120387_laporan Dk2p2 Biomol.docx

  • Uploaded by: Ririn Praditiani
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 120387_laporan Dk2p2 Biomol.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,691
  • Pages: 36
LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK PEMICU 2 MODUL BIOLOGI MOLEKULAR KELOMPOK 8

1. Urai Afrilia Arumsari

I1011131062

2. Ani Soraya

I1011181001

3. Sonia Veronika Angelina

I1011181016

4. Afiyah Sephi Marshanda

I1011181024

5. Ririn Praditiani

I1011181032

6. Thessalonica Gabrielliany

I1011181039

7. Tiara Berliana

I1011181055

8. David Ivan Doli Ginting’s

I1011181058

9. Putri Adelya Pramasari

I1011181069

10. Rivaldy

I1011181070

11. Zulkarnain

I1011181084

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2019

BAB I PENDAHULUAN Pemicu 2 Seorang pasien dengan luka pasca operasi yang tidak menutup dan mengeluarkan pus. Pasien sudah diberikan tatalaksana antibiotic lebih dari 3 hari tetapi tidak membaik. Hasil pemeriksaan mikrobiologi dari luka didapatkan bakteri ESBL (+). 1.1 Klarifikasi dan Definisi a. Pus adalah nanah atau cairan berwarna kuning keputihan yang hadir dibagian yang terjangkit bakteri. b. Bakteri ESBL adalah bakteri yang memproduksi enzim yang menyebabkan tahannya bakteri terhadap beberapa jenis antibiotic. 1.2 Kata Kunci a. Luka pasca operasi b. Luka tidak menutup c. Luka mengeluarkan pus d. Tatalaksana antibiotic e. Pemeriksan mikrobiologis f. Bakteri ESBL 1.3 Rumusan Masalah Apa yang menyebabkan pasien tersebut terinfeksi bakteri ESBL? 1.4 Analisis Masalah Luka pasca operasi

Antibiotic

Luka tidak membaik

Tidak menutup

Mengeluarkan pus

Nyeri

Demam

Mengeluarkan pus

1.5 Hipotesis Pasien yang terinfeksi bakteri ESBL ditularkan melalui sentuhan langsung dengan orang atau alat yang terkontaminasi dan penggunaan antibiotic. 1.6 Pertanyaan Diskusi 1) Struktur Protein a. Primer b. Sekunder c. Tersier d. Kuarter 2) Enzim a. Pengertian b. Mekanisme c. Jenis Inhibitor yang biasa dikembangkan pada obat 3) ESBL a. Definisi b. Etiologi c. Epidemiologi d. Faktor e. Terapi f. Gejala g. Contoh bakteri yang memproduksi 4) Spesimen a. Definisi b. Pengambilan c. Transportasi 5) Pemeriksaan mikroskopis pewarnaan gram 6) Antibiotik a.

Definisi

b.

Golongan

c.

Mekanisme

d.

Resistensi i)

Methiallin-Resistant Staphylococcus

ii) ESBL iii) Multiresistent Mycobacterium TBC 7) Infeksi Luka Pasca Operasi a. Definisi b. Penyebab c. Faktor resiko d. Pencegahan 8) Bagaimana proses terjadinya pus?

BAB II Pembahasan 1) Struktur Protein a. Primer Urutan asam amino. Pada protein, gugus karboksil- α terikat pada gugus amino dengan ikatan peptida (disebut juga ikatan amida). Banyak asam amino yang berikatan melalui ikatan peptida membentuk rantai polipeptida yang tidak bercabang. Rantai polipeptida terdiri dari bagian yang berulang secara beraturan yang disebut rantai utama, dan bagian yang bervariabel yang membentuk rantai samping.1 b. Sekunder Struktur sekunder merupakan kombinasi antara struktur primer yang linear distabilkan oleh ikatan hidrogen antara gugus =CO dan =NH di sepanjang tulang belakang polipeptida. Struktur sekunder adalah αheliks dan β-pleated. Struktur ini memiliki segmen-segmen dalam polipeptida yang terlilit atau terlipat secara berulang.

Gambar 1. Struktur sekunder α-heliks

Gambar 2. Struktur sekunder β-pleated Struktur α-heliks terbentuk antara masing-masing atom oksigen karbonil pada suatu ikatan peptida dengan hidrogen yang melekat ke gugus amida pada suatu ikatan peptida empat residu asam amino di sepanjang rantai polipeptida. Pada struktur sekunder β-pleated terbentuk melalui ikatan hidrogen antara daerah linear rantai polipeptida. β-pleated ditemukan dua macam bentuk, yakni antipararel dan pararel. Keduanya berbeda dalam hal pola ikatan hidrogennya. Pada bentuk konformasi antipararel memiliki konformasi ikatan sebesar 7 Å, sementara konformasi pada bentuk pararel lebih pendek yaitu 6,5 Å. Jika ikatan hidrogen ini dapat terbentuk antara dua rantai polipeptida yang terpisah atau antara dua daerah pada sebuah rantai tunggal yang melipat sendiri yang melibatkan empat struktur asam amino, maka dikenal dengan istilah β turn.

Gambar 3. Bentuk konformasi antipararel

Gambar 4. Bentuk konformasi pararel

Gambar 5. Bentuk konformasi β turn yang melibatkan empat residu asam amino.2,3 c. Tersier Struktur tersier menggambarkan pengaturan ruang residu asama mino yang berjauhan dalam urutan linier dan pola ikatan-ikatan disulfida. 4.

Merupakan konformasi tiga dimensi keseluruhannya. Istilah Struktur

tersier mengacu pada hubungan spasial antar unsur struktur skunder . pelipatan polipeptida pada suatu domain biasanya terjadi tanpa tergantung pada pelipatan domain lainnya. Stuktur tersier menjelaskan hubungan antara domain ini , cara dimana pelipatan protein dapat menyatukan asam amino yang letaknya terpisah dalam pengertian struktur primer, dan ikatan yang menstabilkan konformasi ini.5,7 Bentuk protein globular melibatkan interaksi antara residu asam amino yang mungkin terletak sangat jauh satu sama lain pada urutan primer ranati polipeptida dan melibatkan a heliks dan b sheet .Interaksi nonkovalen antara rantai sisi residu asam amino penting untuk

menstabilkan struktur tersier dan terdiri dari interaksi hidrofobik dan elektrostatik serta ikatan hidrogen 5,6,8 Interaksi hidrofobik sangat penting bagi struktur protein. Asam amino hidrofobik cenderung berikaatn dibagian dalam protein protein globuler tempat asam amino tidak berkontak denagn air, sedang asam amino hidrofilik biasanya terletak di permukaan protein tempat asam amino berinteraksi dengan air sekelilingnya.6 d. Kuartener Struktur kuartener adalah struktur tiga dimensi suatu protein yang terdiri dari subunit. Subunit tersebut disatukan oleh jenis interaksi nonkovalen yang sama yang berperan pada struktur tersier, yaitu interaksi elektrostatik dan hidrofobik serta ikatan hidrogen. Pada hemoglobin, subunit yang serupa. Keempatnya mengandung hem dan mengikat oksigen. Namun, kompleks piruvat dehidrogenase memiliki beberapa jenis subunit yang berbeda. Kompleksi ini mengandung sejumlah besar protein yang

