13. Proposal Bab I-iv.docx

  • Uploaded by: Selly Tervia
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 13. Proposal Bab I-iv.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 12,480
  • Pages: 75
1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posyandu atau pos pelayanan terpadu merupakan program puskesmas melalui kegiatan peran serta masyarakat yang ditujukan pada masyarakat setempat, khususnya wanita, balita, usia subur maupun lansia. Pelayanan kesehatan di posyandu lanjut usia meliputi pelayanan pemeriksaan kesehatan fisik dan mental emosional yang di catat dan dipantau melalui Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk mengetahui lebih awal penyakit yang di derita atau ancaman salah satu kesehatan yang di hadapi (Pemkot Yogyakarta, 2007). Jenis pelayanan kesehatan yang diberikan di posyandu lansia di antara lain pemeriksaan aktivitas sehari-hari, pemeriksaan status mental, pemeriksaan

status

gizi,

pengukuran

tekanan

darah,

pemeriksaan

hemoglobin, kadar gula dan protein dalam urine, pelayanan rujukan ke puskesmas dan penyuluhan kesehatan. Kegiatan lain yang sesuai dengan kondisi setempat seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi lanjut usia dan olah raga seperti senam lanjut usia, gerak jalan santai untuk meningkatkan kebugaran ( Pemkot Yoyakarta, 2007 ). Kegiatan posyandu lansia yang berjalan dengan baik memberikan lansia kemudahan pelayanan kesehatan dasar, sehingga kualitas hidup masyarakat di usia lanjut tetap terjaga dengan baik dan optimal. Berbagai kegiatan dan program posyandu lansia tersebut sangat baik dan banyak

2

memberikan manfaat bagi para orang tua di wilayahnya. Seharusnya para lansia berupaya memanfaatkan adanya posyandu tersebut sebaik mungkin, agar kesehatan para lansia dapat terpelihara dan terpantau secara optimal. Lansia yang tidak aktif dalam memanfaatkan peleyanan kesehatan di posyandu lansia, maka kondisi kesehatan mereka tidak dapat terpantau dengan baik, sehingga apabila mengalami suatu resiko penyakit akibat penurunan kondisi tubuh dan proses penuaan dikhawatirkan dapat berakibat fatal dan mengancam jiwa mereka. Penyuluhan dan sosialisasi tentang manfaat posyandu lansia perlu terus ditingkatkan dan perlu mendapatkan dukungan berbagai pihak, baik keluarga, pemerintahan maupun masyarakat itu sendiri. Laporan WHO tahun 2006 menunjukkan usia harapan hidup wanita di Swiis pada tahun 2004 mencapai 83 tahun, sedangkan prianya 78 tahun. Di Amerika Serikat, pada tahun 2004 usia harapan hidup wanita mencapai 80 tahun, pria mencapai 75 tahun. Wanita Jepang mencapai 86 tahun, dan pria 79 tahun. Wanita Malaysia dan Vietnam hanya mencapai 74 tahun, dan pria 69 tahun, sedangkan orang Indonesia lebih pendek lagi, yaitu wanita hanya mencapai 68 tahun, dan pria hanya 65 tahun ( Pangkahila, 2007 ) . Peningkatan jumlah penduduk lansia pada tahun 2006 sebesar kurang lebih 19 juta jiwa, usia harapan hidup 66,2 tahun, pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 23,9 juta jiwa (9,77%), usia harapan hidupnya 67,4 tahun dan pada tahun 2020 diperkirakan sebasar 28,8 juta (11,34%), dengan usia harapan hidup 71,1 tahun ( Tamher, 2009 ).

3

Negara Indonesia adalah negara yang memiliki jumlah penduduk terpadat ke 4 di dunia. Dengan jumlah penduduk yang lebih dari 200 juta jiwa di tahun 2000, 7,5% atau 15 juta jiwa adalah penduduk lansia. Berdasarkan proyeksi Biro Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2005 – 2010 jumlah penduduk lansia akan sama dengan jumlah balita, yaitu 8,5% dari jumlah penduduk atau sekitar 19 juta jiwa

( Supas, 2005 ). Tercatat bahwa

penduduk Indonesia pada tahun 2010 berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010 yang diselenggarakan BPS diseluruh wilayah Indonesia berjumlah 237.641.326 jiwa dengan jumlah penduduk lansia sebanyak 18.118.699

jiwa. Di Jawa Tengah sendiri tercatat 2.336.115 jiwa

merupakan lansia dari total penduduk 32. 864.563 jiwa ( Susenas, 2009 ). Jumlah penduduk lanjut usia wanita pada umumnya lebih banyak dibandingkan dengan pria. Hal ini dapat di lihat dari presentasi pria dan wanita serta ratio jenis kelamin dari penduduk lanjut usia pria dan wanita (Hardywinoto dkk, 2005). Pembinaan lansia di Indonesia dilaksanakan berdasarkan peraturan Undang-Undang RI No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan yang dimaksudkan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan lansia, upaya penyuluhan, penyembuhan dan pengembangan lembaga. Sebagai wujud nyata pelayanan sosial dan kesehatan pada kelompok lansia ini, pemerintah telah mencanangkan pelayanan pada lansia melalui beberapa jenjang. Pelayanan di tingkat masyarakat adalah posyandu lansia, pelayanan

4

masyarakat tingkat dasar adalah puskesmas, dan pelayanan tingkat lanjut adalah Rumah Sakit. Tingginya peran keluarga dan masyarakat dalam perawatan lansia serta adanya pergeseran pelayanan di rumah sakit ke pelayanan di komunitas, memberi tantangan tersendiri pada perawat dalam rangka memberikan pelayanan yang kooprehensif kepada lansia. Pemerintah, dalam hal ini Depertemen Kesehatan telah merumuskan berbagai kebijakan, program dan kegiatan yang dapat menunjang derajat kesehatan dan mutu kehidupan lanjut usia. Program pokok kesehatan menanamkan pola hidup sehat dengan lebih memprioritaskan upaya pencegahan penyakit ( preventif : Pada upaya preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan terhadap kesehatan lansia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan secara berkala ke posyandu lansia, puskesmas maupun kunjungan rumah) dan peningkatan kesehatan ( promotif : pada upaya promotif ini dilakukan untuk meningkatkan kesehatan lansia diantaranya dengan memberikan penyuluhan kesehatan, peningkatan gizi lansia, kesegaran jasmani lansia dan pemeliharaan kesehatan perorangan maupun kesehatan lansia), tanpa mengabaikan upaya pengobatan ( kuratif : pada upaya kuratif dilakukan untuk merawat dan mengobati lansia yang menderita penyakit atau masalah kesehatan melalui kegiatan perawatan lansia di rumah, maupun perawatan lansia sebagai tindak lanjut perawat di puskesmas dan rumah sakit) dan (rehabilitatif: upaya rehabilitatif dilakukan untuk upaya pemeliharaan bagi lansia yang dirawat dirumah salah satu diantaranya latihan fisik bagi lansia,

5

bagi kader-kader yang terlatih dengan melibatkan peran serta keluarga untuk membantu lansia). Namun pada penelitian ini lebih menekankan pada pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif. Bentuk pelayanan dimasyarakat adalah posyandu lansia. Posyandu adalah fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang didirikan di desa-desa kecil yang tidak terjangkau oleh rumah sakit maupun klinik. Tujuan program posyandu lansia adalah untuk memberdayakan kelompok lansia sehingga mereka mampu untuk menolong dirinya sendiri dalam mengatasi masalah kesehatannya serta dapat menyumbangkan tenaganya untuk kepentingan keluarga dan masyarakat ( Ismuningrum, 2007 ). Posyandu di RW 05 Kelurahan Pangkalan Jati Depok ini berdiri pada awal Januari tahun 2008 dengan jumlah lansia yang terdata sebanyak 327 orang. Sejak pertama berdiri jumlah kunjungan lansia ke posyandu lansia cenderung mengalami penurunan. Data ini dapat di lihat dari data 6 bulan pertama posyandu lansia ini berdiri dimana pada bulan Januari 2008 jumlah kunjungan sebanyak 53 orang, bulan Februari sebanyak 54 orang, bulan Maret sebanyak 47 orang, bulan April 2008 sebanyak 47 orang, bulan Mei 2008 sebanyak 35 orang dan pada bulan Juni 2008 sedikit meningkat sebanyak 46 orang. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti di RW 05 Pangkalan Jati Baru Depok didapatkan data bahwa dari 10 lansia yang diwawancarai 8 orang lansia (2,15%) diantaranya tidak pernah melakukan kunjungan ke posyandu lansia sejak pertama kali posyandu ini didirikan ( Depkes RI, 2008 ).

6

Tabel 1.1 Cakupan Posyandu Lansia Di wilayah Kerja Puskesmas Gunung Medan Tahun 2012 No Jorong Jumlah Jumlah yang berkunjungan lansia Triwulan1 Triwulan 2 lansia % Lansia % 1 Lubuk aur 229 11 4,8 3 1,3 2 Siguntur 1 212 22 10,3 10 4,7 3 Koto tua 187 47 24,8 4 2,1 4 Bungo tanjung 174 10 5,7 5 2,8 5 Siguntur 2 165 14 8,4 4 2,4 6 Koto 165 23 13,9 8 4,8 7 Palo tabek 123 19 15,4 3 2,4 8 Taratak 111 3 2,7 20 18 9 Sei lansek 92 13 14,1 7 7,6 10 Ganting 80 8 10 4 5 11 Siluluk 67 6 8,6 0 0 Sumber : Puskesmas Gunung Medan 2012

Dari tabel 1.1 di ketahui bahwa di wilayah kerja Puskesmas Gunung Medan memiliki 11 Jorong, dimana antara 11 Jorong ini, Jorong Lubuk Aur termasuk daerah yang pencapaian posyandu lansianya rendah, dimana Jorong Lubuk Aur hanya mampu mencapai 4,8% pada triwulan pertama dan 1,3% pada triwulan kedua dari 80% target yang seharusnya di capai. Hal ini menunjukkan bahwa Jorong Lubuk Aur termasuk Jorong yang belum mampu mengoptimalkan pelaksanaan posyandu lansia. Faktor penyebab atau alasan kenapa lansia tidak mengikuti posyandu adalah saat jadwal pelaksanaannya posyandu lansia ada sebagian lansia yang menjaga cucunya sehingga tidak dapat berkunjung keposyandu lansia, kurangnya informasi mengenai posyandu lansia, tidak adanya dukungan keluarga lansia dan adanya rasa malas (perilaku) lansia untuk berkunjung ke posyandu lansia. Seharusnya posyandu lansia dengan berbagai programnya yang mulia tersebut dapat banyak memberikan manfaat bagi lansia di wilayahnya. Namun pada kenyataannya pemanfaatan posyandu lansia sangat rendah, sekitar 22% saja (Depkes RI, 2008).

7

Setelah dilakukan studi pendahuluan pada tanggal 18 Maret 2013 pada 10 orang lansia dengan metode wawancara dihasilkan 7 orang lansia (70%) tidak tahu apa itu posyandu lansia manfaat dan tujuannya, 6 orang lansia (60%) kurang setuju karena posyandu itu tidak penting hanya untuk lansia yang sakit saja, 7 orang lansia (70%) kurang motivasi untuk pergi ke posyandu, 6 orang lansia (60%) mengatakan bahwa mereka tidak pergi karena tidak ada keluarga yang mengantarkan, menemani, serta keluarga tidak mengingatkan jadwal posyandu dilaksanakan. Adapun dampak atau pun akibat yang bisa terjadi pada lansia yang tidak mau memanfaatkan posyandu lansia ini diantaranya kesehatan lansia tidak terpantau dengan baik, menurunya angka kunjungan lansia ke posyandu lansia dan angka kesakitan pada lansia menjadi meningkat (Mina, 2009). Mengingat kondisi permasalahan lansia tersebut, maka penanganan masalah lansia harus menjadi prioritas, karena permasalahannya terus berpacu dengan pertambahan jumlahnya.

