CASE PASIEN STROKE HAEMORAGIK
PEMBIMBING Dr. Zainal Arifin, Sp.S
Disusun Oleh Tyas Cempaka Sari 030.06.261
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF RUMAH SAKIT MARZOEKI MAHDI BOGOR PERIODE 18 JUNI 2012 – 20 JULI 2012 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga pembuatan karya tulis berupa laporan kasus departemen neurologi yang berjudul “Stroke Hemoragik” dapat tersusun dan terselesaikan tepat pada waktunya. Terima kasih kami ucapkan kepada dr. Zaenal Arifin, Sp.S, selaku pembimbing penulisan yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian laporan kasus ini. Adapun pembuatan tulisan ini bertujuan untuk mendiskusikan kasus stroke hemoragik, mulai dari pengertian hingga penatalaksanaannya pada pasien yang dirawat inap selama masa kepaniteraan klinik penulis di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan mendukung penerapan klinis yang lebih baik dalam memberikan kontribusi positif sistem pelayanan kesehatan secara optimal. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih banyak terdapat kekurangan di dalam penulisannya, baik di dalam penyusunan kalimat maupun di dalam teorinya, mengingat keterbatasan dari sumber referensi yang diperoleh penulis serta keterbatasan penulis selaku manusia biasa yang selalu ada kesalahan. Oleh karena itu, penulis membutuhkan kritik dan saran. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juni 2012
Penulis
BAB 1 STATUS PASIEN I.
IDENTITAS
Nama
: Tn. C
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 58 tahun
Alamat
: KP Jawa Rt01/ Rw10, Ciomas, Jawa Barat
Status Pernikahan
: Menikah
Suku
: Sunda
Pekerjaan
: Buruh
Pendidikan Terakhir
: SMA
Tanggal Masuk RS
: 13 Juni 2012 (09.30)
II.
ANAMNESA Keluhan Utama Kedua tangan dan kaki tidak bisa digerakan sejak 6 jam yang lalu
Perjalanan Penyakit Pasien datang ke IGD RSMM Bogor dengan keluhan adanya kedua tangan dan kaki tiba-tiba lemas sehingga tidak bisa digerakan sejak 6 jam sebelum masuk RS. Dikatakan bahwa kedua tangan dan kaki tidak bisa digerakan secara tiba-tiba saat pasien bangun tidur untuk pergi ke kamar mandi, awalnya pasien sempat berjalan beberapa langkah namun setelah kirakira 20 langkah tiba-tiba pasien terjatuh dengan posisi terduduk dan pelipis kiri terbentur tembok namun pasien menyangkal adanya keluar cairan atau darah dari lubang hidung atau telinga setelah pasien terjatuh. Pasien mengatakan tangan dan kaki kanannya lebih terasa lemah dan lebih tidak bisa digerakkan dibanding yang sebelah kiri. Pasien juga mengeluhkan adanya bicara yang pelo sejak pasien terjatuh serta nyeri kepala yang disertai mual namun pasien tidak muntah.
Riwayat Penyakit Dahulu Pasien mengaku memiliki riwayat hipertensi sejak lama, namun pasien jarang berobat dan minum obat hipertensi tidak teratur. Pasien menyangkal kencing manis, penyakit jantung, paru, ginjal, maupun alergi terhadap makanan maupun obat.
Riwayat Penyakit Keluarga Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang memiliki gejala penyakit
yang
sama
sepertinya.
Terdapat
riwayat
hipertensi
pada
keluarganya, namun tidak ada riwayat kencing manis, penyakit jantung, paru, ginjal maupun alergi terhadap makanan atau obat di keluarga pasien.
III. STATUS INTERNA SINGKAT 1.
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2.
Tanda Vital
:
a.
Kesadaran
: GCS E4M6V5
b.
Tekanan darah
: 260/150 mmHg
c.
Nadi
: 84x/menit
d.
Suhu
: 360C
e.
Pernapasan
: 28x/menit
f.
BB
: 60 kg
g.
TB
: 162 cm
3.
Jantung
: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
4.
Paru
: Suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
5.
Abdomen
: Datar, supel, bising usus (+) 3x/menit
6.
