1330_makalah Uji Kelarutan Baru.docx

  • Uploaded by: Niken Faramida
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 1330_makalah Uji Kelarutan Baru.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,369
  • Pages: 19
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA II UJI KELARUTAN

Disusun oleh : Irfan Rizqullah

201710410311018

Yoyok Agung P.

201710410311089

Ilmi Nisak P.

201710410311109

Farah Islahul A.

201710410311120

Shofia Ummu L.

201710410311130

Niken Faramida S.

201710410311140

Annisa Miftahul J.

201710410311144

Farrel Akbar F.

201710410311155

Faridatul A.

201810410312353

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

I.

TUJUAN Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk : 

menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif



menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat



menjelaskan

usaha-usaha

yang dapat

digunakan

untuk

meningkatkan kelarutan zat aktif dalam pembuatan sediaan cair.

II.

DASAR TEORI Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut

dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan, dan untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung pada terbaginya zat terlarut. Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, sedangkan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau larutan hamper jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu. Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak dari yang seharusnya ada pada temperatur tertentu. Kelarutan dapat digambarkan secara benar dengan menggunakan aturan fase Gibbs yang dinyatakan sebagai berikut. F=C–P+2 F adalah jumlah derajat kebebasan, yaitu jumlah variable bebas (biasanya temperature, tekanan, dan konsentrasi) yang harus ditetapkan untuk menentukan system secara sempurna. C adalah jumlah komponen terkecil yang cukup untuk menggambarkan komponen kimia dari setiap fase. P adalah jumlah fase Kelarutan obat dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Menurut U.S. Pharmacopeia dan National Formulary, definisi kelarutan obat adalah jumlah mL pelarut dimana akan larut 1 gram zat terlarut. Kelarutan secara kuantitatif juga dinyatakan dalam molalitas, molaritas, dan persentase. Untuk zat yang kelarutannya tidak diketahui secara pasti, harga kelarutannya digambarkan dengan menggunakan istilah umum tertentu seperti table berikut.

Istilah

Bagian Pelarut yang Dibutuhkan untuk 1 Bagian Zat Terlarut

Sangat mudah larut

Kurang dari 1 bagian

Mudah larut

1 - 10 bagian

Larut

10 – 30 bagian

Agak sukar larut

30 – 100 bagian

Sukar larut

100 – 1.000 bagian

Sangat sukar larut

1.000 – 10.000 bagian

Praktis tidak larut

Lebih dari 10.000 bagian

Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu oleh momen dipolnya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lain. Kemampuan zat terlarut membentuk ikatan hidrogen merupakan faktor yang jauh lebih berpengaruh dibandingkan dengan polaritas yang direfleksikan dalam dipole momen yang tinggi. Dapat disimpulkan bahwa pelarut polar bertindak sebagai pelarut menurut mekanisme berikut :  Karena tingginya tetapan dielektrik, pelarut polar mengurangi gaya tarikmenarik antara ion dalam Kristal yang bermuatan berlawanan.  Pelarut polar memecahkan ikatan kovalen dari elektrolit kuat dengan reaksi asam basa karena pelarut ini amfiprotik. Pelarut nonpolar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion elektrolit kuat dan lemah karena tetapan dielektrik yang rendah. Pelarut nonpolar juga tidak dapat memecah ikatan kovalen dan elektrolit yang berionisasi lemah karena pelarut nonpolar termasuk dalam golongan pelarut aprotik, dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen dengan nonelektrolit. Oleh karena itu, zat terlarut ionik dan polar tidak larut atau hanya sedikit larut dalam pelarut nonpolar.

Suatu sediaan obat yang diberikan secara oral di dalam saluran cerna harus mengalami proses pelepasan dari sediaannya dan kemudian zat aktif akan melarut untuk selanjutnya diabsorbsi. Proses pelepasan zat aktif dari sediaannya dan proses pelarutannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat terlarut serta formulasi sediaannya. Salah satu sifat zat aktif yang penting untuk diperhatikan adalah kelarutan karena pada umumnya, zat baru diabsorbsi setelah terlarut dalam cairan saluran cerna. Oleh karena itu, salah satu usaha untuk meningkatkan ketersediaan hayati suatu sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat, antara lain :  pH  Suhu  Jenis pelarut  Bentuk dan ukuran partikel zat  Konstanta dielektrik bahan pelarut  Adanya zat-zat lain seperti surfaktan, pembentuk kompleks, ion sejenis, dll. Konstanta dielektrik adalah suatu besaran tanpa dimensi dan merupakan rasio antara kapasitas elektrik medium (Cx) terhadap vakum (Cv). Dirumuskan sebagai berikut.