Seiring dengan semakin

meningkatnya populasi lansia, pemerintah telah merumuskan berbagai kebijakan pelayanan kesehatan lansia ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia untuk mencapai masa tua bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya. Dari penjelasan diatas diharapkan juga keluarga dan masyarakat memberikan dukungan kepada lansia, agar para lansia mau mengikuti posyandu lansia, mengigatkan kapan jadwal posyandu lansia dilaksanakan

8

dan jangan memberi pekerjaan saat jadwal posyandu lansia dilaksanakan, bila para lansia mengikuti posyandu lansia akan memberikan manfaat secara psikologis dimana lansia akan merasa terhibur dengan berkumpul bersama teman-teman sebayanya sehingga dapat berbagi cerita tentang nostalgia masa lalu dan lansia juga merasa dipedulikan keberadaannya (Mina, 2009). Hal ini menunjukkan bawah para lansia di daerah tersebut kurang mengerti mengenai posyandu lansia. Di samping itu sikap lansia terhadap program posyandu juga menunjukkan adanya kecenderungan kurang mendukung (negatif) dimana ada sebagian lansia beranggapan bawah posyandu itu tidak penting hanya untuk yang sakit, dan juga kurangnya motivasi dirinya untuk pergi ke posyandu lansia serta tidak adanya dukungan dari keluarga untuk pergi ke posyandu lansia. Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional dan juga dalam motivasi kerjanya akan berpotensi dari pada mereka yang berpendidikan lebih rendah atau sedang ( Notoatmojo, 2003). Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan mengambil judul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penurunan Minat Lansia Terhadap Posyandu Lansia Di Jorong Lubuk Aur Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Medan Kabupaten Dharmasraya Tahun 2013.

9

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas dan untuk memperjelas ruang lingkup penelitian serta mempermudah pencapaian tujuan yang diinginkan maka ditetapkan rumusan masalah sebagai berikut : “apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan penurunan minat lansia terhadap posyandu lansia di Jorong Lubuk Aur Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Medan Kabupaten Dharmasraya 2013 ?.” 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penurunan minat lansia terhadap posyandu lansia di Jorong Lubuk Aur Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Medan Kabupaten Dharmasraya 2013. 1.3.2 Tujuan Khusus Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk : 1.3.2.1 Untuk mengetahui distribusi frekuensi tingkat pengetahuan lansia terhadap posyandu lansia di Jorong Lubuk Aur wilayah kerja Puskesmas Gunung Medan

Kabupaten Dharmasrayan

Tahun 2013. 1.3.2.2 Untuk mengetahui distribusi frekuensi sikap lansia terhadap posyandu lansia di Jorong Lubuk Aur wilayah kerja Puskesmas Gunung Medan Kabupaten Dharmasraya Tahun 2013.

10

1.3.2.3 Untuk mengetahui distribusi frekuensi motivasi lansia terhadap posyandu lansia di Jorong Lubuk Aur wilayah kerja Puskesmas Gunung Medan Kabupaten Dharmasraya Tahun 2013. 1.3.2.4 Untuk mengetahui distribusi frekuensi dukungan keluarga lansia terhadap posyandu lansia di Jorong Lubuk Aur wilayah kerja Puskesmas Gunung Medan Kabupaten Dharmasraya Tahun 2013. 1.3.2.5 Untuk mengetahui distribusi frekuensi penurunan minat lansia terhadap posyandu lansia di Jorong Lubuk Aur wilayah kerja Puskesmas Gunung Medan Kabupaten Dharmasraya Tahun 2013. 1.3.2.6 Menganalisa hubungan tingkat pengetahuan lansia dengan penurunan minat lansia terhadap posyandu lansia di Jorong Lubuk Aur wilayah kerja Puskesmas Gunung Medan Kabupaten Dharmasraya Tahun 2013. 1.3.2.7 Menganalisa hubungan sikap lansia dengan penurunan minat lansia terhadap posyandu lansia di Jorong Lubuk Aur wilayah kerja Puskesmas Gunung Medan Kabupaten Dharmasraya Tahun 2013. 1.3.2.8 Menganalisa hubungan motivasi lansia dengan penurunan minat lansia terhadap posyandu lansia di Jorong Lubuk Aur wilayah kerja Puskesmas Gunung Medan Kabupaten Dharmasraya Tahun 2013.

11

1.3.2.9 Menganalisa hubungan dukungan keluarga lansia dengan penurunan minat lansia terhadap posyandu lansia di Jorong Lubuk Aur wilayah kerja Puskesmas Gunung Medan Kabupaten Dharmasraya Tahun 2013. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti Untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan, pengelaman dan wawasan dalam penerapan ilmu yang didapatkan dalam mata kuliah keperawatan gerontik dan komunitas. 1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan Sebagai literatur bagi institusi dan menjadi referensi bagi mahasiswa STIKES Dharmasraya dalam proses pembelajaran khususnya mata kuliah keperawatan gerontik dan komunitas. Sehingga

diharapkan

mahasiswa

STIKES

Dharmasraya

lebih

bersungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran mata kuliah keperawatan gerontik dan komunitas karena lansia itu membutuhkan kita dalam memberikan

pelayanan

untuk meningkatkan derajat

kesehatan lansia. 1.4.3 Bagi Lansia Agar lansia mengetahui manfaat posyandu lansia yang diberikan pada lansia sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap lansia terkait dengan pentingnya posyandu lansia dan dapat berperan serta dalam peningkatan angka cakupan program posyandu lansia.

12

1.4.4 Bagi Petugas Kesehatan Untuk menambah dan memperkaya data mengenai posyandu lansia yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan kebijakan, pengambilan keputusan atau penyelenggara pelayanan kesehatan periode selanjutnya.

13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Tentang Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia Menurut UU.No.13 tahun 1998 dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Siti dkk, 2010). Lansia adalah suatu proses alamiah yang tidak bisa dihindarkan. Umur manusia sebagai makhluk hidup terbatas

oleh suatu peraturan alam,

maksimal sekitar 6 (enam) kali masa bayi sampai dewasa 6 x 20 tahun sama dengan 120 tahun. Proses menjadi tua disebabkan oleh beberapa faktor biologik yang terdiri dari 3 fase yaitu fase progresif, stabil dan regresif. Dalam fase regresif mekanisme lebih kearah kemunduran yang dimulai dalam sel, komponen terkecil dari tubuh manusia. Sel-sel menjadi haus karena lama berfungsi sehingga mengakibatkan kemunduran yang dominan dibandingkan terjadinya pemulihan. Di dalam stuktur anatomik, proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran di dalam sel. Proses ini berlangsung secara alamiah, terus menerus dan berkesinambungan, yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, biokemis pada jaringan tubuh dan akhirnya akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (DepKes RI, 2005). Orang yang mencapai tahap perjalanan hidup mencapai usia lanjut dapat dikatakan sebagai orang yang beruntung, karena mereka telah mengenyam kehidupan dalam masa yang panjang. Di Indonesia Pemerintah dan lembaga-lembaga pengelola lansia, memberi patokan bawah mereka

14

yang disebut lansia adalah yang telah mencapai usia 60 tahun yang dinyatakan dengan pemberian Kartu Tanda Penduduk (KTP) seumur hidup. Namun dinegara maju diberi patokan yang lebih spesifik 65 sampai dengan 75 tahun disebut old, 75 sampai dengan 90 tahun old-old dan 90 tahun ke atas disebut very old (Hardywinoto, 2007). 2.1.2 Batasan Usia Lansia Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, lanjut usia meliputi: usia pertengahan (Middle age) yaitu kelompok usia 46-59 tahun, usia lanjut (Elderiy) yaitu antara 60-74 tahun, Tua (Old) yaitu antara 75-90 tahun, dan usia sangat tua (Very old) yaitu usia diatas 90 tahun (Siti dkk, 2009). 2.1.3 Proses Menua Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan

untuk memperbaiki diri/mengganti

dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Siti dkk, 2009). Beberapa teori proses penuaan menurut (Potter, 2005) yaitu : 2.1.3.1 Teori biologis terdiri dari : a. Teori radikal bebas Radikal bebas adalah produk metabolisme seluler yang merupakan bagian molekul yang sangat reaktif. Molekul ini memiliki muatan ekstraseluler kuat yang dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengubah bentuk dan sifatnya, molekul ini juga dapat beraksi dalam lipid yang berada dalam membran sel, mempengaruhi permeabilitasnya atau dapat berikatan dengan organ sel. Teori ini

15

menyatakan

bahwa

penuaan

disebabkan

karena

terjadinya

akumulasi kerusakan ireversibel akibat senyawa pengoksidasi. Dimana radikal bebas dapat terbentuk di alam, tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi bahan–bahan organik seperti karbohidrat dan protein. b. Teori cross link Teori cross link atau jaringan ikat menyatakan bawah molekul kolagen dan elastis, komponen jaringan ikat, membentuk senyawa yang lama meningkatkan rigiditas sel, cross linkage diperkirakan akibat reaksi kimia yang menimbulkan senyawa antara molekulmolekul yang normalnya terpisah atau secara singkatnya sel-sel tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan kuat khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurang elastis dan hilangnya fungsi. Contoh cross linkage jaringan ikat terkait usia meliputi penurunan daya rentang dinding arteri, tanggalnya gigi, tendon kering dan berserat. c. Teori imunilogis Beberapa teori menyatakan bawah penurunan atau perubahan dalam

keefektifan

sistem

imun

berperan

dalam

penuaan.

Mekanisme seluler tidak teratur diperkirakan menyebabkan serangan pada jaringan tubuh melalui imunodefesiensi atau penurunan

imun.

Tubuh

kehilangan

kemampuan

untuk

membedakan proteinnya sendiri dengan protein asing, sistem imun menyerang dan menghancurkan jaringannya sendiri pada kecepatan

16

yang meningkat secara bertahap. Dengan bertambahnya usia, kemampuan sistem imun untuk menghancurkan bakteri, virus dan jamur melemah. Bahkan sistem ini mungkin tidak memulai serangannya sehingga sel mutasi terbentuk beberapa kali. Semakin bertambahnya usia, fungsi sistem imun kehilangan keefektifan, imunodefesiensi berhubungan dengan penurunan fungsi. d. Teori wear and tear (Stanley, 2006) Teori ini mengusulkan bawah akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sistensi DNA, sehingga mendorong malfungsi molekular dan akhirnya malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan mengalami kerusakan berdasarkan suatu jadwal. e. Riwayat lingkungan (Stanley, 2006) Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan seperti karsinogen, dari industri, cahaya matahari, trauma, infeksi dapat membawah perubahan dalam proses penuaan. Walaupun faktorfaktor ini diketahui dapat mempercepat penuaan, dampak dari lingkungan lebih merupakan dampak sekunder dan bukan merupakan faktor utama dalam penuaan. 2.1.3.2 Teori psikososisal a. Teori disengagement Teori ini menyatakan bawah dengan bertambahnya usia maka seseorang akan berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya,

17

keadaan ini menyebabkan kehilangan ganda seperti: kehilangan peran, kontak sosial, berkurangnya komitmen atau dengan kata lain orang yang menua menarik diri dari peran yang biasanya dan terikat pada aktivitas yang lebih introsfektif dan berfokus pada diri sendiri. 1) Individu yang menua dan masyarakat secara bersama menarik diri. 2) Disengagement adalah intrinsik dan tidak dapat dielakkan baik secara biologis dan psikologis. 3) Disengagement dianggap perlu untuk keberhasilan penuaan. 4) Disengagement bermanfaat baik bagi lansia dan masyarakat. b. Teori aktivitas Teori aktivitas menyetujui teori disengagement dan menegaskan bahwa

kelanjutan

aktivitas

dewasa

tengah

penting

untuk

keberhasilan penuaan. Beberapa pendapat mengemukakan bahwa penuaan terlalu kompleks untuk dikarakteristikan kedalam cara sederhana

tersebut.

