LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENCAPAN 2 Pencapan Kain Poliester dengan Zat Warna Dispersi Variasi Suhu Baking (Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Teknologi Pencapan 2)
KELOMPOK
: 5 (LIMA)
ANGGOTA
:1. M. AZHARI
(16020099)
2. RD. SARAH FADHILLAH S
(16020105)
3. TYAS ADITYA DEWI
(16020122)
4. WULAN ANDAYANI
(16020127)
GROUP
: 3K4
DOSEN
: SUKIRMAN, S.ST., MIL.
ASISTEN
: 1. DESTI M., S.ST. 2. DESIRIANA
POLITEKNIK STTT BANDUNG 2019
BAB I PENDAHULUAN I.
MAKSUD DAN TUJUAN 1.1 Maksud Melakukan pencapan pada kain poliester dengan zat warna dispersi dengan variasi suhu baking. 1.2 Tujuan -
Untuk melakukan evaluasi ketuaan warna yang dihasilkan pada proses pencapan kain poliester dengan zat warna dispersi.
-
Untuk melakukan evaluasi kerataan warna yang dihasilkan pada proses pencapan kain poliester dengan zat warna dispersi.
-
Untuk melakukan evaluasi handling yang dihasilkan pada proses pencapan kain poliester dengan zat warna dispersi.
-
Untuk melakukan evaluasi ketajaman motif yang dihasilkan pada proses pencapan kain poliester dengan zat warna dispersi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencapan Pencapan adalah suatu proses pemberian warna pada kain secara tidak merata sesuai dengan motif yang telah ditentukan dan hasilnya memiliki ketahanan luntur warna. Untuk mencapai hasil pencapan yang baik pada proses pencapan dibutuhkan kondisi yang spesifik, peralatan khusus dan desain yang sempurna, desain memiliki nilai seni yang tinggi dan biasanya diciptakan sebagai hasil karya seni. Motif yangakan diperoleh pada kain cap nantinya harusnya dibuat dulu gambar pada kertas.Kemudian dari gambar ini masing-masing warna dalam komponen gambar yang akan dijadikan motif dipisahkan dalam kertas film. Dari kertas film inilah motif dipindahkan ke screen, di mana dalam screen ini bagianbagian yang tidak ada gambarnya akan tertutup oleh zat peka cahaya sedangkan untuk bagian-bagian yang merupakan gambar akan berlubang dan dapat meneruskan pasta capke bahan yang akan dicap. Beberapa alat yang digunakan dalam proses pencapan, antara lain : 1. Kasa / screen Kasa / screen adalah kain yang berfungsi sebagai sarana pembentuk corak gambardi atas benda - benda yang dicap (sablon). Kasa terbuat dari serat sintetis, seperti Nylon dan Poliester yang memiliki sifat Hidrofobik sehingga kestabilan tegangankasa terjaga, tidak mudah mulur ataupun mengkeret.
2. Rakel (squeeqee) Rakel berguna untuk menekan tinta dari kain screen (saring) ke atas kertas atau bahan lain yang akan disablon. Biasanya terbuat dari karet atau plastik sintetik. Pada bahan yang lunak dan tumpul biasanya mengalirkan lebih banyak tinta pada media cetak. Sedangkan bahan yang keras dan tajam mengalirkan lebih sedikit tinta,sehingga mempercepat pengeringan. Ujung bundar untuk memindahkan tintadalam jumlah banyak, misalnya untuk mencetak warna terang diatas latar belakang gelap diatas objek datar. Juga digunakan untuk mencetak tinta fluorescent. Satu sisi miring, untuk menyablon
diatas gelas atau plastik keras seperti kaca,pelat nama dan lain-lain yang datar dengan permukaan halus. Jumlah tinta yangdijumlahkan sedikit.
3. Meja Cetak Meja cetak yang digunakan khusus untuk sablon, yaitu daun meja dibuat dari kaca dengan ketebalan 5 mm. Rancangan dibuat khusus untuk sablon dengan posisi kedudukan engsel penyekat (catok) sejajar dengan permukaan kaca.
