kemudian, ditambahkan sebanyak 5 mL larutan H2SO4 8 N ke dalam sampel air gambut serta dipanaskan pada suhu 105 . Larutan baku KMnO4 0,01 N dipipet sebanyak 10 mL ke dalam sampel dan dipanaskan hingga mendidih selama 10 menit. Setelah itu, ditambahkan 10 mL larutan H2C2O4 0,01 n. Sampel tersebut kemudian dititrasi dengan larutan KMnO4 0,01 N hingga terbentuk warna merah muda. Dicatat volume KMnO4 0,01 N yang digunakan untuk mencapai titik akhir titrasi. [(
)
(
ISSN 2303-1077
HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Kitosan dari Cangkang Udang Wangkang Cangkang udang wangkang dicuci bersih, dikeringkan dan dihaluskan membentuk serbuk dengan ukuran 100 mesh. Serbuk cangkang udang wangkang yang disintesis membentuk kitosan melewati 3 tahapan, yakni proses demineralisasi, deproteinasi dan deasetilasi. Tahap demineralisasi bertujuan untuk memisahkan atau menghilangkan mineral yang terkandung dalam cangkang udang yaitu kalsium karbonat. Sehingga HCl yang digunakan pada proses demineralisasi akan melarutkan garam-garam kalsium seperti persamaan reaksi berikut ini (Kurniasih dan Kartika, 2011).
)]
Penentuan Kondisi Optimum Koagulasi (Ningrum, 2007 dengan modifikasi) 1. Penentuan massa optimum kitosan Sebanyak 500 mL sampel air gambut ditempatkan dalam 5 erlenmeyer. Masingmasing Erlenmeyer ditambahkan serbuk kitosan sebanyak 4; 5; 6; 7 dan 8 gram. Larutan diaduk dengan kecepatan 120 rpm (fast mixing) selama 3 menit, setelah itu diturunkan kecepatan pengadukan menjadi 40 rpm (slow mixing) selama 10 menit dan didiamkan selama 15 menit. Kemudian larutan diambil dengan menggunakan pipet, larutan (filtrat) yang diperoleh diukur absorbansinya pada panjang gelombang 254 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Prosedur dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan.
Berdasarkan persamaan reaksi di atas, maka dapat diasumsikan bahwa penghilangan kalsium karbonat terjadi melalui dua bentuk senyawa yaitu dalam bentuk kalsium klorida (yang larut dalam air dan hilang pada saat proses pencucian) serta karbon dioksida yang berbentuk gas. Tahap deproteinasi bertujuan untuk mereduksi protein yang terdapat pada cangkang udang. Pemutusan protein dari kitin dapat terjadi apabila struktur protein menjadi rusak akibat suhu reaksi yaitu antara 80-85 . Selain itu, penghilangan protein pada struktur kitin dapat disebabkan
54
JKK, Tahun 2016, Volume 5(3), halaman 52-59
oleh reaksi protein tersebut dengan basa yang menghasilkan natrium proteinat yang dapat larut dalam air. Residu yang dihasilkan dari tahap demineralisasi dan deproteinasi disebut sebagai kitin, dimana kitin yang kehilangan gugus asetilnya pada proses deasetilasi disebut kitosan. Berikut disajikan kandungan mineral, protein dan kitin dari cangkang udang wangkang (lihat Tabel 1.)
ISSN 2303-1077
Berdasarkan data dari Tabel 2, diperoleh persentase kadar abu kitosan dari cangkang udang wangkang yang telah memenuhi standar kualitas kitosan standar. Besarnya kadar abu diasumsikan sebagai parameter keberhasilan dari proses demineralisasi. Sedangkan persentase kadar air pada kitosan sebesar 9,08%, angka ini hampir mendekati batas maksimum kadar air dari standar kualitas kitosan standar. Menurut Kurniasih dan Kartika (2011), tingginya kadar air pada kitosan memungkinkan terjadinya proses swelling pada kitosan, mengingat sifat kitosan yang higroskopis. Karakterisasi kitin dan kitosan dari cangkang udang wangkang dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri FTIR. Berikut disajikan spektra IR dari kitin dan kitosan dari cangkang udang wangkang dan kitosan standar.
