#14 Economic Development Environment

  • Uploaded by: Amelia Johns
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View #14 Economic Development Environment as PDF for free.

More details

  • Words: 1,887
  • Pages: 10
General Business Environment Makalah Kecil

Economic Development Environment : Stabilitas Pemilu dalam Menopang Pertumbuhan Ekonomi saat Resesi Dosen : Dr. Tri Widodo, M.EC. Dev.

Oleh: Franseda 08/271238/PEK/12636 Reguler 21 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA JAKARTA

2009

Stabilitas Politik dan Perkembangan Ekonomi Stabilitas politik yang terjamin, di lain sisi juga dapat mendukung perkembangan ekonomi dan dunia bisnis. Keberhasilan penyelenggaran pemilu legislatif tahun 2009 merupakan contoh pengaruh terciptanya stabilitas politik yang mendukung bertahannya dunia bisnis dari pengaruh krisis global. Konsumsi selama penyelenggaraan pemilu baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu menyokong GDP Indonesia. Sebagian ahli meyakini, demokrasi dapat mendorong dan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Sebagian lagi menyatakan keduanya tak ada hubungan kausalitas bahkan diskoneksi antara satu dengan yang lain. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa demokrasi sejatinya berkorelasi sekalipun lemah dengan pertumbuhan ekonomi. Penelitian yang dilakukan oleh Robert Barro, 1996 menghasilkan bukti empiris yang menunjukkan bahwa demokrasi, sepanjang dapat meningkatkan kualitas pemerintahan, membawa pengaruh efektif pada apa yang disebut total factor productivity (TFP) dan GDP per-capita growth. Bukti empiris ini didasarkan pada hasil studi di kawasan Asia, Afrika, Amerika Latin, Eropa, dan Amerika Utara dalam rentang waktu 1960 dan 1990. Studi ini membuat perbandingan di 65 negara yang mencakup negara maju dengan sistem politik demokrasi dan negara berkembang dengan sistem politik otoriter. Survei ini menggunakan indeks berskala 0 (full autocracy) sampai 1 (full democracy), untuk mengukur kualitas pemerintahan yang dihubungkan dengan TFP dan GDP per-capita growth. Variabel-variabel yang diteliti mencakup: (i) stabilitas politik; (ii) kesenjangan pendapatan; (iii) modal SDM; (iv) biaya investasi; (v) keterbukaan perdagangan; (vi) konsumsi pemerintah; (vii) log initial income; dan (viii) transaksi pasar gelap (Rivera-Batiz 2000; Tavares & Wacziarg 2000). Hasil survei dengan jelas memperlihatkan, negara-negara industri maju dengan sistem demokrasi yang mapan memiliki indeks paling tinggi, seperti Swiss (1,00), Amerika (0,97), dan Kanada (0,96). Sedangkan negara sedang berkembang, yang umumnya otoriter dengan kualitas pemerintahan rendah, memiliki indeks rendah pula seperti Myanmar (0,184), Sudan (0,167), Somalia (0,160), Bangladesh (0,156), dan Zaire (0,113). Sistem politik demokrasi di Indonesia memiliki andil besar di dalam menentukan stabilitas politik negara. Segala kebijakan pemerintah merupakan kebijakan yang telah didukung oleh

suara rakyat melalui perwakilan di tingkat legislatif. Stabilitas akan tercipta melalui kebijakan – kebijakan pemerintah yang mendukung ke arah pengembangan dunia bisnis. Sumbangan Krisis Global pada Penurunan GDP Krisis di sektor keuangan yang dialami negara Amerika Serikat memiliki pengaruh yang nyata pada perekonomian global. Amerika Serikat sebagai pasar dunia merupakan salah satu negara yang memiliki keterkaitan dengan banyak negara di dunia. Penyusutan ekonomi yang dialami oleh Amerika Serikat merupakan bagian dari siklus bisnis. Siklus bisnis adalah pola berulang pertumbuhan dan penyusutan ekonomi (Gorman, 2003). Sebagai bagian dari siklus bisnis, penyusutan ekonomi diharapkan akan segera terlewati dan perekonomian masuk pada masa pemulihan. Indonesia merupakan negara yang mengandalkan sektor ekspornya ke Amerika. Amerika sendiri merupakan negara terbesar kedua tujuan ekspor dari Indonesia, seperti dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1. Negara Tujuan Ekspor Indonesia 2008. Negara Tujuan Jepang Amerika Singapura China Sumber : Badan Pusat Statistik

