JOURNAL READING Investigating Risk Factors for Cataract Using the Cerner Health Facts® Database
Diajukan guna memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh program pendidikan profesi dokter Disusun oleh : Rizal Ryamizard 22010117220133 Silka Roudhatul Jannah
22010117220130
Reza Akbar Effendi
22010117220126
Asri Rizqi Matondang
22010117220119
Mega Kumala Putri
22010117220122
Lilyn Setyorini Puspitaningrum
22010117220124
Ramadhania Diba Darmawan
22010117220137
Irwandi Samosir
22010117220078
Dian Sharafina Zatalini
22010117220200
Al-Haditsa Islam
22010117220080
Pembimbing : dr. Andhika Guna Dharma, Sp.M ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO RSUP DR. KARIADI SEMARANG 2019
Investigating Risk Factors for Cataract Using the Cerner Health Facts® Database Murugesan Raju, Matthew Chisholm, Abu Saleh Mohammad Mosa, Chi-Ren Shyu and Frederick, W Fraunfelder
ABSTRAK Judul: Pencarian Faktor Risiko untuk Katarak Menggunakan Database Fakta Kesehatan Cerner. Latar belakang: Sebuah penelitian retrospektif dilakukan dengan menggunakan database Fakta Kesehatan Cerner, HIPAA yang sesuai dan teridentifikasi database, untuk mengevaluasi faktor-faktor risiko yang terkait dengan katarak. Metode dan Temuan: Menggunakan kode ICD-9, populasi kelompok penelitian ditentukan dengan memilih semua pasien di database yang mengunjungi klinik mata. Pendekatan berbasis data digunakan untuk memilih beberapa variabel dan analisis rasio peluang dilakukan untuk menentukan hubungan faktor-faktor risiko dengan pembentukan katarak. Analisis rasio peluang menunjukkan bahwa 7 variabel dari 18 berada pada peluang 20% atau lebih tinggi untuk pembentukan katarak. Ini termasuk gentamisin, hipertensi, kelainan metabolisme lipid, obesitas, steroid dan diabetes tipe dua serta gangguan lakrimal. Kesimpulan: Ini adalah penelitian pertama yang menunjukkan hubungan antara gangguan lakrimal dengan perkembangan katarak. Kata kunci: Katarak; Faktor risiko; Gangguan lakrimal, Lensa, Penyakit
PENDAHULUAN Lensa manusia terletak di bagian anterior mata dan terbuat dari konsentrasi tinggi protein kristalin yang memfokuskan gambar bidang visual pada retina [1]. Dengan sedikit pergantian protein, protein kristalin dalam lensa harus bertahan untuk individu seumur hidup, yang mengarah pada penurunan kemampuan fokus dan transparansi lensa seiring bertambahnya usia. Penurunan ini karena seiring bertambahnya umur protein kristalin terus menerus terpapar oleh agen endogen dan eksogen yang membuat protein lensa mengalami berbagai perubahan dan akhirnya mengalami agregasi mengakibatkan hamburan cahaya yang lebih besar [2,3]. Secara klinis perubahan signifikan dan pembentukan agregasi hamburan cahaya yang lebih besar mengarah pada perkembangan katarak. Katarak juga dapat terjadi baik dari bawaan karena mutasi genetik atau dari insiden traumatis. Namun, sebagian besar katarak terkait dengan usia. Katarak dapat secara luas diklasifikasikan menjadi katarak nuclear, katarak cortical dan katarak sub capsular berdasarkan pada lokasi anatomi dan
patofisiologi. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, katarak adalah penyebab utama kebutaan pada orang yang berusia 40 tahun ke atas di seluruh dunia [4]. Beban ekonomi katarak telah meningkat di seluruh dunia [5], namun, penyebab peningkatan prevalensi katarak yang sebenarnya tidak diketahui. Studi menunjukkan bahwa peningkatan prevalensi bisa disebabkan oleh pergeseran demografi usia dalam populasi atau peningkatan paparan faktor risiko yang mempercepat perkembangan kekeruhan lensa. Di Amerika Serikat, prevalensi katarak naik 20% dari 20,5 juta pada tahun 2000 menjadi 24,4 juta pada tahun 2010 dan diperkirakan akan