Perancangan Bangunan Rekayasa Sipil II (HSKB 732) PERENCANAAN PENULANGAN PLAT LANTAI
A. Data Slab Lantai Jembatan
Gambar 1 Jembatan
Tebal slab lantai jembatan
ts
= 0,24
m
Tebal lapisan aspal + overlay ta
= 0,10
m
Tebal genangan air hujan
th
= 0,04
m
Lebar jalur lalu-lintas
b1
= 7,00
m
Lebar trotoar
b2
= 1,00
m
Lebar total jembatan
bt
=9
m
Panjang bentang jembatan
L
= 25
m
Dengan panjang segmental
Lb
=5
m
Kuat tekan beton
fc’
= 25
MPa
Modulus elastisitas
Ec
= 23.500
MPa
Angka poisson
u
= 0,20
Modulus geser
G
= 9.791,67
MPa
Koefisien muai panjang
α
= 0,0001
/C°
B. Bahan Struktur Mutu beton
KELOMPOK III
Perancangan Bangunan Rekayasa Sipil II (HSKB 732) Mutu baja tulangan Tulangan utama
fy
= 320
MPa
Tulangan sengkang
fys
= 240
Mpa
Berat beton bertulang
wc
= 25
kN/m3
Beton tidak bertulang
w’c
= 24
kN/m3
Berat aspal
wa
= 22
kN/m3
Berat jenis air
ww
= 10
kN/m3
Berat baja
ws
= 78,5
kN/m3
Berat jenis
I.
Analisis Beban Slab Lantai Jembatan A. Beban Mati 1 Berat Sendiri (MS) Faktor beban ultimit
KMS
Ditinjau slab lantai jembatan selebar b
= 1,30 = 1,00
m
Tebal slab lantai jembatan
h = ts = 0,24
m
Berat beton bertulang
Wc
= 25
kN/m3
Berat sendiri
PMS
= 6,00
kN/m
Rumus : QMS
= b * t * Wc = 1,0 * 0,24 * 25 = 6,00 kN/m
2 Beban Mati Tambahan (MA) Faktor beban ultimit
KMA
= 2,00
No. Jenis
Tebal
Berat
Beban
(m)
(kN/m3) (kN/m)
1.
Lapisan aspal + overlay
0,10
22
2,20
2.
Air hujan
0,04
10
0,40
QMA
2,60
Berat mati tambahan
Rumus : Beban Lapisan Aspal + Overlay (w) = t * wa = 0,10 * 22
KELOMPOK III
Perancangan Bangunan Rekayasa Sipil II (HSKB 732) = 2,20 Beban Air Hujan (w)
= 0,04 * 10 = 0,4
Beban Mati Tambahan (QMA)
= 2,20 + 0,4 = 2,60 kN/m
B. Beban Hidup Menurut pasal 8.1 beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur "D" dan beban truk "T". Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri. Beban truk "T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 gandar yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap gandar terdiri atas dua bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truk "T" diterapkan per lajur lalu lintas rencana. Secara umum, beban "D" akan menjadi beban penentu dalam perhitungan jembatan yang mempunyai bentang sedang sampai panjang, sedangkan
beban
"T"
digunakan
untuk bentang pendek dan lantai
kendaraan. Dalam keadaan tertentu beban "D" yang nilainya telah diturunkan atau dinaikkan dapat digunakan (lihat Pasal 8.5). 1. Beban Lajur Beban lajur "D" terdiri atas beban terbagi rata (BTR) yang digabung dengan beban garis (BGT) seperti terlihat dalam Gambar 1.
P = 49 kN/m
q = 9,0 kPa Gambar 2 Beban lajur “D”
KELOMPOK III
Perancangan Bangunan Rekayasa Sipil II (HSKB 732) a. Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa dengan besaran q tergantung pada panjang total yang dibebani L yaitu seperti berikut :
Keterangan: q adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan (kPa) L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter) b. Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m. Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya.
