Ferry Rippun Gideon Manalu, Nelson Sudiyono, Desain Alat Bantu Rehabilitasi Motorik...45
DESAIN ALAT BANTU REHABILITASI MOTORIK SEDERHANA (ABRAMS) Ferry Rippun Gideon Manalu1, Nelson Sudiyono2, Daniel Edbert Liang2 Fakultas Teknik, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Fakultas Kedokteran, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya 1 email:
[email protected]
ABSTRAK
Makalah ini membahas mengenai perancangan dan realisasi Alat Bantu Rehabilitasi Motorik Sederhana (ABRAMS). ABRAMS merupakan alat bantu rehabilitasi paska stroke sederhana yang dapat memulihkan kekuatan menggenggam dan meningkatkan rentang pergerakan (Range Of Movement) pergelangan tangan pada pasien pasca stroke. Alat bantu yang umum digunakan berbasis robotik pasif/ aktif. Dalam makalah ini akan dibahas rancangan ABRAMS tanpa teknologi robotik, tetapi menggunakan sensor tekanan MPX5700 dan kamera berbasis pengolahan citra. Hasil desain system memperlihatkan bahwa system sudah dapat memberikan data-data yang penting untuk proses rehabilitasi yaitu mendeteksi kekuatan genggaman dan pendeteksian gerakan pergelangan tangan menggunakan web kamera. Dari hasil rancangan ini dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengklasifikasi kekuatan tangan dan gerakan untuk penyempurnaan system ABRAMS. Kata kunci: ABRAMS, pengolahan citra, sensor tekanan MPX5700, arduino, web camera
ABSTRACT This paper will discuss the design and realization Simple Motoric Rehabilitation Assistance Device (SMRAD or ABRAMS=Alat Bantu Rehabilitasi Motorik Sederhana). ABRAMS is a simple rehabilitation assistance device for post-stroke patients which can help the recovery of grip power and improve the wrist’s range of movement in those patients. The common device known now is passive or active robotic-based device. ABRAMS design uses no robotic technology but uses MPX5700 pressure sensor, camera and image processing-based technology instead. The result of ABRAMS design implementation shows that the system gave important data about rehabilitation process i.e it can detect grip power and wrist movement using web camera. This result is useful for further research to classify grip power and movement, to improve the ABRAMS system. Keywords: ABRAMS, image processing, MPX5700 pressure sensor, arduino, web camera
46 JURNAL ELEKTRO, Vol. 9, No.1, April 2016: 1 - 68
PENDAHULUAN Stroke merupakan penyebab kematian 15.4% dari seluruh total kematian di Indonesia. Terjadi peningkatan prevalensi stroke di Indonesia dari 8,3 per 1000 penduduk (2007) menjadi 12,1 per 1000 penduduk (2013)[10]. Prevalensi Stroke tertinggi di Sulawesi Utara (10,8‰), diikuti DI Yogyakarta (10,3‰), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masingmasing 9,7 per mil[4]. Selain itu, stroke juga merupakan penyebab utama disabilitas pada pasien usia di atas 60 tahun[13]. Di Amerika Serikat, kurang lebih ada 700.000 kasus stroke dengan 175.000 kematian setiap tahunnya. Menurut American Heart Association, dalam dekade terakhir angka kematian akibat stroke telah berkurang sebanyak 12% namun jumlah penderita stroke dapat meningkat lagi[13][11]. Di Indonesia sendiri, stroke menempati urutan pertama sebagai penyakit penyebab kematian di rumah sakit dengan persentase 5,2% dari seluruh jumlah kematian di rumah sakit pada tahun 2006[7]. Sebanyak 88% pasien dengan stroke menderita hemiparesis dengan sebagian besar menderita kelumpuhan yang lebih berat pada ekstremitas atas dibanding ekstremitas bawah. Hal ini mungkin terjadi karena stroke lebih banyak terjadi pada teritori arteri cerebri media. Kelumpuhan ekstremitas atas tentunya sangat menurunkan kualitas hidup pasien karena sebagian besar aktivitas hidup sehari-hari membutuhkan keterlibatan lengan dan tangan. Namun tingkat pemulihan ekstremitas atas tidak sebaik ekstremitas bawah karena fungsi ekstremitas atas sangat bergantung pada kontrol motorik halus yang rumit untuk pekerjaan fungsional dan gerakan kasar dari bagian proksimal[16]. Partisipasi ulangan pasien dalam program terapi fisik yang aktif dapat memberikan dampak langsung dalam proses reorganisasi otak dan meningkatkan pemulihan saraf[3]. Teknik yang lebih baru