2008

Pangsa (%)

(US$ miliar) 13,8 12,5 10,1 7,7

12,8 11,6 9,8 7,2

Berdasarkan tabel di atas Indonesia memiliki nilai ekpor sebesar 12,5 milar dolar pada negara Amerika Serikat. Kategori produk yang diekspor ke Amerika sebagian besar berupa produk tekstil dan garmen, sepatu, produk pertanian seperti karet, kopi, kakao, produk kayu dan furniture. Amerika pada awal 2008 merupakan negara tujuan ekspor pertama Indonesia, namun dampak krisis global tampaknya mulai terlihat pada penurunan angka permintaan impor barang Indonesia di Amerika, sehingga pangsa terbesar ekspor Indonesia beralih pada negara tujuan Jepang.

Perkembangan Ekonomi Indonesia

Indonesia sebagai negara yang masih digolongkan berkembang memiliki bentuk perekonomian yang didominasi sektor primer dan sekunder seperti pertanian, pertambangan serta industri dan manufaktur. Perkembangan ekonomi Indonesia didukung oleh pergeseran struktur ekonomi Indonesia berdasar pada sumbangan sektor – sektor perekonomian pada keseluruhan Gross Domestic Product (GDP) Indonesia. GDP merupakan total nilai transaksi (konsumsi, investasi, belanja pemerintah, dan ekspor netto) dalam suatu negara, atau dirumuskan sebagai berikut : Y = K + I + P + (X – I) Semua faktor yang ada di dalam GDP terkait baik secara langsung dan tidak langsung. Indonesia tahun ini masih memiliki pertumbuhan positif meskipun secara global perekonomian sedang menyusut. Ekspor yang berkurang memang akan mempengaruhi GDP, namun beberapa hal juga dapat menambah GDP. Konsumsi juga merupakan salah satu variabel yang ikut menyumbang pada pertumbuhan ekonomi suatu negara. Indonesia merupakan negara yang sangat ditopang oleh tingkat konsumsi yang tinggi. Belanja konsumsi selama masa kampanye legislatif merupakan salah satu faktor penyokong yang mendorong GDP pada masa resesi global. Proyeksi pertumbuhan yang dikemukakan oleh Bank Sentral menyentuh angka sebesar 4,6 persen dan versi pemerintah sebesar 4,3 - 4,8 persen. Namun krisis global memang sedikit banyak menyebabkan perlambatan ekonomi yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal lain yang menyebabkan Indonesia sedikit dapat bertahan selama masa resesi ialah ekspor yang

tidak

hanya

mengandalkan

satu

komoditas

tunggal.

Indonesia

memang

menggantungkan ekspor pada negara Amerika Serikat, namun keberadaan negara – negara lain tujuan ekspor selain Amerika ikut menopang ekspor Indonesia. Peran Pemerintah dalam Meningkatkan Konsumsi Kebijakan Moneter

Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk mengendalikan jumlah uang beredar, tingkat bunga, dan perkreditan dalam rangka mengendalikan perekonomian.Kebijakan moneter Indonesia diputuskan dan dilakukan oleh Bank Sentral yaitu Bank Indonesia. Jenis-jenis Kebijakan Moneter 1. Kebijakan moneter ketat (tight money policy) untuk mengurangi/membatasi jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. 2. Kebijakan moneter longgar (easy money policy) untuk menambah jumlah uang beredar.