C ε x Cv Besarnya konstanta dielektrik, menurut Moore, dapat diatur dengan menambahkan bahan pelarut lain. Tetapan dielektrik suatu campuran bahan pelarut merupakan hasil penjumlahan tetapan dielektrik masing-masing sesudah dikalikan dengan % volume setiap komponen pelarut. Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan dengan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency. Bahan pelarut di dalam pelarut campur yang mampu meningkatkan kelarutan zat disebut co-solvent. Etanol, gliserin, dan propilen glikol merupakan

contoh-contoh co-solvent yang umum digunakan dalam bidang farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan eliksir.

III.

ALAT DAN BAHAN

A. Alat  Spektrofotometer Uv-Vis  Waterbath shaker  Erlenmeyer  Labu ukur  Pipet volume  Mikropipet  Gelas beker  Batang pengaduk  Filter holder  Membran filter 0.45 µm

B. Bahan  Paracetamol (p.g.)  Gliserin (p.g.)  Propilen glikol (p.g.)  Aquadest (air suling)  Tween 80 IV.

Prosedur Percobaan A. Penentuan kelarutan 1. Ke dalayam Erlenmeyer 100 ml diisi pelarut sebanyak 50,0 ml 2. Gelas Erlenmeyer ditempatkan pada waterbath shaker yang telah dilengkapi dengan penangas air pada suhu konstan (34±0.5°C) 3. Timbang parasetamol ± 1.5 gram, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang telah berisi pelarut (2) 4. Dikocok selama kurang lebih 1 jam paada kecepatan dan suhu konstan sampai diperoleh larutan parasetamol jenuh (sebelumnya dilakukan

orientasi waktu tercapainya kelarutan jenuh parasetamol dengan menggunakan pelarut air) 5. Setelah tercapai kesetimbangan larutan jenuh, pengocokan dihentikan dan didiamkan selama 10 menit 6. Diambil larutan bagian atas dengan semprit injeksi sebanyak ± 5 ml lalu filter holderyang telah dilengkapi membran filter 0.45 µm dipasang, semprit injeksi ditekan dan larutan ditampung kedalam tabung injeksi 7. Dilakukan pengenceran dengan perbandingan 

Pelarut Air (1 : 1000) , di pipet 1,0 ml dimasukkan labu ukur 100,0 ml kemudian di ad kan dengan aquadest ad garis tanda, kemudian dipipet 1,0 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml di ad kan dengan aquadest ad garis tanda, dilakukan secara kuantitatif ( setiap sampel dilakukan replikasi 2x)



Pelarut Air ( Pembanding ) (1 : 1000) di pipet 1,0 ml dimasukkan labu ukur 100,0 ml kemudian di ad kan dengan aquadest ad garis tanda, kemudian dipipet 1,0 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml di ad kan dengan aquadest ad garis tanda, dilakukan secara kuantitatif ( setiap sampel dilakukan replikasi 2x)



Pelarut Propilenglikol 10% (1 : 2500) di pipet 1,0 ml dimasukkan labu ukur 100,0 ml kemudian di ad kan dengan aquadest ad garis tanda, kemudian dipipet 1,0 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 25,0 ml di ad kan dengan aquadest ad garis tanda, dilakukan secara kuantitatif ( setiap sampel dilakukan replikasi 2x)



Pelarut Propilenglikol 20% (1 : 5000) di pipet 1,0 ml dimasukkan labu ukur 100,0 ml kemudian di ad kan dengan aquadest ad garis tanda, kemudian dipipet 1,0 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0 ml di ad kan dengan aquadest ad garis tanda, dilakukan secara kuantitatif ( setiap sampel dilakukan replikasi 2x)



Pelarut Tween 10 ppm (1: 1000 )di pipet 1,0 ml dimasukkan labu ukur 100,0 ml kemudian di ad kan dengan aquadest ad garis tanda, kemudian dipipet 1,0 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml di ad kan dengan aquadest ad garis tanda, dilakukan secara kuantitatif ( setiap sampel dilakukan replikasi 2x)