seperti Constraint-Induced Movement Training (CIMT) dan pelatihan robotik telah mulai digunakan dalam terapi fisik. Teknik CIMT ,yang berupa pelatihan berulang berorientasi tugas dan pembentukan perilaku, memperbaiki bukan hanya motorik saja namun juga fungsi perilakunya[8]. Uji klinis telah membuktikan bahwa terapi robotik dapat meningkatkan fungsi ekstremitas atas melalui stimulasi pergerakan yang repetitif. Terapi berbantu robot membantu pemulihan pasien selama ia menggerakkan tangannya yang telah disokong oleh robotic arms(lengan robotik) secara aktif maupun pasif[6][17]. Namun penggunaan terapi berbasis robotik yang ada membutuhkan dana besar, pusat rehabilitasi tersendiri, operator spesifik, dan perawatan yang sulit untuk komponen yang sensitif.
Gambar 1. Sistem Exoskeleton untuk terapi pasca stroke berbasis lengan robotic[17] Dengan bertolak dari permasalahan ini, maka peneliti berinisiatif untuk membuat sebuah alat sederhana yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan menggenggam pasien stroke serta membantu memulihkannya. Desain alat menggunakan spyghmomanometer aneroid yang tersedia luas dan peranti lunak yang nantinya bisa dimanfaatkan pada fasilitas manapun yang mempunyai komputer dan kamera web. Dengan rancangan ABRAMS
Ferry Rippun Gideon Manalu, Nelson Sudiyono, Desain Alat Bantu Rehabilitasi Motorik...47
ini diharapkan dapat semakin meningkatkan kualitas hidup pasien stroke dengan meningkatkan motivasi dan mempercepat pemulihan pada tahap pemulihan awal.
TEORI DASAR A. Definisi dan tipe stroke Stroke merupakan gangguan akibat hilangnya fungsi otak yang disebabkan kelainan dari suplai darah yang biasanya mengarah pada defisit sensorik, motorik, dan kognitif secara permanen[7]. Istilah stroke diaplikasikan untuk sindrom neurologis fokal dan tiba-tiba yang disebabkan karena penyakit serebrovaskuler. Ada dua tipe utama yaitu stroke iskemik dengan atau tanpa infark dan stroke hemoragik[13]. Dari seluruh angka kejadian stroke, 85% merupakan stroke iskemik dan 15% merupakan stroke hemoragik[11]. B. Patofisiologi Stroke Pembuluh darah otak yang tersumbat menyebabkan terganggunya suplai darah ke jaringan otak. Sel iskemik ini akan mengeluarkan glutamat yang dalam jumlah berlebihan bersifat neurotoksik. Selama proses ini, dihasilkan pula radikal bebas yang memicu peroksidasi dan disrupsi membran sel[4][14]. Gangguan suplai darah pada regio korteks atau batang otak yang diperdarahinya mengganggu bermacam2 jalur motorik yang mengarah ke medula spinalis dan menyebabkan kumpulan gangguan motorik yang dapat dibedakan dengan jelas[5]. C. Rehabilitasi Neurologis Pemulihan neurologis terjadi segera setelah stroke dan dipercaya sebagai hasil dari beberapa mekanisme. Pemulihan yang terlihat pada hari-hari pertama setelah stroke tampaknya meliputi perbaikan dari penumbra yang iskemik dan pemulihan