Mereka

beralasan

bahwa

teori

ini

mengasumsikan lansia membutuhkan kebutuhan yang sama seperti dewasa tengah, selain itu teori ini tidak menunjukkan dampak perubahan biopsikososisal atau adanya kehilangan kemampuan yang multipel pada lansia yang melanjutkan aktivitasnya. Teori ini menyatakan pada lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran optimun dilanjutkan pada cara hidup dari lansia, mempertahankan hubungan antara

18

sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia. c. Teori kontinuitas Teori kontinuitas atau teori perkembangan menyatakan bahwa keperibadian tetap sama dan perilaku menjadi lebih mudah di prediksi seiring penuaan. Keperibadian dan pola perilaku yang berkembang sepanjang kehidupan menentukan derajat keterikatan dan aktivitas pada masa lansia. Berdasarkan teori, kepribadian merupakan faktor kritis dalam menentukan hubungan antara aktivitas peran sebagai teori yang menjanjikan karena teori ini menujukkan kompleksitas proses penuaan dan kemampuan adaftif seseorang. Beberapa pendapat bahwa teori ini terlalu sederhana dan tidak mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi respons seseorang terhadap proses penuaan. Teori ini juga menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe kepribadian yang di miliki. 2.1.4 Status Kesehatan Lansia Kesehatan dan status fungsional seorang lansia ditentukan oleh resultante dari faktor-faktor fisik, psikologik dan social ekonomi. Faktorfaktor tersebut tidak selalu sama besar perananya sehingga selalu harus diperbaiki bersamaan dengan perawatan pasien secara menyeluruh. Di Negara-negara sedang berkembang faktor sosial ekonomi atau financial hampir selalu merupakan kendala yang penting (Surayadi, 2003).

19

2.1.5 Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia 2.1.5.1 Permasalahan dari Aspek Fisologi Terjadinya perubahan normal pada fisik lansia yang dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, sosial, ekonomi dan medik. Perubahan tersebut akan terlihat dalam jaringan dan organ tubuh seperti kulit menjadi kering dan keriput, rambut beruban dan rontok, penglihatan menurun sebagian atau menyeluruh, pendengaran berkurang, indra perasa menurun, daya penciuman berkurang, tinggi badan menyusut karena proses osteoporosis yang berakibat badan menjadi bungkuk, tulang keropos, massanya dan kekuatannya berkuarng, nafas menjadi pendek, terjadi penurunan fungsi organ didalam perut, dinding pembuluh darah menebal dan menjadi tekanan darah tinggi otot jantung bekerja tidak efisien, adanya penurunan organ reproduksi terutama pada wanita, otak menyusut dan reaksi menjadi lambat terutama pada pria, serta seksualitas tidak terlalu menuru (Martono: 1997 dalam Darmojo: 2004). 2.1.5.2 Permasalahan dari Aspek Psikologis Menurut Martono (1997) dalam Darmojo (2004), beberapa masalah psikologis lansia antara lain : 1) Kesepian (loneliness), yang dialami oleh lansia pada saat meninggalnya pasangan hidup, terutama bila dirinya saat itu mengalami penurunan status kesehatan seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama gangguan pendengaran harus dibedakan antara

20

kesepian dengan hidup sendiri. Banyak lansia hidup sendiri tidak mengalami kesepian karena aktivitas sosial yang tinggi, lansia yang hidup dilingkungan yang beranggota keluarga yang cukup banyak, tetapi mengalami kesepian. 2) Duka cita (breavement), dimana pada periode duka cita ini merupakan

periode

yang

sangat

rawan

bagi

lansia.

Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan bisa meruntuhkan ketahanan jiwanya yang sudah rapuh dari seorang lansia, yang selanjutnya memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatanyan. Adanya perasaan kosong kemudian di ikuti dengan keinginan menagis dan kemudian suatu periode depresi. Depresi akibat duka cita biasanya bersifat self limiting. 3) Depresi pada lansia, stress lingkungan sering menimbulkan depresi dan kemampuan beradaptasi menurun. 4) Gangguan cemas, terbagi dalam beberapa golongan yaitu fobia, gangguan panik, gangguan cemas umum, gangguan stres setelah trauma dan gangguan obsetif-komplusif. Pada lansia gangguan cemas merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan biasanya berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat atau gejala penghentian mendadak suatu obat. 5) Psikosis pada lansia, dimana terbagi dalam bentuk psikosis bisa terjadi pada lansia, baik kelanjutan keadaan dari dewasa muda atau yang timbul pada lansia.

21

6) Parafrenia, merupakan suatu bentuk skizzofrenia lanjut yang sering terjadi pada lansia yang ditandai dengan waham (curiga) yang sering lansia merasa tetangganya mencuri barangbarangnya atau tetangganya berniat membunuhnya. Parfrenia biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi atau diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial. Sindrom diagnose, merupakan suatu keadaan dimana lansia penampilan perilaku yang sangat mengganggu. Rumah atau kamar yang kotor serta berbau karena lansia ini sering bermain-main dengan urin dan fesesnya. Lansia sering menumpuk barang-barangnya tidak teratur Kondisi ini walaupun kamar sudah dibersihkan dan lansia dimandikan bersih namun dapat berulang kembali. 7) Sindrom hipokondriasis, merupakan suatu keadaan dimana lansia sering kawatir dengan kondisi kesehatanya dan mencari layanan kesehatan tetapi secara medis tidak ditemukan penyakitnya. 2.1.6 Perjalanan Penyakit Lansia Pada umumnya perjalanan penyakit lansia adalah kronik (menahun), diselingi dengan eksaserbasi akut. Selain dari pada itu penyakitnya bersifat progresif yang mengakibatkan kecacatan. Yang lama sebelum akhirnya penderita meninggal dunia. Penyakit yang progresif ini berbeda dengan penyakit pada usia remaja atau dewasa yaitu tidak memeberikan proteksi atau imunitas tetapi justru menjadikan lansia rentan terhadap penyakit lain karena daya dahan tubuh yang makin menurun (Suryadi, 2003).

22

2.1.7

Sifat Penyakit Lansia Sifat penyakit orang-orang pada lansia perlu sekali untuk dikenali supaya kita tidak salah ataupun terlambat menegakkan diagnosis, sehingga terapi dan tindakan lain yang mengikutinya dengan segera dapat di laksanakan, sebab penyakit pada orang-orang lansia umumnya lebih bersifat endogen dari pada eksogen. Hal ini kemungkinan disebabkan karena menurunya fungsi berbagai alat tubuh karena proses menjadi tua. Selain itu produksi zat-zat untuk tahan tubuh akan mengalami kemunduran. Oleh karena itu faktor penyebab eksogen (infeksi) akan lebih mudah hinggap. Sering kali juga terjadi penyebab penyakit pada lansia tersembunyi, sehingga perlu dicari secara sadar dan aktif. Keluhan-keluhan pasien lansia sering tidak khas, tidak jelas, apatik dan simptomatik. Oleh karena sifat-sifat asimptomatik atau tidak khas tadi, akan mengakibatkan variasi individual munculnya gejala dan tanda-tanda penyakit meskipun penyakitnya sama (Surayadi, 2003).

2.1.8 Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia 2.1.8.1 Perubahan Fisik Kekuatan fisik secara menyeluruh berkurang, merasa cepat lelah dan stamina menurun, sikap badan yang semula tegap menjadi membungkuk, otot-otot mengecil, hipotropis, terutama di bagian dada dan lengan, dan pada kulit mengerut atau kriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk sel epidermis. Sedangkan pada rambut telah memutih dan

23

pertumbuhan berkurang sedang rambut dalam hidung dan telinga mulai menebal. Dan perubahan pada indra misalnya pada penglihatan,

hilangnya

daya

akomodasi.

Pada

pendengaran

pengumpulan serumen dapat terjadi karena meningkatnya kreatinin. Dan selanjutnya adalah pengapuran pada tulang rawan, seperti tulang dada sehingga dada menjadi kaku dan sulit bernafas. 2.1.8.2 Perubahan Sosial Perubahan sosial yang terjadi adalah perubahan peran post power syndrome, single women, dan single parent. Dan ketika lansia lainnya meninggal maka muncul perasaan kapan akan meninggal, terjadinya kepikunan yang dapat mengganggu dalam bersosialisasi serta emosi mudah berubah, sring marah-marah dan mudah tersinggung. 2.1.8.3 Perubahan Psikologi Perubahan pada lansia meliputi short term memory. Frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan depresi dan kecemasan. 2.1.9 Penyakit Yang Menonjol Pada Lanjut Usia Beberapa penyakit yang di derita lansia antara lain, penyakit Alzheimer, ateroskoliosis, kanker, gagal jantung kongestif, penyakit arteri koroner, diabetes glukoma, hipertensi, osteoarthritis, stroke (Timmreck, 2005).

24

2.2 Konsep Tentang Posyandu Lansia 2.2.1 Pengertian Posyandu Lansia Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan (Dinkes RI, 2006). Posyandu Lansia adalah suatu wadah pelayanan kepada usia lanjut di masyarakat dimana proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan pada upaya promotif dan preventif. Atau salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) yang di bentuk dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat (Depkes RI, 2003). 2.2.2 Tujuan Posyandu Lansia Tujuan pembentukan posyandu lansia secara garis besar menurut (Depkes RI, 2006) antara lain : 2.2.2.1Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia. 2.2.2.2Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan di samping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut.

25

Tujun khusus: a. meningkatkan kesadaran pada lansia b. membina kesehatan dirinya sendiri c. meningkatkan mutu kesehatan lansia d. meningkatkan pelayanan kesehatan lansia (Cahyo, 2010). 2.2.3 Manfaat Posyandu Lansia 2.2.3.1Kepedulian pemerintah kepada para lansia terutama masalah kesehatannya. Disini lansia dapat berfikir bahwa walaupun usia mereka tidak produktif namun

dengan peran aktif dalam

pengembangan posyandu lansia para lansia secara psikologis merasa terhibur dan dipedulikan keberadaannya. 2.2.3.2Sebagai tempat nostalgia lansia saat diadakan posyandu lansia. Dengan adanya posyandu lansia, para lansia yang berkumpul merasa terhibur bersama teman –teman sebayanya dan berbagi cerita nostalgia masa lalu. 2.2.3.3Pelayanan bagi para lansia yang tergolong miskin diupayakan untuk dapat diberikan secara gratis melalui prosedur yang berlaku. 2.2.4 Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia Berbeda dengan posyandu balita yang terdapat sistem 5 (lima) maja, pelayanan yang diselenggarakan dalam posyandu lansia tergantung pada mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan di suatu wilayah kabupaten maupun kota penyelenggara. Ada yang menyelenggarakan posyandu lansia sistem 5 (lima) meja, seperti posyandu balita, ada yang menggunakan sistem

26

pelayanan 7 (tujuh) mejah, ada juga menggunakan sistem pelayanan 3 (tiga) meja (Cahyo, 2010). (Depkes RI, 2006) posyandu balita yang terdapat sistem 5 meja dalam pelayanan terhadap balita, posyandu lansia hanya menggunakan sistem pelayanan 3 meja, dengan kegiatan sebagai berikut : 2.2.4.1 Meja I : pendaftaran lansia, pengukuran tinggi badan dan penimbangan berat badan. 2.2.4.2 Meja II : Melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, Indeks Massa Tubuh (IMT). Pelayanan kesehatan seperti pengobatan sederhana dan rujukan kasus juga dilakukan di meja II ini. 2.2.4.3 Meja III : melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini juga bisa dilakukan pelayanan pojok gizi. 2.2.5 Bentuk Pelayanan Posyandu Lansia Pelayanan Kesehatan di Posyandu lanjut usia meliputi pemeriksaan Kesehatan fisik dan mental emosional yang di catat dan di pantau dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan yang dihadapi. Jenis Pelayanan Kesehatan yang diberikan kepada usia lanjut di Posyandu Lansia seperti pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan, minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar dan (Depkes RI, 2006).