Pelarut Tween 100 ppm (1: 2500) di pipet 1,0 ml dimasukkan labu ukur 100,0 ml kemudian di ad kan dengan aquadest ad garis tanda, kemudian dipipet 1,0 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 25,0 ml di ad kan dengan aquadest ad garis tanda, dilakukan secara kuantitatif ( setiap sampel dilakukan replikasi 2x)



Pelarut Tween 200 ppm (1 : 2500) di pipet 1,0 ml dimasukkan labu ukur 100,0 ml kemudian di ad kan dengan aquadest ad garis tanda, kemudian dipipet 1,0 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 25,0 ml di ad kan dengan aquadest ad garis tanda, dilakukan secara kuantitatif( setiap sampel dilakukan replikasi 2x)

8. Ditentukan kadar parasetamol dengan menggunakan kurva baku yang tersedia

B. Pembuatan Larutan Baku Parasetamol 1. Buat larutan parasetamol dengan kadar 2.0 sampai 10.0 ppm 2. Amati dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksismum (244 nm) 3. Buat kurva baku (kadar vs absorban) dan gaya regresi y=bx+a

V.

PENGAMATAN

No

Pelarut

1

Air

2

Pembanding

3

Propelin glikol 5%

4

Propilen glikol 10%

5

Propilen glikol 20%

6

Twen 10 ppm

7

Tween 100 ppm

8.

Tween 200 ppm

%T

Absorban

Kadar (ppm)

Kadar X pengenceran

Kelarutan

VI.

PENGOLAHAN DATA 

Perhitungan Kadar (ppm)

1. Air (1 : 1000) 

Y=

y=bx+a

2. Pembanding / air kontrol (1 : 1000) 

Y=

3. Propelin glikol 5% (1 : ) 4.

 Y= Propilen glikol 10% (1 : 2500) 

5.

Y=

Propilen glikol 20% (1 : 5000) 

Y=

6. Tween 10 ppm (1 : 1000) 

Y=

7. Tween 100 ppm (1 : 2500) 

8.

Y=

Tween 200 ppm (1 : 2500) 

Y=



Kadar X pengenceran

1. Air Kadar x pencenceran 

Y=

2. Pembanding Kadar x pencenceran  3.

Y=

Propilen glikol 5% Kadar x pengenceran 

4.

Y=

Propilen glikol 10% Kadar x pencenceran 

5.

Y=

Propilen glikol 20% Kadar x pencenceran 

6.

Y=

Tween 10 ppm Kadar x pencenceran 

7.

Y=

Tween 100 ppm Kadar x pengenceran 

8.

Y=

Tween 200 ppm Kadar x pengenceran 

Y=



Perhitungan Kelarutan

1. Air 2. Pembanding ( Air Kontrol) 3. Propilen glikol 5% 4. Propilen glikol 10% 5. Propilen glikol 20% 6. Tween 10 ppm 7. Tween 100 ppm 8. Tween 200 ppm

PEMBAHASAN Pada praktikum uji kelarutan dilakukan upaya untuk peningkatan kelarutan paracetamol melalui penambahan yaitu aquadest dan propilen glikoL, dan tween 80.

Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik dan antipiretik yang populer dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan, serta demam. Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesikselesma dan flu. Ia aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapat, overdosis obat baik sengaja ataupun tidak sering terjadi. Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin dan ibuprofen, parasetamol tak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong dalam obat jenis obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS). Dalam dosis normal, parasetamol tidak menyakiti permukaan dalam perut atau mengganggu gumpalan darah, ginjal, atau duktus arteriosus pada janin. Paracetamol memiliki kelarutan yaitu larut dalam 70 bagian air ,dalam 7 bagian etanol (95%) dan dalam 9 bagian propilen glikol. Propilen glikol atau propana-1,2-diol adalah satu jenis pelarut atau kosolven yang dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan suatu obat dalam formulasi sedian cair,semi padat dan transdermal.Dalam sedian semi padat dapat berupa pasta yang digunakan secara topikal.