edema dan efek sampingan yang berhubungan. Faktor lain yang mempengaruhi pemulihan neurologis adalah plastisitas otak dan reorganisasi dari fungsi korteks serebri. Di mana ketika sebuah area di otak yang terkait dengn aktivitas tertentu mengalami kerusakan maka area lain akan mengambil alih fungsi area yang rusak tersebut melalui pembentukan koneksi yang baru di antara neuron-neuron yang masih ada. Pembentukan koneksi baru ini terjadi melalui proses pembelajaran atau pengalaman[8][14][5]. Pemulihan neurologis juga dapat dibantu melalui latihan neurodevelopmental yang diusulkan oleh Bobath, pelatihan kegiatan berbasis fungsional (seperti berlatih pindah dan berjalan dini), dan beberapa fokus pada pelatihan berulang. Latihan-latihan ini dapat membantu proses pemulihan otak dan reorganisasi fungsi korteks serebri[8]. Latihan neurodevelopmental ditujukan untuk menormalkan tonus otot dan mencegah spastisitas berlebih. Brunnstrom menekankan pola gerakan sinergis fleksor dan ekstensor saat pemulihan awal yang mengaktivasi otototot tersebut sehingga dapat memancing aktivasi volunter. Fasilitasi proprioseptif neuromuskular dikembangkan oleh Kabat et al dan bergantung pada peregangan cepat dan pertahanan manual dari aktivasi otot. Secara umum, masih sedikit bukti empirik yang mendukung kedua teori ini dan sekarang kedua teori tersebut mulai digantikan dengan pendekatan latihan berorientasi tugas[8]. D. Kinesiologi fungsi menggenggam dan pergerakan pergelangan tangan[15] Fungsi menggenggam dan pergerakan pergelangan tangan melibatkan otot-otot yang dipersarafi oleh serabut yang kompleks berasal dari cabang nervus spinalis C6-T1. Area otak yang terlibat dalam kontrol jalur piramidalis dari gerakan tangan dan pergelangan tangan merupakan area yang cukup luas yang jika fungsinya dapat membaik juga akan
48 JURNAL ELEKTRO, Vol. 9, No.1, April 2016: 1 - 68
mempengaruhi area otak yang luas yang diperlihatkan pada Tabel 1. Pemeriksaan kekuatan motorik yang dilakukan secara klinis umumnya menggunakan Manual Muscle Testing yang diperlihatkan pada Tabel 2.
Pemeriksaan klinis ini memberikan gambaran objektif terhadap pemeriksa namun tidak dapat memberikan keterangan secara tepat (numerik) mengenai kekuatan motorik pasien
Tabel 1. Otot-Otot Yang Terlibat Dalam Fungsi Menggenggam dan Pergelangan Tangan dan Sudut Rentang Pergerakan Fungsi Regio Otot Fleksor Otot Ekstensor Grip Digiti I Adduktor policis digiti I Abduktor pollicis brevis Fleksor Pollicis brevis Abduktor pollicis longus Ekstensor pollicis brevis Digiti II-V Fleksor Digitorum Profundus et Ekstensor digitorum superfisialis Lumbricalis palmaris Dorsal interosseus Fleksor digiti minimi brevis Ekstensor digiti minimi Carpal Palmaris longus Supinasi (Sudut 90°) Pronasi (Sudut 80°) Palmarfleksi (Sudut 90°)
Antebrachii
Dorsofleksi
Carpal
Antebrachii Carpal
(Sudut 70°) Deviasi Radial (Sudut 20°) Deviasi Ulnar (Sudut 30°) Grade 0 1 2 3 4 5
Supinator Biceps Brachii Pronator kuadratus Pronator teres Fleksor carpi radialis Fleksor carpi ulnaris Palmaris longus Ekstensor carpi radialis brevis et longus Ekstensor carpi ulnaris
Carpal
Fleksor carpi radialis
Carpal
Ekstensor carpi radialis brevis et longus Fleksor carpi ulnaris Ekstensor Carpi ulnaris
Tabel 2. Interpretasi Manual Muscle Testing Makna Klinis Tidak ada kontraksi (Plegia) Tampak/teraba kontraksi, tidak ada pergerakan sendi Pergerakan sendi maksimal jika tanpa gravitasi Pergerakan sendi maksimal melawan gravitasi, namun tidak dapat melawan tahanan ringan Pergerakan sendi maksimal melawan gravitasi, namun tidak dapat melawan tahanan sedang Pergerakan sendi maksimal melawan gravitasi, namun tidak dapat melawan tahanan kuat
Ferry Rippun Gideon Manalu, Nelson Sudiyono, Desain Alat Bantu Rehabilitasi Motorik...49
