BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus Tipe 2 1. Definisi Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau gangguan fungsi insulin (resistensi insulin) (Fatimah, 2015). 2. Etiologi Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu, menurut Suyono (2009) terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan etiologi terjadinya DM tipe 2 ini, yaitu : a. Berat badan berlebih b. Pola makan yang salah c. Usia (>40 tahun resiko meningkat) d. Stress 3. Patofisiologi Diabetes yang paling banyak dijumpai adalah DM tipe 2 yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan yang diawali dengan terjadinya resistensi insulin. Awalnya resistensi insulin masih belum 7
8
menyebabkan diabetes secara klinis. Pada saat tersebut sel beta pankreas masih dapat mengkonsumsi keadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pankreas, baru akan terjadi DM secara klinis, yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang memenuhi kriteria diagnosa DM (Sudoyo, 2014). 4. Penatalaksanaan Menurut Fatimah (2015), prinsip penatalaksanaan DM secara umum ada lima sesuai dengan Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien DM. Tujuan penatalaksanaan DM jangka pendek adalah hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan tercapainya target pengendalian glukosa darah. Sedangkan jangka panjang adalah tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya mordibitas dan mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku. a. Diet Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-
9
masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jumlah makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat 6070%, lemak 20-25%, dan protein 10-15%. Untuk menentukan status gizi, dihitung dengan BMI (Body Mass Index). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantu status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut : Berat Badan (kg)
Keterangan : Kurang dari 18,5 = BB kurang
IMT = Tinggi Badan (m2)
18,5 – 22,9
= BB ideal
Lebih dari 23
= BB lebih
b. Exercise (latihan fisik/olahraga) Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai dengan Continuos, Rhythmical, Interval, Progresive, Endurance (CRIPE). Training sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah senam diabetes selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.
10
c. Pendidikan Kesehatan Pendidikan
kesehatan
sangat
penting
dalam
pengelolaan.
Pendidikan kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok masyarakat resiko tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder diberikan kepada kelompok pasien DM. Sedangkan pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah mengidap DM dengan penyulit menahun. d. Obat : oral hipoglikemik, insulin Jika pasien telah melakukan pengaturan makan, latihan fisik tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik. B. Gula Darah 1. Definisi Gula darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka. Gula dalam tubuh berguna untuk sumber energi akibat dari proses pembakaran (Pratiwi, Amatiria dan Yamin, 2014). 2. Faktor yang mempengaruhi kadar gula darah Aktivitas fisik mempengaruhi kadar gula darah. Ketika aktivitas tubuh tinggi, penggunaan glukosa oleh otot akan ikut meningkat. Sintesis glukosa endogen akan ditingkatkan untuk menjaga agar kadar glukosa darah tetap seimbang. Pada keadaan normal, keadaan homeostatis ini dapat dicapai oleh berbagai mekanisme dari sistem hormonal, saraf, dan regulasi
11
glukosa (Kronenberg et al., 2008 dalam Utomo, 2018). Ketika tubuh tidak dapat mengkompensasi kebutuhan glukosa yang tinggi akibat aktivitas fisik yang berlebihan, maka kadar gula darah melebihi kemampuan tubuh untuk menyimpannya disertai dengan aktivitas fisik yang kurang, maka kadar glukosa darah menjadi lebih tinggi dari normal (hiperglikemia) (ADA, 2010). 3. Pemeriksaan kadar gula darah Pemeriksaan kadar glukosa darah terbagi menjadi 2 jenis. Pertama, darah diambil setelah puasa selama 8 jam atau gula darah puasa. Pada pemeriksaan gula darah puasa, kadar normalnya adalah 80-100 mg/dl. Kedua, darah diambil 2 jam setelah makan. Kadar normalnya pada 2 jam setelah makan adalah 80-140 mg/dl (Siagian, 2016). Menurut Tandra (2007) dalam Utomo (2018), cara untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah adalah sebagai berikut: a. Pada tahap persiapan pasang lancet pada alat pena coblos accu check soft click. Atur sesuai kedalaman yang diinginkan. b. Usap jari tengah menggunakan alkohol swab. c. Pasang strip. Ambil satu strip dari tabung kemudian dipasang ke slot tempat strip. Nyalakan alatnya. d. Check nomor kode kalibrasi. Bandingkan no. kode kalibrasi yang muncul di layar dengan yang tertera di tabung harus sama. e. Ambil sampling darah dengan menggunakan pena soft click. f. Masukkan darah ke dalam bantalan strip sampai terisi penuh.