kecil dan sebagainya

27

2.2.5.1 Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional dengan menggunakan pedoman metode 2 (dua) menit. 2.2.5.2 Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan kemudian di catat pada grafik Indeks Masa Tubuh (IMT). 2.2.5.3 Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit. 2.2.5.4 Pemeriksaan hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat 2.2.5.5 Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit gula (diabetes mellitus). 2.2.5.6 Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal. 2.2.5.7 Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bila mana ada keluhan dan atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir 1 hingga 7. 2.2.5.8 Penyuluhan Kesehatan (Cahyo, 2010). Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi setempat seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi lanjut usia dan kegiatan olah raga seperti senam lanjut usia, gerak jalan santai untuk meningkatkan kebugaran. Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan di Posyandu Lansia, dibutuhkan, sarana dan prasarana penunjang, yaitu: tempat kegiatan (gedung, ruangan atau tempat terbuka), meja

28

dan kursi, alat tulis, buku pencatatan kegiatan, timbangan dewasa, meteran pengukuran tinggi badan, stetoskop, tensi meter, peralatan laboratorium sederhana, thermometer, Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia (Depkes RI, 2006). 2.2.6 Sasaran Posyandu Lansia 2.2.6.1 Sasaran langsung a. Kelompok pra lanjut usia (45-59 tahun) b. Kelompok usia lanjut (60 tahun) c. Kelompok usia lanjut resiko tinggi (70 tahun ke atas) 2.2.6.2 Sasaran tidak langsung a. Keluarga dimana usia lanjut berada b. Organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan usia lanjut c. Masyarakat (Siti dkk, 2008). 2.2.7 Kendala Pelaksanaan Posyandu Lansia 2.2.6.1 Pengetahuan lansia yang rendah tentang manfaat posyandu. Pengetahuan lansia akan manfaat posyandu ini dapat di peroleh dari pengalaman

pribadi

dalam

kehidupan

sehari-hari.

Dengan

menghadiri kegiatan posyandu, lansia akan mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana cara hidup sehat dengan segala keterbatasan atau masalah kesehatan yang melekat pada mereka. Dengan pengalaman ini, pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi mereka untuk selalu mengikuti kegiatan posyandu lansia.

29

2.2.6.2 Jarak rumah dengan lokasi posyandu yang jauh atau sulit di jangkau. Jarak posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau posyandu tanpa harus mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik karena penurunan daya tahan tubuh atau kekuatan fisik tubuh. Kemudahan dalam menjangkau lokasi posyandu ini berhubungan dengan faktor keamanan bagi keselamatan lansia. Jika lansia merasa aman atau merasa mudah untuk menjangkau posyandu tanpa harus menimbulkan kelelahan atau masalah yang lebih seriu, maka hal ini dapat mendorong minat atau motivasi lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan demikian keamanan ini merupakan faktor ekstrenal dari terbentuknya motivasi untuk mengikuti posyandu lansia. 2.2.6.3Kurangnya

dukungan

keluarga

untuk

mengantar

maupun

mengingatkan lansia untuk datang ke posyandu. Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia. Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar lansia ke posyandu, mengingatkan lansia kapan jadwal posyandu lansia, dan berusaha membantu mengatasi segala permasalahan bersama lansia. 2.2.6.4 Sikap yang kurang baik terhadap petugas posyandu. Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap petugas merupakan dasar atas kesiapan atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan sikap yang baik tersebut, lansia cenderung untuk

30

selalu hadir atau mengikuti kegiatan yang diadakan di posyandu lansia. Hal ini dapat di pahami karena sikap seseorang adalah suatu cerminan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek. Kesiapan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan caracara tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya suatu respons. 2.2.6.5 Sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan posyandu lansia Untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan di posyandu lansia, dibutuhkan sarana dan prasarana penunjang, yaitu: tempat kegiatan (gedung, ruangan atau tempat terbuka), meja, kursi, alat tulis, buku pencatatan kegiatan, timbangan dewasa, meteran pengukuran tinggi badan, stetoskop, tensimeter, peralatan laboratorium sederhana, termometer, dan Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia (Cahyo, 2010).

2.3 Konsep Tentang Pengetahuan 2.3.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, penciuman, raba dan rasa. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012). Salah satu faktor yang penting dalam mengupayakan hidup sehat adalah pengetahuan tentang apa yang membuat orang tetap hidup sehat dan apa yang menyababkan sakit. Pengetahuan umumnya di peroleh dari

31

pengalaman, selain itu pengetahuan juga dapat di peroleh dari informasi yang disampaikan oleh guru, orang tua, teman, buku dan media masa. Media masa merupakan sumber pengetahuan yang dapat di peroleh halayak banyak secara cepat seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain (Suharyono, 2008) Dari pengalaman dan peneltian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. 2.3.2 Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo 2012 , Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tngkatan yaitu : 2.3.2.1 Tahu (know) Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) dipelajari atau rangsangan yang telah di terima. Oleh karena itu tahu ini merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebut, menguraikan, dan sebagainya. 2.3.2.2 Memahami (comprehension) Memahami merupakan kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi

harus

dapat

menjelaskan,

menyebutkan

contoh,

32

menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 2.3.2.3 Aplikasi (application) Aplikasi merupakan suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real atau sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 2.3.2.4 Analisis (analysis) Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat di lihat dari penggunaan kata kerja,

seperti

dapat

menggambarkan

(membuat

bangga),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. 2.3.2.5 Sintesis (synthesis) Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru. Dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan- rumusan yang telah ada.

33

2.3.2.6 Evaluasi (evaluation) Evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Terbentuknya suatu perilaku baru terutama pada orang dewasa, di mulai pada domain kognitif (pengetahuan) dalam arti orang tahu dahulu stimulus yang berupa materi atau obyek di

luar sehingga menimbulkan

pengetahuan baru pada orang tersebut dengan obyek yang telah diketahui dan didasari sepenuhnya, akan menimbulkan respon lebih jauh lagi

berupa tindakan terhadap atau sehubungan dengan

stimulus atau obyek tadi. 2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan Menurut berbagai literatur yang berhubungan dengan pengetahuan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya, diantaranya : 2.3.3.1 Umur Bertambahnya umur seseorang akan mempengaruhi pertambahan pengetahuan yang di peroleh, akan tetapi pada umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan mengingat atau penerimaan suatu pengetahuan akan berkurang. 2.3.3.2 Pengalaman Seseorang mendapatkan banyak pengalaman akan lebih siap menghadapi permasalahan. Dalam hidup, pengalaman tersebut akan menambah pengetahuan seseorang.

34

2.3.3.3 Tingkat pendidikan Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan pendidikan

akan

dan

meningkatkan

mempengaruhi

kemampuan.

terbentuknya

Tingkat

pengetahuan

seseorang, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin luas pula wawasannya, sehingga semakin mudah menerima informasi yang bermanfaat bagi dirinya dan orang sekitar. 2.3.3.4 Lingkungan Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh bagi sesorang, dimana seseorang dapat mempelajari hal yang baik dan juga hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dari lingkungan seseorang akan memeperoleh pengalaman yang akan mempengaruhi cara berfikir seseorang. 2.3.3.5 Media masa Yang di sebut media masa antara lain : televisi, radio, majalah, surat kabar, film, dan sebagainya. Media masa itu tenyata dapat menjadi media atau sosialisasi, karen dapat mempengaruhi kepribadian sesorang. Melalui media masa sekarang bisa menerima nilai moral, sikap, dan perilaku yang bisa di terima. Pemberian informasi akan meningkatkan pengetahuan, semakin banyak informasi semakin bertambah pengetahuanyang di peroleh.

35

2.3.3.6 Sosial budaya Sosial

budaya

akan

mempengaruhi

pengetahuan

seseorang.

Seseorang memperoleh kebudayaan dalam berhubungan dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belejar dan memperoleh suatu pengetahuan. 2.3.3.7 Informasi Informasi akan mempengaruhi pengtahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pengetahuan yang rendah tetapi jika seseorang tersebut mendapatkan informasi baik dari berbagai media di antaranya, TV, Radio, Surat Kabar itu akan meningkatkan pengetahuan sesorang (Notoadmodjo, 2007 dalam feri jelita, 2011). 2.3.4 Cara Mengukur Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalama pengetahuan yang ingin kita ukur dapat kita sesuaikan denga tingkat pengetahuan. Tingkat pengetahuan dapat di bagi menjadi tiga bagian, antara lain : 2.3.4.1 Tinggi Tingkat pengetahuan tinggi diartikan apabila sesorang mampu mengetahui,

memehami,

mengaplikasikan,

menganalisa,

dan

menghubungkan satu materi dengan yang lain serta kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu objek. Pengetahuan tinggi apabila nilainya 76-100%.

36

2.3.4.2 Sedang pengetahuan sedang apabila individu kurang mampu mengetahui, memahami, mengaplikasikan, menganalisa dan menghubungkan suatu materi dengan yang lain serta kurangnya kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Pengetahuan sedang apabila nilainya 55-76%. 2.3.4.2 Rendah Pengetahuan rendah apabila individu kurang mampu mengetahui, memahami, mengaplikasikan, menganalisa dan menghubungkan suatu materi dengan yang lain serta kurangnya kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Pengetahuan rendah apabila nilainya <55%. 2.3.5 Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Penurunan Minat Lansia Terhadap Posyandu Lansia Pengetahuan lansia akan manfaat posyandu ini dapat di peroleh dari pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menghadiri kegiatan

posyandu,

lansia

akan

mendapatkan

penyuluhan

tentang

bagaimana cara hidup sehat dengan segala keterbatasan atau masalah kesehatan yang melekat pada mereka. Dengan pengalaman ini, pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi mereka untuk selalu mengikuti kegiatan posyandu lansia (Cahyo, 2010).

37

2.4 Konsep Tentang Sikap 2.4.1 Pengertian Sikap (Attitude) Sikap adalah merupakan reaksi atau respons tertentu seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju,

baik tidak baik dan sebagainya (Notoadmojo, 2007 dalam Feri

Jelita, 2011 ). Menurut Notoadmojo 2003 dalam Feri Jelita 2011, mendefinisikan sikap sebagai kesiapan seseoarang untuk bertindak tertentu pada situasi tertentu, dalam sikap positif. Kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi dan mengharapkan objek tertentu, sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak sama dengan menyukai objek tertentu. Sebagai makhluk individual manusia mempunyai dorongan atau mood untuk mengadakan hubungan dengan dirinya sendiri, sedangkan sebagai makhluk sosial manusia mempunyai dorongan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain, manusia mempunyai dorongan sosial. Dengan adanya dorongan atau motif sosial pada manusia, maka manusia akan mencari orang lain untuk mengadakan hubungan atau untuk mengadakan interaksi (Walgito, 2003 dalam Feri Jelita 2011). 2.4.2 Proses Terbentuknya Sikap Menurut Newcomb yang dikutip Notoadmodjo (2005) dalam Feri Jelita (2011), ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksanaan motif

38

tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka. 2.4.3 Komponen Pokok Sikap Allport (1945) menjelaskan bahwa sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu : 2.4.3.1 Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek. 2.4.3.2 Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu odjek. 2.4.3.3 Kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting

(Notoatmodjo, 2012).