2.2 Kain Poliester Serat poliester adalah polimer yang dihasilkan dari reaksi antara monomer asam tereftalat dan etilena glikol.
Penampang melintang dan membujur serat poliester sesuai dengan spinneret. Salah satu penampang melintang poliester adalah bulat dan penampang membujurnya silinder.
Sifat-Sifat Fisika Poliester 1. Kekuatan tarik 4-6.9 gram/denier.
2. Mulur 11%-40%. 3. Elastisitas baik (tahan kusut) 4. Moisture regain (RH) 0.4% 5. Modulus tinggi (pembebanan 1.7 g/denier menyebabkan mulur 2%) 6. Berat jenis 1.38 7. Titik leleh 250C
Sifat-Sifat Kimia Poliester 1. Tahan asam lemah mendidih dan asam kuat dingin. 2. Tidak tahan alkali kuat. 3. Tahan oksidator pelarut untuk dry celanning 4. Larut dalam metakresol panas 5. Tahan jamur
2.3 Zat Warna Dispersi Zat warna dispersi adalah zat warna yang diperoleh dari hasil sintesa senyawa yang bersifat hidrofob sehingga kelarutannya dalam air kecil sekali. Dalam pemakaiannya zat warna ini harus didispersikan di dalam larutan dan membutuhkkan bantuan pengemban atau adanya suhu tinggi. Berdasarkan ukuran molekul dan sifat sublimasinya zat warna dispersi digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu : 1. Tipe A Ukuran molekul kecil. Kerataan pencelupan sangat baik. Mudah bersublimasi pada suhu 130C Digunakan untuk mencelup selulosa asetat dan akrilat. 2. Tipe B (tipe E) Ukuran molekul sedang Sifat kerataan pencelupan baik Menyublim pada suhu 190C. Digunakan untuk pencelupan poliester metoda carrier atau pencapan alir panas (transfer printing)
3. Tipe C (tipe SE) Sifat kerataan pencelupan baik. Menyublim pada suhu 200C. Digunakan untuk pencelupan poliester cara carrier, HT/HP, dan thermosol. 4. Tipe D (tipe S) Kerataan hasil pencelupan kurang baik. Menyublim pada suhu 210C. Digunakan untuk pencelupan poliester metoda HT/HP dan thermosol.
Sifat-sifat zat warna dispersi a. Mempunyai titik leleh sekitar 150C dan kekristalinan yang tinggi. b. Apabila digerus sampai halus dan didispersikan dengan zat pendispersi dapat menghasilkan dispersi yang stabil dalam larutan pencelupan dengan ukuran partikel 0.5 mikron-2.0 mikron. c.
Mempunyai berat molekul yang relatif rendah.
d. Mempunyai tingkat kejenuhan 30-200 mg/g dalam serat. e. Relatif tidak mengalami perubahan kimia selama proses pencelupan berlangsung. f.
Bersifat nonion walaupun mengandung guguh NH2, NHR, dan –OH yang bersifat agak polar.
g. Kelarutan dalam air kecil sekali (kurang dari 30 mg/kg zat warna) h. Ketahanan warna hasil pencelupan terhadap keringat dan pencucian sangat baik tetapi kelunturan warna terhadap sinar jelek.