12
g. Tunggu proses pemeriksaan lalu hasilnya akan muncul. h. Baca hasil pemeriksaan. C. Senam Diabetes 1. Definisi Senam diabetes adalah senam fisik yang dirancang menurut usia dan status fisik dan merupakan bagian dari pengobatan diabetes mellitus (Persadia, 2000 dalam Santoso, 2008). 2. Manfaat Menurut Santoso (2008), yaitu : a. Mengontrol gula darah. b. Menghambat dan memperbaiki faktor risiko penyakit kardiovaskuler yang banyak terjadi pada penderita DM. c. Menurunkan berat badan. d. Memperbaiki gejala-gejala muskuloskeletal otot, tulang sendi, yaitu gejala-gejala neuropati perifer dan osteoporosis. e. Memberikan keuntungan psikologis. f. Mengurangi kebutuhan pemakaian obat oral dan insulin. 3. Prinsip Menurut Santoso (2008), yaitu : a. Program latihan Program latihan yang dianjurkan bagi penderita DM untuk meningkatkan kesegaran jasmani adalah CRIPE, karena program ini dianggap memenuhi kebutuhan. CRIPE adalah kepanjangan dari :
13
1) Continuous, artinya latihan jasmani terus menerus tidak berhenti dapat menurunkan intensitas, kemudian aktif lagi dan seterusnya intensitas dikurangi lagi. Aktif lagi dan seterusnya, melakukan aktivitas latihan terus-menerus selama 30-40 menit. 2) Rhytmical, artinya latihan harus dilakukan berirama, melakukan latihan otot kontraksi dan relaksasi. Jadi gerakan berirama tersebut diatur dan terus menerus. 3) Interval, artinya latihan dilaksanakan terselang-seling, kadangkadang cepat, kadang-kadang lambat tetapi kontinyu selama periode latihan. 4) Progresif, artinya latihan harus dilakukan peningkatan secara bertahap dan beban latihan juga ditingkatkan secara perlahan-lahan. 5) Endurance, artinya latihan untuk meningkatkan kesegaran dan ketahanan sistem kardiovaskuler dan kebutuhan tubuh penderita DM b. Porsi Latihan 1) Intensitas latihan a) Target nadi/area latihan. Penderita dapat menghitung denyut nadi maksimal yang harus dicapai selama latihan. Meskipun perhitungan ini agak kasar tapi dapat digunakan rumus denyut nadi maksimal = 220 – umur penderita.
14
Denyut nadi latihan yang harus dicapai antara 60 - 79 % adalah target nadi/zone latihan yang diperbolehkan. Bila lebih dari 79 %, maka dapat membahayakan kesehatan penderita, apabila nadi tidak mencapai target atau kurang dari 60 % kurang bermanfaat. Target nadi latihan adalah interval nadi yang harus dicapai selama latihan/segera setelah latihan maksimum, yaitu antara 60 sampai 79 % dari denyut nadi maksimal. Sebagai contoh penderita DM tidak tergantung insulin umur 40 tahun, interval nadi yang diperbolehkan adalah 60 % kali (220 – 40) dan 79 % kali (220 - 40) dan hasilnya interval nadi antara 108 sampai dengan 142 permenit. Jadi target nadi latihannya antara 108 – 142 denyut nadi permenit. b) Kadar gula darah Sesudah latihan jasmani kadar gula darah 140 – 180 mg/dl pada usia lanjut dianggap cukup baik, sedang usia muda sampai 140 mg/dl. c) Tekanan darah sebelum dan sesudah latihan Sebelum latihan tekanan tidak melebihi 140 mmHg dan setelah latihan maksimal tidak lebih dari 180 mmHg.
