11makalah.docx

  • Uploaded by: Ramla Nur
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 11makalah.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,966
  • Pages: 12
PENDAHULUAN Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil, yang dilaporkan dapat hidup diluar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin yng dilahirkan dengan berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan. Abortus buatan ialah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat tindakan. Abortus terapeutik ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Frekuensi abortus sukar ditentukan karena abortus buatan banyak tidak dilaporkan, keculi apabila terjadi komplikasi; juga karena sebagian abortus spontan hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga pertolongan medik tidak diperlukan dan kejadian ini dianggap sebagai haid terlambat. Diperkirakan frekuensi abortus spontan berkisar 10-15% (Wiknjosastro, 2008). Lebih dari 80% abortus terjadi pada 12 minggu pertama, dan setelah itu angka ini cepat menurun. Kelainan kromosom merupakan penyebab lainnya, paling sedikit separuh dari kasus abortus ini, dan insidenya setelah itu juga menurun. Resiko abortus spontan meningkat seiring dengan paritas serta usia ibu dan ayah. Frekuensi abortus yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12% pada wanita berusia kurang dari 20 tahun menjadi 26% pada mereka yang usianya lebih dari 40 tahun. Untuk usia ayah yang sama, peningkatan adalah dari 12% sampai 20%. Akhirnya, isidensi abortus meningkat apabila wanita yang bersagkutan hamil dalam 3 bulan setelah melahirkan bayi aterm (Cunningham, 2006). Kurang lebih 10 sampai 15% kehamilan yang telah didiagnosis secara klinis berakhir dengan keguguran. Alasan utama terjadinya keguguran pada awal kehamilan ialah kelainan genetik, yang mencapai 75% hingga 90% total keguguran. Alasan lain terjadinya Abortus spontan adalah kadar progesteron yang tidak normal, kelainan pada kelenjar tiroid, diabetes yang tidak terkontrol, kelainan pada rahim, infeksi, dan penyakit autonium lain (Varney, 2007).

BAB 2 ABORTUS 2.1

Definisi

Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu bertahan hidup (Cunningham, 2006). Abortus adalah berakirnya suatu kehamilan (oleh akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan (Saifuddin). Keguguran atau abortus adalah terhentinya proses kehamilan yang sedang berlangsung sebelum mencapai umur 28 minggu atau berat janin sekitar 500 gram (Manuaba, 2007). Abortus adalah suatu usaha mengakhiri kehamilan dengan mengeluarkan hasil pembuahan secara paksa sebelum janin mampu bertahan hidup jika dilahirkan (Varney, 2007).

2.2

Jenis Abortus

1. Abortus spontan Adalah terminasi kehamilan sebelum periode viabilitas janin atau sebelum gestasi minggu ke 20 atau berat badan 500 gram (Walsh, 2008; Varney, 2007). Abortus spontan dibagi menjadi: a. Abortus Imminens 1) Terjadi perdarahan bercak yang menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan suatu kehamilan. Dalam kondisi seperti ini, kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan (Saifuddin, 2006; Wals, 2008). 2) Ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi servik (Wiknjosastro, 2008).

3

b. Abortus Insipiens 1) Perdarahan ringan hingga sedang pada kehamilan muda dimana hasil konsepsi masih berada dalam kavum uteri. Kondisi ini menunjukkan proses abortus sedang berlangsung dan akan berlanjut menjadi abortus inkomplit atau komplit (Saifuddin, 2006).

2) Ialah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi servik uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Aborsi ini terjadi ketika ada pembukaan servik dan atau pecah ketuban di sertai perdarahan dan nyeri pada abdomen bagian bawah atau pada punggung (Wiknjosastro, 2008; Varney, 2007). c. Abortus Inkomplit 1) Perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian dari hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri melalui kanalis servikalis (Saifuddin, 2006). 2) Ialah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Terjadi ketika plasenta tidak dikeluarkan bersama janin pada saat terjadi aborsi (Wiknjosastro, 2008; Varney, 2007). d. Abortus Komplit Perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan dari kavum uteri (Saifuddin, 2006). 2. Abortus Infeksiosa Adalah abortus yang diserta komplikasi infeksi. Adanya penyebaran kuman atau toksin kedalam sirkulasi dan kavum peritoneum dapat menimbulkan septikemia, sepsis atau peritonitis. Atau disebut juga abortus yang disertai infeksi pada genetalia sedang (Saifuddin, 2006; Wiknjosastro, 2008). 3. Missed Abortion (Retensi Janin Mati) Perdarahan pada kehamilan muda disertai dengan retensi hasil konsepsi yang telah mati hingga 8 minggu atau lebih. Kematian janin berusia 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih (Saifuddin, 2006; Wiknjosastro, 2008). 4. Abortus Habitualis Ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-urut. (Wiknjosastro, 2008; Wiknjosastro, 2005; Walsh, 2008; Manuaba, 2007).