mencakup

enzim

yang

mengkatalisis

memperbaharui kofaktor, dan mengatur aktivitas.9

reaksi

keseluruhan,

2) Enzim a. Definisi Enzim adalah senyawa protein yang dihasilkan oleh makhluk hidup yang berfungsi untuk melakukan katalisa dalam reaksi biokimia, yaitu dengan membentuk senyawa komplek enzim-substrat. Selanjutnya dari senyawa komplek ini akan membentuk produk yang dinginkan, dan pada akhir reaksi enzim tersebut akan terpisah kembali.10 b. Mekanisme Enzim adalah polimer biologis yang mengatalisis reaksi kimia yang memungkinkan berlangsungnya kehidupan seperti yang kita kenal, keberadaan dan pemeliharaan rangkaian enzim yang lengkap dan seimbang merupakan hal yang esensial untuk menguraikan nutrient menjadi energi dan chemical building block (bahan dasar kimiawi), menyusun bahan-bahan dasar tersebut menjadi protein, DNA, membran, sel, dan jaringan serta memanfaatkan energi untuk melakukan motilitas sel, fungsi saraf, dan kontraksi otot. Dengan pengecualian molekul RNA katalitik atau ribozim, enzim adalah protein. Kekurangan jumlah atau aktivitas katalitik enzim-enzim kunci dapat terjadi akibat kelainan genetik, kekurangan gizi, atau toksin. Defek enzim dapat disebabkan oleh mutasi genetik atau infeksi oleh virus atau bakteri patogen (misalnya Vibrio cholera).11 Enzim yang mengatalisis perubahan satu atau lebih senyawa (substrat) menjadi satu atau lebih senyawa lain (produk) meningkatkan laju reaksi setidaknya 106 kali dibandingkan jika tidak dikatalisis. Seperti semua katalis lain, enzim tidak berubah secara permanen atau dikonsumsi sebagai

konsekuensi

dari

keikutsertaannya

dalam

reaksi

yang

bersangkutan.11 Enzim bersifat spesifik bagi tipe reaksi yang dikatalisis maupun substrata atau substrat-substrat yang berhubungan erat. Enzim juga merupakan katalisis stereospesifik dan biasanya mengatalisis reaksi dari

hanya satu stereoisomer suatu senyawa. Enzim dikelompokan kealam enam kelas : 1. Oksidoreduktase (mengatalisis oksidasi dan reduksi) 2. Transferase (mengatalisis pemindahan gugus seperti gugus glikosil, metil, atau fosforil) 3. Hidrolase (mengatalisis pemutusan hidrolitik C-C, C-O, C-N, dan ikatan lain) 4. Liase, mengatalisis pemutusan C-C, C-O,C-N, dan ikatan lain dengan eliminasi atom yang menghasilkan ikatan rangkap. 5. Isomerase (mengatalisis perubahan geometric atau structural di dalam satu molekul) 6. Ligase (mengatalisis penyatuan dua molekul yang dikaitkan dengan hidrolisis ATP) Banyak enzim mengandung berbagai molekul nonprotein kecil dan ion logam yang ikut serta secara langsung dalam katalisis atau pengikatan substrat. Molekul/ion ini yang disebut gugus prostetik, kofaktor dan koenzim, memperluas ragam kemampuan katalisis melebihi yang dimungkinkan oleh gugus ungsional (yang jumlahnya terbatas) dirantai samping aminoasil peptida.11 1. Gugus prostetik : gugus prostetik dibedakan berdasarkan integrasinya yang kuat dan stabil ke dalam struktur protein melalui gaya-gaya kovalen atau nonkovalen. 2. Kofaktor : memiliki fungsi serupa dengan gugus prostetik tetapi berikatan secara transien dan mudah terlepas dengan enzim atau substrat, misalnya ATP. Tidak seperti gugus prostetik yang terikat secara stabil, kofaktor harus terdapat dalam medium disekitar enzim agar katalisis dapat terjadi. Kofaktor yang paling umum adalah ion logam. Enzim yang memerlukan kofaktor ion logam disebut enzim yang diaktifkan oleh logam (metal-activated enzymes) untuk membedakannya dari metaloenzim dengan ion logam berfungsi sebagai gugus prostetik.

3. Koenzim : koenzim berfungsi sebagai pengangkut atau bahan pemindah gugus yang dapat didaur ulang dan memindahkan banyak substrat dari tempat pembentukannya ketempat pemakaiannya. Ikatan dengan koenzim juga menstabilkan substrat, seperti atom hydrogen atau ion hidrida yang tidak stabil dalam lingkungan cair sel. Gugus kimia lain yang diangkut oleh koenzim antara lain adalah gugus metil (folat), gugus asil (koenzim A), dan oligosakarida (dolikol).11 c. Jenis inhibitor yang biasa dikembangkan pada obat Obat yang dikembangkan umumnya bersifat inhibitor kompetitif. Inhibitor kompetitif bereaksi secara kompetititf dengan substrat enzim terhadap enzim pada sisi aktifnya. Interaksi antara obat dengan enzim mengakibatkan penghambatan aktifitas enzim tersebut. Ringkasnya, inhibitor kompetitif menghambat reaksi normal yang di perantarai suatu enzim . Aspirin suatu obat analgesik , bereaksi menghambat enzim siklooksigenase yang di perantarai perubahan substrat asam arakidonat menjadi beberapa mediator inflamasi yaitu prostaglandin, tromboksan . Neostigmin ( obat pada myasteniagravis ) dan racun organofosfat ( diisopropil

fluorofosfat , isofluorofosfat dan malation ) menghambat

enzim asetilkolinesterase yang mendegradasi asetilkolin menjadi kolin dan asam assetat sehingga mengakibatkan peningkatan kadar asetilkolin.12 Kaptopril ( antihipertensi ACE inhibitor ) berekasi dengan menghambat angiotensi –converting enzyme

sehingga menghambat

pembentukan angiotensi II ( suatu vasokonstriktor poten ). Allopurinol, suatu obat antigout beraksi dengan menghambat enzim xanthin oksidase. Enzim tersebut bertanggung jawab menghasilkan asam urat. Simvastatin merupakan obat yang menurunkan kadar lipid. Obat ini bereaksi mengahmbat enzim HMG-CoA reduktase, suatu rate-limiting enzyme pada sistem kolesterol. HMG-CoA reduktase, merupakan enzim yang mengubah HMG-CoA menjadi asam mevalonat, selanjutnya diubah menjadi kolesterol. Antibiotik menghambat sintesis folat yaitu sulfonamid dan

trimetropim

bereaksi

secara

sinergis

menghambat

enzim

dihidropteroat synthetase dan dihidrofolat reduktase. Kedua obat tersebut

sering dikombinasikan untuk beberapa kasus infeksi misalnya infeksi pada saluran pernapasan dan saluran kenci.12 Contoh obat lainnya adalah asetasolamid ( diuretik, menghambat enzim karbonik anhidrase), karbidopa ( anti Parkinson, menghambat dopa dekarboksilase), selegilin ( anti Parkinson, menghambat enzim monoamin oksidase B),