2.4 Pengental Pengental berfungsi untuk melekatkan zat warna pada bagian bahan tekstil yang akan diwarnai selama proses pencapan berlangsung, sehingga dipeoleh batas gambar yang tajam, warna yang rata, dan penetrasi zat warna yang cukup baik. Pengental digunakan dalam proses pencapan sebagai medium untuk melekatkan zat warna pada permukaan kain, medium air seperti halnya pada
pencelupan tidak bisa dipergunakan karena sifat air yang menyebar sehingga menyebabkan gambar blobor. Selain fungsi utama pengental untuk melekatkan zat warna, fungsi lain dari pengental adalah : -
Untuk membawa zat warna dan zat pembantu
-
Untuk melawan kapilaritas dari kain
-
Untuk mencegah migrasi selama pencepan berlangsung
-
Untuk meningkatkan daya adesi zat warna yang belum terfiksasi dalam serat
-
Untuk mengikat air dari hasil kondensasi uap pada prosres fiksasi
-
Bertindak sabagai koloid pelindung agar zat warna tidak mengendap selama pencapan berlangsung. Zat pengental pada umumnya terdiri dari polimer polisakarida dengan rantai
polimer yang panjang. Monomer penyusunnya biasanya glukosa, maltosa, galaktosa, dan arabinosa. Pengental untuk proses pencapan harus memiliki syarat – syarat tertentu yang cocok sehingga tidak mengganggu dalam proses pencapan, sesuai dengan bahan yang dicap, kualitas yang dihasilkan, cara fiksasi, dan proses pencucian, yaitu antara lain:
-
Harus sesuai dengan bahan yang dicap
-
Tidak membentuk busa pada pasta pencapan
-
Tidak berwarna, karena bahan pengental yang berwarna akan mempengaruhi warna zat warna yang digunakan dalam pencapan.
-
Tidak berubah viskositasnya, baik selama penyimpanan maupun selama proses pencapan berlangsung, tidak terjadi perubahan fisis maupun chemis.
-
Viskositasnya dapat diatur
-
Tidak mengadakan reaksi dengan zat warna dan zat pembantu
-
Lapisan film yang terbentuk memiliki fleksibilitas, tidak kaku setelah kering.
-
Tidak menimbulkan migrasi warna yang disebabkan oleh kontak dengan serat setelah pengeringan
-
Dapat mengikat air dengan baik, sehingga dapat menghindari bleeding (blobor) pada waktu pengukusan
-
Mempunyai daya reduksi yang rendah
-
Mudah dihilangkan kembali dalam proses pencucian
-
Memberikan nilai warna yang baik, serta ketajaman garis-garis motif.
Jenis pengental : -
Pengental alam
-
Pengental sinterik
-
Pengental modifikasi
-
Pengental emulsi
-
Pengental semi emulsi.
2.5 Pasta Cap Langkah awal yang dilakukan dalam pembuatan pasta cap adalah memilih zat warna untuk proses pencapan. Pembuatan pasta cap disesuaikan dengan resep yang telah ditentukan, kesesuaian warna, dan urutan warna motif. Jumlah pasta cap dibuat sesuai dengan jumlah bahan yang dicap. Macam zat warna yang digunakan untuk pencapan sama dengan zat warna untuk pencelupan. Pemilihan zat warna disesuaikan dengan bahan atau kain yang dicap, alat cap, sifat tahan luntur warna, dan sifat-sifat lain yang diinginkan seperti kestabilan dalam pasta cap, kepekaan terhadap zat-zat kimia, ketahanan terhadap suhu tinggi dan sebagainya.. Viskositas pasta induk sebagai pengental dibuat lebih tinggi viskositasnya dari pada viskositas pasta cap, setelah pembuatan pengental sebaiknya didiamkan selama waktu tertentu utnuk menghilangkan gelembung udara. Secara mudah pengukuran viskositas dilakukan dengan cara pasta diambil dengan sendok kemudian dituang, bila pasta mengalir deras berarti pasta cap encer sebaliknya bila pasta cap mengalir terputus putus berarti pasta terlalu kental. Fungsi air selain sebagai pelarut juga sebagai pengatur kekentalan pasta, di industri, pembuatan pasta dapat dilakukan dengan mesin khusus, atau menggunakan bak dengan pengaduk menggunakan mixer, sehingga hasilnya lebih homogen. Prinsip pembuatan pasta cap adalah percampuran sejumlah zat warna yang telah dilarutkan atau dipastakan dengan air atau dengan bantuan zat pelarut zat warna kedalam pengental induk yang telah dicampur dengan zat-zat pembantu secara sedikit demi sedikit sambil diaduk, setelah pengadukan selesai kemudian diukur viskositasnya.