Gambar 3 Alternatif penempatan beban “D” dalam arah memanjang KELOMPOK III
Perancangan Bangunan Rekayasa Sipil II (HSKB 732) Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh momen dan dan gaya lintang dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan dengan mempertimbangkan beban lajur “D” tersebar pada seluruh lebar balok (tidak termasuk kerb dan trotoar) dengan intensitas 100% untuk panjang terbebani yang sesuai. 2. Beban Truk “T” (TT) Pembebanan truk "T" terdiri atas kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat gandar seperti terlihat dalam Gambar 3.3. Berat dari tiaptiap gandar disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 gandar tersebut bisa diubah-ubah dari 4,0 m sampai dengan 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.
Gambar 3 Pembebanan Truk “T” Posisi dan Penyebaran Pembebanan Truk "T" Dalam Arah Melintang Terlepas dari panjang jembatan atau susunan bentang, umumnya hanya ada satu kendaraan truk "T" yang bisa ditempatkan pada satu lajur lalu lintas rencana. Untuk jembatan sangat panjang dapat ditempatkan lebih dari satu truk pada satu lajur lalu lintas rencana. Kendaraan truk "T" ini harus ditempatkan di tengah-tengah lajur lalu lintas rencana seperti terlihat dalam Gambar 3. Jumlah maksimum lajur lalu lintas rencana dapat dilihat dalam Tabel 3.5, tetapi jumlah lebih kecil bisa
KELOMPOK III
Perancangan Bangunan Rekayasa Sipil II (HSKB 732) digunakan dalam perencanaan apabila menghasilkan pengaruh yang lebih besar. Hanya jumlah lajur lalu lintas rencana dalam nilai bulat harus digunakan. Lajur lalu lintas rencana bisa ditempatkan di mana saja pada lajur jembatan. Untuk pembebanan truk "T", FBD diambil 30%. Nilai FBD yang dihitung digunakan pada seluruh bagian bangunan yang berada di atas permukaan tanah. Penerapan beban hidup kendaraan pengaruh beban hidup pada waktu menentukan momen positif harus ditambah nilai yang terbesar dari: Pengaruh beban dikalikan dengan faktor beban dinamis (FBD), atau Pengaruh beban terdistribusi “D” dan beban garis KEL dikalikan FBD Untuk momen negatif, beban truk dikerjakan pada dua bentang yang berdampingan dengan jarak gandar tengah truk terhadap gandar depan truk dibelakangnya adalah 15 m (Gambar ), dengan jarak antara gandar tengan dan gandar belakang adalah 4 m.
Gambar 4 Penempatan beban truk untuk kondisi momen negatif maksimum
C. Momen Pada Slab Lantai Jembatan Formasi pembebanan slab untuk mendapatkan momen maksimum pada bentang menerus dilakukan seperti gambar. Beban mati
Beban mati tambahan
KELOMPOK III
Perancangan Bangunan Rekayasa Sipil II (HSKB 732) Beban Lajur (Momen Positif Maksimum)
Beban Lajur (Momen Negatif Maksimum)
