DO NO MISCHIEF Ibnu masih sangat terkesan dengan ayat 77 surat Al‐Qashash (28). Selama tiga hari ini dia mengulang‐ulangi melafalkannya puluhan dan bahkan mungkin sudah ratusan kali. Ibnu sangat merasakan kedahsyatan ayat tersebut.
Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang‐orang yang berbuat kerusakan. Ibnu merinci kandungan ayat tersebut lebih lanjut. Dia sampai kepada kesimpulan bahwa sekurang‐kurangnya ada tujuh butir isinya, yaitu: 1. Anjuran untuk mencari (pahala) negeri akhirat, 2. Dengan mempergunakan semua anugerah Allah sebagai instrumen, 3. Anjuran untuk tidak melupakan bagian dari kenikmatan di dunia, 4. Anjuran untuk berbuat baik (kepada orang lain), 5. Mengikuti contoh bagaimana Allah telah berbuat baik, 6. Larangan untuk tidak berbuat kerusakan di bumi, 7. Informasi bahwa Allah tidak menyukai orang‐orang yang berbuat kerusakan. Kandungan pertama ayat itu adalah suatu anjuran untuk mengarahkan orientasi hidup kepada negeri akhirat. Inilah, menurut pemahaman Ibnu, yang dijadikan oleh gurunya Buya Nur, sebagai referensi dalam menggambarkan manusia empat dimensi. Apapun yang dilakukannya di
muka bumi, orientasinya adalah negeri akhirat, yaitu dengan selalu ingat bahwa ada Allah yang mengawasi. Namun semenjak malam hari di musholla, entah kenapa Ibnu merasa sangat tersentuh dengan penggal terakhir dari ayat tersebut. Yaitu yang mengandung larangan berbuat kerusakan di muka bumi, dan informasi bahwa Allah tidak menyukai orang‐orang yang berbuat kerusakan. Ibnu teringat bagaimana pada malam itu dia merasa seolah‐olah sedang berada di jalan raya. Dia merasakan betapa sangat banyaknya orang yang tidak sadar bahwa mereka sesungguhnya sedang berbuat kerusakan di muka bumi. Kini kembali Ibnu merasakan dengan penuh kesadaran alangkah banyaknya ditemukan orang yang berbuat kerusakan di muka bumi. Pengguna narkotika, pelaku perzinaan, pedagang yang mengurangi takaran dan timbangan, koruptor, pemberi dan penerima suap, sesungguhnya mereka adalah para pelaku kerusakan di muka bumi. Menyebar kabar bohong, adu domba dan fitnah berarti merusak tatanan kehidupan bermasyarakat. Membuat dan mengedarkan uang palsu berarti merusak tatanan perekonomian. Membuat, mengedarkan dan menggunakan narkotika berarti merusak kehidupan anak manusia. Menebang hutan dengan semena‐mena berarti merusak lingkungan. Bahkan melanggar peraturan lalulintas, dan menyerobot hak pengguna jalan lainnya, adalah juga termasuk berbuat kerusakan. Karena dengan berbuat begitu lalu lintas akan kacau dan menimbulkan kemacetan yang merugikan semua fihak. Lebih jauh Ibnu juga menyadari bahwa membiarkan terjadinya pelanggaran adalah juga termasuk berbuat kerusakan di bumi. Ibnu terhenyak. Berbagai media massa, hampir setiap hari, dipadati dengan berita berita kerusakan tersebut. Keringat dingin merembes keluar dari pori‐porinya. Dia merasakan betapa sangat beraninya manusia melanggar larangan Allah. Dengan terang‐terangan dan bahkan adakalanya diikuti dengan perasaan bangga, secara demonstratif mereka melakukan berbagai kerusakan. Sebaliknya Ibnu merasa betapa maha pengasih dan maha penyayangnya Allah. Kepada masyarakat yang berbuat dan membiarkan terjadinya berbagai pelanggaran dan maksiat seperti itu, Allah masih memberikan rezeki Nya. Allah masih menurunkan hujan Nya. Allah masih menahan siksa Nya. Ibnu semakin hanyut dalam perenungannya. Kalaulah disana sini terjadi berbagai macam musibah, itu hanyalah berupa peringatan kepada manusia, agar segera sadar dan bertaubat. Berbagai macam musibah yang terjadi, hanyalah sebagai alarm peringatan bahwa manusia telah mulai melampaui batas; dan sebagai peringatan agar segera kembali ke jalan yang benar. Namun.... apabila terus menerus alarm ini tidak dihiraukan, ...... Ibnu tidak berani melanjutkan kalimat yang
terbersit dalam hatinya. Tubuhnya menggigil. Dia merasakan betul kandungan dari peringatan Allah dalam beberapa ayat Al‐Quran: Surat Al‐A’raaf (7) ayat 182 dan 183:
182. Dan orang‐orang yang mendustakan ayat‐ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur‐angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. 183. Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana‐Ku amat teguh. Surah Ibrahim (14) 42:
Dan janganlah sekali‐kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang‐orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. Surah An Nahl (16) 85:
Dan apabila orang‐orang zalim telah menyaksikan azab, maka tidaklah diringankan azab bagi mereka dan tidak puIa mereka diberi tangguh. Ibnu masih diam dalam tafakkurnya. Dia sedang mengalami transendentasi yang amat intens. Perenungannya atas kandungan ayat‐ayat yang barusan diingatnya seolah memicu suatu
ledakan quantum dalam rohaninya. Kadang‐kadang kelihatan tubuhnya berguncang bagaikan orang yang sedang menggigil. Disaat lain terlihat air mata mengalir membasahi pipinya, sementara mulutnya mendesahkan kalimat istighfar. Setelah berlangsung beberapa waktu, kelihatan Ibnu mulai pulih. Pelan pelan dia menadahkan kedua telapak tangannya dan dengan lirih berdoa: “Ya Allah. Ampuni kami yang telah melampaui batas. Ampunilah kami yang telah menzalimi diri kami. Dengan perilaku seperti itu, berarti kami adalah termasuk orang berdimensi rendah. Menurut ayat Mu dalam Al‐Quran kami termasuk golongan hewan ternak. Bahkan lebih sesat lagi. Ya Allah. Mohon dibantu kami dalam upaya untuk meningkatkan kesadaran diri. Agar dengan begitu, kehadiran kami dimuka bumi dapat menjadi rahmat bagi seluruh alam. Bantulah kami, agar keberadaan kami di dunia yang fana ini, merupakan pengabdian kepada Mu. Dan bukakanlah hati seluruh hamba Mu untuk dapat menerima kehadiran Mu, dan merasakan keagungan dan keperkasaan Mu. Wahai Rab. Engkaulah Yang Maha Menatap. Tataplah kami dengan kasih sayang Mu. Aamiin.‐ Depok, Awal Mei 2009 Syahril Bermawan.