cytarabin ( anti kanker, menghambat enzim DNA

polimerase), acyclovir ( anti virus menghambat thymidin kinase).12 3) ESBL a. Definisi ESBL merupakan enzim yang dapat menghidrolisis penicillin, cephalosporin generasi I, II, III dan aztreonam (kecuali cephamycin dan carbapenem).13 ESBL berasal dari β-laktamase yang termutasi. Mutasi ini menyebabkan peningkatan aktivitas enzimatik β-lactamase sehingga enzim ini dapat menghidrolisis chepalosporin generasi III dan aztreonam. b. Etiologi Selain resisten terhadap antibiotika, bakteri penghasil ESBL juga sering menunjukkan resistensi pada penggunaan fluoroquinolone. Selain panggunaan antibiotika secara berlebihan, pasien dengan penyakit berat, LOS (Length of Stay) yang lama dan dirawat dengan alat-alat medis yang sifatnya invasif (kateter urin, kateter vena dan endotracheal tube) untuk waktu yang lama juga merupakan risiko tinggi untuk terinfeksi oleh bakteri penghasil ESBL.14 c. Epidemiologi Selama dua dekade terakhir terjadi peningkatan prevalensi resistensi tingkat tinggi terhadap antibiotik β-lactam yang disebabkan oleh Enterobacteriaceae akibat adanya enzim ESBL. Perbedaan pola resistensi yang terdapat pada tiap daerah menyebabkan perlunya epidemiologi lokal (negara, daerah, rumah sakit) secara periodik untuk membuat keputusan mengenai terapi empiris pada infeksi yang berat. Prevalensi E. coli tipe ESBL di Amerika utara pada tahun 2005 masih rendah sekitar 2-4%, meningkat menjadi 4,8% pada tahun 2007 dan menjadi 18,4% pada tahun 2012. Prevalensi di Eropa meningkat dari

14,4% pada tahun 2000 menjadi 19,6% tahun 2012. Pada daerah Asia pasifik dengan daerah yang beragam, prevalensi tahun 2013 sangat tinggi yaitu sebesar 48%, berbeda dengan daerah Australia ESBL-EC sebesar 12% pada tahun 2013. Data surveilans pada daerah timur tengah dan afrika meningkat secara bertahap dari 13% di tahun 2003 menjadi 16,2% pada tahun 2010. Pada tahun 2009 penelitian Asia-Pacific SMART melaporkan prevalensi ESBL dilaporkan 67,1% pada E. Coli dan 56,8% pada isolate K. pneumonia. Insidens yang tinggi dari ESBL-EC ditemukan juga pada Negara berkembang, penelitian pada komunitas penduduk Thailand pada tahun 2010 menunjukkan 69,3% fekal karier pada individu asimptomatik mengandung enterobacteriaceae yang memproduksi ESBL tipe CTX-M (Nicholas Chanoine, 2013). Penelitian yang dilakukan Shu Xia dkk di Cina pada tahun 2011-2012 mendapatkan E.Coli merupakan pathogen utama yang ditemukan pada komunitas dengan Bla CTX-M-14 lebih dominan ditemukan dibanding CTX-M15 dan CTX-M-55. Pada suatu surveilans mengenai organisme penghasil ESBL di RSUP Dr. Soetomo Surabaya Januari-November 2011 didapatkan E.coli penghasil ESBL yaitu 45,32% (329 dari 726 isolat) dan K. pneumoniae penghasil ESBL yaitu 50,28% (360 dari 716 isolat). Sebuah

penelitian

yang

dilakukan

oleh

kelompok

studi

Antimicrobial Resistance in Indonesia : Prevalence and Prevention (AMRIN) di RSUP Dr. Soetomo Surabaya menemukan gen blaCTX-M-15 pada E. coli (94,5%) maupun K.pneumoniae (55,6%) penghasil ESBL sebagai tipe β-lactamase yang paling banyak ditemukan.15 d. Faktor Beberapa factor risiko yang diketahui berhubungan dengan kejadian infeksi luka operasi, antara lain berat badan berlebih, usia tua, kekurangan nutrisi, diabetes, icterus, perokok, kanker, bekas luka atau radiasi sebelumnya pada tempat insisi, tidak melakukan instruksi postoperasi (seperti melakukan aktifitas berat terlalu cepat), kesalahan operasi,

dan kondisi medis lainnya, seperti penyakit ginjal, penyakit imun, kemoterapi, dan terapi radiasi.16 e. Terapi Terapi ESBL dapat dilakukan dengan pemberian karbapenem. Karbapenem dianggap sebagai pilihan terapi pada ESBL karena memiliki sensitivitas tinggi terhadap hidrolisis membran beta lautan. Pada sebuah penelitian di RSUD dr.

Soetomo,

Surabaya didapatkan bahwa

penggunaan karbapenem ( meropenem dan imepenem) sebagai terapi pada wabah infeksi bakteri K. pneumonia penghasil ESBL menunjukan hasil yang memuaskan pada pasien yang diterapi dengan imepenem.17 f. Gejala Gejala infeksi bakteri penghasil ESBL dapat berbeda, tergantung tempat infeksi dan bakteri yang memproduksinya. Jika infeksi bakteri yang menghasilkan enzim ESBL terjadi pada usus, gejala yang akan muncul berupa18: 1.

Tinja disertai darah

2.

Diare

3.

Tidak nafsu makan

4.

Kram perut

5.

Kembung

6.

Demam Jika bakteri yang menghasilkan ESBL menyebabkan infeksi di

aliran darah, maka gejala yang muncul adalah18: 1.

Demam

2.

Menggigil

3.

Mual

4.

Muntah

5.

Mengalami gangguan pernapasan

g. Contoh bakteri yang memproduksi ESBL atau extended-spectrum beta-lactamases adalah enzim yang diproduksi oleh bakteri. Enzim ini menyebabkan bakteri tahan terhadap banyak jenis antibiotik, misalnya penisilin atau sefalosporin, sehingga sulit untuk dibunuh. Bakteri yang dapat memproduksi ESBL adalah: Escherichia coli (E. coli). Bakteri ini sebenarnya secara normal terdapat di usus. Namun, E. coli juga dapat menginfeksi tubuh dan ditularkan melalui makanan, minuman, atau pun orang sekitar. Klebsiella. Bakteri normal yang hidup di usus, mulut, dan hidung manusia. Tetapi Klebsiella juga dapat menyebabkan infeksi nosokomial, yaitu infeksi yang tersebar di fasilitas kesehatan, misalnya di rumah sakit. Tanpa menghasilkan ESBL, baik E.coli maupun Klebsiella dapat diatasi dengan antibiotik yang lazim diberikan, seperti penisilin atau sefalosporin. Namun, bila menghasilkan ESBL, dokter akan memberikan antibiotik lain untuk mengatasinya.18 4) Spesimen a.

Definisi Spesimen adalah

bagian

dari

kelompok

atau

bagian

dari

keseluruhan. Spesimen merupakan sekumpulan dari satu bagian atau lebih bahan yang diambil langsung dari sesuatu. Spesimen adalah contoh atau keseluruhan bagian dari kelompok organisme (hewan, tumbuhan, bakteri, jamur, alga dan virus) yang diambil dari lingkungan dan disimpan dalam wadah berupa botol atau kotak.19 b.

Pengambilan Pengambilan

dan Pengiriman Spesimen

Sebelum

kegiatan

pengambilan spesimen dilaksanakan, harus memperhatikan universal precaution atau kewaspadaan universal untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari pasien ke paramedis maupun lingkungan sekitar.