Extremitas
: Akral hangat (+/+/+/+), oedem (-/-/-/-)
IV. STATUS PSIKIATRI SINGKAT
Emosi dan Afek : stabil, serasi
Proses Berpikir
: baik
Kecerdasan
: baik
V.
STATUS NEUROLOGI
Kesan Umum Kesadaran
: compos mentis, GCS E4M6V5
Pembicaraan : Disartri
: tidak
Monoton
: tidak
Scanning
: tidak
Afasia
: tidak
Kepala
:
Besar
: normocephali
Asimetris
: tidak
Tortikolis
: tidak
Mask (topeng) : tidak Fullmoon
: tidak
Lain-lain
: tidak
Pemeriksaan Khusus 1.
2.
Rangsang selaput otak Kaku kuduk
: (-)
Kernig
: 1350/1350
Brudzinski I
: -/-
Brudzinski II
: -/-
Nervus Kranialis Nervus I Hypo/anosmia
: (-)
Nervus II Visus
: 6/60 – 6/60
Campus warna
: tidak dilakukan
Melihat warna
: baik
Funduscopi
: tidak dilakukan
Nervus III, IV, VI Kedudukan bola mata
: ortoforia / ortoforia
Pergerakan bola mata Ke atas
: (+)/(+)
Ke temporal
: (+)/(+)
Ke bawah
: (+)/(+)
Ke temporal bawah
: (+)/(+)
Eksopthalmus
: (-)/(-)
Ptosis
: (-)/(-)
Pupil Bentuk
: bulat/bulat
Lebar
: Ø 3mm/3mm
Anisokoria
: tidak
Reaksi cahaya langsung
: +/+
Reaksi cahaya konsensuil
:+/+
Reaksi akomodasi
:+/+
Reaksi konvergensi
:+/+
Nervus V Cabang motorik Otot masseter
: dalam batas normal
Otot temporal
: dalam batas normal
Otot pterygoidus int./eks.
: dalam batas normal
Cabang sensorik I
: baik
II
: baik
III
: baik
Refleks kornea langsung
: +/+
Refleks kornea konsensuil
: +/+
Nervus VII Waktu diam Kerutan dahi
: simetris
Tinggi alis
: simetris
Sudut mata
: simetris
Lipatan nasolabial
: simetris
Sudut mulut
: simetris
Waktu gerak Mengerut dahi
: tidak simetris (tertarik ke kiri)
Menutup mata
: simetris
Bersiul
: simetris
Memperlihatkan gigi
: tidak simetris (tertarik ke kiri)
Pengecapan 2/3 depan lidah
: tidak dilakukan
Hiperakusis
: tidak dilakukan
Sekresi air mata
: tidak dilakukan
Nervus VIII Vestibular Vertigo
: (-)
Nistagmus
: (-)
Tinnitus aureum
: tidak dapat dilakukan
Cochlear Weber
: tidak dilakukan
Rinne
: tidak dilakukan
Schwabach
: tidak dilakukan
Nervus IX, X Bagian motorik Suara biasa/ parau/ tidak bersuara : biasa Kedudukan arcus faring
: simetris
Kedudukan uvula
: di tengah
Pergerakan arcus faring/ uvula
: simetris
Detak jantung
: reguler, murmur (-), gallop (-)
Bising usus
: (+)
Menelan
: dapat
Bagian sensorik Pengecapan 1/3 belakang lidah
: tidak dilakukan
Refleks muntah
: tidak dilakukan
Refleks palatum molle
: tidak dilakukan
Nervus XI Mengangkat bahu
: baik
Memalingkan kepala
: baik
Nervus XII Kedudukan lidah waktu istirahat
: di tengah
Atrofi
: tidak
Fasikulasi/tremor
: tidak
Kekuatan lidah menekan pada bagian dalam pipi: baik 3.