Pasta yang digunakan dalam proses pencapan terdiri dari : - Zat warna - Pengental induk - Zat pembantu - Air (sebagai pelarut dan balance)
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1
Alat-alat 1. Screen Printing 2. Meja printing 3. Rakel 4. Mesin Stenter 5. Mesin Steamer 6. Mixer 7. Pengaduk 8. Neraca 9. Gelar Ukur
3.1.2
Bahan 1. Kain Poliester 2. Zat Warna Dispersi (Merah dan Kuning) 3. Pengental CMC 4. Urea 5. Pendispersi 6. Asam Asetat ( CH3COOH) 7. Na2CO3 8. Teepol
3.2 Cara Kerja 3.2.1
Pembuatan Pengental CMC 1.
Menyiapkan alat dan pengental
2. Pengental ditimbang sesuai dengan kebutuhan, 3. Siapkan air hangat sesuai dengan kebutuhan. 4. Bubuk Alginat dimasukkan sedikit demi sedikit kedalam air hangat tadi sambil dikocok menggunakan mixer CMC terbentuk menjadi larutan yang kental.
3.2.2
Pencapan 1. Menghitung kebutuhan zat yang akan digunakan untuk proses pencapan. 2.
Menyiapkan kain kapas yang akan digunakan sebanyak 4 lembar kain.
3.
Meja print terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran seperti pasta cap sisa pencapan yang sebelumnya agar tidak menempel pada kain yang akan dicap.
4.
Kain poliester yang akan dicap ditempelkan pada meja cap, kemudian tempelkan pula screen yang akan digunakan diatas kain
5.
Kemudian dicap dengan 2x perakelan dengan alur yang sama. Pada saat pencapan berlangsung saat melakukan perakelan tekanan pada screen harus kuat agar pasta cap tidak keluar dan warna yang didapat menjadi lebih tebal.
6.
Setelah
proses
pencapan
selesai,
keringkan
kain
dengan
menggunakan mesin stenter. 7.
Setelah
kering,
kain
dilakukan
proses
baking
dengan
suhu
150,160,180,190oC 8.
Kemudian kain dilakukan pencucian sabun panas lalu pencucian dingin lalu dibilas dan dikeringkan.
9.
Dilakukan evaluasi kain
meliputi ketuaan warna, kerataan warna,
ketajaman motif dan handling.
3.3 Diagram Alir 3.3.1
Pencapan
Persiapan pasta cap, bahan dan mesin
Proses Pencapan
Drying 100oC, 1'
Baking 150,160,180,190oC
Pencucian (cuci dingin dan cuci reduksi)
Evaluasi
3.4 Resep 3.4.1
Resep Pencapan Tabel 3.4.1.1 Resep Pencapan No
Resep
1
1
Zat Warna
2
3
4
1800C
1900C
15 g
Asam 2
Pengental CMC
700 g
3
Urea
100 g
4
Asam Asetat
10 g
5
Pendispersi
20 g
6
Waktu Baking
2 menit
7
Waktu Steam
8
Pengeringan
1500C
1600C
1000C t = 1 menit Tabel 3.2 Resep Pencucian
No
Resep
1
2
1
Na2CO3
1 g/l
2
Teepol
1 ml/l
3
Suhu
80 0C
4
Waktu
3.3.2
3
Menit
3.5 Perhitungan Resep 3.5.1 Pencapan 15
Zat Warna Dispersi
= 1000 x 50 g = 0,75 gram
Pengental
= 1000 x 50 g = 35 gram
Urea
= 1000 x 50 g = 5 gram
Asam Asetat
=
10 1000
x 50 g = 0,5 gram
Pendispersi
=
20 1000
x 50 g = 1 gram
700 100
4
3.5.2 Pencucian 1
Na2CO3
= 1000 x 100 ml = 0,1 gram
Teepol
= 1000 x 100 ml = 0,1 ml
1
3.6 Fungsi Zat 1. Zat warna Asam, berfungsi untuk memberi warna pada kain secara merata dan permanen 2. Gliserin
merupakan
zat
higroskopis
yang
berfungsi
untuk
menjaga
kelembaban kain pada waktu proses drying dan steaming 3. Pengental sebagai pengental untuk zat warna asam. 4. Asam asetat sebagai asam yang mengatur suasana pH pasta
cap pada
fiksasi zat warna kedalam serat. 5. Zat pendispersi sebagai zat yang mendispersikan zat warna yang tidak larut menjadi lebih stabil pada pasta cap dan menghindari terjadinya penggumpalan zat warna dispersi. 6. Teepol, Na2CO3 dan sabun untuk menghilangkan pengental, zat warna yang tidak terfiksasi dan zat lain pada proses pencucian sabun.