Hal tersebut meliputi : 1. Cuci tangan dengan menggunakan sabun/desinfektan SEBELUM dan SESUDAH tindakan. 2. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), minimal yang HARUS digunakan : a. Jas laboratorium b. Sarung tangan karet c. Masker disposable 3. Alat dan bahan pengambilan spesimen : a. Virus Transport Media (VTM) b. Tongue Spatel c. Swab Dacron d. Ice pack dan Cold Box e. Label nama f. Gunting g. Alkohol 70% h. Parafilm i. Form Pengambilan Spesimen 4. Daftar nama pasien (supaya saat pengambilan tidak terjadi kesalahan). Pengambilan spesimen dapat dilakukan oleh dokter, perawat atau tenaga laboratorium yang terampil dan berpengalaman atau sudah dilatih sesuai dengan kondisi dan situasi setempat. Berdasarkan informasi yang terkini (WHO pertanggal 3 Juli 2013), spesimen yang mempunyai titer virus tertinggi terdapat pada saluran pernafasan bawah. Spesimen yang baik untuk pemeriksaan virus MERSCoV adalah spesimen yang berasal dari saluran nafas bawah seperti dahak, aspirat trakea dan bilasan bronkoalveolar. Spesimen saluran pernafasan atas (nasofaring dan orofaring) tetap diambil terutama bila spesimen saluran pernafasan bawah tidak memungkinkan dan pasien tidak memiliki tanda-tanda atau gejala infeksi pada saluran pernapasan bawah. Spesimen dari saluran nafas atas dan bawah sebaiknya ditempatkan terpisah karena jenis spesimen untuk saluran nafas atas dan bawah

berbeda, namun dapat dikombinasikan dalam satu wadah koleksi tunggal dan diuji bersama-sama.Virus MERS-CoV juga dapat ditemukan di dalam cairan tubuh lainnya seperti darah, urin, dan feses tetapi kegunaan sampel tersebut di dalam mendiagnosis infeksi MERSCoV belum dapat dipastikan. Pemberian label jenis spesimen yang diambil sangat penting.20 c.

Transportasi Transportasi specimen adalah saat specimen akan dikirm ke laboratorium untuk diperiksa. Pengambilan spesimen dan transportasi yang tepat memiliki peranan yang penting dalam menentukan keakuratan hasil diagnosis pada infeksi. Cara pengambilan dan transportasi spesimen pada pemeriksaan laboratorium akan berbeda dan tergantung pada jenis uji yang akan dilakukan.21

5) Pewarnaan Gram Bakteri atau mikroba lainya dapat dilihat dengan mikroskop biasa tanpa yaitu dengan cara-cara khusus, misalnya dengan cara tetesan bergantung, menggunakan kondensor medan gelap dan lain-lain. Tetapi pengamatan dari pewarnaan ini lebih sukar dan tidak dipakai untuk melihat bagian-bagian sel dengan teliti, karena sel bakteri dan mikroba lainnya transparan. Melihat dan mengamati bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit, karena selain bakteri itu tidak berwarna juga transparan dan sangat kecil untuk mengatasi hal tersebut maka dikembangkan suatu teknik pewarnaan bakteri, sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah diamati. Oleh karena itu teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan salah satu cara yang paling utama dalam penelitian-penelitian mikrobiologi.22 Tujuan dari pewarnaan adalah23 : a. Memudahkan melihat microbe dengan mikroskop b. Memperjelas ukuran dan bentuk microbe c. Melihat struktur dalam bakteri , seperti dinding sel dan vakuola d. Menghasilkan sifat-sifat fisik dan kimia khas dari bakteri dengan zat warna.

6) Antibiotik a. Definisi Antibiotik adalah jenis zat antimikroba yang aktif melawan bakteri dan merupakan jenis agen antibakteri yang paling penting untuk melawan infeksi bakteri. Obat antibiotik banyak digunakan dalam perawatan dan pencegahan

infeksi

tersebut.24,25

Mereka

dapat

membunuh

atau

menghambat pertumbuhan bakteri. Sejumlah kecil antibiotik juga memiliki aktivitas antiprotozoal. Antibiotik tidak efektif melawan virus seperti flu biasa atau influenza.26 Kadang-kadang, istilah antibiotik yang berarti "menentang kehidupan", berdasarkan pada akar Yunani, (ἀντι-) anti: "terhadap" dan (βίος-) biotik: "hidup", secara luas digunakan untuk merujuk pada zat apa pun yang digunakan melawan mikroba, tetapi dalam penggunaan medis yang biasa, antibiotik (seperti penisilin) adalah antibiotik yang diproduksi secara alami (oleh satu mikroorganisme yang melawan yang lain), sedangkan antibakteri non-antibiotik (seperti sulfonamid dan antiseptik) sepenuhnya sintetik. Namun, kedua kelas memiliki tujuan yang sama untuk membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme, dan keduanya termasuk dalam kemoterapi antimikroba. "Antibakteri" termasuk obat antiseptik, sabun antibakteri, dan desinfektan kimia, sedangkan antibiotik adalah kelas antibakteri penting yang digunakan lebih khusus dalam pengobatan.25 b. Golongan Ada beberapa golongan – golongan besar antibiotik, yaitu27: 1.

Golongan Penisilin Penisilin diklasifikasikan sebagai obat β-laktam karena cincin laktam mereka yang unik. Mereka memiliki ciri-ciri kimiawi, mekanisme kerja, farmakologi, efek klinis, dan karakteristik imunologi yang mirip dengan sefalosporin, monobactam, carbapenem, dan β-laktamase inhibitor, yang juga merupakan senyawa β-laktam. Penisilin dapat terbagi menjadi beberapa golongan :

i.

Penisilin natural (misalnya, penisilin G). Golongan ini sangat poten terhadap organisme gram-positif, coccus gram negatif, dan bakteri anaerob penghasil non-βlaktamase. Namun, mereka memiliki potensi yang rendah terhadap batang gram negatif. ii. Penisilin antistafilokokal (misalnya, nafcillin). Penisilin jenis ini resisten terhadap stafilokokal β-laktamase. golongan ini aktif terhadap stafilokokus dan streptokokus tetapi tidak aktif terhadap enterokokus, bakteri anaerob, dan kokus gram negatif dan batang gram negatif.

iii. Penisilin dengan spektrum yang diperluas (Ampisilin dan Penisilin antipseudomonas). Obat ini mempertahankan spektrum antibakterial penisilin dan mengalami peningkatan aktivitas terhadap bakteri gram negatif. 2.

Golongan Sefalosporin dan Sefamisin Sefalosporin mirip dengan penisilin secara kimiawi, cara kerja, dan toksisitas. Hanya saja sefalosporin lebih stabil terhadap banyak betalaktamase bakteri sehingga memiliki spektrum yang lebih lebar. Sefalosporin

tidak

aktif

terhadap

bakteri

enterokokus

dan

L.monocytogenes. Sefalosporin terbagi dalam beberapa generasi, yaitu: a) Sefalosporin generasi pertama Sefalosporin generasi pertama termasuk di dalamnya sefadroxil, sefazolin, sefalexin, sefalotin, sefafirin, dan sefradin. Obat - obat ini sangat aktif terhadap kokus gram positif seperti pnumokokus, streptokokus, dan stafilokokus. b) Sefalosporin generasi kedua Anggota dari sefalosporin generasi kedua, antara lain: sefaklor, sefamandol, sefanisid, sefuroxim, sefprozil, loracarbef, dan seforanid. Secara umum, obat – obat generasi kedua memiliki spektrum antibiotik yang sama dengan generasi pertama. Hanya

saja obat generasi kedua mempunyai spektrum yang diperluas kepada bakteri gram negatif. c) Sefalosporin generasi ketiga Obat–obat sefalosporin generasi ketiga adalah sefeperazone, sefotaxime, seftazidime, seftizoxime, seftriaxone, sefixime, seftibuten, moxalactam, dll. Obat generasi ketiga memiliki spektrum yang lebih diperluas kepada bakteri gram negatif dan dapat menembus sawar darah otak. d) Sefalosporin generasi keempat Sefepime merupakan contoh dari sefalosporin generasi keempat dan memiliki spektrum yang luas. Sefepime sangat aktif terhadap haemofilus dan neisseria dan dapat dengan mudah menembus CSS. 3.