Sistem motorik Kekuatan otot Tubuh Otot perut
: baik
Otot pinggang
: baik
Kedudukan difragma
:
Gerak
: simetris
Istirahat
: simetris
Lengan M. deltoid (adduksi lengan atas)
: 2/4
M. biceps (fleksi lengan atas)
: 2/4
Fleksi sendi pergelangan tangan
: 2/4
Ekstensi sendi pergelangan tangan
: 2/4
Membuka jari-jari tangan
: 2/4
Menutup jari-jari tangan
: 2/4
Tungkai Fleksi artic. Coxae
: 2/4
Ekstensi artic. Coxae
: 2/4
Fleksi sendi lutut
: 2/4
Ekstensi sendi lutut
: 2/4
Fleksi plantar kaki
: 2/4
Ekstensi dorsal kaki
: 2/4
Gerakan jari-jari
: 2/4
Besar otot
Atrofi
: (-)
Pseudoatrofi
: (-)
Respon terhadap perkusi Myoedema
: (-)
Reaksi myotonik
: (-)
Palpasi otot Nyeri
: (-)
Kontraktur
: (-)
Konsistensi
: baik
Tonus otot Tonus otot
Lengan
Tungkai
Hipotoni
(-)
(-)
Spastik
(-)
(-)
Rigid
(-)
(-)
Rebound phenomen
(-)
(-)
Gerakan involunter Tremor
: (-)
Chorea
: (-)
Athetose
: (-)
Myokloni
: (-)
Ballismus
: (-)
Torsion spasme
: (-)
Fasikulasi
: (-)
Myokymia
: (-)
Koordinasi Jari tangan-jari tangan
: baik
Jari tangan-hidung
: baik
Ibu jari kaki-jari tangan
: tidak dilakukan
Tumit-lutut
: baik
Pronasi-supinasi
: baik
Tapping dengan jari-jari tangan
: tidak dilakukan
Station Romberg test: jatuh ke: tidak 4.
Sistem Sensorik Rasa eksteroseptif Rasa nyeri superfisial
: baik
Rasa suhu (panas/dingin)
: tidak dilakukan
Rasa raba ringan
: baik
Rasa propioseptif Rasa getar
: tidak dilakukan
Rasa tekan
: baik
Rasa nyeri tekan
: baik
Rasa gerak dan posisi lengan tungkai: baik Rasa enteroseptif Referred pain 5.
6.
: tidak dilakukan
Gangguan Fungsi Luhur Apraksia
: (-)
Alexia
: (-)
Agraphia
: (-)
Fingeranogsia
: (-)
Membedakan kanan dan kiri
: (-)
Acalculia
: (-)
Refleks Refleks tendon/periost Refleks biceps
: +/+
Refleks triceps
: +/+
Refleks patella
: +/+
Refleks achilles
: +/+
Refleks patologik Tungkai Babinski
: -/-
Chaddock
: -/-
Oppenheim
: -/-
Rossolimo
: -/-
Gonda
: -/-
Gordon
: -/-
Schaefer
: -/-
Lengan Hoffman-tromer : -/-
7.
8.
Leri
: -/-
Mayer
: -/-
SSO Miksi
: baik
Defekasi
: baik
Sekresi keringat
: baik
Salivasi
: baik
Gangguan vasomotor
: tidak ada
Gangguan tropic kulit, kuku, rambut
: tidak ada
Columna Vertebralis Kelainan lokal Skoliosis
: (-)
Khyposis
: (-)
Khyposkoliosis
: (-)
Nyeri tekan/ketok lokal : (-) Gerakan cervical vertebrae Fleksi
: baik
Ekstensi
: baik
Lateral deviasi
: baik
Rotasi
: baik
Gerakan dari tubuh Membungkuk
: baik
Ekstensi
: nyeri
Lateral deviasi
: nyeri
9.
Tes Provokasi (D/S)
Tes Valsava
: (-)
Tes Distraksi
: (-)
Tes Kompresi
: (-)
Naffziger
: (-)
Tes Laseque
: 700/700
Tes Patrick
: (-)
Tes Contra Patrick : (-)
VI. RESUME Pasien laki-laki usia 58 tahun datang dengan keluhan kedua tangan dan kaki yang lemas sehingga tidak bisa digerakan sejak 6 jam AMRS. Dikatakan bahwa kedua tangan dan kaki tidak bisa digerakan secara tiba-tiba saat pasien bangun tidur untuk pergi ke kamar mandi, awalnya pasien sempat berjalan beberapa langkah namun setelah kira-kira 20 langkah tiba-tiba pasien terjatuh dengan posisi terduduk dan pelipis kiri terbentur tembok. Pasien mengatakan tangan dan kaki kanannya lebih terasa lemah dan lebih tidak bisa digerakkan dibanding yang sebelah kiri. Pasien juga mengeluhkan adanya bicara yang pelo sejak pasien terjatuh serta nyeri kepala yang disertai mual. Pasien memiliki riwayat hipertensi namun jarang berobat dan tidak teratur minum obat. Pada pemeriksaan fisik ditemukan : Keadaan Umum : Tampak sakit ringan Kesadaran
: compos mentis
Tanda Vital : Tekanan darah
: 260/150 mmHg
Nadi
: 84x/menit
Suhu
: 360C
Pernapasan
: 28x/menit
Status generalis
: dalam batas normal.