3.7 Data pengamatan 1. Persiapan alat dan bahan
2. Pembuatan pengental induk
3. Pasta cap dispersi
4. Pencapan zat warna dispersi
5. Pengeringan kain hasil pencapan asam
6.
Proses Baking
7. Pencucian Reduksi dan Bilas dingin
3.8 Data Percobaan 3.8.1 Ketuaan Warna Pengaruh suhu terhadap ketuaan warna Tabel 3.8.1.1 Hasil Evaluasi Ketuaan Warna Secara Visual
Kain
Nilai Pengamat
Ranking
Kain 1 T = 150oC
5
4
Kain 2 T = 160oC
6
3
Kain 3 T = 180oC
7
2
Kain 4 T = 190oC
8
1
Keterangan : - Sangat Baik (8,1 – 10)
(6,1 – 8)
- Baik
- Cukup Baik (4,1 – 6) - Kurang Baik (x ≤ 4)
3.8.2 Kerataan Warna Pengaruh suhu terhadap kerataan warna. Tabel 3.8.2.1 Hasil Evaluasi Ketahanan Luntur Warna Terhadap Pencucian Kain Kain 1 T = 150oC Kain 2 T = 160oC Kain 3 T = 180oC Kain 4 T = 190oC Keterangan : - Sangat Baik (8,1 – 10) - Baik
(6,1 – 8)
- Cukup Baik
(4,1 – 6)
- Kurang Baik (x ≤ 4)
Nilai Pengamat
Ranking
7
1
7
1
6
3
5
4
3.7.3 Ketajaman Motif Pengaruh suhu terhadap Ketajaman motif Tabel 3.5 Hasil Evaluasi Ketajaman Motif Secara Visual Kain
Pengamat
Ranking
6
4
7
3
8
2
9
1
Kain 1 T = 150oC Kain 2 T = 160oC Kain 3 T = 180oC Kain 4 T = 190oC Keterangan : -
Sangat Baik
(8,1 – 10)
-
Baik
(6,1 – 8)
-
Cukup Baik
(4,1 – 6)
-
Kurang Baik
(x ≤ 4)
3.7.3 Handling Pengaruh suhu terhadap Handling Tabel 3.5 Hasil Evaluasi Ketajaman Motif Secara Visual Kain
Pengamat
Ranking
9
1
8
2
7
4
6
4
Kain 1 T = 150oC Kain 2 T = 160oC Kain 3 T = 170oC Kain 4 T = 190oC Keterangan : -
Sangat Baik
(8,1 – 10)
-
Baik
(6,1 – 8)
-
Cukup Baik
(4,1 – 6)
-
Kurang Baik
(x ≤ 4)
BAB IV PENUTUP 4.1 DISKUSI Seperti halnya yang sudah kita ketahui pencapan adalah suatu proses untuk mewarnai bahan tekstil dengan melekatkan zatwarna pada kain secara tidak merata sesuai dengan motif yang diinginkan. Pada praktikum ini, kelompok kami melakukan proses pencapan kain poliester dengan zat warna dispersi metoda langsung menggunakan kasa siap pakai motif non repeat yang telah disiapkan pada praktikum sebelumnya. Pasta cap yang mengandung zat warna dicapkan langsung pada bahan tekstil yang masih utuh atau telah berwarna & hasil celupan. Zat warna dispersi adalah zat warna organik yang dibuat secara sintesis, yang kelarutannya dalam air sedikit dan merupakan larutan dispersi. Zat warna tersebut digunakan untuk mewarnai serat-serat sintetis atau serat tekstil yang bersifat hidrofob. Zat warna ini mempunyai berat molekul yang kecil dan tidak mengandung gugus pelarut. Dalam pemakaiannya diperlukan zat pembantu yang berfungsi untuk mendispersikan zat warna dan mendistribusikannya secara merata didalam larutan, yang disebut zat pendispersi. Zat warna dispersi dapat mewarnai serat poliester dengan baik jika memakai zat pengemban atau dengan temperatur tekanan tinggi. Untuk pengental selain harut memenuhi syarat yang ada yaitu tidak