Kebijakan

ini

dilakukan

untuk

mengatasi

pengangguran

dan

meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. Perangkat/Sarana/Instrumen Kebijakan Moneter 1. Cadangan wajib minimum (reserve requirement) atau Giro Wajib Minimum (GWM). 2. Kebijakan diskonto (discount policy) dengan menaikan atau menurunkan tingkat bunga diskonto. 3. Operasi pasar terbuka (open market operation) dengan jual beli surat-surat berharga seperti SBI (Sertifikat Bank Indonesia), SBPU (Sertifikat Berharga Pasar Uang), dan lain-lain. 4. Kredit selektif dengan memprioritaskan pemberian kredit pada sektor-sektor tertentu. 5. Himbauan moral (moral suasion). Indonesia sudah terlalu banyak kesalahan dalam kebijakan moneter yang kita buat di masa yang lalu akibat kita tidak cukup memahami mengenai peran bank dan pasar kredit dalam perekonomian. Agar dapat mencapai sasaran, otoritas moneter harus memahami komplet soal bagaimana sektor perbankan akan bereaksi terhadap perubahan dalam kebijakan moneter.

Dalam ilmu ekonomi moneter konvensional, peran bank hanya diperhitungkan dari sisi kewajibannya. Broad money (M2) didefinisikan sebagai penjumlahan uang kartal, giro, tabungan (saving deposit), dan deposito (time deposit). Definisi ini hanya mengukur uang dari sisi transactional demand dan spending power para penabung. Konsep ini jelas meniadakan peran bank sebagai lembaga intermediasi keuangan, yaitu pengumpul dana masyarakat yang sekaligus merangkap sebagai penyalur kredit. Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal (Fiscal Policy) adalah kebijakan pemerintah dengan menggunakan belanja negara dan perpajakan dalam rangka menstabilkan perekonomian. Tujuan dari kebijakan fiskal yaitu: 1. Untuk meningkatkan produksi nasional (PDB) dan pertumbuhan ekonomi. 2. Untuk memperluas lapangan kerja dan mengurangi pengangguran. 3. Untuk menstabilkan harga-harga barang, khususnya mengatasi inflasi.

Perangkat Kebijakan Fiskal memiliki dua aspek perangkat kebijakan fiskal yaitu: 1. Belanja/pengeluaran negara (G = Government Expenditure) 2. Perpajakan (T = Taxes) Jenis-jenis Kebijakan Fiskal 1. Kebijakan fiskal ekspansif (expansionary fiscal policy): menaikkan belanja negara dan menurunkan tingkat pajak netto. Kebijakan ini untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Kebijakan fiskal ekspansif dilakukan pada saat perekonomian mengalami resesi/depresi dan pengangguran yang tinggi. 2. Kebijakan fiskal kontraktif: menurunkan belanja negara dan menaikkan tingkat pajak. Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi inflasi.

Pengaruh Kebijakan Fiskal bagi Perekonomian 1. Pemerintah menggunakan kebijakan fiskal untuk mencapai tujuan-tujuan seperti inflasi yang rendah dan tingkat pengangguran yang rendah. 2. Berdasarkan teori ekonomi Keynesian, kenaikan belanja pemerintah sehingga APBN mengalami defisit dapat digunakan untuk merangsang daya beli masyarakat (AD = C + G + I + X - M) dan mengurangi pengangguran pada saat terjadi resesi/depresi ekonomi. 3. Ketika terjadi inflasi, pemerintah harus mengurangi defisit (atau menerapkan anggaran surplus) untuk mengendalikan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat. Konsumsi Selama Pemilu Pemilu ikut menyumbang mendorong pertumbuhan ekonomi kuartal I tahun ini. Pertumbuhan ekonomi kuartal I masih terbantu oleh konsumsi swasta yang masih kuat karena Pemilu. Menurut Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan, konsumsi masih menjadi penyumbang pertumbuhan, kendati pertumbuhannya turun. Konsumsi di awal tahun 2008 menunjukkan angka sebesar 5,5 persen, konsumsi di awal tahun 2008 masih dalam kondisi non resesi. Menurut data badan pusat statistik sepanjang penyelenggaraan pemilu konsumsi meningkat mencapai sebesar 4,4 persen. Menurunnya tingkat konsumsi selama masa resesi ini dapat diakibatkan oleh pelemahan ekonomi Indonesia secara umum akibat resesi ekonomi global, meskipun saat ini kondisi fundamental ekonomi Indonesia cukup kuat. Selain itu masyarakat juga memiliki kecenderungan mengurangi konsumsi saat resesi ekonomi, dengan mengurangi porsi pengeluaran yang dapat dikonsumsi. Konsumsi menyumbang lebih dari 50 persen dari pertumbuhan ekonomi Indonesia. Konsumsi memiliki keterkaitan yang kompleks sehingga dapat ikut membantu bertahannya perekonomian secara umum di saat resesi global mendera banyak negara di dunia. Konsumsi yang menopang GDP selama penyelenggaraan pemilu dapat dilihat dari beberapa sisi yaitu “ •