Status neurologis
: GCS E4M6V5
Tanda Rangsang Meningeal
: dalam batas normal
Saraf kranialis
: Parese N.VII dextra
Sistem motorik
:
Lengan kanan/kiri
: 2222/4444
Tungkai kanan/kiri : 2222/4444 Sistem sensorik : dalam batas normal Refleks fisiologis : dalam batas normal Refleks patologis : (-)
VII. DIAGNOSIS Diagnosis Klinis
: Hemiparese dextra + Parese N.VII dextra
Diagnosis Topis
: Hemisfer Sinistra
Diagnosis Etiologi : Stroke ICH
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Hemoglobin
13,4
13 – 18
Leukosit
9.770
4000 – 10000
Trombosit
187.000
150000 – 400000
Hematokrit
39
40 – 54
SGOT
45
< 42
SGPT
43
<47
Ureum
113,9
10 – 50
Kreatinin
5,18
0,67 – 1,36
Glukosa Sewaktu
137
< 140
Pemeriksaan CT-Scan (kepala tanpa kontras) Kesan : Perdarahan intracerebral dengan oedem perifokal di temporoparietal dan frontal sinistra yang menyebabkan midline shift ke kanan ± 5mm.
IX. PENATALAKSANAAN Non medikamentosa:
Tirah baring
Medikamentosa:
X.
IVFD RL 16 tpm
Inj. Takelin 2x500 mg
Inj. Piracetam 3x3 mg
Inj. Ranitidin 2x1
Amlodipin tab 2x5 mg
PROGNOSIS Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad fungsionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3.1
Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.5, 12
3.2
Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama
kecacatan.2 Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya akan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan kecacatan, dan sepertiga sisanya dapat sembuh kembali seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per tahunnya.5 Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik kuhusnya perdarahan intraserebral. Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar 40-80% yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47% wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan outcome yang lebih buruk.2
3.3
Etiologi Stroke Hemoragik Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu: 6
Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
Ruptur kantung aneurisma
Ruptur malformasi arteri dan vena
Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
Septik embolisme, myotik aneurisma
Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
Amiloidosis arteri
Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.
3.4
Faktor Risiko Stroke Hemoragik Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke
hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut. 7 Faktor Resiko
Keterangan
Umur
Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi
Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya, risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Seks
Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum usia 65.
Riwayat
Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
keluarga
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-laki
dizigotik
yang
menunjukkan
kecenderungan
genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia kelas menengah atas di California. Diabetes
Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,
mellitus
diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya normal.
Penyakit Arteri koroner
:
Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena miocard infarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi : Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke Fibrilasi atrial : Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke sebesar 17 kali.
Lainnya : Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum
atrium, aneurisma septum
atrium,
dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta. Karotis bruits
Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Merokok
Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi, menunjukkan peningkatan
bahwa risiko
merokok stroke
untuk
jelas
menyebabkan
segala
usia
dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali
seperti bukan
perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian. Peningkatan
Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit
hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan
adalah
dari
isi
sel
darah
merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia, hyperfibrinogenemia,
atau
paraproteinemia,
biasanya
menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi
trombosit
akibat
trombositosis.
Perdarahan
Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi. Peningkatan
Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk
tingkat
stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga
fibrinogen
telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein
dan system
kelainan C serta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
pembekuan Hemoglobinopat
Sickle-cell disease :
hy
Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik, intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria : Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral Penyalahgunaan
Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
obat
methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan
subarachnoid
dan
difarction
otak
telah
dilaporkan setelah penggunaan kokain. Hiperlipidemia
Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian
hiperkolesterolemia
menurun
dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar. Kontrasepsi oral
Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat
koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun Diet
Konsumsi alkohol
:
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi.
