139106_li Yola Sken A Blok 14.docx

  • Uploaded by: Irma Yolanda
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 139106_li Yola Sken A Blok 14.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,196
  • Pages: 13
Nama : Irma Yolanda NIM : 04011281722102 Kelas : Alpha 2017 Tuberculosis Definisi Infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini menyebar melalui inhalasi droplet nuclei. Kemudian, masuk ke saluran napas dan bersarang di jaringan paru hingga membentuk afek primer. Afek primer dapat timbul dimana saja dalam paru berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari afek primer diikuti dengan terjadinya inflamasi pada kelenjar getah bening menuju hillus (limfangitis local) disertai dengan pembesaran KGB di hillus (limadenitis regional). Komplek primer dapat terjadi: 1. Sembuh, tidak ada cacat. 2. Sembuh dengan sedikit bekas (garis fibrotic, sarang perkapuran di hillus, sarang Ghon) 3. Menyebar: - Perkontinuatum (sekitarnya) - Bronkogen (penyebaran ke bagian paru lain ataupun sebelahnya) - Hematogen dan Limfogen (dapat menyebar hingga tulangg, ginjal, genitalia, tuberculosis, millier, meningitis) Klasifikasi Tb Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007) yaitu: A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena: 1. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. 2. Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lainlain. B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis, yaitu pada TB Paru: 1. Tuberkulosis paru BTA positif - Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. - 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. - 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. - 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 2. Tuberkulosis paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi: - Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

- Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis - Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT - Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan C. Klasifikasi berdasarkan tingkat kePARAHan penyakit: 1. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk. 2. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu: - TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal. - TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin. D. Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu: 1. Kasus Baru adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). 2. Kasus Kambuh (Relaps) adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). 3. Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO) adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. 4. Kasus Gagal (Failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. 5. Kasus Pindahan (Transfer In) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya. 6. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan. Etiologi Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium tuberculois. Ukuran dari bakteri ini kecil yaitu 0,5-4 µ x 0,3-0,6 µ dan bentuk dari bakteri ini yaitu batang, tipis, lurus atau agak bengkok, bergranul, tidak mempunyai selubung tetapi kuman ini mempunyai lapisan luar yang tebal yang terdiri dari lipid (terutama asam mikolat). Sifat dari bakteri ini agak istimewa, karena bakteri ini dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol sehingga sering disebut dengan bakteri tahan asam (BTA). Selain itu bakteri ini juga tahan terhadap suasana kering, dingin, lembab dan gelap bisa sampai berbulan-bulan namun bakteri ini tidak tahan atau dapat mati apabila terkena sinar, matahari atau aliran udara (Widoyono,2011) Epidemiologi

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai « Global Emergency ». Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. Jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah pendduduk, terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk.Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk Diperkirakan terdapat 2 juta kematian akibat tuberkulosis pada tahun 2002. Jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul. Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab kematian kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian kedua, sementara SKRT 2001 menyebutkan bahwa tuberkulosis adalah penyebab kematian pertama pada golongan penyakit infeksi. Sementara itu dari hasil laporan yang masuk ke subdit TB P2MPL Departemen Kesehatan tahun ,2001 terdapat 50.443 penderita BTA positif yang diobati (23% dari jumlah perkiraan penderita BTA positif ). Tiga perempat dari kasus TB ini berusia 15 – 49 tahun. Pada tahun 2004 WHO memperkirakan setiap tahunnya muncul 115 orang penderita tuberkulosis paru menular (BTA positif) pada setiap 100.000 penduduk. Saat ini Indonesia masih menduduki urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China. Faktor Resiko

a. Status gizi. Malnutrisi akan mengurangi daya tahan tubuh sehingga akan menurunkan resistensi terhadap berbagai penyakit termasuk TB. b. Sosioekonomi. Penyakit TB lebih banyak menyerang masyarakat yang berasal dari kalangan sosioekonomi rendah. Lingkungan yang buruk dan permukiman yang terlampau padat sangat potensial dalam penyebaran penyakit TB c. Pendidikan. Rendahnya pendidikan seseorang penderita TB dapat mempengaruhi seseorang untuk mencari pelayanan kesehatan. d. Faktor-faktor Toksik. Seperti Merokok, minuman keras, dan tembakau merupakan faktor penting dapat menurunkan daya tahan tubuh. e. Seseorang dengan imunitas rendah yang hidup berdampingan dengan penderita TB Paru dipengaruhi juga oleh faktor gizi buruk. f. Orang yang secara tidak sengaja terkena percikan ludah penderita TB Paru. g. Penderita/orang dengan infeksi HIV/AIDS. Patogenesis

