13335_referat Sah-1.docx

  • Uploaded by: Dita Mintardi
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 13335_referat Sah-1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,356
  • Pages: 21
REFERAT PERDARAHAN SUBARACHNOID

Disusun oleh: Mianova Mintardi

030.12.167

Telaga Biroe

030.14.192

Nila Aviani

030.15.140

Safrida Choirrani

030.15.173

Shania Halimah Sukova

030.15.180

Pembimbing: dr. Mulia, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI PERIODE 25 MARET – 27 APRIL 2019 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

LEMBAR PENGESAHAN

Nama

: Mianova Mintardi

030.12.167

Telaga Biroe

030.14.192

Nila Aviani

030.15.140

Safrida Choirrani

030.15.173

Shania Halimah Sukova

030.15.180

Universitas

: Trisakti

Fakultas

: Kedokteran

Tingkat

: Program Pendidikan Profesi Dokter

Bidang Pendidikan

: Ilmu Radiologi

Periode Kepaniteraan Klinik : 25 Maret – 27 April 2019 Judul Referat

: Perdarahan Subarachnoid

TELAH DIPERIKSA dan DISETUJUI TANGGAL : 4 APRIL 2019 Bagian Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Pembimbing

dr. Mulia, Sp.Rad

ii

KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Perdarahan Subarachnoid”. Penulisan referat ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi periode 25 Maret – 27 April 2019. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Mulia, Sp. Rad, sebagai dokter pembimbing, rekan-rekan sesama koasisten ilmu Radiologi dan semua pihak yang turut serta berperan memberikan doa, semangat dan membantu kelancaran dalam proses penyusunan referat ini. Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Pada kesempatan ini, penulis memohon maaf kepada para pembaca. Masukan, kritik, dan saran akan penulis jadikan bahan pertimbangan agar referat kedepannya menjadi lebih baik. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Jakarta, 4 April 2019

Penulis

iii

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL .........................................................................................i LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................................ii ............................................................................................................................. KATA PENGANTAR .......................................................................................iii DAFTAR ISI ......................................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................2 2.1 Anatomi .......................................................................................................3 2.2 Definisi Perdarahan Subarachnoid .............................................................6 2.3 Epidemiologi Perdarahan Subarachnoid ....................................................6 2.4 Etiologi Perdarahan Subarachnoid .............................................................7 2.5 Faktor Risiko Perdarahan Subarachnoid ....................................................7 2.6 Manifestasi Klinis Perdarahan Subarachnoid.............................................7 2.7 Patofisiologi Perdarahan Subarachnoid .....................................................9 2.8 Diagnosis Perdarahan Subarachnoid..........................................................12 2.9 Tatalaksana Perdarahan Subarachnoid ......................................................24 2.10 Prognosis Perdarahan Subarachnoid .........................................................15 BAB III KESIMPULAN ..................................................................................16 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................17

iv

BAB I PENDAHULUAN Perdarahan subarachnoid (SAH) dapat diartikan sebagai proses pecahnya pembuluh darah di ruang yang berada dibawah arachnoid (subarachnoid). SAH ditandai dengan adanya ekstravasasi darah ke rongga subaraknoid yaitu rongga antara lapisan dalam (piamater) dan lapisan tengah (arakhnoid matter) yang merupakan bagian selaput yang membungkus otak (meninges). Penyebab tersering SAH adalah rupture aneurisma 50-80%. Diikuti perdarahan perimesensefalik nonaneurisma (10%), dan 5% sisanya disebabkan factor lain. Prevalensi terjadinya SAH dapat mencapai hingga 33.000 orang per tahun di Amerika Serikat. SAH memiliki puncak insidens pada usia ekitar 55 tahun untuk lakilaki dan 60 tahun untuk perempuan, lebih sering dijumpai pada perempuan dengan rasio 3:2. Insidensi SAH di dunia adalah 10,5 per 100.000 pertahun. Insidennya berbeda-beda bergantung dengan jenis kelamin, ras, wilayah, dan usia. Perempuan memiliki risiko 1,6 kali lebih tinggi dibanding pria, ras kulit hitam memiliki risiko 2,1 lebih tinggi daripada pria kulit putih Sekitar 80% kasus SAH disebabkan oleh perdahan spontan (non-traumatik) akibat pecahnya aneurisma saccular intrakranial. Sebanyak 62% pendarahan subarachnoid timbul pertama kali pada usia 40-60 tahun. SAH jarang terjadi setelah suatu cedera kepala. Factor risiko utama insiden SAH yang ditemukan di Jepang dan Amerika adalah merokok, hipertensi tidak terkontrol dan pecandu alcohol, selain itu riwayat aneurisma dalam keluarga juga dapat menjadi faktor risiko terjadinya SAH, penelitian menunjukan risiko terjadi aneurisma pada keluarga dengan riwayat penyakit yang sama sebesar 10,5%. Pasien dengan riwayat ruptur aneurisma memiliki kemungkinan terbentuknya aneurisma baru sebesar 1%-2%. SAH merupakan salah satu kasus kegawatdaruratan dengan angka kematian yang cukup tinggi, sehingga diperlukan pemeriksaan dan penanganan yang cepat dan tepat.