Kegemukan
:
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen keatherosklerotik infark otak berikutnya. Penyakit pembuluh darah Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah. perifer Infeksi
Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemia
Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi
atau
risiko stroke di usia muda adalah 10-16%.
homosistinuria
Migrain
Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain.
Suku bangsa
Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara tidak proporsional dari kelompok lain.
Lokasi geografis
Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa, stroke merupakan penyebab kematian ketiga paling sering, setelah penyakit jantung dan kanker. Paling sering, stroke disebabkan oleh perubahan aterosklerotik bukan oleh perdarahan. Kekecualian adalah pada setengah perempuan berkulit hitam, di puncak pendarahan yang daftar. Di Jepang, stroke hemorragik adalah penyebab utama kematian pada orang
dewasa,
dan
perdarahan
lebih
umum
dari
aterosklerosis. Sirkadian faktor
dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi musim dan siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke. Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.
3.5
Patogenesis Stroke Hemoragik
A.
Perdarahan Intraserebral Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi
kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.7 Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan gangguan
dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan intraserebral.7
B. Perdarahan Subaraknoid Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala.
Namun,
perdarahan karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.7 Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri itu.7 Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital.7 Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah.7
3.6
Patofisiologi Stroke Hemoragik Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran
dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.8
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+.8 Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.8 Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.8 Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbik.8 Penyumbatan
arteri
serebri
posterior
menyebabkan
hemianopsia
kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.8 Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.8 Penyumbatan
total
arteri
basilaris
menyebabkan
paralisis
semua
eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri
basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan:8
Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).
Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia (traktus piramidal).
Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus spinotalamikus).
Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus), singultus (formasio retikularis).
Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan persarafan simpatis).
Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran tetap dipertahankan).
3.7
Gejala Klinis Stroke Hemoragik Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan
perdarahan intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.2 Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan, kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong, dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong bidang
visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.2 Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.2,9
A.
Perdarahan Intraserebral Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari
jumlah penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh.
Orang
mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik sampai menit.2,9
B.
Perdarahan Subaraknoid Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:2,9
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut sakit kepala halilintar)
Sakit pada mata atau daerah fasial
Penglihatan ganda
Kehilangan penglihatan tepi Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya
aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.2,9 Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan mencapai puncak dalam beberapa detik. kehilangan kesadaran singkat.
Hal ini sering diikuti dengan
Hampir setengah dari orang yang terkena
meninggal sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. 2,9 Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. 2 Sekitar
25%
dari
orang
yang
mengalami
gejala-gejala
yang
mengindikasikan kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 2,9
Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa
menit atau jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti: 2,9
Hydrocephalus Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid dapat membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat meningkatkan risiko koma dan kematian.
Vasospasm Sekitar 3 sampai 10 hari setelah perdarahan itu, arteri di otak dapat kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.
Pecah kedua Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam seminggu.
3.8
Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama
pasien. Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak.1 Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada pasien stroke dengan perdarahan intraserebral.11
Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi mengenai perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan berat tidaknya keadaan perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan keluaran pasien. 10
Sistem grading yang dipakai antara lain :
Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage
WFNS SAH grade WFNS grade
GCS Score
Major facal deficit
1
15
-
2
13-14
-
3
13-14
+
4
7-12
+ or -
5
3-6
+ or -
0
Modified Hijdra score
Fisher grade
Dari keempat grading tersebut yang dipakai dalam studi cedera kepala yaitu modified Hijdra score dan Fisher grade. Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH primer akibat rupturnya aneurisma. 10 Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa.2 Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan. Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat digunakan.2 CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.2 MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan
daripada
mengidentifikasi
CT
scan,
malformasi
menyebabkan perdarahan.2
terutama
vaskular
yang
stroke
iskemik.
mendasari
atau
MRI
dapat
lesi
yang
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki kejadian signifikan dengan stroke.2 Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti: ensefalitis, meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik, perdarahan
subaraknoid,
hematoma
subdural,
kedaruratan
hipertensif,
hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic Attack (TIA).2
3.9
Penatalaksanaan Stroke Hemoragik
A.
Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
B.
1.
Evaluasi cepat dan diagnosis
2.
Terapi umum (suportif) a.
stabilisai jalan napas dan pernapasan
b.
stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c.
pemeriksaan awal fisik umum
d.
pengendalian peninggian TIK
e.
penanganan transformasi hemoragik
f.
pengendalian kejang
g.
pengendalian suhu tubuh
h.
pemeriksaan penunjang
Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS) Terapi medik pada PIS akut: a.
Terapi hemostatik 1
Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.
Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.
Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
b.
Reversal of anticoagulation 1
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet, atau keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.
c.
Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap kontroversial.
Tidak dioperasi bila: 1 •
Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
•
Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
Dioperasi bila: 1
•
Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya dibedah.
•
PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi strukturnya terjangkau.
•
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
•
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.
C.
Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid 1.
Pedoman Tatalaksana 1 a.
Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan neurologi yang timbul.
b.
Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif: 1
Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat darurat.
Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas yang adekuat.
Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian status neurologi.
2.
Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1 a.
Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.
b.
Terapi
antifibrinolitik
untuk
mencegah
perdarahan
ulang
direkomendasikan pada keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan
resiko
rendah
untuk
terjadinya
vasospasme
atau
memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda. c.
Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. 3.
Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.
Operasi pada aneurisma yang rupture 1 a.
Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang setelah rupture aneurisma pada PSA.
b.
Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA, banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien dengan grade yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik khusus.
c.
Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk perdarahan ulang.
4.
Tatalaksana pencegahan vasospasme 1 a.
Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.
b.
Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan “cerebral perfusion pressure” sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
c.
Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.
d.
Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e.
Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
Pencegahan vasospasme:
Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
Jaga keseimbangan cairan.
Delayed vasospasm:
Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14 mmHg.
5.
Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.
Antifibrinolitik Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obatobat yang sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan dosis 6-12 g/hari.1
6.
Antihipertensi 1 a.
Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik (TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum tindakan operasi aneurisma clipping).
b.
Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c.
Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan memberikan efek takikardi.
d.
Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang mungkin terjadi akibat vasospasme.
7.
Hiponatremi Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1 Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan hiponatremi.1 8. Kejang Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan
tidak
direkomendasikan
secara
rutin,
hanya
dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.1 Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis 100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri media.1 8.
Hidrosefalus 1 a.
Akut (obstruksi) Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama. Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang dan infeksi.
b.
Kronik (komunikan) Sering
terjadi
setelah
PSA.
Dilakukan
pengaliran
cairan
serebrospinal secara temporer atau permanen seperti ventriculoperitoneal shunt. 9.
Terapi Tambahan 1 a.
Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression devices.
b.
Analgesik:
Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
Tylanol dengan kodein.
Hindari asetosal.
Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/46 jam.
Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
Propofol 3-10 mg/kg/jam.
Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
Antagonis H2
Antasida
Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.
Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.
3.10 Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen.2 Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.2
3.11 Pencegahan Stroke Hemoragik Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1
Mengatur pola makan yang sehat
Melakukan olah raga yang teratur
Menghentikan rokok
Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
Memelihara berat badan yang layak
Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
Pemakaian antiplatelet Pada
pencehagan
sekunder
stroke,
yang
harus
dilakukan
adalah
pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.1
DAFTAR PUSTAKA 1.
Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
2.
Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. [diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]
3.
Rohkamm, Reinhard. Color Atlas of Neurology. Edisi 2. BAB 3. Neurological Syndrome. George Thieme Verlag: German, 2003.
4.
Tsementzis, Sotirios. A Clinician’s Pocket Guide: Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery. George Thieme Verlag: New York, 2000.
5.
Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003
6.
Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New York, 2005.
7.
Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme Stuttgart. 2000.
8.
Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.
9.
MERCK,
2007.
Hemorrhagic
Stroke.
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html
Diperoleh
dari:
[Tanggal: 23 Mei
2010]. 10. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007. Diunduh dari: http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@uuz QoKCrsAAFbxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik%20 M.doc?nmid=88307927 [Tanggal: 24 Mei 2010] 11. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006. Diunduh
dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahO tak021.pdf/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html [Tanggal: 24 Mei 2010]
12. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6. EGC, Jakarta. 2006.