2.3

Etiologi Hal-hal yang menyebabkan abortus dapat dibagi sebagai berikut:

1. Kelainan hasil pertumbuhan konsepsi

Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau cacat. Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian mudigah pada hamil muda. Faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah sebagai berikut: a. Kelainan kromosom Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan ialah trisomi, poliploidi dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks b. Lingkungan kurang sempurna Bila lingkungan di endometrium disekitar tempat implantasi kurang sempurna sehingga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi tergangganggu. c. Pengaruh dari luar Radiasi, virus, obat dan sebaginya dapat mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalan uterus. Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen 2. Kelainan pada plasenta Endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales dan menyebabkan oksigenasi plasenta tergganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun 3. Penyakit ibu Penyakit mendadak, seperti pnemonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Toksin, bakteri, virus ata plasmodium dapat melalui plasenta masuk kejanin, sehingga menyebabkan kematian janin, dan kemudian terjadilah abortus. Anemia berat, keracunan,

laparatomi,

peritonitis

umum,

dan

penyakit

menahun

sperti

gruselosis,

mononukleosis infeksiosa, toksoplamosis juga dapat menyebabkan abortus walaupun lebih jarang. 4. Kelainan traktus genetalia Retroversio uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus. Tetapi, harus dingat bahwa hanya retroversio uteri gravidi inkarserata atau mioma submukosa yang memegang peranan penting. Sebab lain abortus dalam trismerster kedua ialah servik inkompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan bawaan pada servik, diltasi servik berlebihan, konisasi, amputasi, atau robekan servik luas yang tidak dijahit. (Wiknjosastro, 2008; Walsh, 2008; Varney, 2007).

2.4

Patologi Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan disekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi korealis menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lepas. Peristiwa aborsi ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum); mungkin pula janin telah mati lama (missed abortion). Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberosa; dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion. Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi: janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh sebab diserap, ia menjadi agak gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papi raseus). Kemungkinan lain pada janin-mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya maserasi: kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar kerena terisi cairan, dan janin berwarna kemerah-merahan. (Wiknjosastro, 2008). 2.5

Diagnosis Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang

perdarahan pervaginam setelah mengalami haid terlambat, sering terdapat pula rasa mules. Kecurigaan tersebut diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan

bimanual dan dengan tes kehamilan secara biologis atau imunologik bilamana hal itu dikerjakan harus diperhatikan macam dan banyaknya perdarahan, pembukaan servik dan adanya jaringan dalam kavum uteri atau vagina. 1. Abortus Spontan a. Abortus imminens Diagnosis abortus imminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, terus membesar sebesar tuanya kehamilan, servik belum membuka, dan tes kehamilan positif. Abortus imminens dapat disertai nyeri akibat kram tetapi bisa juga tidak. b. Abortus insipiens Rasa mules sering dan kuat, perdarahan bertambah. Pada trimester pertama kehamilan, tidak ditemukan perdarahan atau nyeri berlebihan, tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak mengalami distres emosional yang berat, dan kadar hertokrit mencapai 30%. c. Abortus inkomplit Pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum. Perdarahan mulai sebagai bercak dan berlanjut menjadi perdarahan hebat, atau dapat mulai sebagai perdarahan hebat. Kram biasanya ada, dan ibu melihat keluarnya jaringan. Ibu melihat pecah ketuban nyata bila usia gestasi adalah 12 minggu atau lebih. d. Abortus komplit Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup dan uterus sudah banyak mengecil. Diagnosis dapat dipermudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semua sudah keluar dengan lengkap. 2. Abortus Infeksiosa Ditemukannya servik membesar dan diatas ostium uteri eksternum teraba jaringan. 3. Missed Abortion (Retensi Janin Mati) Dahulu diagnosis biasanya tidak dapat ditentukan dalam satu kali pemeriksaan melainkan memerlukan waktu pengamatan untuk menilai tanda-tanda tidak tumbuhnya malahan mengecilnya uterus. Missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan. Bercak mungkin ada,

kurang pertumbuhan uteri dalam pemeriksaan, tidak ada gerakan jantung janin, terlihat pada ultrasuara atau ada jaringan janin tanpa tanda viabilitas. 4. Abortus Habitualis Diagnosis abortus habitualis tidak sukar ditentukan dengan anamnesis. Khususnya diagnosis abortus habitualis karena inkompetensia menunjukkan gambaran klinik yang khas, yaitu dalam kehamilan triwulan kedua terjadi pembukaan servik tanpa disertai mules, ketuban menonjol dan pada suatu saat pecah. Kemudian timbul mules yang selanjutnya diikuti oleh pengeluaran janin yang biasanya masih hidup normal. (Wiknjosastro, 2008; Varney; walsh, 2008).