1

BAB II DAFTAR PUSTAKA 2.1

ANATOMI Otak dibungkus oleh selubung mesodermal dan meningens. Lapisan luarnya

adalah pachymeninx (duramater) dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi arachnoidea dan piamater. 1. Duramater Duramater atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian otak. Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga membentuk periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh dan fibrosa ke dalam tulang itu sendiri; lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis. Septa kuat yang berasal darinya membentang jauh ke dalam cavum cranii. Di anatara kedua hemispheri terdapat invaginasi yang disebut falx cerebri. Ia melekat pada crista galli dan meluas ke crista frontalis ke belakang sampai ke protuberantia occipitalis interna, tempat dimana duramater bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas ke dua sisi. Falx cerebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa sehingga masing-masing hemispheri aman pada ruangnya sendiri. Tentorium cerebelli terbentang seperti tenda yang menutupi cerebellum dan letaknya di fossa craniii posterior. Tentorium melekat di sepanjang sulcus transversus os occipitalis dan pinggir atas os petrosus dan processus clinoideus. Di sebelah oral ia meninggalkan lobus besar yaitu incisura tentorii, tempat lewatnya trunkus cerebri. Saluran-saluran vena besar, sinus dura mater, terbenam dalam dua lamina dura.

2

2. Arachnoidea Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya terpisah oleh spatium subdural. Ia menutupi spatium subarachnoide yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang saling berhubungan. Dari arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip jamur ke dalam sinussinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni (granulationes/villi arachnoidea). Sebagian besar villi arachnoidea terdapat di sekitar sinus sagitalis superior dalam lacunae lateralis. Diduga bahwa liquor cerebrospinali memasuki circulus venosus melalui villi. Pada orang lanjut usia villi tersebut menyusup ke dalam tulang (foveolae granulares) dan berinvaginasi ke dalam vena diploe. Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang secara relatif sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama menurut struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas dengan cisterna yang berbatasan dengan rongga sub arachnoid umum. Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-pelebaran rongga di atas subarachnoid di antara medulla oblongata dan hemisphere cerebellum; cisterna ini bersinambung dengan rongga subarachnoid spinalis. Cisterna pontin yang terletak pada aspek ventral dari pons mengandung arteri basilaris dan beberapa vena. Di bawah cerebrum terdapat rongga yang lebar di antara ke dua lobus temporalis. Rongga ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di atas chiasma opticum, cisterna supraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna interpeduncularis di antara peduncle cerebrum. Rongga di antara lobus frontalis, parietalis, dan temporalis dinamakan cisterna fissure lateralis (cisterna sylvii).

3

Gambar 1. Meningen dan Vena-vena Diploica 3. Piamater Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure transversalis di abwah corpus callosum. Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu. Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior. Yang kedua

4

adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabutserabut saraf ke target organ

Gambar2. Sel Glia Pada Otak

Gambar 3.Pembuluh Darah di Otak

5

Gambar 4. Bagian Otak dan Fungsi Otak Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.

2.2

DEFINISI Perdarahan sub arachnoid adalah ekstravasasi darah menuju ruang sub arachnoid

di antara membrane arachnoid dan pial. Perdarahan dapat terjadi secara spontan namun mayoritas kejadinya disebabkan oleh rupturnya aneurisma dengan atau tanpa hematom serebral.

2.3

EPIDEMIOLOGI Secara keseluruhan, insidensi SAH di dunia adalah 10,5 per 100.000 pertahun.