berwarna, harus stabil dalam penyimpanan, mempunyai daya ikat serta tidak mengadakan reaksi kimia, pengental yang digunakan juga harus tahan terhadap asam. Pada saat praktikum disediakan 2 jenis pengental yaitu Alginat dan CMC (Carboxy Methyl Cellulose). Setelah dilakukan pencapan pada kain kemudian kain dikeringkan terlebih dahulu pada mesin stenter dengan suhu 100 ℃. Variasi pencapan yang kami gunakan adalah variasi suhu thermofiksasi, yaitu : Suhu 150⁰C
3. Suhu 170 ⁰C
2. Suhu 160⁰C
4. Suhu 180 ⁰C
1.
Setelah itu kain dicuci dengan larutan sabun dan dikeringkan kemudian di evaluasi hasil ketuaan warnanya, kerataam warnanya, ketajaman motif, dan handling.
1. Ketuaan Warna Dari evaluasi hasil pengamatan pengaruh waktu terhadap ketuaan warna, diperoleh grafik sebagai berikut:
Ketuaan Warna 10 9 8 7 6
150
5
160
4
180
3
190
2 1 0 Sebelum Pencucian
Setelah Pencucian
Pada analisa pengaruh waktu terhadap ketuaan warna dilakukan secara visual. Dapat dilihat dari hasil grafik diatas, bahwa waktu steaming sangat mempengaruhi ketuaan warna kain. Semakin tinggi suhu baking, maka ketuaan warna kain akan semakin meningkat. Pada kain 4 yang suhu thermofiksasi nya 1900C hasil nya jauh lebih optimal dibandingkan kain 1 yang suhu thermofiksasi nya 1500C. Pada kain 1 hasilnya sangat pudar. Hal ini dapat disebabkan karena pada proses baking terjadi fiksasi zat warna dengan kain. Yang dalam pemakaiannya harus dalam suhu yang tinggi. Pada hasil pengamatan ketuaan warna yang memiliki nilai paling besar yaitu pada kain contoh uji yang dilakukan thermofiksasi pada suhu 190 0C sebelum dilakukan pencucian, dibandingkan dengan hasil pencapan pada suhu thermofiksasi 1800C, 1600C dan 1500C. Karena, pada suhu 1900C serat polyester mulai mengembang atau mencapai suhu titik gelas, sehingga zat warna yang memiliki ukuran molekul zat warna yang besar akan menyublim dan akan masuk atau berikatan dengan serat polyester dan pada saat telah
selesai thermofiksasi serat polyester akan mengecil kembali pori-porinya sehingga zat warna disperse akan terjebak didalam serat. Berbeda dengan suhu thermofiksasi yang lebih rendah yaitu, 1800C, 1600C dan 1500C dimungkinkan jika zat warna tidak seluruhnya menyublim dan serat polyester pun tidak menggembang atau ikatan antara polimer serat mulai putus secara sempurna. Menimbulkan warna yang lebih muda. Pada hasil pencapan dengan suhu baking paling rendah memiliki ketuaan warna motif paling muda. Hal ini berarti kain 1 ini memiliki tahan luntur warna yang buruk. Sedangkan pada hasil pencapan dengan waktu steam paling tinggi memiliki ketuaan warna yang paling tua dimana ketahanan luntur warna terhadap pencucian nya baik. Selain waktu baking berpengaruh, penggunaan zat higroskopis sekaligus sebagai zat pembantu pelarutan zat warna juga membantu penetrasi zat