Beban truk “TT” (menggunakan moving load) Pembebanan beban terpusat truk “T” digunakan pembebanan berjalan yang dapat dipindah sepenjang jalur lalu lintas yang direncanakan. Permodelan beban truk dimodelkan pada aplikasi SAP 2000 dengan menggunakan fitur moving load Langkah permodelan yaitu sebagai berikut: Tandai setiap frame yang akan dibebani dengan beban truk (Jalur Lalu Lintas Kendaraan). Yaitu:
KELOMPOK III
Perancangan Bangunan Rekayasa Sipil II (HSKB 732)
Masukkan besar beban yang akan dikerjakan
KELOMPOK III
Perancangan Bangunan Rekayasa Sipil II (HSKB 732)
Definisikan beban truk ke dalam permodelan
KELOMPOK III
Perancangan Bangunan Rekayasa Sipil II (HSKB 732)
KELOMPOK III
Perancangan Bangunan Rekayasa Sipil II (HSKB 732)
Maka Nilai dari momen yang terjadi adalah: Momen lapangan maksimum
= 146,921 kN.m
Momen tumpuan maksimum
= 18,687 kN.m
KELOMPOK III
Perancangan Bangunan Rekayasa Sipil II (HSKB 732) Momen maksimum pada slab dihitung dengan menggunakan software SAP2000:
Momen Akibat Berat Sendiri (MS) : Momen tumpuan,
MMS = 15,677 kN.m
Momen lapangan,
MMS =
10,912 kN.m
Momen Akibat Beban Mati Tambahan (MA) : Momen tumpuan,
MMA =
6,793 kN.m
Momen lapangan,
MMA =
4,729 kN.m
Momen Akibat Beban Lajur (Positif) : Momen tumpuan,
MMA =
30,961 kN.m
Momen lapangan,
MMA =
73,894 kN.m
Momen Akibat Beban Lajur (Negatif) : Momen tumpuan,
MMA =
65,148 kN.m
Momen lapangan,
MMA =
72,596 kN.m
Momen Akibat Beban Truk (TT) : Momen tumpuan,
MTT =
18,687 kN.m
Momen lapangan,
MTT =
146,921 kN.m
KELOMPOK III
Perancangan Bangunan Rekayasa Sipil II (HSKB 732) C. Kombinasi Pembebanan dari tiap beban yang bekerja kombinasi ini mengikuti Tabel 1 SNI 1725:2016 yaitu:
untuk perhitungan keamanan, diambil kondisi ultimit sehingga: 𝑈 𝛾𝑀𝑆 = 1,30 (Tabel 3 SNI 1725:2016) 𝑈 𝛾𝑇𝑇 = 1,8 (Tabel 13 SNI 1725:2016) 𝑈 𝛾𝑀𝐴 = 2,0 (Tabel 4 SNI 1725:2016).
Untuk jembatan penting 𝛾𝐸𝑄 = 0,3 (Pasal 6.1 SNI 1725:2016 Halaman 12). Beban yang bekerja pada pelat adalah Berat Sendiri (MS)
: Momen Lapangan Maksimum = 10,912 kN.m : Momen Tumpuan Maksimum = 15,677 kN.m
Beban Mati Tambahan (MA)
: Momen Lapangan Maksimum = 4,729kN.m : Momen Tumpuan Maksimum = 6,793 kN.m
Beban Hidup
: Momen Lapangan Maksimum = 146,921kN.m : Momen Tumpuan Maksimum = 65,148 kN.m
KELOMPOK III
Perancangan Bangunan Rekayasa Sipil II (HSKB 732) Maka hasil dari kombinasi pembebanan mengikuti tabel berikut:
Untuk Momen Lapangan Maksimum : MS TT MA TD TA TB Keadaan Batas PR TR PL TP SH Kuat I 34,5657 264,4578 Kuat II 34,5657 264,4578 Kuat III 34,5657 Kuat IV 34,5657 Kuat V 34,5657 Ekstrem I 0 73,4605 Ekstrem II 0 146,921 Daya Layan I 26,589 73,4605 Daya Layan II 26,589 190,9973 Daya Layan III 26,589 117,5368 Daya Layan IV 26,589 Fatik (TD dan TR) 110,1908
Gunakan Salah Satu EU
-
EW s
1,90 0,54 0,41 0,95 -
EW L
1,36 1,36 -
BF
EU n
TG
ES
-
-
-
-
EQ
TC
TV
-
-
-
Total (kNm)
299,02 299,02 36,47 34,57 36,47 73,46 146,92 101,81 217,59 144,13 27,54 110,19
Didapat Momen Lapangan Maksimum : 299,02 kN.m