berlipat ganda pada tahun 2050 [6]. Akibatnya, biaya Medicare untuk perawatan katarak terus meningkat [7]. Sebuah studi oleh Organisasi Kesehatan Dunia menunjukkan bahwa dengan membuat munculnya katarak 10 tahun lebih lambat akan mengurangi jumlah orang yang membutuhkan operasi katarak menjadi setengahnya [8]. Oleh karena itu, memahami faktor-faktor risiko yang terkait dengan katarak akan membuka jalan bagi tindakan pencegahan yang lebih baik, yang dapat membantu untuk menunda timbulnya katarak dan selanjutnya mengurangi beban keuangan penyakit ini. Sebuah tinjauan literatur menunjukkan bahwa keparahan agregat hamburan cahaya (light scattering aggregates) di lensa dipercepat oleh beberapa faktor termasuk gaya hidup, status pendidikan, pengobatan, merokok, paparan sinar matahari, diabetes, indeks massa tubuh, penggunaan tembakau, konsumsi alkohol, dan banyak faktor risiko lainnya [9,10]. Studi teresbut juga menunjukkan adanya kemungkinan faktor-faktor pelindung termasuk asupan antioksidan, aktivitas fisik yang lebih tinggi, dan penggunaan obat-obatan tertentu seperti aspirin, beta-karoten, dan multivitamin [11,12]. Namun, kesimpulan dari sejumlah besar studi itu tidak konsisten [10]. Dengan demikian, terdapat kebutuhan untuk pendekatan lebih kuat yang melihat banyak pasien untuk menentukan faktor risiko untuk pengembangan katarak. Data yang tersedia di basis data Cerner Health Facts® digunakan untuk menentukan faktor risiko katarak. Basis data mendokumentasikan dan menyimpan catatan kesehatan elektronik longitudinal (EHR) yang tidak teridentifikasi yang mencakup data demografi pasien, perjumpaan, diagnosis, pengobatan, prosedur, tes laboratorium, informasi rumah sakit, dan tagihan. Basis data ini memfasilitasi peluang unik untuk mempelajari lebih banyak variabel
pasien
daripada
sebelumnya.
Tujuan
dari
penelitian
ini
mengidentifikasi faktor-faktor risiko potensial untuk perkembangan katarak.
adalah
untuk
METODE Sumber Data Penelitian ini menggunakan database elektronik Cerner Health Facts® yang memenuhi persyaratan kerahasiaan pasien dari Portabilitas dan Akuntabilitas Asuransi Kesehatan (HIPAA). Data dalam Fakta Kesehatan diambil langsung dari EMR dari rumah sakit di mana Cerner memiliki perjanjian penggunaan data. Penemuan dapat mencakup farmasi, laboratorium klinis dan mikrobiologi, penerimaan, dan informasi tagihan dari afiliasi lokasi perawatan pasien. Semua penerimaan, pesanan obat dan pengeluaran, pesanan laboratorium dan spesimen dicap tanggal dan waktu, memberikan hubungan temporal antara pola pengobatan dan informasi klinis. Cerner Corporation telah menetapkan kebijakan operasi yang konsisten dengan Hukum HIPAA untuk menetapkan de-identifikasi Fakta Kesehatan. Basis data berisi data klinis unik pada lebih dari 48,9 juta pasien dan menggunakan sistem rekam medis elektronik otomatis untuk menangkap peristiwa klinis. Lebih dari 600 situs individu dari 90 sistem kesehatan berpartisipasi dalam berkontribusi data ke database. MU memiliki perjanjian dengan Cerner untuk menggunakan data ini untuk tujuan penelitian. Dewan peninjau kelembagaan (IRB) di University of Missouri menyetujui protokol penelitian. Desain Kohort Semua pasien yang didiagnosis dengan penyakit terkait mata, usia 35 dan di atas, dilibatkan dalam penelitian ini untuk menyelidiki faktor risiko katarak. Kunjungan terkait mata ditentukan dengan menggunakan kode ICD-9 (361-379) dan mereka yang menderita katarak kemudian diidentifikasi menggunakan kode ontologi ICD-9 (366.01-366.04 dan 366.10-366.19). Katarak kongenital dan katarak traumatis tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Data diambil dan menghasilkan 947.059 pasien. Kriteria inklusi / eksklusi