Patofisiologi Infeksi Primer Penularan TB Paru terjadi karena kuman mycobacterium tuberculosis. Dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat hidup dalam udara bebas selama kurang lebih 1-2 jam, tergantung pada tidaknya sinar ultraviolet,

ventilasi yang buruk dan kelembaban. Suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari– hari sampai berbulan–bulan. Bila partikel ini terhisap oleh orang sehat maka ia akan menempel pada jalan nafas atau paru–paru. Partikel dapat masuk ke dalam alveolar, bila ukuran vartikel kurang dari 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi terlebih dulu oleh neutropil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang trakea bronkhial bersama gerakan sillia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru maka ia akan tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang ke jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer atau sarang ghon (fokus). Sarang primer ini dapat terjadi pada semua jaringan paru, bila menjalar sampai ke pleura maka terjadi efusi pleura. Kuman dapat juga masuk ke dalam saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit. Kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar keseluruh organ, seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke dalam arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran keseluruh bagian paru dan menjadi TB milier. Sarang primer akan timbul peradangan getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran getah bening hilus (limfangitis regional). Sarang primer limfangitis lokal serta regional menghasilkan komplek primer (range). Proses sarang paru ini memakan waktu 3–8 minggu. Selanjutnya, fokus primer yang mengalami kalsifikasi bersama pembesaran nodus limfe disebut kompleks Ghon. Infeksi Pascaprimer (Postprimary Tuberculosis) atau Reaktivasi (Reactivation Tuberculosis) Individu yang pernah mengalami infeksi primer biasanya mempunyai mekanisme daya kekebalan tubuh terhadap basil TB, hal ini dapat terlihat pada tes tuberculin yang menimbulkan hasil reaksi positif. Jika orang sehat yang pernah mengalami infeksi primer mengalami penurunan daya tahan tubuh, ada kemungkinan terjadi reaktivasi basil TB yang sebelumnya berada dalam keadaan dorman. Reaktivasi biasanya terjadi beberapa tahun setelah infeksi primer. Penurunan daya tahan tubuh dapat disebabkan oleh bertambahnya umur (proses menua), alkoholisme, defisiensi nutrisi, sakit berat, diabetes mellitus dan HIV/AIDS. Gejala tuberculosis pasca primer berbeda dengan gejala penyakit tuberculosis yang disebabkan oleh infeksi primer. Hal ini disebabkan karena pada penderita tuberculosis pasca primer, individu tersebut telah mempunyai mekanisme kekebalan terhadap basil TB Manifestasi Klinik Menurut Wong (2008) tanda dan gejala tuberkulosis adalah: 1. Demam 2. Malaise 3. Anoreksia 4. Penurunan berat badan 5. Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama berminggu– minggu sampai berbulan – bulan)

6. 7. 8. 9. 10.

Peningkatan frekuensi pernapasan Ekspansi buruk pada tempat yang sakit Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi Demam persisten Manifestasi gejala yang umum: pucat, anemia, kelemahan, dan penurunan berat badan

Algoritma Penegakkan Diagnosis

Komplikasi Menurut Depkes (2005): 1. Hemoptisis berat 2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. 3. Bronkiektasis dan fibrosis pada paru. 4. Pneumotorak spontan 5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya. 6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).

Diagnosis Banding

Prognosis Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun akan (Depkes, 2005) : 1. 50% meninggal 2. 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi 3. 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular. Prognosis tergantung dengan pengobatan yang didapat. Akan bagus bila pasien patuh terhadap pengobatan dan ditangani segera. Akan jelek bila tidak ditangani segera dan pasien tidak patuh terhadap pengobatan SKDI Tingkat kemampuan 4A Lulusan dokter mampu membuat diagnosa klinis berdaasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang diminta oleh dokter. Lulusan dokter mampu menangani kasus secara mandiri sampai tuntas

Tata Laksana dan edukasi A. Tata Laksana Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel.

Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain: 1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal 2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan yang tidak disengaja. 3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan standar 4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit 5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan penggunaan monoterapi Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya. PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

- TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH, 2 RHZE/ 6HE , 2 RHZE / 4R3H3 Paduan ini dianjurkan untuk a. TB paru BTA (+), kasus baru b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru) PENGOBATAN SUPORTIF / SIMPTOMATIK Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan. 1. Pasien rawat jalan 1. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk / penyakit komorbidnya) 2. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam 3. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain. 2. Pasien rawat inap Indikasi rawat inap : TB paru disertai keadaan/komplikasi sebagai berikut : o Batuk darah massif o Keadaan umum buruk o Pneumotoraks o Empiema o Efusi pleura masif / bilateral o Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura) TB di luar paru yang mengancam jiwa : - TB paru milier - Meningitis TB Pengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat. TERAPI PEMBEDAHAN lndikasi operasi 1. Indikasi mutlak a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif 2. lndikasi relative a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang

b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan c. Sisa kaviti yang menetap. Tindakan Invasif (Selain Pembedahan) - Bronkoskopi - Punksi pleura - Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage) EVALUASI PENGOBATAN Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat. Evaluasi klinik 1. Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan 2. Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit 3. Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisis. Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan) Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik - Sebelum pengobatan dimulai - Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif) - Pada akhir pengobatan Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan) Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada: - Sebelum pengobatan - Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan) - Pada akhir pengobatan Evaluasi efek samping secara klinik - Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap - Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah , serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan - Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid - Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada keluhan) - Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri (bila ada keluhan) - Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinis kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi klinis dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan

pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman. Evalusi keteraturan berobat - Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan lingkungannya. - Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi. Kriteria Sembuh - BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat - Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/ perbaikan - Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negative B. Edukasi Ulangi pesan yang telah disampaikan pada saat pasien datang sebagai suspek untuk memperkuat informasi tersebut  TB dapat disembuhkan Sampaikan kepada pasien bahwa penyakit TB dapat disembuhkan secara tuntas bila ia menjalankan pengobatan dengan teratur dan tidak putus berobat di tengah jalan.  Kesediaan pasien menjalankan pengobatan Sebelum memberikan obat kepada pasien, sampaikan bahwa pengobatan tidak boleh terputus. Putus berobat akan menyebabkan kuman yang masih tersisa dalam tubuh menjadi kebal terhadap obat yang saat ini tersedia di Indonesia dan pengobatan tersebut mahal harganya. Obat yang saat ini diberikan sangat berkualitas dan disediakan oleh pemerintah. Untuk itu sebaiknya tanyakan kesungguhan pasien dalam menjalankan pengobatan TB.  Bagaimana mencegah penularan TB Pencegahan dapat dilakukan dengan: 1. Menelan obat secara teratur dan tuntas 2. Menutup mulut dan hidung ketika batuk atau bersin 3. Membuka jendela atau pintu agar cahaya matahari dan udara segar masuk kedalam rumah 4. Tidak diperlukan diet khusus, tidak memisahkan alat makan, dan mensterilisasi alat makan minum atau perabot rumah tangga.  Kontak serumah Semua anak yang berusia dibawah 5 tahun yang tinggal serumah dengan pasien TB harus diperiksa, karena usia tersebut sangat rentan terhadap berbagai penyakit. Anakanak mungkin membutuhkan pengobatan pencegahan atau rujukan ke dokter. Anggota keluarga lain yang serumah yang mengalami gejala TB harus segera diperiksa.





Perlunya pengawasan menelan obat Petugas kesehatan harus menjelaskan pentingnya pengawasan menelan obat bagi pasien. Jelaskan bahwa pasien menelan seluruh obat dengan diawasi oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO), untuk memastikan bahwa pasien menelan seluruh obat secara benar,teratur, dan sesuai waktu yang ditentukan. Dengan demikian petugas akan mengetahui apakah pasien mengalami masalah dalam pengobatan seperti efek samping dan lain-lain. Melalui pengawasan menelan obat, petugas akan segera tahu apabila pasien terlewat minum obat, dan segera menyelidiki penyebabnya. Menjelaskan paduan obat Jelaskan tentang paduan pengobatan meliputi: 1. Lama waktu pengobatan Contoh: Jika pasien baru “Obat TB diberikan selama 6 bulan. Bapak akan mendapatkan obat selama 6 bulan karena bapak adalah pasien baru” 2. Jenis obat dan cara pemberiannya Contoh: Jika pasien kambuh “Obat terdiri dari dua jenis, obat telan dan obat suntik. Obat akan diberikan dalam dua tahap. Tahap awal akan harus diminum setiap hari dan bapak/ibu juga akan disuntik selama dua bulan. Selanjutnya setelah hasil pemeriksaan dahak negatif maka obat suntik akan dihentikan dan obat minum akan diberikan 3 kali seminggu selama 5 bulan.“ 3. Kualitas obat Contoh: “Obat yang disediakan pemerintah ini gratis dan berkualitas, obat ini adalah kombinasi yang terbaik yang digunakan di seluruh dunia untuk mengobati TB, bila bapak/ibu berobat dengan teratur maka akan sembuh.” 4. Frekuensi kunjungan mengambil obat Contoh: “Bapak/Ibu harus datang ke Puskesmas setiap hari selama dua bulan ini untuk disuntik dan mengambil obat.” 5. Kemana pergi untuk mengambil obat Contoh: “Bapak/Ibu bisa langsung datang ke ruang TB jika mengambil obat, bila ada keluhan bapak/ibu bisa bertemu dengan dokter. Bapak/Ibu dapat mengambil obat pada hari Selasa pukul 10 sampai 11 pagi” 6. Mencegah Penularan “Untuk mencegah penularan TB di keluarga dan orang-orang sekitar bapak/ibu, biasakan untuk menutup mulut ketika batuk dan bersin. Di rumah, buka jendela dan pintu agar udara segar bisa masuk. Bapak/ibu tidak harus memisahkan peralatan makan karena penularan TB tidak melalui peralatan makan”

Sumber : World Health Organization. Guidelines for prevention of tuberculosis in health care facilities in resource limited settings.Geneva, Switzerland: WHO.1999. Available from: http://whqlibdoc.who.int/hq/1999/WHOTB99.269.pdf. Perhimpunan

Dokter

Paru

Indonesia.

Pedoman

Diagnosis

Tuberkulosis di Indonesia. http://www.klikpdpi.com.

&

Penatalaksanaan

Dongoran,

RA.

2012.

Etiologi

dan

Patogenenesis

Tuberkulosis

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31392/4/Chapter%20II.pdf. Green, Chris W. 2006. Seri Buku Kecil: HIV dan TB. http://www.spiritia.or.id.I

Paru.

Related Documents


More Documents from "Putri"