Insiden ini berbeda-beda bergantung dengan jenis kelamin, ras, wilayah, dan usia. Perempuan memiliki risiko 1,6 kali lebih tinggi disbanding pria, ras kulit hitam memiliki risiko 2,1 lebih tinggi disbanding pria kulit putih. Jepang dan Finlandia memiliki kejadian paling tinggi yaitu 22—23 per 100.000 penduduk setiap tahunnya. Angka kejadian SAH terbanyak adalah akibat aneurisma sebesar 50%. Sebanyak 10% penderita SAH meninggal sebelum masuk rumah sakit dan 20% yang selamat akan memiliki keterbatasan dalam kehidupan sehari hari.

6

2.4

ETIOLOGI Penyebab tersering SAH adalah rupture aneurisma 50-80%. Diikuti perdarahan

perimesensefalik nonaneurisma (10%), dan 5% sisanya disebabkan factor lain.

2.5

FAKTOR RISIKO Faktor risiko SAH dari berbagai studi mengemukakan bahwa merokok,

hipertensi tidak terkontrol, dan pecandu alcohol merupakan factor risiko utama yang ditemukan di Jepang dan Amerika. Hasil studi juga menemukan bahwa factor genetic dapat meningkatkan factor kejadian SAH seperti autoso-mal dominant polycystic kidney disease dan type IV Ehlers-Danlos syndrome. Selain itu riwayat aneurisma dalam keluarga juga dapat menjadi faktor risiko terjadinya SAH, dan sering ditemukan saat anak-anak terutama terkait hubungan ibu-anak perempuan. Penelitian menunjukan risiko terjadi aneurisma pada keluarga dengan riwayat penyakit yang sama sebesar 10,5%. Selain itu pasien dengan riwayat ruptur aneurisma memiliki kemungkinan terbentuknya aneurisma baru sebesar 1%-2%.

2.6

MANIFESTASI KLINIS :(1)

1. Thunderclap headache Sakit kepala hebat yang tidak biasa, muncul tiba-tiba dalam waktu sesaat atau beberapa menit, menimbulkan sensasi kilatan seperti petir dari langit atau kepala dibenturkan 2. Penurunan kesadaran Paling sering terjadi pada SAH non-traumatik atau aneurisma. Untuk SAH traumatik, kesadaran umumnya normal. Akan tetapi, penurunan kesadaran ini tidak menyingkirkan perdarahan non-traumatik. 3. Kejang terjadi 10% pada pasien SAH aneurisma. 4. Demam terjadi pada 2-3 hari pertama.

7

5. Kaku kuduk Kaku kuduk merupakan tanda umum pada SAH yang membutuhkan waktu beberapa jam tetapi, dapat terjadi segera setelah sakit kepala sehingga tidak dapat digunakan untuk mengeksklusi SAH. Pada koma dalam, kesadaran juga dapat menghilang. 6. Peningkatan tekanan darah Pada SAH terdapat peningkatan tekanan darah dan sakit kepala mendadak. Jika, terjadi penurunan tekanan darah harus dipikirkan karena kerusakan sekunder miokardiak akibat ruptur aneurisma intrakranial. Karena ketika terjadi ruptur aneurisma, EKG menjadi abnormal dan terkadang muncul henti jantung. 7. Defisit neurologis fokal Defisit neurologis fokal yang dapat ditemukan antara lain: Hemiparesis akibat SAH membesar di fisura sylvii, paraparesis akibat penekanan aneurisma arteri komunikans anterior atau malformasi arteriovena/ AVM, paresis nervus kranialis akibat penekanan dari aneurisma, ataxia serebelar akibat diseksi arteri vertebralis/ lapisan dalam dari dinding a. vertebralis robek, dan gangguan melirik keatas disebabkan hidrosefalus atau penekanan bagian proximal dari aquaductus sylvii.

Derajat keparahan perdarahan subarachnoid

8

2.7

PATOFISIOLOGI Perdarahan subaraknoid (SAH) disebabkan oleh berbagai macam etiologi.