Pemrosesan data dilakukan untuk memastikan kualitas data. Pasien dengan informasi demografi yang tidak lengkap dikeluarkan dari analisis, mengurangi penelitian menjadi 830.125 pasien. Pasien dengan tidak ada faktor risiko yang dipilih juga dikeluarkan dari penelitian, menghasilkan total 699.680 pasien unik untuk analisis rasio odds. Penilaian faktor risiko Pendekatan berbasis data digunakan untuk menentukan faktor risiko. Tabel pengobatan dan diagnosis dirangkum dan variabel yang memiliki setidaknya 4% dari sampel dipilih dari setiap tabel. Dari tabel yang dirangkum, variabel dipilih, ini termasuk hipertensi, gangguan metabolisme lipoid, diabetes tipe I & II, glaukoma, obesitas, penyakit jantung iskemik,
hipotensi, aterosklerosis, gangguan lakrimal, aspirin, multivitamin, steroid, atropin, bacitracin, gentamisin, penggunaan allopurinol dan alkohol.
ANALISIS STATISTIK Hubungan antara katarak dan faktor risiko yang memungkinkan diolah dengan menggunakan analisis univariat. Penghitungan odds ratio (ORs) dan confidence interval (CI) 95% dikalkulasi dengan menggunakan perangkat lunak SAS (versi 9.4 SAS Institute inc) untuk menentukan faktor risiko. Faktor risiko yang dipilih adalah yang memiliki insidensi 20% lebih tinggi pada kelompok pasien dengan katarak dibanding dengan kelompok pasien tanpa katarak.
HASIL Sebanyak total 699,680 pasien dengan katarak diindentifikasi dari pangkalan data the Cerner Health Facts mulai tahun 2000 sampai 2015 yang memenuhi kriteria inklusi/eksklusi dari penelitian (Gambar 1). Kelompok studi terdiri dari 58% wanita (usia 35-93 tahun) dan 42% laki-laki (usia 35-89 tahun) (Tabel 1). Mayoritas dari individu berusia 60 tahun keatas saat didiagnosis dengan katarak. Analisis berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa 19% wanita dan 18% laki-laki didiagnosis dengan katarak. Distribusi ras dari mereka yang terdiagnosis katarak adalah 20.2% Afrika-Amerika, 19.7% Pasifik, 18.7% Native American, 18.4% Kaukasia, 18.0% Asia, 14% Middle Eastern Indians, dan 9.8% Hispanik (Gambar 2). Pola distribusi penyakit mata di antara populasi penelitian adalah sebagai berikut: katarak (21,34%), glaukoma (14,04%), gangguan penglihatan (13,74%), gangguan retina lainnya (11,64%), kelainan mata lainnya (9,20%), kelainan pada konjungtiva (5,43%), kebutaan dan low vision (5,43%), kelainan kelopak mata (2,53%), kelainan refraksi dan akomodasi (2,49%), inflamasi kelopak mata (2,40%), gangguan pada sistem lakrimal (2,12%), strabismus dan kelainan lainnya mengenai gangguan gerakan mata binokular (1,13%), retinal detachments dan defek (1,03%), gangguan saraf optik dan jalur visual (0,9403%), gangguan orbita (0,922%), keratitis (0,893%), gangguan iris dan badan siliaris (0,840%), opasitas kornea dan gangguan kornea lainnya (0,815%), inflamasi chorioretinal, scars, dan gangguan koroid lainnya (0,223%) (Gambar 3). Penelitian ini melihat 18 variabel yang berbeda untuk menentukan efek pada pembentukan katarak (Gambar 4). Analisis odds ratio menunjukkan bahwa 7 dari 18 variabel memiliki peluang 20% atau lebih tinggi berhubungan dengan diagnosis katarak: gentamisin (OR 1,54-95% CI 1,51-1,58), hipertensi (OR 1,32-95% CI 1,30-1,34), gangguan lakrimal
(OR 2,62 95% CI 2,56-2,68), gangguan metabolisme lipid (OR 1,24-95% CI 1.23-1.26), obesitas (OR 1.20-95% CI 1.19 1.22), steroid (OR 1,41-95% CI 1,39-1,43), dan diabetes tipe dua (OR 1,22 95% CI 1.21-1.24). Diabetes tipe satu, mendekati 20% (OR 1,19-95% CI 1,161,22). Telah ditentukan bahwa 3 faktor memiliki peluang hubungan dengan katarak lebih rendah dari 20%: aspirin (OR 0,78-95% CI 0,77-0,80), multivitamin (OR 0,78-95% CI 0,770,79), dan hipotensi (OR 0,77 95% CI 0,75-0,79).