warna ke dalam serat dan fiksasi zat warna. Karena di samping memberikan warna yang tua juga kerataan yang baik. Sehingga untuk mendapatkan hasil ketuaan warna yang optimal perlu pemilihan dan pengontrolan asetat yang tepat. Dan pada saat setelah pencucian ketuaan warnanya pun menurun 1 tingkat dibandingkan sebelum pencucian pada semua contoh uji. Ini karena, zat warna yang tidak terfiksasi kedalam serat akan hilang oleh pencucian reduksi, karena zat warna disperse akan hilang atau terkikis oleh reduktor kuat dan alkali.
2. Kerataan Warna Dari evaluasi hasil pengamatan pengaruh waktu terhadap kerataan warna, diperoleh grafik sebagai berikut: 9
Nilai Kerataan Warna
8
Kerataan Warna
7 6
150
5
160
4
180
3
190
2 1 0
Sebelum Pencucian
Setelah Pencucian
Kerataan warna yang terlihat pada hasil pencapan tidak begitu baik, karena kesalahan dan ketidak telitian praktikum saat melakukan pencapan yaitu, penekan rakel yang tidak rata terlalu keras atau terlalu halus sehingga pasta cap yang keluar pada screen tidak seluruhnya merata. Dan screen yang digunakannya pun tidak begitu bersih sehingga zat warna ada yang terhalangi untuk keluar. Penempatan screen 1 dengan screen 2 tidak pas sehingga, terlihat motif yang kurang pas dan cap bloknya pun tidak seluruhnya merata karena ukuran screen yang kurang besar sehingga menimbulkan terdapat bagian yang tidak terwarnai (menjadi putih). Dan pada saat terkena udara panas, warnanya pun sedikit teroksidasi menimbulkan ketidakrataan warna. Nilai yang didapat dengan variasi suhu 1500C, 1600C, 1800C, dan 2100C sebelum pencucian adalah 7, 7, 8, 8 dan setelah pencucian 7, 7, 6, 5. 3. Ketajaman Motif Dari evaluasi hasil pengamatan pengaruh waktu terhadap kerataan warna, diperoleh grafik sebagai berikut: 10 9
Ketajaman Motif
Nilai Ketajaman Motif
8 7 6
150
5
160
4
180 190
3 2 1 0 Sebelum Pencucian
Setelah Pencucian
Pada analisa pengaruh waktu terhadap ketajaman warna dilakukan secara visual. Dapat dilihat dari hasil grafik diatas, bahwa suhu thermofiksasi sangat mempengaruhi ketajaman warna kain. Semakin tinggi suhu baking, maka ketajaman warna kain akan semakin meningkat. Pada hasil cap terdapat beberapa bagian yang kurang tajam dan motif antara warna merah dan warna
kuning tidak menyatu. Hal ini dapat disebabkan karena pasta cap viskositasnya tidak sesuai atau terlalu encer, sehingga kemampuan untuk menahan migrasi kurang, atau bisa juga karena pasta cap yang terlalu kental sehingga pasta cap tidak keluar sesuai motif. Hal lain dapat disebabkan karena perakelan yang tidak sempurna, dan screen ada noda sehingga warna tidak menembus. Selain itu bisa perlu juga di perhatikan posisi screen saat merakel,
karena tidak pasnya screen pada saat pencapan warna kedua
sehingga ada warna yang menumpuk dan membuat ketajaman motif tidak sempurna.