Fungsi menggenggam dapat dibagi menjadi 2 macam gerakan utama yaitu power grip dan precision grip (Napier, 1956). Power grip yaitu ketika kita ingin menggenggam benda dengan kekuatan, mengabaikan bantalan jari II-V, dan mengadduksi jempol. Sementara Precision grip, menggunakan bantalan jari-jari dan mengabduksi jempol sehingga membentuk posisi cubitan. Swanson, Matev, and deGroot (1970) memeriksa 100 orang pasien dengan kekuatan menggengam yang normal dan menghitung kekuatan menggenggamnya dalam satuan pound dengan menggunakan dynamometer yang diperlihatkan pada Tabel 3. Tabel 3. Kekuatan Menggenggam Rerata Tangan Dominan dalam Pound Usia Pria Wanita 20 100 53 20-30 107 54 30-40 109 68 40-50 108 52 50-60 101 49 E. Computer vision[12] Computer vision mencoba meniru cara kerja sistem visual manusia (human vision). Human vision sesungguhnya sangat kompleks. Manusia melihat objek dengan indera penglihatan (mata), lalu citra objek diteruskan ke otak untuk diinterpretasi sehingga manusia mengerti objek apa yang tampak dalam pandangan matanya. Hasil interpretasi ini mungkin digunakan untuk pengambilan keputusan (misalnya menghindar kalau melihat mobil melaju di depan). Computer vision merupakan proses otomatis yang mengintegrasikan sejumlah besar proses untuk persepsi visual, seperti akuisisi citra, pengolahan citra, klasifikasi, pengenalan (recognition), dan membuat keputusan. Computer vision terdiri dari teknik-teknik untuk mengestimasi ciri-ciri objek di dalam citra, pengukuran ciri yang berkaitan dengan geometri objek, dan menginterpretasi informasi geometri
tersebut. Mungkin berguna bagi anda untuk mengingat persamaan berikut: Vision = Geometry + Measurement + Interpretation Proses-proses di dalam computer vision dapat dibagi menjadi tiga aktivitas: 1. Memperoleh atau mengakuisisi citra digital. 2. Melakukan teknik komputasi untuk memperoses atau memodifikasi data citra (operasi-operasi pengolahan citra). 3. Menganalisis dan menginterpretasi citra dan menggunakan hasil pemrosesan untuk tujuan tertentu, misalnya memandu robot, mengontrol peralatan, memantau proses manufaktur, dan lain –lain. F. Sistem Pengolahan Citra[9] Pengolahan Citra adalah suatu proses pengolahan gambar yang diambil dari suatu sistem multimedia menjadi suatu gambar/ data-data yang lebih baik atau yang dibutuhkan untuk keperluan proses selanjutnya. Data gambar memiliki banyak sekali informasi, tetapi terkadang informasi dari gambar mengalami penurunan mutu karena adanya noise atau karena adanya pemampatan file gambar, gambar yang terlihat menjadi kabur (blur) , atau kurang cahaya sehingga gambar kurang tajam. Untuk menghasilkan gambar yang lebih baik dibutuhkan pengolahan citra. Operasi-operasi pengolahan citra adalah sebagai berikut 1. Image Enhancement 2. Image Restoration 3. Image Compression 4. Image Segmentation 5. Image Analysis 6. Image Reconstruction PERANCANGAN SISTEM A. Deteksi Kekuatan Menggenggam ABRAMS terdiri dari dua set: tongkat dengan tombol yang berisi balon
50 JURNAL ELEKTRO, Vol. 9, No.1, April 2016: 1 - 68
(manset spyghmomanometer) dan bersensor tekanan Untuk mendeteksi kekuatan genggaman tangan (power grip) maka dirancang suatu bola karet yang sudah dilengkapi sensor tekanan. Blok diagram sistem pendeteksi kekuatan genggaman diperlihatkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Sistem Pendeteksi Kekuatan Genggaman Bola karet dirancang sedemikian rupa dengan dipasang sensor tekanan. Pada saat bola karet ditekan, sensor tekanan mendeteksi adanya perubahan tekanan yang akan diproses oleh pengolah data sensor menjadi data yang lebih baik. Data yang sudah diproses selanjutnya akan diolah oleh mikrokontroler dan kemudian diteruskan ke komputer seperti diperlihatkan pada Gambar 2[2].