Gambar 1. Alur kriteria pemilihan sampel menunjukkan kriteria inklusi dan eksklusi kelompok penelitian.
Gambar 3. Distribusi kunjungan terkait mata dalam populasi penelitian.
Gambar 2. Prevalensi katarak di antara berbagai ras di kelompok penelitian.
Gambar 4. Plot odds ratio faktor risiko katarak menunjukkan plot yang kuat hubungan antara gangguan lakrimal dan age-related katarak.
Tabel 1. Kelompok penelitian adalah 58% perempuan (rentang usia 35-93 tahun) dan 42% laki-laki (rentang usia 35-89 tahun).
Total pasien
Katarak
N
N
%
N
%
%
Tidak Katarak
Total
699680 100
130678
18.67
569002
81.32
Perempuan
408697 58.42
78322
11.19
330375
47.21
290983 41.58
52356
7.48
238627
34.1
Gender Laki-laki
Ras
Total
699680 100
130678
18.67
569002
81.32
African American
137231 19.61
27728
3.962
109503
15.65
Asian
13382
2404
0.343
10978
1.56
Caucasian
534517 76.39
98600
14.09
435917
62.3
Hispanic
8649
1.23
845
0.123
7804
1.11
Mid-Eastern Indian 157
0.02
22
0.003
135
0.01
Native American
5268
0.752
985
0.14
4283
0.61
Pacific Islander
476
0.068
94
0.013
382
0.05
1.91
PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan database Fakta Kesehatan Cerner untuk menyelidiki faktor risiko katarak. Beberapa penelitian lain, mulai dari case-control hingga population-based, juga telah mencoba untuk menyelidiki faktor-faktor ini [13-18]. West et al. melakukan metaanalisis dan membahas beberapa faktor risiko termasuk pendidikan, jenis kelamin, merokok, alkohol, tekanan darah / hipertensi, radiasi ultraviolet, dan diabetes [10]. Usia yang lebih tua juga banyak dilaporkan sebagai faktor risiko vital [10,19,20]. Analisis Odds Ratio dalam penelitian ini mengidentifikasi 7 faktor risiko dengan peluang 20% atau lebih tinggi untuk menyebabkan katarak. Dari 7 faktor risiko ini, 6 juga telah diidentifikasi dalam literatur: gentamisin, hipertensi, kelainan metabolisme lipid, obesitas, steroid, dan diabetes tipe II. Hal paling signifikan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi gangguan lakrimal sebagai faktor risiko. Ini adalah penelitian pertama yang mengaitkan pembentukan katarak dengan gangguan lakrimal. Hipertensi adalah faktor risiko katarak yang paling diketahui [10,21]. Dimungkinkan bahwa adanya efek katarakogenik dari obat anti-hipertensi tertentu [22]. Tyler Rim et al. telah melaporkan hasil Survei Kesehatan dan Nutrisi Nasional Korea dan menemukan bahwa hiperkolesterolemia, sejenis kelainan metabolisme lipoid, merupakan faktor risiko terjadinya katarak [23]. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa diabetes tipe II dikaitkan dengan kemungkinan yang lebih tinggi untuk mengembangkan katarak [19,20,24,25]. Namun, penyebab pasti peningkatan katarak di antara pasien diabetes tidak diketahui, apakah itu karena peningkatan kadar gula atau komplikasi lebih lanjut dari penyakitnya. Analisis biokimia lensa katarak pada pasien diabetes menunjukkan kelainan pada kadar elektrolit, glukosa, galaktosa, dan glutathione dan dapat menyebabkan efek hipersonik seperti pembengkakan sel serat, pembentukan vakuola, dan kekeruhan lensa [26-28]. Konsensus