Untuk Momen Tumpuan Maksimum : MS MA TA Keadaan Batas PR PL SH Kuat I Kuat II Kuat III Kuat IV Kuat V Ekstrem I Ekstrem II Daya Layan I Daya Layan II Daya Layan III Daya Layan IV Fatik (TD dan TR)
TT TD TB TR TP 11,35 11,35 11,35 11,35 11,35 11,35 11,35 7,02 7,02 7,02 7,02 -
Gunakan Salah Satu EU
25,99 20,21 4,33 7,22 14,44 18,77 11,55 -
-
EW s
1,90 0,54 0,41 0,95 -
EW L
1,36 1,36 -
BF
EU n
TG
ES
-
-
-
-
Didapat Momen Tumpuan Maksimum : 37,34 kN.m
D. Penulangan Pelat a. Data-data h
= 25 cm = 250 mm
b
= 1 m = 1000 mm
𝑓’𝑐
= 25 Mpa
ds
= 30 mm
D
= 16 mm
𝑓𝑦
= 360 Mpa
∅𝑠
= 10 mm
𝑓𝑦𝑠
= 240 Mpa
KELOMPOK III
EQ
TC
TV
-
-
-
Total (kNm)
37,34 31,56 13,25 11,35 13,25 15,68 18,57 23,23 25,79 18,57 7,97 -
Perancangan Bangunan Rekayasa Sipil II (HSKB 732) b. Tulangan Lentur Positif β1
= 0,85 (Untuk f’c ≤ 30 MPa)
𝜙
= 0,8 untuk lentur (SNI 03-2847-2002)
Mu
= Momen Maksimum Lapangan = 58,44 kN.m
Mn
=
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 𝜙
=
62,41 kN.m 0,8
= 78,01 kN.m = 78,01 × 106 N.mm
1. Tinggi Efektif Pelat (titik tangkap tulangan) d = h – ds - ∅s – ½ 𝐷 = 250 – 30 – 10 – ½ 16 = 202 mm 2. Rasio Tulangan Minimum Untuk f’c ≤ 30 Mpa : ρmin =
1,4 fy √𝑓𝑐
Untuk f’c > 30 Mpa : ρmin = 4. fy, tetapi tidak boleh kurang dari ρmin = f’c = 25 Mpa < 30 Mpa, maka : ρmin =
1,4 fy
1,4 fy
1,4
= 360 = 0,0039
3. Rasio Tulangan Maksimum β1 = 0,85 𝜌𝑚𝑎𝑥 = 0,75 . 𝜌𝑏 𝜌𝑚𝑎𝑥 = 0,75 [𝛽1 𝜌𝑚𝑎𝑥 = 0,75 [0,85.
0,85 . 𝑓𝑐 ′ 600 .( )] 𝑓𝑦 600 + 𝑓𝑦
0,85 . 25 600 .( )] = 0,0235 360 600 + 360
4. Rasio Tulangan Perlu 𝑅𝑛 = 𝜌𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 =
0,85.𝑓𝑐 ′ . (1 𝑓𝑦
− √1 −
𝑀𝑛 78,01 × 106 = = 1,91 𝑏. 𝑑2 1000𝑥2022
2.𝑅𝑛 0,85𝑥25 )= . (1 0,85.𝑓𝑐 ′ 360
− √1 −
2𝑥1,91 ) 0,85𝑥25
= 0,0056 > ρmin = 0,0039 (Memenuhi) 5. Luas Tulangan Perlu Asperlu = 𝜌perlu . b .d = 0,0056. 1000 . 202 = 1125,94 mm2 6. Jarak antar Tulangan Digunakan Tulangan Ulir diameter 16 mm Luas 1 Tulangan As = 2,011 cm2 (SNI 2052-2014 Baja Tulangan Beton) 𝐴 .𝑏
S𝑢 = 𝐴𝑠 𝑠
𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢
=
(2,011 × 102 )× 1000
Luas Tulangan Tepasang (Astu) = 7. Cek Daktilitas
KELOMPOK III
1125,94 𝐴𝑠 .𝑏 S𝑢
=
= 178,606 mm ≈ 150 mm
(2,011 × 102 )× 1000 150
=1340,67 mm2
Perancangan Bangunan Rekayasa Sipil II (HSKB 732) 𝐴𝑠𝑡
1340,67
Rasio Tulangan Terpasang : 𝜌𝑡 = 𝑏 ×𝑑𝑢 = 1000 ×202 = 0,0066 Syarat Daktilitas: ρmin ≤ 𝜌𝑡 ≤ 𝜌𝑚𝑎𝑥 0,0038 ≤ 0,0066 ≤ 0,0235 (Memenuhi) Jadi, Digunakan Tulangan Lentur Positif D16 – 150 mm c. Tulangan Tumpuan β1
= 0,85 (Untuk f’c ≤ 30 MPa)
𝜙
= 0,8 untuk lentur (SNI 03-2847-2002)
Mu
= Momen Maksimum Lapangan = 37,33 kN.m
Mn
=
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 𝜙
=
37,33 kN.m 0,8
= 46,66 kN.m = 46,66 × 106 N.mm
1. Tinggi Efektif Pelat (titik tangkap tulangan) d = h – ds - ∅s – ½ 𝐷 = 250 – 30 – 10 – ½ 16 = 202 mm 2. Rasio Tulangan Minimum Untuk f’c ≤ 30 Mpa : ρmin =
1,4 fy √𝑓𝑐
Untuk f’c > 30 Mpa : ρmin = 4. fy, tetapi tidak boleh kurang dari ρmin = f’c = 25 Mpa < 30 Mpa, maka : ρmin =