2.6

Penanganan

1. PenilaianAwal Untuk penanganan yang memadai, segera lakukan penilaian dari : a. Keadaan umum pasien b. Tanda–tanda syok (pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik <90 mmHg, nadi > 112 x/menit) c. Bila syok disertai dengan masa lunak di adneksa, nyeri perut bawah, adanya cairan bebas dalam kavum pelvis (kemungkinan kehamilan ektopik yang terganggu) d. Tanda–tanda infeksi atau sepsis (demam tinggi, secret berbau vaginam, nyeri perut bawah, dinding perut tegang, nyeri goyang porsio, dehidrasi, gelisah atau pingsan). e. Tentukan melalui evaluasi medik apakah pasien dapat di tatalaksana fasilitas kesehatan setempat atau di rujuk (setelah dilakukan stabilisasi) 2. Penanganan Spesifik a. Abortus imminens 1) Tidak diperlukan pengobatan medis yang khusus atau tirah baring secara total. Tirah baring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik. 2) Anjurkan untuk tidak melakukan aktifitas fisik secara berlebihan atau melakukan hubungan seksual. 3) Bila perdarahan : a) Berhenti : lakukan asuhan antenatal terjadwal dan penilaian ulang bila terjadi perdarahan lagi .

b) Terus berlangsung : nilai kondisi janin (uji kehamilan atau USG). Lakukan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain (hamil ektopik atau mola). c) Pada fasilitas kesehatan dengan sarana terbatas, pemantuan hanya dilakukan melalui gejala klinik dan hasil pemeriksaan gynekologi b. Abortus insipiens 1) lakukan prosedur evakuasi hasil konsepsi 2) Bila usia gestasi ≤16 minggu, evakuasi dilakukan dengan peralatan Aspirasi Vakum Manual (AVM) setelah bagian-bagian janin dikeluarkan. 3) Bila usia gestasi ≥16 minggu, evakuasi dilakukan dengan prosedur Dilatasi dan Kuretase (D & K). 4) Bila prosedur evakuasi tidak dapat segera dilaksanakan atau usia gestasi lebih besar dari 16 minggu, lakuakn tindakan pendahuluan dengan : a) Infuse Oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau RL, mulai dengan 8 tetes/menit yang dapat dinaikkan 40 tetes/menit, sesuai dengan kondisi kontraksi uterus hingga terjadi pengeluaran hasil konsepsi. b) Ergometrin 0,2 mg IM yang diulangi 15 menit kemudian. c) Misoprostol 400 mg per oral dan apabila masih diperlukan, dapat di ulangi dengan dosis yang sama setelah 4 jam dari dosis awal. 5) Hasil konsepsi yang tersisa dalam kavum uteri dapat dikeluarkan dengan AVM atau D & K (hati – hati resiko perforasi).

c. Abortus Inkomplit 1) Tentukan besar uterus (taksir usia gestasi), kenali dan atasi setiap komplikasi (perdarahan hebat, syok, infeksi/sepsis). 2) Hasil konsepsi yang terperangkap pada servik yang disertai perdarahan hingga ukuran sedang, dapat dikeluarkan secara digital atau vunam ovum. Setelah itu evaluasi perdarahan : a) Bila perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol 400 mg per oral. b) Bila perdarahan terus berlangsung, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan AVM atau D&K (pilihan tergantung dari usia gestasi, pembukaan servik dan keberadaan bagian-bagian janin) 3) Bila tak ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotika profilaksis (ampisilin 500 mg oral atau doksisiklin 100 mg)