dalam literatur mengatakan bahwa steroid merupakan faktor risiko katarak [10,29]. Walaupun diterima secara luas sebagai faktor risiko, mekanisme di balik pembentukan katarak yang diinduksi steroid umumnya tidak disepakati. Penelitian telah menunjukkan hubungan antara toksisitas gentamisin dan kehilangan penglihatan [30] namun perannya dalam pengembangan katarak tidak diketahui. Secara keseluruhan ada pandangan beragam tentang obesitas dalam literatur [31-33]. Studi kami menemukan semua 6 faktor risiko ini memiliki 20% atau kemungkinan tinggi mengarah ke pengembangan katarak. Penelitian ini adalah yang pertama menunjukkan bahwa gangguan lakrimal memiliki korelasi positif yang kuat dengan terjadinya katarak (OR 2,62 95% CI 2,56-2,68). Diketahui bahwa kelainan lakrimal berhubungan dengan sindrom dry eye. Kelenjar lakrimal banyak berperan dalam komponen pada tear film untuk menjaga kesehatan dan transparansi mata dan mungkin juga memiliki peran pada kekeruhan lensa. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami konsekuensi biologis dari gangguan lakrimal dan hubungannya dengan perkembangan katarak. Penting bagi dokter untuk menciptakan kesadaran di antara pasien yang memiliki gangguan lakrimal, karena mereka mungkin berisiko lebih tinggi untuk mengembangkan katarak. Tindak lanjut rutin dan tindakan pencegahan akan memungkinkan mereka untuk menunda terjadinya katarak. Di luar 7 faktor risiko ini, beberapa faktor lain telah diselidiki termasuk: jenis kelamin, etnis, konsumsi alkohol, penggunaan multivitamin dan aspirin. Studi telah menemukan perubahan terjadinya kekeruhan lensa di antara wanita menopause yang telah menjalani terapi hormon, menunjukkan pengaruh hormon yang terlibat dalam kekeruhan lensa. Penelitian ini menunjukkan perbedaan yang dapat diabaikan dalam prevalensi katarak antara laki-laki (18%) dan perempuan (19%). Eye Disease Study (AREDS) melaporkan bahwa usia, jenis kelamin, pendidikan, merokok, dan diabetes adalah faktor risiko yang kuat untuk katarak [19]. Studi mereka juga melaporkan bahwa orang Amerika keturunan Afrika memiliki risiko lebih tinggi terkena katarak daripada orang Kaukasia. Penelitian ini menemukan peningkatan insiden katarak di kalangan orang Afrika-Amerika dibandingkan dengan kelompok etnis lain. Data berbasis ras mengungkapkan bahwa ras Hispanik memiliki prevalensi katarak yang lebih sedikit di antara kelompok studi. Alasan di balik tren ini tidak diketahui, tetapi bisa jadi karena kurangnya kunjungan klinik mata di antara populasi Hispanik karena status sosial ekonomi mereka. Literatur memiliki hasil yang beragam tentang efek alkohol pada pembentukan katarak. Beberapa menegaskan bahwa sedikit minum adalah faktor pelindung [10], sementara yang lain mengatakan bahwa minum adalah faktor risiko [8,15,34]. West et al. melaporkan bahwa hanya yang sering minum minuman keras yang
merupakan faktor risiko untuk perkembangan katarak [10]. Studi ini menemukan bahwa alkohol dikaitkan dengan peluang pembentukan katarak yang sedikit lebih tinggi. Mekanisme yang mendasari bagaimana alkohol menginduksi katarak tidak jelas. Telah disarankan dalam literatur bahwa konversi alkohol menjadi asetaldehida adalah faktor berbahaya karena asetaldehida dapat bereaksi dengan protein lensa dan membentuk perubahan hamburan cahaya [35]. Penelitian telah menunjukkan bahwa multivitamin menawarkan efek perlindungan terhadap perkembangan katarak [19,36,37], sementara yang lain menunjukkan bahwa tidak ada efek perlindungan [38]. Studi ini menemukan bahwa multivitamin dikaitkan dengan kemungkinan lebih rendah untuk pengembangan katarak. Penting