Tabel 1. Kandungan mineral, protein dan kitin dari cangkang udang wangkang Komposisi Cangkang Persentase Udang Wangkang (%) Mineral 51,129 Protein 21,039 Kitin 23,151 Tahap deasetilasi atau reaksi pelepasan gugus asetil (COCH3) pada kitin menjadi kitosan melibatkan reaksi pada suhu tinggi oleh basa kuat. Gugus –OH pada basa kuat NaOH berperan sebagai gugus yang kaya elektron (nukleofilik). Sehingga gugus ini mampu menyerang gugus asetil khususnya pada atom karbon yang terikat pada gugus C=O yang mengakibatkan lepasnya gugus asetil pada kitin. Penentuan Kualitas dan Karakterisasi Kitosan dari Cangkang Udang Wangkang Beberapa parameter untuk menentukan kualitas kitosan adalah kadar air, kadar abu dan derajat deasetilasi. Tabel 2 menunjukkan data persentase kadar abu dan kadar air serta derajat deasetilasi kitosan dari cangkang udang wangkang yang dibandingkan dengan kitosan standar.
Gambar 1.Spektra IR kitin dan kitosan dari cangkang udang wangkang serta kitosan standar Keterangan: Kitin cangkang udang wangkang (garis hitam); kitosan cangkang udang wangkang (garis ungu); kitosan standar (garis merah) Pada spektra IR kitosan dari cangkang udang wangkang, muncul pita serapan pada bilangan gelombang 3410,15 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi streching pada gugus –OH dan N–H yang saling tumpang tindih, sedangkan pada kitosan standar pita serapan gugus ini muncul pada bilangan gelombang 3425,58 cm-1. Vibrasi stretching dari gugus N–H amida pada kitin muncul pada bilangan gelombang 3271,27 cm-1, pita serapan ini sama sekali tidak muncul pada spektra kitosan cangkang udang wangkang maupun kitosan standar. Hal inilah yang memperkuat bahwa telah terjadi pelepasan gugus asetil. Pita serapan
Tabel 2. Perbandingan kualitas kitosan dari cangkang udang wangkang terhadap kitosan standar pada beberapa parameter Kitosan Parameter Kitosan Cangkang Kualitas Standar* Udang Wangkang Kadar Abu 0,55% 2% Kadar Air 9,08% 10% % DD 72,85% 70% Warna Putih Putih *Kitosan standar dari Biochitosan Indonesia
55
JKK, Tahun 2016, Volume 5(3), halaman 52-59
pada panjang gelombang 2877,79 cm-1 menandakan adanya vibrasi stretching dari gugus C–H alifatik. Munculnya pita serapan pada bilangan gelombang 1651,07 cm-1 menandakan adanya vibrasi stretching gugus fungsi C=O karbonil yang masih terdapat pada kitosan. Pada bilangan gelombang 1597,06 cm-1 muncul pita serapan pada kedua kitosan yang mengidentifikasikan gugus N–H (vibrasi bending), pita ini tidak muncul pada spektra kitin. Adanya vibrasi bending gugus C–H ditunjukkan oleh puncak pada bilangan gelombang 1419,61 cm-1, Vibrasi stretching gugus C–N kitosan muncul pada pita serapan 1257,59 cm-1 serta gugus C–O stretching teridentifikasi pada bilangan gelombang 1080,14 cm-1. Gugus metil yang terdapat pada kitin dan kitosan ditunjukkan pada bilangan gelombang 1381,03 cm-1.