2.4.4 Klasifikasi Sikap 2.4.4.1 Sikap positif Sikap positif adalah sikap seseorang yang menunjukkan penerimaan, pengakuan, menyetujui dengan kecenderungan mendekati dan menyenangi suatu objek tertentu. Hasil akhir dari sikap positif adalah sikap yang mengarah pada tindakan yang benar. 2.4.4.2 Sikap negatif Sikap negatif adalah sikap seseorang yang menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui dengan kecenderungan untuk menghindari objek

tertentu

yang

mengarah

pada

tindakan

Notoadmodjo (2003) dalam Feri Jelita (2011).

yang

salah

39

2.4.5 Tingkatan Sikap Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap juga memiliki tingkatan : 2.4.5.1 Menerima (Receiving) Diartikan bahwa subjek (orang) mau dan memperhatikan rangsangan (stimulus) yang diberikan objek. 2.4.5.2 Merespon (Responding) Sikap individu mampu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. 2.4.5.3 Menghargai (Valuing) Sikap individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. 2.4.5.4 Bertanggung jawab (Responsible) Sikap individu akan bertanggung jawab dan siap menanggung resiko atau segala sesuatu yang sudah dipilihnya (Notoadmodjo, 2012). 2.4.6 Cara Mengukur Sikap Hasil ukur untuk variabel sikap adalah positif dan negatif. Digunakan skala sikap yaitu skala liker yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang kejadian tertentu. Nilai-nilai skala liker adalah : 2.4.6.1 Sikap Positif Sangat Setuju (SS)

=4

Setuju (S)

=3

Tidak Setuju (TS )

=2

40

Sangat Tidak Setuju (STS)

=1

2.4.6.2 Sikap Negatif Sangat Setuju (SS)

=1

Setuju (S)

=2

Tidak Setuju (TS )

=3

Sangat Tidak Setuju (STS)

=4

(Hidayat, 2009) 2.4.7 Hubungan Sikap Dengan Penurunan Minat Lansia Terhadap Posyandu Lansia Sikap yang kurang baik terhadap petugas posyandu. Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap petugas merupakan dasar atas kesiapan atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan sikap yang baik tersebut, lansia cenderung untuk selalu hadir atau mengikuti kegiatan yang diadakan di posyandu lansia. Hal ini dapat di pahami karena sikap seseorang adalah suatu cerminan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek. Kesiapan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara-cara tertentu apa bila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya suatu respons (Cahyo, 2010).

2.5 Konsep Tentang Motivasi 2.5.1 Pengertian Motivasi Motivasi

berasal

dari

bahasa

latin

“movere”

yang

berarti

menggerakkan. Motif seringkali diartikan sebagai dorongan. Dalam arti lain motif adalah kondisi dari individu yang dapat mendorong seseorang bertindak. Menurut Uno, 2007 Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan

41

internal dan eksternal dalam diri seseorang yang di indikasikan dengan adanya hasrat dan minat untuk melakukan kegiatan, dorongan dan kebutuhan untuk melakukan kegiatan, harapan dan cita-cita, penghargaan dan penghormatan atas diri, lingkungan yang baik, serta kegiatan yang menarik (Nursalam, 2009). Motivasi adalah karakteristik psikologi manusia yang memberikan kontibusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-faktor yang menyebabkan, menyalurkan, mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekat tertentu (Soner Freeman, 2003 dalam Miky Andrianto, 2012). Motivasi adalah suatu usaha yang di sadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu (Purwanto,2002). Purwanto (2002), mengatakan bahwa motif diartikan sebagai suatu dorongan yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu. Pada umumnya motif sebagai dorongan dan tidak berdiri sendiri tetapi saling kait mengkait dengan faktor-faktor lain, hal-hal yang mempengaruhi motif di sebut motivasi. Motivasi menunjukkan dorongan dan usaha untuk memenuhi atau memuaskan suatu kebutuhan atau untuk mencapai suatu tujuan. Motivasi adalah suatu keinginan di dalam diri seseorang individu yang mendorong individu tersebut bertindak (Moekjizat, 2002 dalam Miky Andrianto, 2012). Berlangsungnya proses motivasi di mulai saat seseorang yang mengenali baik secara sadar ataupun tidak pada suatu kebutuhan yang tidak

42

terpenuhi kemudian mereka berupaya membuat sasaran yang diperkirakan akan dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Adapun terjadinya proses motivasi dipengaruhi oleh dua hal yaitu : 2.5.1.1 Pengaruh pengalaman Ketika pengalaman dari seseorang yang mendoronganya mengambil tindakan tertentu untuk memenuhi kebutuhan yang didapatkan, akan di peroleh suatu proses pemahaman bahwa beberapa tindakan tertentu dapat membantu maencapai sasaran. 2.5.1.2 Pengaruh harapan Kekuatan harapan pada hakekatnya di dasari oleh pengalaman masa lalu, tetapi kadang kala seseorang sering dihadapi kepada hal-hal baru misalnya perubahan dalam lingkungan pekerjaan, sistem pengajian, hubungan dengan rekan ataupun kondisi kerja yang diterapkan manajemen. Adanya kondisi yang berbeda ini membuat pengalaman yang di miliki tidak cukup memberikan petunjuk terhadap fenomena perubahan yang terjadi sehingga keadaan demikian kemungkinan motivasi seseorang akan berubah ataupun berkurang sangat tinggi. 2.5.2 Tujuan Motivasi Tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau mengubah seseorang agar timbul keinginan dan kemampuannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil dan mencapai tujuan tertentu (Purwanto, 2003).

43

Untuk meningkatkan motivasi seseorang, ada beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu : 2.5.2.1 Dengan tehnik verbal : berbicara dan membangkitkan semangat, dengan pendekatan pribadi serta dengan diskusi dan sebagainya. 2.5.2.2 Tehnik tingkah laku : dengan meniru, mencoba dan menerapkan. 2.5.2.3 Tehnik insentif dengan mengambil kaidah yang ada. 2.5.2.4 Citra/image: dengan imajinasi atau daya khayal yang tinggi maka individu akan termotivasi. 2.5.2.5 Kepercayaan akan sesuatu yang logis akan membawa keberuntungan.

2.5.3 Teori Motivasi 2.5.3.1 Teori Hedonisme Implikasi dari teori ini adalah adanya anggapan bahwa semua orang akan cenderung menghindari hal-hal yang sulit dan menyusahkan atau mendatangkan resiko berat dan lebih suka melakukan sesuatu yang mendatangkan kesenangan baginya. 2.5.3.2 Teori Naluri Manusia memiliki tiga dorongan naluri yaitu: naluri untuk mempertahankan diri, dan naluri untuk mengembangkan dan mempertahankan jenis. Dengan di milikinya ketiga naluri pokok itu, maka kebiasaan atau tindakan-tindakan dan tingkah laku manusia yang diperbuatnya sehari-hari mendapat dorongan atau digerakkan oleh ketiga naluri tersebut. Oleh karena itu, menurut teori ini untuk memotivasi seseorang harus berdasarkan naluri mana yang akan di

44

tujuh dan perlu dikembangkan. Seringkali ditemukan seseorang bertindak melakukan sesuatu karena di dorong oleh lebih dari satu naluri pokok sekaligus, sehingga sukar bagi kita untuk menentukan naluri pokok mana yang lebih dominan mendorong orang tersebut melakukan tindakan yang demikian itu. 2.5.3.3 Teori reaksi yang dipelajari Teori ini berpandangan bahwa tindakan atau perilaku manusia tidak berdasarkan naluri-naluri, tetapi berdasarkan pola-pola tingkah laku yang dipelajari dari kebudanyaan di tempat orang itu hidup. Dengan mengetahui latar belakang kebudayaan seseorang kita dapat memahami pola tingkah lakunya dan dapat memahami pula mengapa bereaksi atau bersikap yang mungkin berbeda dengan orang lain dalam menghadapi suatu masalah. 2.5.3.4 Teori daya pendorong Daya pendorong adalah semacam naluri, tetapi hanya suatu dorongan kekuatan yang luas terhadap suatu arah yang umum. Namun, cara-cara yang digunakan dalam mengejar kepuasan terhadap pendorong tersebut berbeda tiap-tiap individu dan menurut latar belakang kebudanyaan masing-masing. 2.5.3.5 Teori kebutuhan (teori Abraham Maslow) Teori ini beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun kebututuhan psikis. Oleh karena apabila seorang pemimpin ingin memberikan motivasi kepada seseorang ia

45

harus mengetahui terlebih dahulu apa kebutuhan-kebutuhan orang yang akan dimotivasinya. Menurut maslow ada lima tingkat kebutuhan pokok manusia, antara lain: 1) Kebutuhan fisiologis : kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar yang bersifat primer dan vital menyangkut fungsi-fungsi biologis dasar dari organisme manusia, seperti kebutuhan akan pangan, sandang dan papan, kesehatan seks dan sebagainya. 2) Kebutuhan rasa aman dan perlindungan (safety and security), seperti terjamin keamanannya, terlindung dari bahanya dan ancaman penyakit, perang, kelaparan, perlakuan tidak adil, dan sebagainya. 3) Kebutuhan sosial (social needs) yang meliputi antara lain kebutuhan akan dicintai, diperhitungkan sebagai pribadi, di akui sebagai anggota kelompok, rasa setia kawan, dan kerja sama. 4) Kebutuhan

akan

penghargaan

(esteem

needs),

termasuk

kebutuhan dihargai karena prestasi, kemampuan, kedudukan atau status pangkat, dan sebagainya. 5) Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization) seperti antara lain kebutuhan mempertinggi potensi-potensi yang di miliki, pengembangan diri secara maksimum, kreatifitas dan ekpresi diri (Purwanto, 2003).

46

2.5.4 Jenis-Jenis Motivasi Dalam motivasi kita dapat membagi dua jenis motif, yaitu : 2.5.4.1 Motif biologis Motif biologis bersumber dari keadaan fisiologis dari tubuh manusia, secara biologis, manusia cenderung untuk mengikuti prinsip homeostatis. Homeostatis adalah kecenderungan tubuh kita untuk memelihara kondisi internal. 2.5.4.2 Motif sosial Motif sosial adalah sesuatu dorongan untuk bertindak yang tidak kita pelajari, namun kita pelajari dalam kelompok sosial dimana kita hidup. Motif sosial ini umumnya kompleks dan menyangkut pada keadaan umum yang mempengaruhi munculnya berbagai perilaku. Jenis motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik: 1) Motivasi instrinsik Motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar. Motivasi ini muncul dari kesadaran diri sendiri dengan tujuan esensial bukan sekedar simbol atau seremonial. Menurut Hurrahman (2009), motivasi instrinsik adalah motifmotif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Kemudian kalau di lihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya (misalnya kegiatan belajar), maka yang

47

dimaksud dengan motivasi instrinsik ini adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan belajar itu sendiri. 1) Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsi karena ada perangsang dari luar. Sebagai contoh itu seseorang itu belajar, karena tahu besok paginya akan ujian dengan harapan akan mendapatkan nilai baik, sehingga akan di puji oleh pacarnya, atau temannya. Jadi yang penting bukan karena

belajar

ingin

mengetahui

sesuatu,

tetapi

ingin

mendapatkan nilai yang baik, atau agar mendapat hadiah. Oleh karena itu motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas belajar di mulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar (Hurrahman, 2009). 2.5.5 Fungsi Motivasi Dan Unsur-Unsur Motivasi 2.5.5.1Mendorong timbulnya tingkah laku atau suatu perbuatan serta menyeleksinya. 2.5.5.2Sebagai pengarah artinya mengarahkan perbuatan kepada pencapaian tujuan yang diinginkan. 2.5.5.3Sebagai penggerak, ia berfungsi sebagai mesin bagi mobil, besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan (Purwanto, 2003). Menurut Purwanto (2003), Unsur-unsur motivasi adalah :

48

a) Motivasi merupakan suatu tenaga dinamis manusia dan munculnya memerlukan rangsangan baik dari dalam maupun luar. b) Motivasi sering kali ditandai dengan perilaku yang penuh emosi. c) Motivasi merupakan reaksi pilihan dari beberapa alternatif pencapaian tujuan. d) Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan dalam diri. 2.5.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi 2.5.6.1 Kebutuhan Proses motivasi terjadi karena adanya kebutuhan atau rasa kekurangan sesuatu. Seseorang yang memiliki kebutuhan akan mempertahankan tingkah lakunya untuk pemuasan kebutuhan. 2.5.6.2 Sikap Sikap seeorang terhadap suatu obyak melibatkan emosi (perasaan senang atau tidak senang). Pengarahan atau penghindaran terhadap obyek suatu serta elemen kognitif yaitu bagaimana individu membanyangkan atau mempersepsikan sesuatu. 2.5.6.3 Minat Adanya minat akan ada perhatian terhadap obyek. Suatu minat yang besar akan mempengaruhi atau menimbulkan motivasi. 1) Nilai Nilai merupakan suatu pandangan individu akan sesuatu hal atau suatu tujuan yang diinginkan atau di anggap penting dalam hidup individu tersebut.