Golongan Kloramfenikol Kloramfenikol merupakan inhibitor yang poten terhadap sintesis protein mikroba. Kloramfenikol bersifat bakteriostatik dan memiliki spektrum luas dan aktif terhadap masing – masing bakteri gram positif dan negatif baik yang aerob maupun anaerob.

4.

Golongan Tetrasiklin Golongan tetrasiklin merupakan obat pilihan utama untuk mengobati infeksi dari M.pneumonia, klamidia, riketsia, dan beberapa infeksi dari spirokaeta. Tetrasiklin juga digunakan untuk mengobati ulkus peptikum yang disebabkan oleh H.pylori. Tetrasiklin menembus plasenta dan juga diekskresi melalui ASI dan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang dan gigi pada anak akibat ikatan tetrasiklin dengan kalsium. Tetrasiklin diekskresi melalui urin dan cairan empedu.

5.

Golongan Makrolida Eritromisin Makrolida eritromisin merupakan bentuk prototipe dari obat golongan makrolida yang disintesis dari S.erythreus. Eritromisin efektif terhadap bakteri gram positif terutama pneumokokus, streptokokus,

stafilokokus,

dan

korinebakterium.

Aktifitas

antibakterial eritromisin bersifat bakterisidal dan meningkat pada pH basa (Katzung, 2007). 6.

Golongan Aminoglikosida Yang termasuk golongan aminoglikosida, antara lain: streptomisin, neomisin, kanamisin, tobramisin, sisomisin, netilmisin, dan lain – lain. Golongan aminoglikosida pada umumnya digunakan untuk mengobati infeksi akibat bakteri gram negatif enterik, terutama pada bakteremia dan sepsis, dalam kombinasi dengan vankomisin atau penisilin untuk mengobati endokarditis, dan pengobatan tuberkulosis.

7.

Golongan Sulfonamida dan Trimetoprim Sulfonamida dan trimetoprim merupakan obat yang mekanisme kerjanya menghambat sintesis asam folat bakteri yang akhirnya berujung kepada tidak terbentuknya basa purin dan DNA pada bakteri. Kombinasi

dari

trimetoprim

dan

sulfametoxazole

merupakan

pengobatan yang sangat efektif terhadap pneumonia akibat P.jiroveci, sigellosis, infeksi salmonela sistemik, infeksi saluran kemih, prostatitis, dan beberapa infeksi mikobakterium non tuberkulosis. 8.

Golongan Fluorokuinolon Golongan fluorokuinolon termasuk di dalamnya asam nalidixat, siprofloxasin, norfloxasin, ofloxasin, levofloxasin, dan lain–lain. Golongan Universitas Sumatera Utara 25 fluorokuinolon aktif terhadap bakteri gram negatif. Golongan fluorokuinolon efektif mengobati infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh pseudomonas. Golongan ini juga aktif mengobati diare yang disebabkan oleh shigella, salmonella, E.coli, dan Campilobacter.

c)

Mekanisme Mekanisme kerja antibiotic adalah sebagai berikut28: 1. Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, antara lain betalaktam (penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor beta-laktamase), basitrasin, dan vankomisin.

2. Memodifikasi

atau menghambat sintesis

protein

antara lain,

aminoglikosid, kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin), klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin. 3. Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat antara lain, trimetoprim dan sulfonamid. 4. Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat antara lain, kuinolon, nitrofurantoin. d)

Resistensi Oposisi, atau kekuatan yang menangkal, sebagai oposisi dari konduktor untuk aliran listrik atau energi atau zat lainnya. kemampuan alami organisme normal untuk tetap tidak terpengaruh oleh agen berbahaya di lingkungannya; lihat juga kekebalan. dalam psikologi atau psikiatri, pertahanan sadar atau tidak sadar terhadap perubahan, mencegah materi yang ditekan untuk tidak masuk ke dalam kesadaran; mereka dapat mengambil bentuk seperti pelupa, penghindaran, rasa malu, hambatan mental,

penolakan,

kemarahan,

pembicaraan

yang

dangkal,

intelektualisasi, atau intensifikasi gejala. Ini terjadi karena hubungan atau pemahaman yang tersumbat akan terlalu mengancam untuk dihadapi pada saat ini dalam terapi; Identifikasi pada titik resistensi mana bisa menjadi indikator penting dari pola ketidaksadaran pasien.29 Resistensi jalan napas oposisi dari jaringan saluran udara ke aliran udara: perbedaan tekanan mulut-ke-alveoli dibagi dengan laju aliran udara. Simbol RA atau RAW.29 Resistensi androgen pada organ target terhadap aksi androgen, menghasilkan spektrum cacat dari fenotip pria normal di mana pria memiliki genitalia normal tetapi infertilitas untuk menyelesaikan resistensi androgen di mana individu memiliki fenotipe wanita. Resistensi androgen lengkap adalah bentuk ekstrem pseudohermafroditisme pria di mana individu secara fenotip betina tetapi memiliki jenis kelamin kromosom

XY; mungkin ada rahim dan tuba yang belum sempurna, tetapi gonad biasanya berupa testis, yang mungkin dalam posisi perut atau inguinal. Disebut juga feminisasi testis dan sindrom feminisasi testis. Resistensi androgen yang tidak lengkap adalah segala bentuk yang kurang dari tipe lengkap, dimanifestasikan oleh fenotip pria dengan berbagai derajat genital ambigu seperti hipospadia dan kantung vagina kecil, lingga berkerudung, atau skrotum bifid yang mungkin atau mungkin tidak mengandung gonad. resistensi obat kemampuan mikroorganisme untuk menahan efek obat yang mematikan bagi sebagian besar anggota spesiesnya. Resistensi insulin melihat resistensi insulin. Resistensi multidrug (resistensi beberapa obat) suatu fenomena yang terlihat pada beberapa garis sel ganas: sel yang telah mengembangkan resistensi alami terhadap senyawa sitotoksik tunggal juga resisten terhadap agen kemoterapi yang tidak terkait secara struktural. Disebut juga crossresistance. Resistensi perifer resistensi terhadap aliran darah melalui pembuluh darah kecil, terutama arteriol.29 i) Methicillin-Resistant Staphylococcus MRSA adalah singkatan dari methicillin-resistant staphylococcus aureus. MRSA adalah kuman “staph” yang tidak terpengaruh dengan jenis antibiotik yang biasanya menyembuhkan staph. MRSA dapat menembus jauh ke dalam tubuh, menyebabkan penyakit menular seperti tulang, sendi, darah, katup jantung, dan infeksi paru-paru. Jika tidak diobati tepat waktu penyakit ini dapat membahayakan nyawa. Infeksi MRSA terutama menyebar melalui kulit dan sering dimulai lewat sakit kulit bisul. Ada 2 jenis infeksi MRSA: Diperoleh di Rumah Sakit – HA-MRSA dan Diperoleh di Komunitas – CA-MRSA.30 Strain Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) pertama kali dilaporkan pada tahun 1961 di United Kingdom (UK) dan hingga saat ini masih menjadi kuman patogen nosokomial utama di dunia. MRSA merupakan strain dari Staphylococcus aureus yang resisten terhadap isoxazoyl penicillin seperti methicillin, oxacillin dan