Berikut dibahas patofisiologi dari beberapa etiologi yaitu aneurisma intrakranial, perdarahan perimesenfalik non-aneurismal, dan diseksi arteri intrakranial. 1. Aneurisma intrakranial Aneurisma pembuluh darah bukanlah kongenital, namun didapat dalam perjalanan hidup terutama dekade kedua. Pada kasus tertentu terdapat penyebab yang mendasari yaitu trauma, infeksi, atau penyakit jaringan penunjang. Aneurisma lebih sering muncul di intrakranial karena dinding arteri intrakranial lebih tipis. Hal tersebut karena tunika media yang menipis dan hilangnya lamina elastika eksterna. Dinding aneurisma hanya terdiri dari lapisan intima dan adventisia, serta jaringan fibrohialin interposed dengan jumlah bervariasi. Lokasi percabangan arteri, biasanya di basis kranii, baik di sirkulus Willisi ataupun di dekat titik percabangan merupakan lokasi utama terbentuknya aneurisma aterosklerosis akibat tekanan pulsasi yang tinggi. Beberapa faktor predisposisi sebagai penyebab munculnya aneurisma adalah: a. Struktur abnormal dinding pembuluh darah Abnormalitas berupa defek lapisan muskular dinding tunika media yang terjadi secara kongenital. Studi menunjukan adanya penurunan protein matriks ekstraseluler pada dinding arteri intrakranial, yaitu kolagen tipe III, kolagen tipe IV dan serat elastin. Penurunan tersebut akibat gangguan degradasi dan sintesis konstituen protein matriks ekstraseluler yang diregulasi oleh protease, inhibitor protease, faktor pertumbuhan, dan sitokin. Adanya akselerasi degradasi protein matriks ekstra seluler ini akibat gangguan keseimbangan protease dan inhibitornya. b. Aneurisma familial Sekitar 10% pasien SAH memiliki satu atau lebih saudara kandung yang mempunyai aneurisma juga. Pasien SAH familial pada umumnya memiliki

9

aneurisma yang lebih besar daripada SAH spontan, serta onset yang muda. Pada keluarga dengan dua generasi mengalami SAH, onset SAH pada generasi yang lebih muda pada umumnya lebih dini. c. Penyakit ginjal polikistik autosom dominan (PGPAD) Aneurisma intrakranial ditemukan pada sekitar 10% pasien PGPAD. Pertumbuhan aneurisma pada pasien PGPAD terjadi karena mutasi gen, yaitu PGP 1 (85%) yang mengalami mutasi pada kromosom 16p dan PGP 2 (15%) yang mengalami mutasi pada kromosom 4q. aneurisma ditemukan lebih banyak pada pasien PGP 1. d. Penyakit Ehlers-Danlos tipe IV Penyakit Ehlers-Danlos tipe IV memiliki defek pada kolagen tipe III yang diduga sebagai penyebab munculnya aneurisma. e. Aneurisma baru pasca SAH Pasien SAH yang dapat bertahan hidup dan memiliki aneurisma yang sudah ditatalaksana mempunyai risiko terjadinya aneurisma baru dan episode SAH baru dalam 10 tahun pasca SAH sebesar 16%. f. Faktor risiko yang didapat Faktor yang diduga meningkatkan risiko pertumbuhan aneurisma yaitu merokok, hipertensi, dan konsumsi alkohol. Selain itu didapatkan pula penyebab iatrogenik, seperti terapi radiasi, acrylate yang dipasang eksternal ke arteri intrakranial untuk dekompresi mikrovaskuler, dan operasi bypass superficial temporal artery middle cerebral artry dengan pembentukan aneurisma dilokasi anastomosis. Pemicu ruptur aneurisma yang paling rasional adalah peningkatan mendadak tekanan darah. Oleh karena itu faktor-faktor yang dapat meningkatkan tekanan darah dipikirkan berhubungan dengan onset SAH antara lain: 

Aktivitas fisik (2-20%)

10



Hubungan seksual (0-11%)



Aktivitas manuver valsava (4-20%)



Stres (1-2%)



Merokok 3 jam sebelum onset SAH



Konsumsi alkohol lebih dari 5 unit

2. Perdarahan perimesenfalik Pada perdarahan perimesenfalik terdapat distribusi ekstravasasi darah pada CT angigrafi, terutama di anterior dari mesenfalon dan sisterna interpedunkular, serta di sisterna kuadrigeminal Pola perdarahan tidak spesifik membedakan SAH akibat perdarahan perimesenfalik atau ruptur aneurisma. Satu dari 20 kasus SAH dengan pola perdarahan ini, memiliki aneurisma. Sebaliknya 10-20% ruptur aneurisma fossa posterior memiliki pola perdarahan perimesenfalik. Diperlukan pemeriksaan angiografi untuk membedakan keduanya.