49

2) Aspirasi Aspirasi merupakan harapan indiviu akan sesuatu. Aspirasi tertentu akan mencoba, berusaha mencapai hal yang diharapkan. Dengan adanya aspirasi, individu akan termotivasi menuju sesuatu yang diharapkannya. 2.5.7 Pengukuran Motivasi Motivasi tidak dapat diobservasi secara langsung namun harus di ukur. Pada umumnya, yang banyak di ukur adalah motivasi sosial dan biologis. Ada beberapa cara untuk mengukur motivasi yaitu dengan tes proyektif, kuesioner dan observasi perilaku (Notoatmodjo, 2005). 2.5.8 Hubungan Motivasi Dengan Penurunan Minat Lansia Terhadap Posyandu Lansia Adanya motivasi akan sangat membantu individu dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah. Individu yang tidak mempunyai motivasi untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah akan membentuk koping yang destruktif. Menurut Maslow (1968), jika tiap-tiap kebutuhan dapat dicapai, maka individu termotivasi untuk mencari kebutuhan pada tahap yang lebih tinggi berikutnya, sehingga individu akan mempunyai kemampuan dalam memecahkan masalah (Tamher, 2012).

2.6 Konsep Tentang Dukungan Keluarga 2.6.1 Pengertian Dukungan Keluarga Dukungan dari keluarga merupakan unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan, rasa percaya diri

50

akan bertambah dan motivasi untuk menghadapi masalah yang terjadi akan meningkat Stuart dan Sundeen, 1995 dalam (Tamher, 2012). 2.6.2 Bentuk-Bentuk Dukungan Keluarga Ada beberapa bentuk dukungan keluarga sebagai berikut : 2.6.2.1 Melakukan pembicaraan terarah. 2.6.2.2 Mempertahankan kehangatan keluarga. 2.6.2.3 Membantu mempersiapakan makan bagi lansia. 2.6.2.4 Membantu dalam hal transportasi. 2.6.2.5 Membantu memenuhi sumber-sumber keungan. 2.6.2.6 Memberikan kasih sayang. 2.6.2.7 Menghormati dan menghargai. 2.6.2.8 Bersikap sabar terhadap prilaku dan sikap lansia. 2.6.2.9 Memberikan kasih sayang , menyediakan waktu, serta perhatian. 2.6.2.10 Jangan menganggapnya sebagai beban. 2..6.2.11Memberikan kesempatan untuk tinggal bersama. 2.6.2.12 Minta nasehatnya dalam peristiwa-periatiwa penting. 2.6.2.13 Mengajaknya dalan acara-acara keluarga. 2.6.2.14 Membantu mencukupi kebutuhannya 2.6.2.15 Memberi dorongan kepada lansia untuk tetap melakukan kegiatan di luar rumah termasuk pengembangan hobi 2.6.2.16 Membantu mengatur keungan. 2.6.2.17 Membantu mengupayakan transportasi untuk kegiatan mereka termasuk rekreasi. 2.6.2.18 Memeriksakan kesehatan secara teratur.

51

2.6.2.19 Memberi dorongan untuk tetap hidup bersih dan sehat. 2.6.2.20 Mencegah terjadinya kecelakaan, baik di luar maupun di dalam rumah. 2.6.2.21 Memelihara kesehatan usia lanjut adalah tanggung jawab bersama. 2.6.2.22 Memberi perhatian yang baik untuk orang tua yang sudah lanjut, maka anak-anak kita kelak akan bersikap yang sama (Siti dkk, 2008). 2.6.3 Peran Keluarga Dalam Perawatan Lansia Keluarga merupakan support system utama bagi lansia dalam mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia antara

lain

menjaga

atau

merawat

lansia,

mempertahankan

dan

meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi serta memberikan motifasi dan memfasilitasi kebutuhan spritual bagi lansia (Siti dkk, 2008). 2.6.4 Tugas Perkembangan Keluarga Dengan Lansia Tugas perkembangan keluarga merupakan tanggung jawab yang harus di capai keluarga dalam setiap tahap perkembangannya, keluarga diharapkan

dapat

memenuhi

kebutuhan

biologis,

inperatif

(saling

menguatkan) budaya dan aspirasi, serta nilai-nilai keluarga. Menurut Carter dan McGoldrick (1988) tugas perkembangan keluarga dengan lansia adalah sebagai berikut:

52

2.6.4.1 Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan Pengaturan hidup bagi lansia merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mendukung kesejateraan lansia. Perpindahan tempat tinggal bagi lansia merupakan suatu pengalaman traumatis, karena pindah tempat tingal berarti akan mengubah kebiasaankebiasaan selama ini dilakukan oleh lansia di lingkungan tempat tinggalnya. Selain itu , dengan pindah tempat tinggal berati lansia akan kehilangan teman dan tetangga yang selama ini berinteraksi serta telah memberikan rasa aman pada lansia. Kondisi ini tidak di alami oleh semua lansia, karena pinda tempat tinggal yang telah dilakukan dengan persiapan yang memadai dengan perencanaan yang matang terhadap lingkungan baru bagi lansia, tentu akan berdampak positif bagi kehidupan lansia. 2.6.4.2 Penyesuaian terhadap pendapatan menurun Ketika lansia memasuki pensiun , maka terjadi penurunan pendapatan secara tajam dan semakin tidak memadai, karena biaya hidup terus meningkat, sementara tabungan atau pendapatan berkurang. Dengan sering munculnya masalah kesehatan, pengeluaran untuk biaya kesehatan merupakan masalah fungsional yang utama. Adanya harapan hidup yang meningkat memungkinkan lansia untuk dapat hidup lebih lama dengan masalah kesehatan yang ada.

53

2.6.4.3 Mempertahankan hubungan perkawinan Hal ini menjadi lebih penting dalam mewujudkan kebahagian keluarga. Perkawinan mempunyai kontribusi yang besar bagi moral dan aktivitas yang berlansung dari pasangan lansia. Salah satu mitos tentang lansia adalah dorongan seks dan aktivitas sosialnuya yang tidak ada lagi. Mitos ini tidak benar, karena menurut hasil penelitian memperlihatkan keadaan yang sebaliknya. Studistudi semacam ini menentukan bahwa meskipun terjadi penurunan kapasitas seksual secara perlahan-lahan pada lansia, namun keinginan dalam kegiatan seksual terus ada, bahkan meningkat (Lobssenz,1975). Salah satu penyebab yang dapat menurunkan aktivitas seksual adalah masalah psikologis. 2.6.4.4 Penyesuaian diri terhadap kehilangan pasangan Tugas

perkembangan

ini

secara

umum

merupakan

tugas

perkembangan yang paling traumatis. Lansia biasanya telah menyadari bahwa kematian adalah bagian dari kehidupan normal, tapi kesadaran akan kematian tidak berati bahwa pasangan yang di tinggalkan akan menemukan penyesuaian kematian dengan mudah. Hilangnya pasangan menuntut reorganisasi fungsi keluarga secara total, karena kehilangan pasangan akan mengurangi sumber-sumber emosional dan ekonomi serta diperlukan penyesuaian untuk menghadapi perubahan tersebut.

54

2.6.4.5 Pemeliharaan ikatan keluarga antargenerasi Ada kecenderungan bagi lansia untuk menjauhkan diri dari hubugan sosial , tetapi keluarga tetap menjadi fokus interaksi lansia dan sumber utama dukungan sosial. Oleh karena lansia menarik diri dari aktivitas dunia sekitarnya, maka hubunan dengan pasangan , anakanak serta saudaranya menjadi lebih penting. 2.6.4.6 Meneruskan untuk memahami eksistensi usia lanjut Hal ini di pandang penting, bahwa penelaahan kehidupan memudahkan

penyesuaian terhadap situasi-situasi sulit yang

memberikan pandangan terhadap kejadian-kejadian di masalalu. Lansia sangat peduli terhadap kualitas hidup mereka dan berharap agar dapat hidup terhormat dengan kemegahan dan penuh arti. Selain itu lansia sendiri harus dapat melakukan perawatan dirinya sendiri, keluarga dan orang-orang di sekitarnya pun perlu memahami bagaimana melakukan perawatan yang tepat bagi lansia tersebut. Oleh karena selama individu tersebut memiliki semangat untuk hidup serta melakukan kegiatan-kegiatan, maka ia akan tetap produktif dan berbahagia meskipun usianya telah lanjut (Siti dkk, 2008). 2.6.5

Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Penurunan Minat Lansia Terhadap Posyandu Lansia Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia. Keluarga bisa

55

menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar lansia ke posyandu, mengingatkan lansia kapan jadwal posyandu lansia, dan berusaha membantu mengatasi segala permasalahan bersama lansia (Cahyo, 2010). 2.7 Konsep Jarak Rumah 2.7.1 Pengertian Jarak Jarak adalah angka yang menunjukkan seberapa jauh suatu benda dengan benda lainnya melalui suatu lintasan tertentu (Wikipedia, 2009). Jarak adalah jarak antara rumah tempat tinggal dan tempat layanan kesehatan (dalam Km) dan biaya trasportasi adalah biaya yang dikeluarkan dari rumah menuju kefasilitas pelayanan kesehatan ( dalam rupiah). 2.7.2 Pembagian Jarak Untuk Memanfaatkan Pelayanan Kesehatan Menurut Razak (2003) bahwa jarak untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan dapat di bagi dalam 3 kelompok yaitu : jarak dekat bila di hitung dalam radius kilometer sejauh kurang dari 1 kilometer, sedang bila radius kilometer sejauh 1-4 kilometer, dan jaraknya jauh bila di hitung dalam radius kilometer lebih dari 4 kilometer. 2.7.3 Hubungan Jarak Rumah Dengan Penurunan Minat Lansia Terhadap Posyandu Lansia Jarak posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau posyandu tanpa harus mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik karena penurunan daya tahan tubuh atau kekuatan fisik tubuh. Kemudahan dalam menjangkau lokasi posyandu ini berhubungan dengan faktor keamanan bagi keselamatan lansia. Jika lansia merasa aman atau merasa mudah untuk

56

menjangkau posyandu tanpa harus menimbulkan kelelahan atau masalah yang lebih seriu, maka hal ini dapat mendorong minat atau motivasi lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan demikian keamanan ini merupakan faktor ekstrenal dari terbentuknya motivasi untuk mengikuti posyandu lansia (Cahyo, 2010).