Konsumsi Pemerintah

Konsumsi pemerintah selama penyelenggaraan pemilu tersedot pada pembiayaan pemilu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai badan pemerintah mengeluarkan dana triliunan rupiah dalam menyelenggarakan pemilu tahun 2009 ini. Belanja selama pemilu KPU di habiskan untuk menyediakan keperluan logistik pemilu seperti kertas, tinta, kotak pemilu, pengadaan sistem teknologi informasi, panitia pelaksana. Sementara itu tidak kalah pentingnya dana pemilu juga tersedot pada bawaslu yang bertugas mengawasi jalannya pemilu, serta TNI dan Polri yang digunakan untuk mengamankan jalannya pemilu. •

Konsumsi Swasta Secara umum perusahaan yang bergerak di bidang swasta tentu akan mengetatkan pengeluarannya selama masa resesi agar dapat bertahan hidup, seperti dengan memotong biaya di segala sektor, termasuk merumahkan para pekerjanya. Namun hal tersebut tidak terlalu terlihat pada awal tahun ini. Selama resesi global masih berdampak kecil pada perekonomian Indonesia, maka perusahaan – perusahaan swasta tampaknya belum menggunakan opsi pengurangan karyawan seperti yang dilakukan perusahaan – perusahaan di luar negeri terutama di Amerika Serikat. Konsumsi swasta masih tersedot pada belanja produksi serta operasional perusahaan.



Konsumsi Parpol Konsumsi Parpol serta para caleg selama penyelenggaraan pemilu tersedot pada dana kampanye serta pengadaan atribut – atribut parpol. Kampanye legislatif yang pertama dilaksanakan membutuhkan dana besar bagi para parpol serta caleg yang membutuhkan kemenangan untuk memastikan jalan di Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan diselenggarakanya pemilu, maka aktivitas ekonomi yang terkait akan ikut tumbuh.



Konsumsi Masyarakat Konsumsi rumah tangga secara umum mungkin akan menurun akibat adanya resesi global, namun hal ini tampaknya tidak terlihat selama penyelenggaraan pemilu. Konsumsi bahan bakar minyak sepanjang penyelenggaran pemilu meningkat sebesar lima

persen.

Konsumsi

masyarakat

tampaknya

lebih

terpengaruh

pada

penyelenggaraan pemilu apakah berjalan lancar atau tidak yang mempengaruhi inflasi

ekonomi secara umum. Pemilu yang terkendali dan tertib menjamin peralihan kekuasaan lebih lancar, dan aman sehingga stabilitas politik dapat terjaga, yang menjadi indikator bagi aktivitas bisnis untuk tetap beroperasi dan berinvestasi. Apabila pemilu menghasilkan kondisi perekonomian yang kondusif maka aktivitas bisnis dapat berjalan lancar sehingga menjaga tingkat inflasi pada level normal. Hal tersebutlah yang dijadikan patokan konsumsi masyarakat, yaitu pada tingkat harga yang wajar. Masyarakat akan tetap berbelanja pada level harga lama serta peningkatan yang wajar. Masyarakat menjaga porsi pengeluaran yang digunakan untuk konsumsinya, sehingga akan mengurangi belanja pada sisi tertentu apabila mengalami kenaikan harga, dan sebaliknya akan menambah porsi belanja apabila ada penurunan harga.

REFERENSI

Barro, R., 1996, “Determinants of Growth: A Cross-Country Empirical Study.” NBER Working Paper No. 5698. Ali, M. A., Isse, H. S., 2003, “Determinants Of Economic Corruption: A Cross-Country Comparison”, Cato Journal, Cato Institute. http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/link.asp?link=1140000 http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/link.asp?link=1160000 http://statistik.ptkpt.net/_a.php?_a=pbb&info1=1 http://www.tarif.depkeu.go.id/Ind/ www.vibiznews.com/articles

Related Documents


More Documents from ""