Gambar 3. Skema Penggunaan ABRAMS Ketiga tombol pada tongkat ABRAMS dipasang dalam sudut 180º untuk menciptakan keadaan ambidextrous seperti diperlihatkan pada Gambar 2. Jari satu atau jempol diletakkan pada tombol yang berdiri sendiri. Jari 2 (telunjuk) pada tombol atas, sementara sisanya pada tombol yang berada di bawah. Metode pemisahan jari ini dibuat untuk menyesuaikan penilaian pergerakan yang dilakukan oleh otot yang menggerakan jari
pasien. Kekuatan otot tersebut diterjemahkan dari tekanan yang terdeteksi oleh sensor tekanan. Cengkraman Semi Pasif: Pada keadaan parese berat (kekuatan motorik 23) jari yang diikat pada tombol akan berusaka menekan tombol dengan kekuatan sendiri, jika tidak kuat untuk menekan balon, maka pemeriksa akan membantu melakukan penekanan pada jari tangan pasien, untuk memberikan dorongan pada jari yang menekan, sehingga jari dapat bergerak dan merasakan rangsangan proprioseptik pada otot-otot yang menggerekkan jari. Gerakan semi pasif ini dilakukan sampai pasien dapat menekan tombol dengan kekuatan sendiri. Cengkraman Aktif: Dengan kekuatan motorik 4-5, pasien dapat menekan tombol sendiri dengan kekuatannya. Saat ini kekuatan dapat diukur melalui perubahan tekanan yang terdeteksi oleh sensor tekanan. B. Deteksi gerakan pergelangan tangan. Benda tiga dimensi mempunyai enam derajat kebebasan, ABRAMS mencakup 3 diantaranya. ABRAMS dapat mensimulasikan gerakan eversi dan inversi, palmarfleksi dan dorsofleksi serta supinasi dan pronasi. Meskipun gerakan pergelangan tangan ini tidak dapat dilatih secara pasif, namun dengan adanya pengukuran sudut yang dilakukan setiap latihan rutin, diharapkan dapat memotivasi perbaikan dibandingkan dengan metode konvensional. Pada Penelitian direalisasikan sistem untuk mendeteksi pergerakan tangan menggunakan teknik pengolahan citra dengan sensor menggunakan Kamera Webcam. Gambar 4 merupakan blok diagram system penteksi gerakan pergelangan tangan.