2.8 Konsep Tentang Minat 2.8.1 Pengertian Minat Minat adalah kecenderungan hati, suatu perasaan yang menyatakan bahwa satu aktivitas, pekerjaan atau objek yang berharga atau yang berarti bagi individu ( J P Chaplin, 2006). Menurut Gunarso (1995) dalam Cahya Heriawan (2010) mengatakan bahwa minat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan erat dengan sikap. Minat dan sikap adalah dasar dari prasangka, dan minat juga penting dalam mengambil keputusan, minat dapat menyebabkan seseorang giat melakukan menuju ke sesuatu yang telah menarik minatnya. Menurut Greenleaf dalam bukunya Occupations, A Basic Source for Counselor yang dikutip oleh Efriyani Djuwita (2003), mengatakan bahwa minat merupakan motivasi yang kuat dalam bekerja. 2.8.2 Kriteria Minat Menurut Nursalam (2003), minat seseorang dapat digolongkan menjadi: 2.8.2.1 Rendah Jika seseorang tidak menginginkan obyek minat.

57

2.8.2.2 Sedang Jika seseorang menginginkan obyek minat akan tetapi tidak dalam waktu segera. 2.8.2.3 Tinggi Jika seseorang sangat menginginkan obyek minat dalam waktu segera. Dan berikut ini, beberapa kondisi yang mempengaruhi minat, diantaranya: a) Status ekonomi Apabila status ekonomi membaik, orang cenderung memperluas minat untuk mencakup hal yang semula belum mampu dilaksanakan. Sebaliknya kalau status ekonomi mengalami kemunduran karena tanggung jawab keluarga atau usaha yang kurang maju, maka orang cenderung untuk mempersempit minat mereka. b) Pendidikan Semakin tinggi dan semakin formal tingkat pendidikan yang di miliki seseorang maka semakin besar pula kegiatan yang bersifat intelek yang dilakukan. c) Tempat tinggal Dimana seseorang tinggal, banyak dipengaruhi oleh keinginan yang biasa mereka penuhi pada kehidupan sebelumnya masih dapat dilakukan atau tidak.

58

2.8.3 Faktor Yang Mempengaruhi Minat Tri

Wahyudi

(2002)

mengatakan bahwa

faktor-faktor

yamg

mempengaruhi minat adalah sebagai berikut: 2.8.3.1 Motivasi dan cita-cita Adanya cita-cita dan dukungan oleh motivasi yang kuat dari dalam diri seseorang maka akan dapat membesarkan minat seseorang itu terhadap suatu objeknya. Sebaliknya apabila cita-cita dan motivasi tidak ada maka minat seseorang sulit ditumbuhkan. 2.8.3.2 Sikap terhadap suatu objek Sikap senang terhadap suatu objek dapat membesarkan minat seseorang terhadap objek tersebut. Sebaliknya jika sikap tidak senang akan memperkecil minat seseorang. 2.8.3.3 Keluarga Keadaan keluarga terutama keadaan sosial ekonomi dan pendidikan keluarga dapat mempengaruhi minat seseorang terhadap objek tersebut. 2.8.3.4 Fasilitas Tersedianya fasilitas yang mendukung akan menjadikan minat seseorang terhadap objek lebih besar. 2.8.3.5 Teman pergaulan Teman pergaulan yang mendukung atau di ajak kompromi terhadap suatu hal yang menarik perhatiannya maka teman tersebut dapat lebih meningkatkan minatnya, tetapi teman yang tidak mendukung mungkin akan menurunkan minat seseorang.

59

BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Pemikiran Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, kerangka konsep pada penelitian ini adalah faktor pengetahuan, sikap, motivasi, dukungan keluarga sebagai variabel independen dan penurunan minat lansia terhadap posyandu lansia sebagai variabel dependen. Variabel Independen

Variabel Dependen

Pengetahuan

Sikap

Penurunan Minat Lansia Terhadap Posyandu Lansia

Motivasi

Dukungan keluarga

Jarak rumah

Keterangan: Diteliti : Tidak diteliti : Gambar 3.1 Kerangka Konsep Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penurunan Minat Lansia Terhadap Posyandu Lansia Di Jorong Lubuk Aur Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Medan Kabupaten Dharmasraya Tahun 2012

60

3.2 Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, landasan teoritis dan kerangka konsep yang telah ditemukan, maka hipotesis yang akan di uji adalah : Ha: Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan lansia dengan penurunan minat lansia terhadap posyandu lansia di Jorong Lubuk Aur Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Medan Kabupaten Dharmasraya Tahun 2013. Ha: Ada hubungan yang bermakna antara sikap lansia dengan penurunan minat lansia terhadap posyandu lansia di Jorong Lubuk Aur Wilayah Kerja Puskesmas

Gunung Medan Kabupaten Dharmasraya Tahun

2013. Ha: Ada hubungan yang bermakna antara motivasi lansia dengan penurunan minat lansia terhadap posyandu lansia di Jorong Lubuk Aur Wilayah Kerja Puskesmas

Gunung Medan Kabupaten Dharmasraya Tahun

2013. Ha: Ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga lansia dengan penurunan minat lansia terhadap posyandu lansia di Jorong Lubuk Aur Wilayah Kerja Puskesmas Dharmasraya Tahun 2013.

Gunung Medan Kabupaten

61

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectionnal study. Artinya variabel independen dan variabel dependen di ukur dalam waktu bersamaan, yang tujuannya untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan, sikap, motivasi dan dukungan keluarga dengan penurunan minat lansia terhadap posyandu lansia di Jorong Lubuk Aur Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Medan Kabupaten Dharmasraya Tahun 2013 (Hidayat, 2009). 4.2 Tempat Dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Lokasi penelitian ini dilakukan di Jorong Lubuk Aur Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Medan Kabupaten Dharmasraya. 4.2.2 Waktu Penelitian Penelitian ini telah di laksanakan pada tangga 1 - 6 Juni 2013. 4.3 Populasi Dan Sampel 4.3.1 Populasi Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan ditelit. Bukan hanya objek atau subjek yang dipelajari saja tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek atau objek tersebut (Hidayat, 2012). Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2011).

62

Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang berusia > 60 tahun yang berada di Jorong Lubuk Aur Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Medan yang berjumlah 136 orang. 4.3.2 Sampel Sampel adalah bagian populasi yang akan di teliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2012). Jumlah sampel menggunakan rumus dibawah ini: n=

N 1+N (d2)

Keterangan: n = besar sampel N = besar populasi D = tingkat kepercayaan atau ketetapan yang diinginkan (0,1) Maka sampel (n) yang dibutuhkan adalah:

n=

n= n=

136 1+136 (0,12) 136 1+1.36 136 2.36

n = 57.62 n =58 Dengan mengunakan rumus diatas didapatkan sampel sebanyak 58 orang dengan nomor utut (2, 3, 5, 7, 9, 10, 11, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 21, 22, 24, 26, 27, 28, 29, 30, 32, 33, 34, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 43, 47, 49, 53, 56, 59, 64, 68, 70, 71, 78, 80, 82, 85, 87, 88, 93, 95, 97, 99, 102, 106, 109, 113, 115, 118, 124, 132).

63

4.3.3 Tekhnik Pengambilan Sampel Sampel pada penelitian ini adalah lansia yang di ambil secara acak yang berada di Jorong Lubuk Aur Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Medan. Hal ini di karenakan peneliti memberi hak yang sama pada setiap subjek untuk memperoleh kesempatan di pilih menjadi simple (random sampling). Random sampling di beri nama demikian karena di dalam pengambilan sampelnya, peneliti “mencampur” subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subjek di anggap sama (Arikunto, 2010). 4.3.3.1 Kriteria Inklusi Kriteria Inklusi adalah adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti, dengan kriteria: 1. Bersedia menjadi responden 2. Responden yang berada saat dilakukan penelitian 3. Responden yang berusia > 60 tahun 4.3.3.2 Kriteria Ekslusi Kriteria ekslusi adalah mengambil atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi, dengan kriteria, responden yang tidak berada saat dilakukan penelitian (Nursalam, 2009). 1. Sampel yang tidak bersedia menjadi responden Sampel nomor urut 20 dan 35 diganti guna untuk mencukupi sampel sehingga didapatkan sampel nomor urut 21 dan 33. 2. Responden yang tidak berada saat dilakukan penelitian

64

4.4 Defenisi Operasional Tabel 4.1. Defenisi Operasional No

Variabel

I

Variabel Independen

1

Pengetahuan

2

Sikap

3

Motivasi

Defenisi operasional

Cara ukur

Alat ukur

Skala ukur

Hasil ukur

Wawasan atau segala sesuatu yang diketahui lansia tentang posyandu lansia yaitu: apa itu posyandu lansia, tujuan, manfaat, kegiatan, mekanisme dan sasaran dari posyandu lansia Merupakan reaksi atau respon dari lansia yang sudah melibatkan faktor pendapat tentang Posyandu lansia dengan pernyataan positif dan pernyataan negatif dari lansia serta setuju dan tidak setujunya lansia terhadap posyandu lansia Segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang timbul ataupun muncul dari dalam dirinya sendiri seperti adanya keinginan, niat, semangat, hambatan, dan saran agar lansia mau pergi ke posyandu lansia

Dari 10 pertanyaan, jawaban yang benar diberi nilai 1 dan jawaban salah diberi nilai 0

Kuesioner

Ordinal

Tinggi 76-100% Sedang 55-75% Rendah <55% (Wawan, 2011)

Dinilai dari 5 pernyataan positif dan 5 pernyataan negatif. Untuk pernyataan positif SS=4, S=3, TS=2 dan STS=1. Untuk pernyataan negatif SS=1, S=2, TS=3, STS=4

Kuesioner

Nominal

Positif: ≥median Negatif: <median (Budiarto, 2002)

Dari 5 pertanyaan jawaban ya diberi nilai 1 dan jawaban tidak diberi nilai 0

Kuesioner

Nominal

Baik ≥ median Kurang baik < median

65

4

Dukungan keluarga

II

Variabel Dependen Minat lansia

Unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalahnya seperti memberikan semangat, pujian, nasehat, dan fasilitas yang dibutuhkannya, serta minat keluarga terhadap posyandu lansia dalam memberikan dukungan kepada lansia agar mau mengikuti posyandu lansia

Dari 10 pernyataan jawaban ya diberi nilai 1 dan jawaban tidak diberi nilai 0

Kuesioner

Nominal

Baik ≥ median Kurang baik < median

Suatu perasaan yang menyatakan bahwa satu aktivitas, pekerjaan atau objek yang berharga atau yang berarti bagi individu yang dapat memunculkan minat dalam diri seseorang dan minat lansia untuk mengikuti posyandu lansia

Wawancara

Kuesioner

Nominal

Berminat Tidak berminat

4.5 Pengujian Istrumen Penelitian Sebelum

melakukan

peneliti

dengan

menggunakan

beberapa

kuesioner sebanyak 36 item kepada responden, dengan rincian pengetahuan 10 item, sikap 10 item, motivasi 5 item, dukungan keluarga 10 item dan

66

minat 1 item soal yang di berikan kepada 20 responden yaitu lansia sebelumnya peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas. 4.5.1. Uji Validitas Menurut Arikunto (2010), sesuatu instrumen dikatakan valid apa bila mampun mengukur apa yang diinginkan, dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang di teliti secara tepat. Standar yang digunakan untuk valid atau tidaknya instrumen penelitian umumnya adalah perbandingan antara nilai r hitung dengan nilai r tabel pada taraf kepercayaan 95% atau tingkat signifikan 5%. Data dikatakan valid apabila r hitung lebih besar dari r tabel. Dimana angka yang diperoleh harus di uji untuk menyatakan apakah nilai korelasi yang didapat signifikan atau tidak melalui uji t. Rumus yang digunakan untuk r hitung rumus pearson product momen : r hitung =

𝑛 (∑XY)− (∑X)(∑Y) √[n.∑X2 −(∑X)2 ][n. ∑Y2 −(∑Y)2

Keterangan: r hitung ∑xi ∑yi N

= koefisien korelasi = jumlah skor item = jumlah skor total item = jumlah responden

Rumus: Uji t t hitung =

r√(n−2) √(1−r2)

Keterangan: t= nilai hitung r= koefisien hasil r hitung n= jumlah respoden

Koefisiensi korelasi dikatakan valid jika nilai r hitung > r tabel, dan berdasarkan dengan taraf kepercayaan 0,05 dengan 20 orang responden maka nilai r tabel adalah 0,468 (dk = n-2).