untuk menentukan bagian mana dari vitamin ini yang mengarah pada pengurangan katarak. Demikian pula, aspirin memiliki laporan campuran dalam literatur. Beberapa penelitian telah menunjukkan efek perlindungan [19] dan yang lainnya melaporkan tidak ada efek [10]. Gritz et al. melaporkan bahwa aspirin adalah faktor risiko katarak [34]. studi ini menemukan bahwa aspirin dikaitkan dengan kemungkinan perkembangan katarak yang jauh lebih rendah. Mekanisme yang diusulkan dari perlindungan yang dimediasi aspirin terhadap pembentukan katarak tidak diketahui, namun penelitian telah menunjukkan bahwa menurunkan kadar triptofan plasma dan mengurangi aktivitas aldosa reduktase mungkin terlibat [39]. Lebih lanjut, penggunaan allopurinol mungkin merupakan faktor risiko untuk pembentukan katarak [40]. Mekanisme yang diusulkan untuk allopurinol mengurangi kemungkinan pembentukan katarak adalah melalui penghambatan antioksidan xanthine oksidase. Studi ini menunjukkan tidak ada hubungan antara allopurinol dan pengembangan katarak. Penelitian telah menunjukkan juga bahwa kelebihan antioksidan juga merupakan faktor risiko katarak [4143]. Meskipun ada banyak keuntungan dari analisis retrospektif termasuk ukuran populasi yang besar, kemampuan untuk mempelajari lebih banyak variabel, dan database konstan yang dapat dianalisis orang lain, ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Informasi yang tersedia dibatasi oleh data yang disediakan rumah sakit. Data juga terbatas pada wilayah institusi dan geografis yang dilayani oleh rumah sakit Cerner. Ada juga riwayat yang tidak lengkap pada pasien dalam database dan pasien mungkin memiliki kondisi lain atau telah didiagnosis sebelumnya dan itu tidak dicatat dalam database. Informasi longitudinal juga bervariasi antar pasien. Sebagai contoh, beberapa pasien mungkin memiliki 15 tahun informasi sementara yang lain hanya memiliki 3 tahun data. Keterbatasan lain yaitu tidak mengetahui lamanya pemaparan atau frekuensi obat yang digunakan. Meskipun keterbatasan ini khas dari analisis retrospektif, kesimpulan yang didapatkan masih signifikan.
Ucapan Terima Kasih Matthew Chisholm mengucapkan terima kasih yang tulus kepada Dr. Calyam Prasad dari Departemen Ilmu Komputer atas dukungan keuangan. Kami berterima kasih kepada Bree Jensvold-Vetsch karena menyediakan layanan pengeditan selama persiapan naskah. CRITICAL APPRAISAL Population Populasi pada penelitian ini adalah
Menggunakan kode ICD-9, populasi kelompok penelitian ditentukan dengan memilih semua pasien di database yang mengunjungi klinik mata.
Semua pasien yang didiagnosis dengan penyakit terkait mata, usia 35 dan di atas
Pasien yang dipilih adalah pasien dengan kelengkapan infromasi demografi dan yang memiliki factor risiko yang telah dipilih. Sebanyak total 699,680 pasien dengan katarak diindentifikasi dari pangkalan data the Cerner Health Facts mulai tahun 2000 sampai 2015 yang memenuhi kriteria inklusi/eksklusi dari penelitian
Intervention Pada penelitian ini dilakukan tidak dilakukan intervensi kepada subjek penelitian karena desain penelitian adalah penelitian retrospektif. Adapun langkah-langkah pada penelitian ini meliputi :
Pendekatan berbasis data digunakan untuk memilih beberapa variabel dan analisis rasio peluang dilakukan untuk menentukan hubungan faktor-faktor risiko dengan pembentukan katarak.