Ferry Rippun Gideon Manalu, Nelson Sudiyono, Desain Alat Bantu Rehabilitasi Motorik...51
Gambar 4. Blok Diagram Sistem Pendeteksi Gerakan Pergelangan Tangan Tangan diselimuti oleh sarung tangan yang sudah diberi penanda. Penanda ini digunakan untuk pengolahan citra gambar. Tangan ditempatkan pada posisi tertentu, sehingga kamera dapat menangkap objek tangan (penanda pada sarung tangan) sesuai dengan yang diinginkan. Pada saat tangan bergerak, kamera menangkap adanya pergerakan dan hasilnya akan diolah dalam computer menjadi suatu data yang dibutuhkan dokter untuk pengolahan/analisis selanjutnya. Proses pengolahan citra meliputi[1]: Pengolahan citra kamera menjadi frame gambar RGB 24 bit Gambar RGB 24 bit memiliki data yang besar sehingga untuk pengolahan data membutuhkan komputasi yang banyak. Oleh karena itu gambar kemudian diolah kedalam bentuk grayscale 8 bit. Gambar grayscale ini kemudian dipisahkan oleh suatu nilai ambang (threshold) sehingga citra latar belakang (berwarna hitam) dapat dipisahkan dengan citra yang akan di deteksi (berwarna putih). Gambar yang dihasilkan merupakan gambar 1 bit. Dari gambar 1 bit tersebut citra diperiksa batasan tepinya (edge detection), perhitungan kontur, luas objek, sampai terakhir mencari titik tengah gambar yang dideteksi yang menunjukkan posisi pergerakan tangan saat itu. Gambar 5 memperlihatkan blok diagram aliran data program pengolahan citra.
Gambar 5. Blok diagram aliran data program pengolahan citra. Hasil realisasi sistem pendeteksi kekuatan menggenggam diperlihatkan pada Gambar 6 dan hasil realisasi system pendeteksigerakan pergelangan tangan diperlihatkan pada Gambar 7.
Gambar 6. Realisasi Sistem Deteksi Kekuatan Menggenggam
52 JURNAL ELEKTRO, Vol. 9, No.1, April 2016: 1 - 68
Gambar 8 memperlihatkan kekuatan tekanan yang terdeteksi sistem dari saat bola karet tidak ditekan sampai bola karet ditekan sangat kuat.
Gambar 8. Pengujian Sistem kekuatan menggenggam Gambar 7. Realisasi Sistem Deteksi Gerakan Pergelangan Tangan. PENGUJIAN Pengujian sistem meliputi pengujian sistem sensor tekanan dan pengujian hasil pendeteksian posisi gambar yang terdeteksi oleh web kamera A. Pengujian sistem sensor tekanan MPX5700 Pada pengujian ini, sensor yang diolah oleh mikrokontroler dihubungkan ke sebuah bola karet. Bola karet tersebut kemudian ditekan sehingga menghasilkan perubahan tekanan di sensor, yang diolah oleh mikrokontroler menjadi data kekuatan tekanan dalam satuan (Pascal).
Dari hasil pengujian dapat dianalisa bahwa kemampuan sistem untuk mendeteksi kekuatan genggaman tangan sudah cukup karena sistem sudah dapat menyajikan data dari nilai tekanan 29001 Pascal – sampai nilai tekanan 39309 Pascal. Dalam rancangan sistem ABRAMS, kekuatan genggaman tangan akan dibagi dalam 5 kategori yang akan ditentukan jangkauan ukurannya pada penelitian selanjutnya menggunakan pasien-pasien yang memiliki permasalahan. B. Pengujian sistem pengolahan citra Gambar 9 memperlihatkan hasil pemrosesan citra untuk mendapatkan posisi citra berwarna putih yang ingin di deteksi.