flucloxacillin. MRSA juga mengalami resisten silang terhadap seluruh antibiotika golongan beta laktam.30 Penggunaan penicillin untuk terapi infeksi berat Staphylococcus aureus awalnya memberikan hasil yang memuaskan. Namun pada saat bersamaan dengan keberhasilan penggunaan penicillin, S. aureus juga menghasilkan enzim penicillinase (kemudian dikenal sebagai βlaktamase). Enzim ini menyebabkan kegagalan pengobatan yang timbul segera setelah penggunaan penicillin. Awal tahun 1950, dikembangkan satu jenis pencillin semi sintetik yang tahan terhadap destruksi enzim β-laktamase, yaitu methicillin dan mulai digunakan pada tahun 1959. Satu tahun setelah itu, MRSA pertama kali dideteksi dan terjadi kegagalan terapi pertama dari methicillin.30 Bakteri S.aureus membangun kekebalan methicillin setelah bertahun-tahun antibiotik ini digunakan untuk mengatasi infeksi. Banyak kasus infeksi MRSA biasanya karena kontak kulit dengan orang yang terinfeksi atau berbagi barang yang sudah tercemar bakteri tersebut. Selain itu, orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah karena operasi, pengobatan kanker, cuci darah, juga memiliki kesempatan lebih besar mengalami infeksi MRSA.30 Beberapa infeksi mungkin tidak perlu antibiotik. Abses akan diobati dengan insisi dan drainase. Obat yang mungkin diresepkan adalah trimetoprim / sulfametoksazol dan yang lebih baru seperti linezolid, daptomycin, quinupristin / dalfopristin, tigecycline, dan telavancin. Orang dengan infeksi HA-MRSA dapat diisolasi. Pengunjung dan petugas kesehatan harus mengenakan pakaian pelindung, dan mencuci tangan setelah kontak dengan pasien. Permukaan kamar dan laundry harus dibersihkan dengan disinfektan.30 ii) ESBL Resistensi antibiotik adalah masalah keprihatinan ilmiah yang mendalam baik di rumah sakit dan pengaturan masyarakat. Deteksi cepat di laboratorium klinis sangat penting untuk pengakuan secara bijaksana organisme resisten antimikroba. Produksi extended-spectrum

β-lactamases (ESBLs) adalah mekanisme resistensi signifikan yang menghambat pengobatan antimikroba infeksi yang disebabkan oleh Enterobacteriaceae dan merupakan ancaman serius terhadap gudang senjata antibiotik yang saat ini tersedia. ESBL diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok sesuai dengan homologi urutan asam amino mereka. Praktek dan hambatan pengendalian infeksi yang tepat sangat penting untuk mencegah penyebaran dan wabah bakteri penghasil ESBL. Karena bakteri telah mengembangkan strategi yang berbeda untuk melawan efek antibiotik, identifikasi mekanisme resistensi dapat membantu dalam penemuan dan desain agen antimikroba baru. Karbapenem secara luas dianggap sebagai obat pilihan untuk pengobatan infeksi parah yang disebabkan oleh Enterobacteriaceae penghasil ESBL, meskipun uji klinis komparatif jarang. Oleh karena itu, tes diagnostik lebih cepat dari bakteri penghasil ESBL dan modifikasi pedoman yang layak untuk bakteremia onset komunitas yang terkait dengan infeksi yang berbeda ditentukan.31 Di antara bakteri Gram-negatif, munculnya resistensi terhadap sefalosporin spektrum diperluas telah menjadi perhatian utama. Awalnya muncul dalam jumlah terbatas spesies bakteri (E. cloacae, C. freundii, S. marcescens, dan P. aeruginosa) yang dapat bermutasi untuk hiperproduksi kelas kromosom C β-laktamase. Beberapa tahun kemudian, resistensi muncul pada spesies bakteri yang tidak secara alami menghasilkan enzim AmpC (K. pneumoniae, Salmonella spp., P. mirabilis) karena produksi ESBL tipe TEM atau SHV (extended beta beta lactamases). Secara khas, resistensi tersebut termasuk oxyimino(misalnya ceftizoxime, cefotaxime, ceftriaxone, dan ceftazidime, serta oxyimino-monobactam aztreonam), tetapi bukan 7-alpha-methoxycephalosporins (cephamycins; dengan kata lain, cefhamoxin) ; telah diblokir oleh inhibitor seperti klavulanat, sulbaktam atau tazobaktam dan tidak melibatkan karbapenem dan temocillin. AmpC β-laktamase yang dimediasi kromosom mewakili ancaman baru, karena mereka memberikan

resistensi

terhadap

7-alpha-metoksi-sefalosporin

(cephamycins) seperti cefoxitin atau cefotetan tetapi tidak terpengaruh oleh inhibitor β-lactamase yang tersedia secara komersial, dan dapat, di strain dengan hilangnya membran membran luar, memberikan resistensi terhadap karbapenem.32

iii)

Multiresistant Mycobacterium TBC Mycobacterium tuberculosis, bakteri patogen penting penyebab tuberkulosis

(TB),

banyak

menyebabkan

kematian

di

negara

berkembang termasuk Indonesia. TB sebelumnya dapat disembuhkan dengan pemberian antituberkulosis yang tepat, namun, akhir-akhir ini banyak ditemukan galur M. tuberculosis resisten terhadap dua atau lebih OAT yang dikenal sebagai galur MDR-MTB. Pengobatan awal terhadap TB paru yang disebabkan M. Tuberculosis

biasanya

menggunakan isoniazid (INH), rifampin (RIF), pirazinamid (PZA), dan etambutol (EB) atau streptomisin (SM) sebagai pilihan utama. Resistensi mendorong penggunaan obat alternatif lain yang lebih toksik yaitu

etionamid,

asam

aminosalisilat,

sikloserin,

kapreomisin,

siprofloksasin atau ofloksasin.33 c.

Infeksi Luka Pasca Operasi a. Definisi Infeksi luka operasi (ILO) merupakan infeksi nosokomial yang terjadi pada pasien pascabedah. Infeksi ini dapat disebabkan kurangnya tingkat sterilitas tenaga kesehatan, ruang bedah, dan peralatan medis.34 b. Penyebab Penyebab luka operasi umumnya disebabkan oleh bakteri. Luka operasi dari terinfeksi oleh bakteri tersebut dapat melalui berbagai bentuk interaksi, antara lain35: 1. Interaksi antara luka operasi dengan kuman yang ada di kulit 2. Interaksi dengan kuman yang telah ada dalam tubuh atau organ yang dioperasi 3. Interaksi dengan kuman yang tersebar di udara