ISSN 2303-1077
dengan bilangan permanganat yang menunjukkan banyaknya bahan organik. Oleh karena itu, dilakukan plot grafik antara bilangan permanganat dan absorbansi bahan organik pada air gambut yang menghasilkan suatu persamaan garis yaitu dengan nilai regresi sebesar . Penentuan Massa Optimum Kitosan sebagai Koagulan Massa optimum kitosan yang ditentukan pada proses koagulasi ini berkaitan dengan banyaknya bahan organik yang mempu dikoagulasikan oleh kitosan dalam jumlah tertentu hingga kondisi optimum tercapai. Adapun teknik koagulasi yang digunakan meliputi tiga tahapan yakni koagulasi (pengadukan cepat), flokulasi (pengadukan lambat) dan sedimentasi (pengendapan). Bahan organik dalam air gambut sebelum dan sesudah dikoagulasikan oleh kitosan dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 254 nm. Pengaruh massa kitosan terhadap persen penurunan bahan organik pada air gambut ditunjukkan pada Gambar 2 berikut ini. % Penurunan Bahan Organik
Penentuan Kadar Bahan Organik dalam Air Gambut dengan Menggunakan Metode Permanganometri Analisis permanganometri bertujuan untuk mengetahui kadar awal bahan organik yang terkandung di dalam air gambut. Adapun prosedur untuk melakukan analisis ini mengacu pada SNI No. 066989.22 (2004). Hasil analisis menggunakan metode ini diinterpretasikan dalam bentuk bilangan permanganat. Sehingga besarnya bilangan permanganat sebanding dengan banyaknya bahan organik yang terdapat pada air gambut. Besarnya bilangan permanganat hasil analisis bahan organik air gambut yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebesar 5212,43 mg/L. Angka ini menunjukkan bahwa air gambut yang yang digunakan dalam penelitian ini mengandung bahan organik yang tinggi. Selain menggunakan metode permanganometri, analisis kuantitatif terhadap bahan organik juga dapat dilakukan dengan metode spektrofotometri UV-Vis. Bahan organik memiliki gugusgugus kromofor yang secara spesifik menyerap warna pada panjang gelombang tertentu, yaitu pada panjang gelombang 254 nm. Metode spektrofotometri UV-Vis mengasumsikan bahwa besarnya absorbansi sebanding dengan konsentrasi analit dalam sampel. Sehingga dalam penelitian ini, besarnya absorbansi bahan organik pada air gambut harus sebanding
80 60 40 20 0 4
5
6
7
8
Massa Kitosan (gram)
Gambar
2.
Pengaruh massa kitosan terhadap persen penurunan bahan organik air gambut
Hubungan antara massa kitosan terhadap penurunan bahan organik yaitu berupa hubungan yang berbanding lurus. Dimana meningkatnya jumlah kitosan yang ditambahkan ke dalam sampel air gambut mengakibatkan semakin banyaknya bahan organik yang terkoagulasikan. Adanya muatan polikation dari kitosan menyebabkan terjadinya destabilisasi muatan negatif koloid (bahan organik pada air gambut). Destabilisasi oleh polikation kitosan mampu mengurangi gaya tolak menolak partikel bahan organik sehingga 56
JKK, Tahun 2016, Volume 5(3), halaman 52-59
dalam penelitian ini. Tujuan penentuan pH optimum proses koagulasi oleh kitosan adalah untuk mengetahui seberapa banyak bahan organik yang mampu dikoagulasikan oleh kitosan pada beberapa variasi pH. Kitosan memegang peranan penting sebagai koagulan, sifatnya yang mampu menghasilkan polikation pada suasana asam dipandang sangat cocok dalam mengkoagulasikan bahan organik dalam air gambut yang umumnya memiliki pH yang asam. Kecenderungan yang terjadi adalah semakin meningkatnya pH, dalam hal ini semakin basa suasana air gambut maka bahan organik yang terkoagulasikan semakin sedikit. Suasana basa pada sampel air gambut ini memberikan pengaruh terhadap kinerja dari kitosan sebagai koagulan. Pada rentang pH basa, kitosan tidak mampu memprotonasi gugus aktifnya yaitu gugus –NH2 menjadi NH3+ sehingga muatan polikation kitosan kurang mampu berinteraksi dengan muatan negatif dari partikel koloid (bahan organik). % Penurunan Bahan Organik
memperkecil jarak antar partikel bahan organik tersebut. Hal ini memudahkan partikel bahan organik untuk saling bergabung membentuk flok dengan berat molekul yang lebih besar sehingga mudah mengendap. Oleh karena itu, semakin banyak jumlah kitosan yang ditambahkan ke dalam sampel air gambut akan menyebabkan semakin banyak pula bahan organik yang terkoagulasikan. Namun pada titik tertentu yaitu pada saat penambahan koagulan kitosan sebanyak 8 gram angka persen penurunan bahan organik justru mengalami penurunan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa massa optimum kitosan pada proses koagulasi ini terletak pada massa 7 gram dengan total bahan organik yang berhasil dikoagulasikan adalah sebanyak 3356,46 mg/L dan angka persen penurunan bahan organik sebesar 64,39%. Hal ini didukung juga oleh hasil perhitungan uji statistik dengan tingkat kepercayaan 95% (uji BNT) bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap persen penurunan bahan organik oleh variasi massa kitosan. Tercapainya kondisi optimum yang ditunjukkan pada Gambar 2 pada saat proses koagulasi oleh faktor massa koagulan ini menandakan bahwa kinerja maksimum kitosan sebagai koagulan telah terjadi tercapai. Selain itu, kondisi optimum juga dapat diartikan sebagai jumlah muatan negatif dari partikel koloid (bahan organik) dan muatan positif dari kitosan yang telah setimbang sehingga proses koagulasi terjadi dengan baik. Apabila kondisi optimum telah tercapai, penambahan koagulan dalam jumlah yang lebih banyak tidak akan meningkatkan angka penurunan bahan organik pada proses koagulasi. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan persen penurunan bahan organik pada saat massa kitosan dinaikkan menjadi 8 gram. Menurut Ningrum (2007), penambahan koagulan secara berlebihan justru akan menyebabkan terjadinya deflokulasi sebagai akibat dari berlebihnya muatan kation dalam sistem sehingga proses koagulasi menjadi tidak efektif.