Ferry Rippun Gideon Manalu, Nelson Sudiyono, Desain Alat Bantu Rehabilitasi Motorik...53
Gambar 9. Proses pengujian pengolahan citra web kamera Hasil pengolahan citra memperlihatkan bahwa sistem sudah dapat mendeteksi posisi Gambar sehingga dapat di deteksi juga pergerakan gambar secara realtime pada saat mendeteksi pergerakan lengan. Hasil ini sudah cukup menunjukkan bahwa sistem sudah dapat mendeteksi posisi gerakan lengan. Parameter-parameter variabel untuk daerah jangkauan pergerakan lengan orang sehat dan orang yang direhabilitasi pasca stroke akan ditentukan kemudian dalam penelitian-penelitian selanjutnya dengan sampel pasien-pasien pasca stroke dan orang-orang normal. KESIMPULAN Pemulihan neurologis paska stroke dapat dibantu dengan latihan-latihan berorientasi tugas. Oleh karena itu sistem ABRAMS (Alat Bantu Rehabilitasi Motorik Sederhana) dirancang untuk membantu menilai kekuatan menggengam (power grip) dan pergerakan pergelangan tangan secara lebih obyektif dan terukur pada proses penyembuhan pasien stroke. Data obyektif tersebut akan memudahkan dokter dan perawat untuk memberikan
umpan balik kepada pasien sehingga pasien mengetahui perkembangan latihannya. Dengan mengetahui perkembangan latihannya, pasien diharapkan semakin termotivasi untuk lebih giat berlatih sehingga mencapai tingkat pemulihan yang lebih tinggi. ABRAMS yang direalisasikan sudah menyajikan data-data yang cukup untuk penggunaan dalam rehabilitasi. Untuk tahapan selanjutnya sistem akan di uji langsung pada pasien yang memiliki permasalahan-permasalahan pasca stroke yang akan dibandingkan dengan manusia normal, untuk dapat menentukan parameter-parameter variabel dalam sistem seperti daerah jangkauan pergerakan lengan, maupun daerah jangkauan genggaman tangan antara orang sehat dan orang pasca stroke. REFERENSI [1].Abdul Kadir (2013), Dasar Pemrograman Citra dengan Delphi, ANDI Yogyakarta. [2].Anonym (2010), Datasheet MPX5700 Series - Integrated Silicon Pressure Sensor On-Chip Signal conditioned, Temperature Compensated and
54 JURNAL ELEKTRO, Vol. 9, No.1, April 2016: 1 - 68
Calibrated, Freescale Semiconductor. www.nxp.com/files/sensors/doc/data_s heet/MPX5700.pdf, diakses 22 Juni 2016 [3].Auri Bruno-Petrina. Motor Recovery In Stroke. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/ 324386-overview [6th oct 2009] [4].Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.Riset Kesehatan Dasar. 2013 [5].Bear, M.F., Connors, B.W., Paradiso, M.A. Neuroscience Exploring the brain. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins; 2007. [6].Clinical & evaluation unit Royal college of physicians. National clinical guidelines for stroke.2nd ed. London: Royal College of Physicians of London; 2004 [7].Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta; 2008. [8].Harvey RL, Roth EJ, Yu DT, Celnik P. Stroke Syndromes. In Braddom RL physical medicine and rehabilitation 4th ed. Elsevier saunders. 2011. 119395 [9].Joannis Pitas (1993), Digital Image Processing Algorithms, Prentice Hall. [10]. Kusuma Y, Venketasubramanian N, Kiemas LS, Misbach J. Burden of stroke in Indonesia. Int J Stroke 2009 Oct; 4(5):379-80 [11]. Lindsay, K.W., Bone, I. Neurology and Neurosurgery Illustrated. 4th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2004. [12]. Rinaldi Munir , http://informatika.stei.itb.ac.id/~rinaldi .munir/Buku/Pengolahan%20Citra %20Digital/, diakses 30 May 2014 [13]. Ropper, A.H., Brown, R.H. Adams and Victor’s Principles of neurology. 8th ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2005. [14]. Sherwood, L. Human physiology from cells to systems. 6th ed. USA:Thomson Brooks/Cole; 2007
[15]. Smith LK, Weiss EL, Don Lehmkuhl L. Brunstromm’s kinesiology 5th ed. Jaypee Brothers medical publishers. 1998. p. 191-213 [16]. Stein J, Branstater ME. Stroke rehabilitation. In Frontera WR, DeLisa JA, Gans BM, Walsh NE, Robinson LR, Basford JR (editors). DeLisa’s Physical Medicine and Rehabilitation. Principles and practice. 5th ed. Vol 1. Lippincott. Williams and wilkins. 2010. P.551-74 [17]. Won Hyuk Chang, Yun-Hee Kim. (2013). Robot-assisted Therapy in Stroke Rehabilitation, Journal of Stroke,p.174-181