4. Interaksi dengan tangan dokter dan perawat 5. Interaksi dengan alat-alat operasi

c. Faktor Resiko Banyak faktor penyebab terjadinya infeksi luka operasi. Faktor host juga berkontribusi dalam perkembangan infeksi luka operasi. Infeksi luka operasi disebabkan oleh kontaminasi bakteri dari tempat bedah, yang mana dapat terjadi dengan berbagai cara diantaranya: kerusakan dinding viskus berongga, bakteri flora normal pada kulit, dan teknik bedah steril yang buruk sehingga dapat menyebabkan kontaminasi eksogen dari tim bedah, perlatan, atau lingkungan sekitar.36 Faktor bakteri termasuk virulensi dan jumlah bakteri ditempat bedah. Keparahan infeksi dipengaruhi oleh toksin yang dihasilan oleh mikroorganisme dan kemampuan untuk resisten terhadap fagosit dan juga perusakan intrasel. Mengenal mikrobiologi penyebab infeksi luka operasi adalah penting untuk menentukan terapi empirik untuk mengatasi infeksi pasien secara spesifik.37 Banyak faktor resiko penyebab infeksi luka operasi, faktor tersebut dapat dibagi menjadi tiga bagian diantarnya: faktor mikroorganisme yang kontak selama tindakan bedah, Faktor luka lokal, dan faktor pasien.38 Faktor bakteri merupakan faktor yang paling menentukan terjadinya infeksi luka operasi, faktor tersebut meliputi virulensi dan jumlah bakteri di tempat operasi. Infeksi akan semakin berat oleh karena beberapa bakteri dapat menghasilkan toksin, kemampuan bertahan terhadap fagosit dan kemampuan merusak intrasel. Selain itu derajat kelas luka, teknik aseptik dan antiseptik yang digunakan, rawat inap pra-operasi yang lama dan lama tindakan bedah meningkatkan jumlah bakteri dan tingkat kejadian infeksi luka operasi.37 Faktor luka operasi meliputi tindakan operasi yang menginvasi, ahli bedah khusus dan teknik pembedahan. Faktanya bahwa tindakan operasi yang merusak mekanisme pertahanan barrier dasar seperti kulit dan mukosa gastrointestinal yang merupakan faktor jelas terhadap kejadian infeksi luka operasi. Teknik bedah yang baik, menata jaringan sebaik mungkin, melakukan jahitan, drainase dan menghindari benda

asing berdasarkan indikasi yang adekuat adalah cara yang paling baik untuk menghindari infeksi luka operasi.37 Faktor pasien yaitu meliputi usia, imunosupresan, steroid, malignansi, obesitas, tranfusi perioperasi, merokok, diabetes, penyakit berat lainnya, malnutrisi dan lain sebagainya. Faktor pasien memainkan peran penting terhadap infeksi luka operasi.37 Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. 39 Tingkat infeksi luka operasi secara signifikan lebih tinggi pada pasien laki – laki dari pada perempuan. Hal ini dikarenakan pada laki – laki banyak terdapat faktor resiko seperti merokok dan HIV. Penelitian sebelumnya telah menunjukan bahwa pasien dengan penyakit pre-morbid, seperti diabetes mellitus adalah yang memiliki resiko paling tinggi terjadinya infeksi luka operasi oleh karena rendahnya immunitas.40 d. Pencegahan infeksi luka operasi Infeksi luka operasi (ILO) dapat dicegah dengan meminimalisir mikroorganisme yang dapat bertransmisi melalui kulit dan pakaian pasien dan tenaga kesehatan, kamar operasi, dan peralatan medis. Pencegahan ILO terbagi menjadi tiga fase, yaitu41: 1. Fase Prabedah Pada fase prabedah dilakukan persiapan pasien bedah dan tenaga kesehatan.

Persiapan

pasien

bedah

terdiri

dari

mandi

atau

membersihkan tubuh, mencukur rambut yang menjadi area operasi, dan menggunakan pakaian ruang operasi. Pada pasien bedah kolorektal juga dilakukan persiapan usus mekanik dan pengeluaran feses. Selain itu, pasien bedah diberikan antibiotik profilaksis single dose secara intravena beberapa saat sebelum operasi. Persiapan tenaga

kesehatan terdiri

dari menggunakan pakaian operasi, seperti

menggunakan scrub suits, surgical caps, alas kaki khusus ruang operasi, dan masker, dekontaminasi nasal, dan dekontaminasi tangan tenaga kesehatan dengan menggunakan antiseptik. 2. Fase Intrabedah Fase intrabedah terdiri dari menggunakan incise drapes yang merupakan film perekat untuk menutupi kulit di lokasi sayatan, memberikan antiseptik ke area operasi, mempertahankan homeostasis pasien dengan mempertahankan oksigen, perfusi, gula darah, dan temperatur tubuh pasien, melakukan irigasi luka dan bilas intrakavitas seperti lambung dan usus dengan antiseptik, memberikan antiseptik dan antibiotik topikal pada luka insisi sebelum penutupan luka, memilih penutupan luka yang tepat, dan membalut luka operasi. 3. Fase Pascabedah Fase pasca operasi terdiri dari mengganti pembalut dengan teknik aseptik, membersihkan luka operasi dengan sterile saline solution sampai 48 jam setelah operasi, memberikan antiseptik seperti klorhexidin dan povidon-iodin pada luka, dan melakukan debridemen atau membuang jaringan nekrotik. d.

Bagaimana proses terjadinya pus? Mikroorganisme yang telah berhasil melewati pertahanan di bagian permukaan organ dapat menginfeksi sel-sel dalam organ. Tubuh akan melakukan perlindungan dan pertahanan dengan memberi tanda secara kimiawi yaitu dengan cara sel terinfeksi mengeluarkan senyawa kimia histamin dan prostaglandin. Senyawa kimia ini akan menyebabkan pelebaran pada pembuluh darah di daerah yang terinfeksi. Hal ini akan menaikkan aliran darah ke daerah yang terkena infeksi. Akibatnya, daerah terinfeksi menjadi warna kemerahan dan terasa lebih hangat. Apabila kulit mengalami luka akan terjadi peradangan yang ditandai dengan memar, nyeri, bengkak, dan meningkatnya suhu tubuh. Jika luka ini menyebabkan pembuluh darah robek maka mastosit akan menghasilkan bradkinin dan histamin. Bradkinin dan histamin ini akan merangsang ujung saraf sehingga pembuluh darah

semakin melebar dan bersifat permeabel. Kenaikan permeabilitas kapiler darah menyebabkan neutrofilberpindah dari darah ke cairan luar sel. Neutrofil ini akan menyerang bakteri yang menginfeksi sel. Selanjutnya, neutrofil dan monosit berkumpul di tempat yang terluka dan mendesak hingga menembus dinding kapiler. Setelah itu, neutrofil mulai memakan bakteri dan monosit berubah menjadi makrofag (sel yang berukuran besar). Makrofag berfungsi fagositosis dan merangsang pembentukan jenis sel darah putih yang lain.

Perhatikan Gambar, Berdasarkan gambar tersebut, sistem pertahanan tubuh dapat dijelaskan sebagai berikut. Jaringan mengalami luka, kemudian mengeluarkan tanda berupa senyawa kimia yaitu histamine dan senyawa kimia lainnya. Terjadi pelebaran

pembuluh

darah

(vasodilatasi)

yang

menyebabkan

bertambahnya aliran darah, menaikkan permeabilitas pembuluh darah. Selanjutnya, terjadi perpindahan sel-sel fagosit. Sel-sel fagosit (magrofag dan neutrofil) memakan pathogen. Sinyal kimia yang dihasilkan oleh jaringan yang luka akan menyebabkan ujung saraf mengirimkan sinyal ke sistem saraf. Histamin berperan dalam proses pelebaran pembuluh darah. Makrofag disebut juga big eaters karena berukuran besar, mempunyai bentuk tidak beraturan, dan membunuh bakteri dengan cara memakannya. Bakteri yang sudah berada di dalam makrofag kemudian dihancurkan dengan enzim lisosom. Makrofag ini juga bertugas untuk mengatasi infeksi virus dan partikel debu yang berada di dalam paru-paru. Sebenarnya di dalam tubuh keberadaan makrofag ini sedikit, tetapi memiliki peran sangat penting. Setelah infeksi tertanggulangi, beberapa

neutrofil akhirnya mati seiring dengan matinya jaringan sel dan bakteri. Setelah ini sel-sel yang masih hidup membentuk nanah. Terbentuknya nanah ini merupakan indikator bahwa infeksi telah sembuh. Jadi reaksi inflamatori ini sebagai sinyal adanya bahaya dan sebagai perintah agar sel darah putih memakan bakteri yang menginfeksi tubuh. Selain sel monosit yang berubah menjadi makrofag juga terdapat sel neutrofil yang akan membunuh bakteri (mikroorganisme asing lainnya).42

Kesimpulan

Pasien tersebut terinfeksi bakteri ESBL akibat terkontaminasi bakteri yang dialaminya saat operasi.