67

Maka didapatkan hasil keputusan sebagai berikut: 4.5.1.1 Hasil Keputusan Untuk Pertanyaan Pengetahuan Tabel 4.2 Hasil Keputusan Untuk Pertanyaan Pengetahuan No. pertanyaan

Harga r hitung

Harga r tabel

Keputusan

1

0,542

0,468

Valid

2

0,490

0,468

Valid

3

0,486

0,468

Valid

4

0,651

0,468

Valid

5

0,499

0,468

Valid

6

0,492

0,468

Valid

7

0,745

0,468

Valid

8

0,659

0,468

Valid

9

0,473

0,468

Valid

10

0,611

0,468

Valid

4.5.1.2 Hasil Keputusan Untuk Pertanyaan Sikap Tabel 4.3 Hasil Keputusan Untuk Pertanyaan Sikap No. pertanyaan

Harga r hitung

Harga r tabel

Keputusan

1

0,577

0,468

Valid

2

0,477

0,468

Valid

3

0,649

0,468

Valid

4

0,672

0,468

Valid

5

0,565

0,468

Valid

6

0,469

0,468

Valid

7

0,484

0,468

Valid

8

0,676

0,468

Valid

9

0,513

0,468

Valid

10

0,571

0,468

Valid

68

4.5.1.2 Hasil Keputusan Untuk Pertanyaan Motivasi Tabel 4.4 Hasil Keputusan Untuk Pertanyaan Motivasi No. pertanyaan

Harga r hitung

Harga r tabel

Keputusan

1

0,533

0,468

Valid

2

0,592

0,468

Valid

3

0,668

0,468

Valid

4

0,491

0,468

Valid

5

0,782

0,468

Valid

4.5.1.2 Hasil Keputusan Untuk Pertanyaan Dukungan Keluarga Tabel 4.5 Hasil Keputusan Untuk Pertanyaan Dukungan Keluarga No. pertanyaan

Harga r hitung

Harga r tabel

Keputusan

1

0,473

0,468

Valid

2

0,570

0,468

Valid

3

0,651

0,468

Valid

4

0,490

0,468

Valid

5

0,658

0,468

Valid

6

0,524

0,468

Valid

7

0,497

0,468

Valid

8

0,572

0,468

Valid

9

0,737

0,468

Valid

10

0,488

0,468

Valid

4.5.2 Uji Reliabilitas Setalah mengukur validitas, maka perlu mengukur reliabilitas data, apakah alat ukur dapat digunakan atau tidak, dengan menggunakan rumus spearman brown. R11 =

2.rb 1+rb

Keterangan: r11 = koefisien reliabilitas internal seluruh item rb = korelasi product moment antara belahan (hidayat, 2009).

69

Maka didapatkan hasil keputusan sebagai berikut: 4.5.2.1 Hasil Keputusan Untuk Pertanyaan Pengetahuan, Sikap, Motivasi, Dukungan Keluarga Tabel 4.6 Hasil Reliabelitas Untuk Pertanyaan Pengetahuan, Sikap, Motivasi, Dukungan Keluarga No

Item pertanyaan

Alpha

Konstanta

Keputusan

1

Pengetahuan 10

0,682

0,6

Reliabile

2

Sikap 10

0,847

0,6

Reliabile

3

Motivasi 5

0,680

0,6

Reliabile

4

Dukungan Keluarga 10

0,668

0,6

Reliabile

Dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas kuesioner dapat disimpulkan bahwa kuesioner penelitian yang telah diuji semuanya valid. 4.6 Teknik Pengumpulan Data Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner adalah alat ukur berupa angket atau kuesioner dengan beberapa pertanyaan (Hidayat, 2012). Kuesioner tersebut dibagikan sesuai dengan jumlah responden. Data primer dapat di peroleh dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner, sedangkan data sekunder data yang di ambil dari data pencapaian posyandu lansia di Puskesmas Gunung Medan.

70

4.7 Tekhnik Pengolaan Data Pengelolaan data di lakukan setelah data terkumpul, dilakukan dengan menggunakan komputerisasi dengan cara: 4.7.1

Editing Editing adalah upaya untuk memeriksakan kembali kebenaran data yang di peroleh atau dikumpulkan. Editing dapat di lakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

4.7.2

Coding Peneliti memberi kode pada setiap data yang ada yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.

4.7.3 Data entry Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontigensi (Hidayat, 2009). 4.7.4

Cleaning Pembersihan data dengan melakukan pengecekan kembali untuk mengetahui adanya kesalahan data yang sudah dientry (Hidayat, 2010).

4.7.5 Tabulasi Memberi skor (scoring) terhadap item-item yang perlu di beri skor, untuk pengetahuan skor tinggi 76-100%, sedang 55-75%, rendah <55% untuk siakap positif jawaban sangat setuju di beri skor 4, setuju 3, tidak setuju 2, sangat tidak setuju 1 untuk sikap negatif sangat setuju di beri skor 1, setuju 2, tidak setuju 3, sangat tidak setuju 4 untuk motivasi baik di beri skor 1,

71

untuk motivasi kurang baik di beri skor 0, untuk dukungan keluarga ya di beri skor 1, tidak di beri skor 0 dan untuk minat ada di beri skor 1, tidak ada skor 0 (Arikunto, 2006). Tabel atau gambar tersebut di beri penjelasan: 1) 100% = seluruhnya 2) 76-99% = hampir seluruhnya 3) 51-75% = sebagian besar 4) 50% = setengahnya 5) 26-49% = hampir setengahnya 6) 1-25% = sebagian kecil 7) 0% = tidak satupun (Arikunto, 2009). 4.7.6 Melakukan teknik analisis Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak di analisis. Apabila penelitiannya analisis analitik akan mengguanakan statistika inferensial. Statistika inferensial (menarik kesimpulan) adalah statistika yang digunakan untuk menyimpulkan parameter (populasi) berdasarkan statistik (sampel) (Hidayat, 2009). 4.8 Analisis Data Data di analisa menggunakan program SPSS for Windows Versi 12 dengan langkah sebagai berikut:

72

4.8.1 Analisis Univariat Yaitu analisa yang dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Tabel frekuensi tersebut membuat data tentang tingkat pengetahuan, sikap, motivasi, dukungan keluarga responden, minat lansia. 4.8.1.1 Variabel Pengetahuan Untuk mengetahui pengetahuan lansia tentang posyandu lansia. Cara pengukuran pengetahuan dengan memberi nilai 1 jawaban yang benar dan memberi nilai 0 dengan jawaban yang salah, sedangkan untuk mencari distribusi frekuinsinya dengan menggunakan rumus sebagai berikut: F

P = 𝑁 x 100 Keterangan: P = jumlah persentase yang dicari F = frekuensi N = total jumlah (Budiarto, 2002)

4.8.1.2 Variabel Sikap Ketentuan skor untuk sikap dengan menggunakan skala liker yaitu: 1. Untuk pernyataan positif, jika jawaban pernyataan pada kuesioner sebagai berikut: Sangat Setuju (SS) = 4

Tidak Setuju (TS) = 2

Setuju (S) = 3

Sangat Tidak Setuju (STS) = 1

2. Untuk peryataan negatif, jika jawaban pernyataan pada kuesioner sebagai berikut: Sangat Setuju (SS) = 1

Tidak Setuju (TS) = 3

Setuju (S) = 2

Sangat Tidak Setuju (STS) = 4

73

Untuk menginterprestasikan data dilakukan dengan menggunakan nilai tengah (median ) dengan rumus: Median =Lo + C {

n/2−∑𝑓 𝑓

}

Keterangan: Lo:batas bawah kelas median yaitu kelas dimana median terletak C : panjang kelas median n : banyak data atau pengamatan ∑f: jumlah semua frekuensi dari semua kelas di bawah kelas median F : frekuensi kelas median (Hidayat, 2009)

Selanjutnya hasil skor total responden (x) dibandingkan dengan skor median dengan interprestasi sebagai berikut: X≥ me = sikap positif X< me = sikap negatif 4.8.1.3 Variabel Motivasi Untuk mengetahui motivasi lansia terhadap posyandu lansia. Cara mengukur motivasi yaitu memberi nilai 1 unuk jawaban ada, nilai 0 untuk jawaban tidak ada. Untuk menginterprestasikan data dilakukan dengan menggunakan nilai tengah (median ) dengan rumus: Median =Lo + C {

n/2−∑𝑓 𝑓

}

Keterangan: Lo:batas bawah kelas median yaitu kelas dimana median terletak C : panjang kelas median n : banyak data atau pengamatan ∑f: jumlah semua frekuensi dari semua kelas di bawah kelas median F : frekuensi kelas median (Hidayat, 2009)

Selanjutnya hasil skor total responden (x) dibandingkan dengan skor median dengan interprestasi sebagai berikut: X≥ me = baik

74

X< me = kurang baik 4.8.1.4 Variabel dukungan keluarga Untuk mengetahui dukungan keluarga lansia tentang posyandu lansia. Cara pengukuran dukungan keluarga dengan memberi nilai 1 jawaban ya dan memberi nilai 0 dengan jawaban tidak, sedangkan untuk menginterpestasikan data dengan menggunakan nilai tengah (median) dengan rumus: Median =Lo + C {

n/2−∑𝑓 𝑓

}

Keterangan: Lo:batas bawah kelas median yaitu kelas dimana median terletak C : panjang kelas median n : banyak data atau pengamatan ∑f: jumlah semua frekuensi dari semua kelas di bawah kelas median F : frekuensi kelas median (Hidayat, 2009)

Selanjutnya hasil skor total responden (x) dibandingkan dengan skor median dengan interprestasi sebagai berikut: X≥ me = baik X< me = kurang baik 4.8.1.5 Variabel minat Untuk mengetahui minat lansia terhadap posyandu lansia. Cara ukur minat yaitu memberi nilai 1 untuk jawaban ya, 0 untuk jawaban tidak, sedangkan untuk mencari distribusi frekuensinya dengan menggunakan rumus: F

P = 𝑁 x 100 Keterangan: P = jumlah persentase yang dicari F = frekuensi N = total jumlah (Budiarto, 2002)

75

4.8.2 Analisa Bivariat Yaitu menggunakan tabulasi silang. Analisa tersebut dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel bebas dengan masing-masing variabel terikat berdasarkan distribusi sel-sel yang ada. Kemudian tabulasi silang dilakukan pada semua variabel lain yang turut dianalisa seperti hal diatas. Dengan menggunakan analisis Chi-Square pada tingkat kepercayaan 95% (5%), dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

x  2

(0  E ) E

Keterangan: X 2 = Chi-Square 0 = Hasil Observasi ∑ = Jumlah Total E = Hasil Yang diharapkan

Apabilah diperoleh P value ≤ α (0,05) maka Ho ditolak, Ha diterima yang berarti ada hubungan. Tetapi jika P value > α (0,05), maka Ho diterima, Ha ditolak artinya tidak ada hubungan antara Variabel Dependen dan Variabel Independen. Hasil analisa yang dilakukan secara hubungan bermakna apabila: X 2 hitung > X 2 tabel = Ha diterima Ho ditolak X 2 hitung < X 2 tabel = Ha ditolak Ho diterima

Related Documents

Bab 13
August 2019 42
Bab 13
July 2020 19
Proposal Bab Iv.docx
October 2019 35
Bab I Proposal Diwan.docx
November 2019 37

More Documents from "Tri Sudirman"

Grafik Uap-cair
August 2019 37
Seli 2.docx
April 2020 22
First Epid Tugas
October 2019 26