Tabel pengobatan dan diagnosis dirangkum dan variabel yang memiliki setidaknya 4% dari sampel dipilih dari setiap tabel.
Variabel yang dipilih yaitu : hipertensi, gangguan metabolisme lipoid, diabetes tipe I & II, glaukoma, obesitas, penyakit jantung iskemik, hipotensi, aterosklerosis, gangguan lakrimal, aspirin, multivitamin, steroid, atropin, bacitracin, gentamisin, penggunaan allopurinol dan alkohol.
Hubungan antara katarak dan faktor risiko yang memungkinkan diolah dengan menggunakan analisis univariat.
Penghitungan odds ratio (ORs) dan confidence interval (CI) 95% dikalkulasi dengan menggunakan perangkat lunak SAS (versi 9.4 SAS Institute inc) untuk menentukan faktor risiko.
Faktor risiko yang dipilih adalah yang memiliki insidensi 20% lebih tinggi pada kelompok pasien dengan katarak dibanding dengan kelompok pasien tanpa katarak.
Comparison Penelitian ini membandingkan factor risiko yang telah dipilih, memilih faktor risiko yang memiliki insidensi 20% lebih tinggi pada kelompok pasien dengan katarak dengan kelompok pasien tanpa katarak. Outcome Pada penelitian ini ditemukan:
Analisis Odds Ratio dalam penelitian ini mengidentifikasi 7 faktor risiko dengan peluang 20% atau lebih tinggi untuk menyebabkan katarak.
Tujuh factor risiko tersebut meliputi : gentamisin, hipertensi, kelainan metabolisme lipid, obesitas, steroid, diabetes tipe II dan gangguan lakrimal
Validity Desain penelitian ini adalah cohort. Subjek penelitian ini adalah sebanyak 699,680 pasien katarak yang diindentifikasi dari pangkalan data the Cerner Health Facts mulai tahun 2000 sampai 2015 yang telah sesuai dengan kriteria subjek yang dapat diikutsertakan dalam penelitian. Adapun kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah pasien yang tidak memiliki data demografi lengkap dan pasien yang tidak memiliki faktor risiko yang dipilih sesuai penelitian. Faktor risik yangl dipilih, ini termasuk hipertensi, gangguan metabolisme lipoid, diabetes tipe I & II, glaukoma, obesitas, penyakit jantung iskemik, hipotensi, aterosklerosis, gangguan lakrimal, aspirin, multivitamin, steroid, atropin, bacitracin, gentamisin, penggunaan allopurinol dan alkohol. Analisis penghitungan odds ratio (ORs) dan confidence interval (CI) 95% dikalkulasi dengan menggunakan perangkat lunak SAS (versi 9.4 SAS Institute inc) untuk menentukan faktor risiko. Faktor risiko yang dipilih adalah yang memiliki insidensi 20% lebih tinggi pada kelompok pasien dengan katarak dibanding dengan kelompok pasien tanpa katarak.
Important Hasil dari penelitian ini penting adalah mengidentifikasi gangguan lakrimal sebagai faktor risiko. Ini adalah penelitian pertama yang mengaitkan pembentukan katarak dengan gangguan lakrimal. Gangguan lakrimal memiliki korelasi positif yang kuat dengan terjadinya katarak (OR 2,62 95% CI 2,56-2,68). Applicable Hasil dari penelitian ini aplikatif karena dapat dijadikan sebagai acuan tentang faktor risiko yang mempengaruhi katarak. Faktor risiko yang memepengaruhi katarak antara lain :
Gentamisin
Hipertensi
Kelainan metabolisme lipid
Obesitas
Steroid
Diabetes tipe II
Gangguan lakrimal Faktor risiko tersebut didapatkan berdasarkan analisis odds ratio yang
menunjukkan bahwa 7 dari 18 variabel faktor risiko lain yang memiliki peluang 20% atau lebih tinggi berhubungan dengan diagnosis katarak.