4. Handling Dari evaluasi hasil pengamatan pengaruh waktu terhadap kerataan warna, diperoleh grafik sebagai berikut:
Handling 10 9 8 7 6
150
5
160
4
180
3
190
2 1 0
Sebelum Pencucian
Setelah Pencucian
Dapat dilihat dari hasil grafik diatas, bahwa untuk handling kain 1 hasilnya paling baik diantara yang lain, karna pada kain 3 dan 4 saat dipegang kain terasa kaku. Kekakuan kain ini dapat disebabkan karena pada proses pencucian kurang maksimal sehinga masih ada pasta cap atau pengental yang tidak terfiksasi menempel pada kain dan pada saat pengeringan, sisa pasta cap atau pengental tersebut menjadi ikut mengeras.
Pada saat praktikum berlangsung, tentunya terdapat kesalahan – kesalahan yang praktikkan lakukan. Yang tentunya akan berimbas terhadap kain hasil percobaan, sepertinya pasta capnya meleber, motif pencapannya tidak tajam dan hasil percobaan yang tidak sesuai teori atau tidak sesuai yang diharapkan. Adapun faktor – faktor yang dapat menyebabkan kesalahan tersebut di antaranya : 1. Ketika proses pencucian kurang maksimal, sehingga masih ada sisa pasta cap yang menempel (pasta cap yang tidak terfiksasi dengan serat) pada kain yang akan menyebabkan warna menempel pada bagian yang bukan motif. 2. Sisi motif kurang tegas yang disebabkan karena pasta cap terlalu encer, sehingga kemampuan untuk menahan migrasi kurang. 3. Motif kurang tajam, yang disebabkan karena screen mampet oleh pengental. Pengental yang digunakan Mengering pada bagian screen yang bermotif akibat perakelan yang kurang sempurna atau terlalu lambat 4. Ketika
proses
pembuatan
kasa/screen
belum
sempurna
yang
menyebabkan warna meleber saat proses perakelan atau ketika pencapan. 5. Pada saat pencapan warna kedua screen tidak pas sesuai motif sehingga ada warna yang terlihat tidak rata dan ketajaman motif tidak sempurna.
4.2 KESIMPULAN Setelah dilakukan praktikum dapat disimpulkan bahwa: -
Semakin tinggi suhu baking maka ketuaan warnanya semakin optimal
-
Semakin tinggi suhu baking maka kerataannya warnanya kurang optimal
-
Semakin tinggi suhu baking maka ketajaman motifnya pun semakin optimal
-
Apabila kain terasa kaku, maka proses pencucian kurang maksimal
-
Suhu pencapan yang optimum pada variasi suhu baking untuk kain polyester adalah 190⁰C
DAFTAR PUSTAKA 1. Ir. Rasjid Djufri, M. Sc; G.A. Kasoenarno, Bk. Teks; Astini Salihima, S. Teks; Arifin Lubis, S.Teks, “Teknologi pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan“, Institut Teknologi Tekstil, 1976, Bandung. 2. Astini Salihima, S.Teks; Hendrodyantopo, S.Teks; Soenaryo, S.Teks;
Ir.
Rasjid Djufri, M.Sc, “ Pedoman Praktikum Pengelantangan dan Pencelupan“ , Institut Teknologi Tekstil, 1978, Bandung. 3. P. Soeprijono S.Teks, Poerwanti S.Teks, Widayat S.Teks, Jumaeri S.Teks “ SeratSerat Tekstil “,Institut Teknologi Tekstil, 1973, Bandung 4. https://www.pdfcoke.com/document/365343800/Laporan-3-Poliester-Dispersi
LAMPIRAN Kain 1 (suhu baking 150⁰C)