3. Diseksi arteri Intrakranial Diseksi umumnya terjadi pada arteri karotis dibandingkan arteri vertebralis, tetapi SAH lebih sering pada arteri vertebralis. Beberapa penyebab diseksi adalah rotasi leher berlebihan, trauma hiperekstensi, serta iatrogenik akibat manipulasi osteopatik atau pada operasi bedah saraf. Pada SAH terjadi vasospasme atau penyempitan pembuluh darah, umumnya pada hari ke-4, mencapai puncaknya mulai hari ke-7 hingga ke-10, dan menghilang spontan setelah hari ke-21. Hal ini dimulai dengan adanya kontak antara oksihemoglobin dari pembuluh darah yang pecah, dengan dinding pembuluh darah bagian luar. Timbulnya vasospasme menyebabkan iskemik yang disebut sebagai delay cerebral ischemia, yaitu iskemik luas didaerah vasospasme yang dapat menjadi infark dan menimbulkan kematian sel otak.

11

Vasospasme terjadi pada berbagai level di sirkulasi arteri dan arteriol. Penyempitan pembuluh darah besar dapat dideteksi menggunakan angiografi pada 50% kasus SAH dengan gejala iskemia.

2.8

DIAGNOSIS 1. Anamnesis(2) Trauma

non-trauma

-

Mekanisme trauma

- Riwayat hipertensi

-

Jenis trauma apakah tembus atau tidak

- Riwayat keluarga SAH

-

Waktu terjadinya trauma

Riwayat kejang Riwayat penurunan kesadaran Riwayat mual dan muntah Apakah terdapat kelemahan pada salah satu sisi tubuh 2. Pemeriksaan fisik(2) -

ABC (airway, breathing, circulation)

-

Kesadaran

12

-

Pemeriksaan neurologis lengkap yang dilakukan setelah pasien stabil Pemeriksaan nervus kranialis, pemeriksaan motorik, pemeriksaan sensorik, pemeriksaan reflex fisiologis dan patologis

-

Pemeriksaan apakah ada: Otore/rinore, racoon eye, battele’s sign (tanda fraktur basis cranii)

3. Pemeriksaan penunjang -

Pemeriksaan radiologi : CT scan kepala tanpa kontras(1)

-

Pemeriksaan laboratorium:(2)

13

Pemeriksaan darah lengkap, gula darah, ureum, kreatinin, analisis gas darah 2.9

TATALAKSANA

Tatalaksana awal di UGD: 1. Survey primer Periksa ABC (airway, breathing,dan circulation) a. Airway : pastikan jalan nafas bebas, tidak ada benda asing atau cairan yang menghalangi jalan nafas b. Breathing : berikan O2 sampai sarturasi >92% c. Circulation : pasang jalur IV dan infus NaCl 0,9% atau RL. Hindari cairan hipotonis. Pertahankan tekanan darah >90 mmHg. 2. Survey sekunder Dilakukan setelah kondisi pasien stabil a. Pemeriksaan laboratorium dan radiologi b. Penentuan apakah pasien perlu operasi, dirawat diruang intensif, ruang rawat biasa, atau rawat jalan

Tatalaksana diruang rawat: 1. Penurunan tekanan intrakranial a. Elevasi kepala 30 derajat b. Beri manitol 20% 

Dosis awal: 1 gr/KgBB diberikan 20-30 menit, diberikan secara drip cepat



Dosis lanjutan (diberikan 6 jam setelah dosis awal): dosis 0,5 gr/KgBB drip cepat selama 20-30 menit bila diperlukan

2. Atasi komplikasi a. Jika disebabkan oleh trauma dan terdapat fraktur terbuka maka diberikan antibiotik profilaksis b. Jaga temperature tubuh <38 derajat Celsius 3. Cairan dan nutrisi yang adekuat

14

4. Pemberian obat-obat simptomatik

Tatalaksana pasien cedera kepala ringan dengan GCS 15 tanpa defisit neurologi: 1. Pasien dirawat selama 2x24 jam, apabila terdapat : a. Ada gangguan orientasi waktu atau tempat b. Sakit kepala dan muntah c. Tidak ada pengawas dirumah d. Letak rumah jauh dan sulit untuk balik ke RS 2. Posisi kepala ditinggikan 30 derajat 3. Perawatan luka-luka 4. Pemberian obat-obatan simptomatik seperti: Analgesik, antihipertensi, antiemetik, dan lain-lain jika diperlukan 5. Apabila pasien mengalami sakit kepala yang semakin memberat, muntah proyektil, atau cenderung semakin mengantuk, keluarga dianjurkan untuk membawa pasien ke RS