ISSN 2303-1077
80 60 40 20 0 2
3
4
5
6
pH
Gambar
3.
Pengaruh pH air gambut terhadap persen penurunan bahan organik air gambut
Berdasarkan Gambar 3 di atas, pH optimum proses koagulasi bahan organik dicapai pada pH 3 dengan total bahan organik yang terkoagulasikan sebanyak 2959,29 mg/L dan persen penurunan bahan organik sebesar 67,82%. Hal ini diperkuat pula melalui perhitungan uji statistik dengan tingkat kepercayaan 95% (uji BNT) yang menyatakan bahwa rata-rata persen penurunan bahan organik pada proses koagulasi dengan berbagai variasi pH saling berbeda signifikan. Tercapainya pH optimum pada pH 3 dapat diartikan bahwa pada kondisi asam, kitosan mampu mengkoagulasikan bahan organik dengan baik. Namun, hal ini justru berbanding
Penentuan pH Optimum Adanya keterkaitan antara air gambut, proses koagulasi dan kinerja kitosan terhadap parameter pH menjadi alasan perlunya dilakukan penentuan pH optimum 57
JKK, Tahun 2016, Volume 5(3), halaman 52-59
terbalik pada pH 2 dimana kitosan hanya mampu mengkoagulasikan bahan organik sebanyak 0,38% saja. Kondisi ini dapat dijelaskan melalui dua kajian, yang pertama dikaji melalui bentuk bahan organik pada pH rendah. Air gambut dibentuk dari hasil pencucian tanah gambut yang mengandung komponen asam organik salah satunya asam humat (Stevenson, 1994). Menurut Nuryanti (2008), asam humat mulai larut pada pH 3 dan larut sempurna pada pH 6. Pada kondisi larutan (pH 3–9) asam humat membentuk sistem koloid yang bermuatan negatif, sedangkan pada pH rendah (pH kurang dari 3) asam humat berbentuk kaku dan cenderung membentuk padatan makromolekul. Hal inilah yang menyebabkan proses koagulasi pada pH 2 memiliki nilai persen penurunan bahan organik yang rendah. Kemudian, kajian kedua terletak pada kinerja kitosan sebagai koagulan. Pada pH rendah, seharusnya gugus NH2 pada kitosan mengalami protonasi membentuk NH3+ sehingga kitosan berbentuk sebagai polikation yang berbentuk rantai polimer. Namun ketika air gambut dikondisikan menjadi pH 2 melalui penambahan asam (H+), terjadi persaingan antara NH3+ dengan ion H+ untuk berinteraksi dengan muatan negatif dari bahan organik yang larut pada pH 3. Akibatnya kinerja kitosan menjadi terganggu dalam proses koagulasi pada pH 2.