Daftar Pustaka

1. Triwibowo Yuwono. Biologi Molekular.Yogyakarta. 2005. 2. Sumardjo D. Pengantar Kimia. Jakarta: EGC. 2006. 3. Campbell NA, Reece JB. Biologi Ed 8. Jakarta: Erlangga. 2010. 4. Stryer Lubert. Biochemistry 4th .EGC.2000. 17-37 5. Murray R K, et al. Harper’s Biochemistry 25th ed. Appleton & Lange. America 2000 : 48-62 6. Mark Dawn B, PhD, Marks Allan MD, Smith Collen M,

PhD.

Biokimia

Kedokteran

Dasar,

Sebuah

Pendekatan Klinis , 2000 : 76-95 7. Champe Pamela C , Harvey Richard A. Lippincott’s Illustrated. Biochemistry, 2nd 1994: 13-23 8. Satyanarayana U,Dr. Biochemistry. Books And Allied (P) Ltd, Calcutta. 2002. 45-71 9. Sherwood Laularee. Human Physiology: From Cells To Systems, 6Th Ed. Jakarta:EGC. 2011. 10. Pawiroharsono, S. 2008. Penerapan Enzim

Untuk Penyamakan Kulit

Ramah Lingkungan. Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol 9(1). Hal 51-58. 11. Murray, Robert K. Biokimia Harper, Edisi 27. Jakarta:EGC. 2009. 12. Ikawati Z. Farmakologi Molekuler: Target Aksi Obat dan Mekanisme Molekulernya. Yogyakarta: UGM Press. 2018. 13. Winarto. Prevalensi Kuman ESBL (Extended Spectrum Beta Lactamase) dari Material Darah di RSUP Dr. Kariadi Tahun 2004-2005. Semarang: Media Medika Indonesia. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2009 ; 260 – 67. 14. David L. Paterson, Robert A. Bonomo. Extended-Spectrum β-lactamases: a Clinical Update. American Society For Microbiology [serial online]. 2005 [dikutip 31 januari 2010]. 15. Kaur M, Aggarwal A. 2103. Occurrence of the CTX-M, SHV and the TEM Genes Among the Extended Spectrum β-Lactamase Producing

Isolates of Enterobacteriaceae in a Tertiary Care Hospital of North India. J Clin Diagn Res. 7:642-5. 105. 16. Bangal VB, Borawake SK, Shinde KK, Gavhane SP. Study of surgical site infection following gynaecological surgery at tertiary care teaching hospital in Rural India. International Journal of Biomedical Research. 2014;05(02):113-6. 17. Ahmad Siddiq Muhajir, dkk. Gambaran Terapi dan Luaran Infeksi Saluran Kemih oleh Bakteri Penghasil Extended Spectrum Beta Lactame pada Anak di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 2016. 18(2): 111-116. 18. Picozzi, et al. (2014). Extended-spectrum Beta-Lactamase-Positive Escherichia coli Causing Complicated Upper Urinary Tract Infection: Urologist Should Act in Time. Urology Annals, 6(2), pp. 107-112. 19. Artasari Y, Lestari R, Yolanda R. Pengembangan Media Pembelajaran Spesimen Moluska Pada Materi Animalia Kelas X Di Sma Negeri 1 Rambah Samo.Jurnal Ilmiah Didaktika. 2012;12(1):149-162. 20. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengambilan Spesimen. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan : Jakarta. 2013. 21. Reza, N. R., dan Tantari SHW. 2015. Pemeriksaan Laboratorium Infeksi Chlamydia trachomatis Pada Saluran Genital. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Vol 27(2). Hal 144-149. 22. Dwidjoseputro D. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan; 2005. 23. Waluyo. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM Press; 2008. 24. Gould, K (2016). "Antibiotics: From prehistory to the present day". Journal of Antimicrobial Chemotherapy 25. Lewis T, Cook J (1 January 2014). "Fluoroquinolones and tendinopathy: a guide for athletes and sports clinicians and a systematic review of the literature". Journal of Athletic Training 26. Marino PL (2007). "Antimicrobial therapy". The ICU book. Hagerstown, MD: Lippincott Williams & Wilkins. P 27. Katzung, B. G. 2007. Basic & Clinical Pharmacology, Tenth Edition. United States : Lange Medical Publications.

28. Kemenkesb, 2011, Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik, 12, Kementrian Kesehatan RI, Jakarta. 29. Dorland's

Medical

Equipment

Word

Book

for

Medical

Transcriptionists (2002). Indonesian (26th Edition)—E.G.C. Medical Publishers, Jakarta, Indonesia 30. Liana P. Gambaran Kuman Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Patologi Klinik Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Periode JanuariDesember 2010. MKS. 2014;46(3). 31. Neu HC (June 1969). "Effect of beta-lactamase location in Escherichia coli on penicillin synergy" 32. Spadafino JT, Cohen B, Liu J, Larson E (2014). "Temporal trends and risk factors for extended-spectrum beta-lactamase-producing Escherichia coli in adults with catheter-associated urinary tract infections" 33. Retnoningrum, D. S., dan Roga, F. K. 2004. Mekanisme Tingkat Molekul Resistensi terhadap Beberapa Obat pada Mycobacterium Tuberculosis. Vol 29(3). Hal 92-95. 34. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TO, Rudiman R, penyunting. 2010. Buku ajar ilmu bedah sjamsuhidajat-de jong. Edisi 3. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC. 35. Carvalho, et al. Incidence anda Risk Factor for Surgical Site Infection in General Surgeries. 2017. 36. Kulaylat, M.N., Dayton, M.T., 2008. Surgical complications 37. Anaya, D.A., Dellinger, P.E., 2008. Surgical complications. Dalam: Townsend, C.M., Beauchamp, R.D., Evers, B.M., Mattox, K.L. 2008. Sabiston Textbook of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice. 18th ed. Philadelphia: Saunders, pp. 328-334 38. Beilman, G.J., Dunn, D.L., 2015. Surgical Infection 39. Babb, JR. Liffe, AJ. 1995. Pocket Reference to Hospital Acquired infection Science Press limited, Cleveland Street, London 40. Mawalla, B., Mshana, S.E., Chalya, P.L., Imirzalioglu, C., Mahalu, W., 2011. Predictors of surgical site infections among patients undergoing

major surgery at Bugando Medical Centre in Northwestern Tanzania. BMC Surgery 11:21. 41. National Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health. Surgical site infection: prevention and treatment of surgical site infection. Volume 27. RCOG Press. 2008. 42. Bratawidjaya KG. Imunologi Dasar Edisi ke-10. Jakarta: FK UI; 2012.

Related Documents


More Documents from "Ririn Praditiani"

Laporan Pemicu 1 Biomol.docx
November 2019 26
Askep Anak.docx
December 2019 47
1-19-1-pb.pdf
June 2020 31
A1.docx
May 2020 26
Denah Kelas.docx
December 2019 45