2.10 PROGNOSIS Prognosis dari SAH bergantung dari berbagai factor setelah dilakukan tindakan operative, hasil lebih buruk didapatkan pada pasien usia tua, SAH yang luas pada CT scan, aneurisma yang besar, perdarahan intraventricular, pasien dengan hipertensi, dan suhu tubuh lebih dari 38C. factor yang menyebabkan kematian didapatkan lebih tinggi pada pasien yang tidak melakukan terapi aneurisma sebelumnya, selain itu tinggkat kesadaran saat pasien datang ke rumah sakit, intracerebral hematoma, intraventricular hemorrhage, systolic blood pressure, basilar aneurysm, dan SAH yang luas merupakan penyokong prognosis yang buruk di Finlandia. Selain itu factor post operatif yang dapat menyebabkan buruknya prognosis dapat berupa interval perdarahan dan dilakukanya operasi, terjadinya perdarahan ulang post operatif, dan perdarahan intra cranial post operatif.

15

BAB III KESIMPULAN Perdarahan sub arachnoid adalah ekstravasasi darah menuju ruang sub arachnoid di antara membrane arachnoid dan pial. Penyebab tersering SAH adalah rupture aneurisma 50-80%. Diikuti perdarahan perimesensefalik nonaneurisma (10%), dan 5% sisanya disebabkan factor lain. Faktor risiko SAH dari berbagai studi mengemukakan bahwa merokok, hipertensi tidak terkontrol, dan pecandu alcohol merupakan factor risiko utama yang ditemukan di Jepang dan Amerika. Hasil studi juga menemukan bahwa factor genetic dapat meningkatkan factor kejadian SAH. Adapun gejala yang dialami pada penderita SAH adalah thunderclap headache, penurunan kesadaran, kejang, demam, kaku kuduk, peningkatan tekanan darah, defisit neurologis fokal. Dalam mendiagnosa adanya SAH dibutuhkan pengumpulan data melalui anamnesis, pemerikaan fisik, pemeriksaan peunjang, CT-Scane tanpa kontras merupakan pemeriksaan pilihan utama untuk mendiagnosis. Tatalaksana pada pasien SAH diberikan sesuai dengan kondisi pasien yaitu jika pasien dalam kondisi gawat darurat maka diberikan tatalaksana primer terlebih dahulu lalu dilanjutkan dengan tatalaksana sekunder. Prognosis pada pasien dengan SAH baik pada pasien tanpa faktor risiko post operative, dan prognosis menjadi buruk apabila pasien dengan SAH tidak segera ditangani.

Daftar pustaka

16

1.

Chis T, Frans L, Sonia H, Adip P E. Kapita selekta FK UI. Jakarta: media Aesculapius. 2014

2.

Aninditha T, Wiratman W. Buku ajar neurologi. Jakarta: departemen neurologi fakultas kedokteran universitas indonesia. 2017

3.

Sitorus, Mega S. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Bagian Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara. Medan. 2005 (Anatomi)

4.

Setyopranoto I. Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid. Continuing Medical Education. 2012;39.

5.

Lombardo MC. Penyakit Serebrovaskular dan Nyeri Kepala Dalam: Price SA eds.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 4th ed. Jakarta: EGC; 2008. p. 961-79

6.

Caplan LR. Subarachnoid Hemorrhage, Aneurysm, and Vascular Malformations. In: Stroke A Clinical Approach. 4th ed. Philadelphia,PA:Saunders Elsevier; 2009:446-486

7.

Connolly ES, Rabinstein AA, Carhuapoma JR, et al. Guidelines for the Management of Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage: A Guideline for Healthcare Profesionals From The American Heart Association/American Stroke Association. Stroke. 2012;43:1711-1737

17

More Documents from "Dita Mintardi"

13335_referat Sah-1.docx
December 2019 1
Dbd (kasus Kecil).pptx
April 2020 35
Dita.docx
December 2019 51
Propsal Usaha.docx
April 2020 28