4) Bila terjadi infeksi, beri ampisilin 1 gram dan metronidazol 500 mg setiap 8 jam. 5) Bila terjadi perdarahan hebat dan usia gestasi dibawah 16 minggu, segera lakukan evakuasi dengan AVM. 6) Bila pasien tampak anemi, berikan sulfasferosus 600 mg per hari selama 2 minggu (anemia sedang) atau transfusi darah (anemia berat). Pada beberapa kasus, abortus inkomplit erat kaitannya dengan abortus tidak aman, oleh sebab itu perhatikan hal-hal berikut ini : 1) Pastikan tidak ada komplikasi berat seperti sepsis, perforasi uterus atau cidera intra abdomen (mual/muntah, nyeri punggung, demam, perut kembung, nyeri perut bawah, dinding perut tegang). 2) Bersihkan ramuan tradisional, jamu, bahan kaustik, kayu atau benda-benda lainnya dari regio genetalia.Berikan boster tetanus toksoid 0,5 ml bila tampak luka kotor pada dinding vagina atau kanalis servisis dan pasien pernah di imunisasi. 3) Bila riwayat imunisasi tidak jelas, berikan serum anti tetanus (ATS) 1500 Unit IM diikuti dengan pemberian tetanus toksoid 0,5 ml setelah 4 minggu. 4) Konseling untuk kontrasepsi pasca keguguran dan pemantuan lanjut d. Abortus komplit 1) Apabila kondisi pasien baik, cukup diberi tablet Ergometrin 3x1 tablet perhari untuk 3 hari. 2) Pasien mengalami anemia sedang, berikan tablet Sulfas Ferosus 600 mg per hari selama 2 minggu disertai dengan anjuran mengkonsumsi makanan bergizi (susu, sayuran segar, ikan, daging, telur). Untuk anemia berat, berikan tranfusi darah. 3) Apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi tidak perlu diberi antibiotika, atau bila kawatir akan infeksi dapat diberi antibiotika profilaksis e. Abortus infeksiosa 1) Kasus ini tinggi untuk terjadi sepsis, apabila fasilitas kesehatan setempat tidak mempunyai fasilitas yang memadai, rujuk pasien kerumash sakit. 2) Sebelum merujuk pasien, lakukan retorasi cairan dengan NS atau RL melalui infus dan berikan anti biotika (misalnya ampisilin 1 g dan metronidazol 500 mg). 3) Jika ada riwayat abortus tidak aman, beri ATS dan TT.

4) Pada fasilitas kesehatan yang lengkap dengan perlindungan antibiotika berspektrum luas dan upaya stabilisasi hingga kondisi pasien memadai, dapat dilakukan pengosongan uterus sesegera mungkin. Tabel 2.1 Kombinasi antibiotika untuk abortus infeksiosa Kombinasi Dosis Oral Catatan antibiotika Ampisilin dan 3 x 1 g oral dan 3 Berspektrum luas Metronidazol x 500 mg dan mencakup untuk gonorrhea dan bakteri an aerob Tertasiklin dan 4 x 500 mg dan Baik untuk Klindanisin 2 x 300 mg klamidia, gonorrhea dan bakteriodes fragilis Trinethoprim dan 160 mg dan Spectrum cukup Sulfamethoksazol 800 mg luas dan harganya relative murah

Tabel 2.2 Antibiotika parenteral untuk abortus infeksiosa Antibiotika Cara pemberian Sulbenisilin IV Gentamisilin Metronidazol Seftriaksone IV Amoksilklin + IV Klavulanik Acid Klindamisin

Dosis 3x1g 2 x 80 mg 2x1g 1x1g 3 x 500 mg 3 x 600 mg

f. Missed Abortion Missed abortion seharusnya seharusnya ditangani di rumah sakit atas pertimbangan : 1) Plasenta dapat melekat sangat erat didinding rahim, sehingga prosedur evakuasi kuretase akan lebih sulit dan resiko perforasi lebih tinggi. 2) Pada umumnya kanalis servisis dalam keadaan tertutup sehingga perlu tindakan dilatasi dengan batang laminaria selama 12 jam . 3) Tingginya kejadian komplikasi hipofibrinogenemia yang berlanjut dengan gangguan pembekuan darah.

4) Apabila diputuskan untuk mengeluarkan hasil konsepsi itu, pada uterus yang besarnya tidak melebihi 12 minggu sebaiknya dilakukan pembukan serviks uteri dengan memasukkan laminaria selama ± 12 jam dalam kanalis servikalis, yang kemudian dapat diperbesar dengan busi Hegar sampai cunam ovum atau jari dapat masuk ke dalam kavum uteri. Jika kehamilan lebih dari 12 minggu, maka pengeluaran hasil konsepsi dapat dilakukan dengan infus intravena oksitosin. Dosis oksitosin dapat dimulai dengan 20 tetes/menit dari cairan 500 ml glukosa 5% dengan 10 iu oksitosin. (Saifuddin, 2006; Wiknyosastro, 2008; Cunningham, 2006).

2.7

Komplikasi Komplikasi yanag berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi dan syok

1.

Perdarahan Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jka perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.

2.

Perforasi Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persoalaan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin pula terjadi perlukaan kandung kemih atau usus. Degan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cidera, untuk selanjutnya mengambil tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.

3.

Infeksi Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkomletus dan lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis. Umumnya pada abortus infeksius infeksi terbatas pada desidua.

4.

Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat (syok endoseptik). (Wiknjosastro, 2008)

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, Gary, F. dkk. 2006. Obstetri Williams Vol. 2. Jakarta: EGC, 951-964. Manuaba, dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC, 697-683. Saifuddin, Abdul Bahri. 2008. Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 145-148. Varney, Helen, dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC, 604-605. Walsh, Linda V. 2008. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC, 447-449. Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 246. Wiknjosastro, Hanifa. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 302-312.

More Documents from "Ramla Nur"