1,4 fy
1,4 fy
1,4
= 360 = 0,0039
3. Rasio Tulangan Maksimum β1 = 0,85 𝜌𝑚𝑎𝑥 = 0,75 . 𝜌𝑏 𝜌𝑚𝑎𝑥 = 0,75 [𝛽1 𝜌𝑚𝑎𝑥 = 0,75 [0,85.
0,85 . 𝑓𝑐 ′ 600 .( )] 𝑓𝑦 600 + 𝑓𝑦
0,85 . 25 600 .( )] = 0,0235 360 600 + 360
4. Rasio Tulangan Perlu 𝑅𝑛 = 𝜌𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 =
0,85.𝑓𝑐 ′ . (1 𝑓𝑦
− √1 −
𝑀𝑛 46,66 × 106 = = 1,14 𝑏. 𝑑2 1000𝑥2022
2.𝑅𝑛 0,85𝑥25 )= . (1 0,85.𝑓𝑐 ′ 360
− √1 −
2𝑥1,14 ) 0,85𝑥25
= 0,0033 < ρmin = 0,0039 (Tidak Memenuhi) Koreksi nilai 𝜌𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 , maka : 4
4
𝜌𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 = 3 × 𝜌𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 = 3 × 0,0033 = 0,0044 > ρmin = 0,0039 (Memenuhi) 5. Luas Tulangan Perlu Asperlu = 𝜌𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 . b .d = 0,0044. 1000 . 202 = 879,915 mm2
KELOMPOK III
Perancangan Bangunan Rekayasa Sipil II (HSKB 732) 6. Jarak antar Tulangan Digunakan Tulangan Ulir diameter 16 mm Luas 1 Tulangan As = 2,011 cm2 (SNI 2052-2014 Baja Tulangan Beton) 𝐴 .𝑏
S𝑢 = 𝐴𝑠 𝑠
𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢
=
(2,011 × 102 )× 1000 879,915
Luas Tulangan Tepasang (Astu) =
𝐴𝑠 .𝑏 S𝑢
=
= 228,545 mm ≈ 200 mm
(2,011 × 102 )× 1000 200
=1005,5 mm2
7. Cek Daktilitas 𝐴𝑠𝑡
1005,5
Rasio Tulangan Terpasang : 𝜌𝑡 = 𝑏 ×𝑑𝑢 = 1000 ×202 = 0,0050 Syarat Daktilitas: ρmin ≤ 𝜌𝑡 ≤ 𝜌𝑚𝑎𝑥 0,0038 ≤ 0,0050 ≤ 0,0235 (Memenuhi) Jadi, Digunakan Tulangan Lentur Negatif D16 – 200 mm
d. Tulangan Pembagi Arah Memanjang Diambil 50% dari luas tulangan pokok yang paling besar : As’ = 50% Ast
= 50% (1340,67 mm2) = 670,35 mm2
Dipakai Tulangan Polos Øs
= 10 mm
Luas Tulangan
= ¼ 𝜋 Øs2 = ¼ 𝜋 102 = 78,5 mm2
Jarak antar tulangan pembagi S =
(¼ 𝜋 Ø2𝑠 ) ×1000 670,35
= 117,103 mm ≈ 100 mm
Jadi, Digunakan Tulangan Pembagi arah memanjang Ø10 – 100 mm.
KELOMPOK III