Parktikum ini menggunakan serbuk paracetamol 3 gram untuk 6 buah erlenmeyer yang didalamnya dimasukkan pelarut. Ada 6 pelarut dalam uji kelarutan yaitu : 1. Aquadest 2. Propilen glikol 10% 3. Propilen gliko 20% 4. Tween 10ppm 5. Tween 100ppm 6. Tween 200ppm Faktor yang mempengaruhi kelarutan yaitu : 1. Sifat dari solute (zat terlarut) dan solvent (pelarut) Zat terlarut yang sifatnya polar akan mudah larut dalam solvent yang polar pula. Misalnya garam-garam anorganik larut dalam air. Sedangkan zat terlarut yang nonpolar larut dalam solvent yang nonpolar pula. Misalnya, alkaloid basa (umumnya senyawa organik) larut dalam kloroform. 2. Cosolvensi (zat penambah kelarutan) Cosolvensi adalah peristiwa kenaikan kelarutan suatu zat karena adanya penambahan pelarut lain atau modifikasi pelarut. Misalnya luminal tidak larut dalam air, tetapi larut dalam campuran air dan gliserin atau solutio petit. 3. Kelarutan Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut, sedangkan zat yang sukar larut memerlukan banyak pelarut. Kelarutan zat anorganik yang digunakan dalam farmasi umumnya adalah: 

Dapat larut dalam air Semua garam klorida larut, kecuali AgCl, PbCl2, Hg2Cl2. Semua garam nitrat larut kecuali nitrat base. Semua garam sulfat larut kecuali BaSO4, PbSO4, CaSO4.



Tidak larut dalam air Semua garam karbonat tidak larut kecuali K2CO3, Na2CO3. Semua oksida dan hidroksida tidak larut kecuali KOH, NaOH, BaO, Ba(OH)2. semua garam phosfat tidak larut kecuali K3PO4, Na3PO3.

4. Temperatur Zat padat umumnya bertambah larut bila suhunya dinaikkan, zat padat tersebut dikatakan bersifat endoterm karena pada proses kelarutannya membutuhkan panas. Contoh: Zat terlarut + pelarut + panas → larutan. Beberapa zat yang lain justru kenaikan temperatur menyebabkan tidak larut, zat tersebut dikatakan bersifat eksoterm, karena pada proses kelarutannya menghasilkan panas. Contoh: Zat terlarut + pelarut → larutan + panas Misalnya zat KOH dan K2SO4. Berdasarkan pengaruh ini maka beberapa sediaan farmasi tidak boleh dipanaskan, misalnya: 

Zat-zat yang atsiri, Contohnya: Etanol dan minyak atsiri.



Zat yang terurai, misalnya: natrium karbonat.



Saturatio



Senyawa-senyawa kalsium, misalnya : Aqua calsis.

5. Salting Out Salting Out adalah peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan lebih besar dibanding zat utama, akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau terbentuknya endapan karena ada reaksi kimia. Contohnya: kelarutan minyak atsiri dalam air akan turun bila ke dalam air tersebut ditambahkan larutan NaCl jenuh. 6. Salting In Salting in adalah adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat utama dalam solvent menjadi lebih besar.

Contohnya: Riboflavin tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan yang mengandung Nicotinamida. 7. Pembentukan Kompleks Pembentukan kompleks adalah peristiwa terjadinya interaksi antara senyawa tak larut dengan zat yang larut dengan membentuk garam kompleks. Contohnya: Iodium larut dalam larutan KI atau NaI jenuh.

VII.

KESIMPULAN

1. Kelarutan dipengaruhi oleh beberapa aspek yaitu, pH, jenis pelarut, suhu, konstanta dielektrik, penambahan zat lain dan ukuran partikel. 2. Kemampuan melarut suatu zat di dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. 3. Penambahan surfaktan dapat menurunkan tegangan antarmuka antara paracetamol sehingga mempermudah kelarutan, namun pada konsentrasi misel kritik (KMK) kelarutan paracetamol menjadi konstan. 4. Zat

yang

dilarutkan

terus

diencerkan/dilarutkan

hingga

mencapai

perbandingan kelarutan maksimalnya dengan pelarut. 5. Data kelarutan suatu zat sangat penting untuk diketahui dalam pembuatan sediaan farmasi cairan, agar didapatkan indikator obat yang dapat mencapi efek terapi yang tepat. 6. Larutan adalah campuran yang homogen dari dua zat atau lebih zat, diman jumlah pelarut lebih banyak daripada zat terlarut. 7. Uji kelarutan merupakan salah satu cara untuk menentukan golongan zat serta karakteristik masing-masing gugus fungsinya.

IX . PUSTAKA Martin,A., 1993,Physical Pharmacy, 4th ed., Lea&Febiger Philadeplia, London,P324-361 Florence A.T., and attwood D.,1998,Physicochemical Principles of pharmacy, 3th ed. The macmillan Press Ltd.

Related Documents


More Documents from ""