ISSN 2303-1077
Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura, (Skripsi). Alfian, Z., 2003, Study Perbandingan Penggunaan Kitosan Sebagai Adsorben dalam Analisis Logam Tembaga (Cu2+) dengan Metode Pelarutan dan Perendaman, Jurnal Sains Kimia, 7 (1): 15-17. Badan Standarisasi Nasional, 2004, SNI No 06-6989.22, Air dan Air LimbahBagian 2: Cara Uji Nilai Permanganat Secara Titrimetri. Cahyaningrum, S. E., Narsito, Santoso, S. J, dan Agustini, R., 2008, Pemanfaatan Kitosan Limbah Udang Windu (Penaeus Monodon) Sebagai Adsorben Ion Logam Ca (II) dalam Medium Air, Jurnal Kimia Lingkungan, 10 (1): 59-65. Data Pusat Statistik dan Informasi, 2012, Statistik: Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya dan EksporImpor Setiap Provinsi Seluruh Indonesia, Sekretariat Jenderal Kementrian Kelautan dan Perikanan. Elfiana dan Zulfikar, 2012, Penurunan Konsentrasi Organik Air Gambut Secara AOP (Advanced Oxidation Processes) dengan Fotokimia Sinar UV dan UV-Peroksidasi, Politeknik Negeri Lhokseumawe: 223-240. Khan, T. A, Peh, K. K, Ch’ng, H. S., 2002, Reporting Degree of Deacetylation Values of Chitosan: The Influence of Analytical Method, J. Pharm Pharmaceut Sci, 5 (3): 205-212. Killay, A., 2013, Kitosan sebagai Antibakteri pada Bahan Pangan yang Aman dan Tidak Berbahaya, Prosiding FMIPA Universitas Pattimura. Kurniasih, M, dan Kartika, D., 2011, Sintesis dan Karakterisasi Fisika-Kimia Kitosan, Jurnal Inovasi, 5 (1): 42-48. Ningrum, J., 2007, Studi Efektivitas Koagulan Kitosan dalam Menurunkan Kadar Bahan Organik pada Air Gambut, Pontianak: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura, (Skripsi). Nuryanti, 2008, Asam Humat Terimobilisasi pada Lempung Kaolinit sebagai Adsorben Arsen dalam Larutan, Pontianak, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura, (Skripsi).
SIMPULAN Kitosan dari cangkang udang wangkang yang dihasilkan memiliki derajat deasetilasi sebesar 72,85%, kadar abu sebesar 0,55% dan kadar air sebesar 9,08% dengan ciri fisik berwarna putih. Kondisi optimum koagulasi dalam menurunkan bahan organik air gambut oleh kitosan dicapai pada massa 7 gram dan pH 3, dengan total penurunan bahan organik sebesar 2959,29 mg/L dan persen penurunan bahan organik sebesar 67,82%. DAFTAR PUSTAKA Afritha, D., 2011, Pengurangan Bahan Organik di dalam Air Gambut dengan Menggunakan Resin Penukar Anion (Dowex Marathon 11), Pontianak: Fakultas Matematika dan Ilmu
58
JKK, Tahun 2016, Volume 5(3), halaman 52-59
Pitriani, P., 2010, Sintesis dan Aplikasi Kitosan dari Cangkang Rajungan (Portunus Pelagicus) Sebagai Penyerap Ion Besi (Fe) dan Mangan (Mn) untuk Pemurnian Natrium Silikat, Jakarta: Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, (Skripsi). Sinardi, Soewondo, P dan Notodarmojo, S., 2013, Pembuatan, Karakterisasi dan Aplikasi Kitosan dari Cangkang Kerang Hijau (Mytulus virdis Linneaus) Sebagai Koagulan Penjernih Air, Konverensi Nasional Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret, 24-26 Oktober 2013, 33-38.
ISSN 2303-1077
Prayudi, T dan Susanto, J. P., 2000, Chitosan Sebagai Bahan Koagulan Limbah Cair Industri Tekstil, Jurnal Teknologi Lingkungan, 1 (2): 121-125. Suharjo dan Harini, N., 2005, Ekstraksi Chitosan dari Cangkang Udang Windu (Penaeus monodon SP) Secara Fisik-Kimia (Kajian Berdasarkan Ukuran Partikel Tepung Chitin dan Konsentrasi NaOH), GAMMA, 1 (1): 7-15. Stevenson, F. J., 1994, Humus Chemistry: Genesis, Compotition Reaction, 2nd ed, John Wiley and Sons, Inc., Canada.
59