15
2) Lama latihan Untuk mencapai efek metabolik, maka latihan inti berkisar antara 30-40 menit dengan pemanasan dan pendinginan masingmasing 5 - 10 menit. 3) Frekuensi Frekuensi olahraga berkaitan erat dengan intensitas dan lamanya berolahraga. Menurut hasil penelitian, ternyata yang paling baik adalah 5 kali seminggu. Tiga kali seminggu sudah cukup baik, dengan catatan lama latihan harus diperpanjang 5 sampai 10 menit lagi. 4. Gerakan Senam Diabetes Gerakan senam menurut Widianti dan Proverawati (2010), yaitu : a. Pemanasan I Berdiri di tempat. Angkat kedua tangan ke atas selurus bahu. Kedua tangan bertautan. Lakukan bergantian dengan posisi kedua tangan di depan tubuh. b. Pemanasan II Berdiri di tempat. Angkat kedua tangan ke depan tubuh hingga lurus bahu. Kemudian, gerakkan kedua jari tangan seperti hendak meremas. Lalu, buka lebar. Lakukan secara bergantian, namun tangan diangkat ke kanan-kiri tubuh hingga lurus bahu.
16
c. Inti I Posisi berdiri tegap. Kaki kanan maju selangkah ke depan. Kaki di tempat. Tangan kanan diangkat ke kanan tubuh selurus bahu. Sedangkan tangan kiri ditekuk hingga telapak tangan mendekati dada. Lakukan secara bergantian. d. Inti II Posisi berdiri tegap. Kaki kanan diangkat hingga paha dan betis membentuk sudut 90 derajat. Kaki kiri tetap di tempat. Tangan kanan diangkat ke kanan tubuh selurus bahu. Sedangkan tangan kiri ditekuk hingga telapak tangan mendekati dada. Lakukan secara bergantian. e. Pendinginan I Kaki kanan agak menekuk, kaki kiri lurus. Tangan kiri lurus ke depan selurus bahu. Tangan kanan ditekuk ke dalam. Lakukan secara bergantian. f. Pendinginan II Posisi kaki bentuk huruf V terbalik. Kedua tangan direntangkan ke atas dengan membentuk huruf V.
17
Gambar 2.1 Gerakan Senam Diabetes D. Keluarga 1. Definisi Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat dalam keadaan saling ketergantungan (Jhonson & Leny, 2010). Keluarga adalah bagian dari masyarakat yang peranannya sangat penting untuk membentuk kebudayaan yang sehat. Dari keluarga agar tercipta tatanan masyarakat yang baik, sehingga untuk membangun suatu kebudayaan maka seyogyanya dimulai dari keluarga (Harlinawati, 2013) 2. Fungsi Menurut Friedman (2010) dalam Muhlisin (2012) membagi fungsi keluarga menjadi lima yaitu :
18
a. Fungsi afektif (fungsi mempertahankan kepribadian) : memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan psikologis anggota keluarga. b. Fungsi sosialisasi dan status sosial : memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan menjadikan anak sebagai anggota masyarakat yang produktif, serta memberikan status pada anggota keluarga. c. Faktor reproduksi : untuk mempertahankan kontinuitas keluarga selama beberapa generasi dan untuk kelangsungan hidup masyarakat. d. Fungsi ekonomi : menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektifnya. e. Fungsi keperawatan kesehatan : menyediakan kebutuhan fisik, makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan. 3. Tugas keluarga dalam bidang kesehatan Keluarga mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggotanya. Menurut Muhlisin (2012) tugas kesehatan keluarga adalah : a. Mengenal masalah kesehatan setiap anggota keluarganya Kesehatan merupakan bagian dari kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan, karena kesehatan berperan penting dalam keluarga. b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat Peran ini merupakan upaya keluarga untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga. c. Memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit
19
Peran ini digunakan untuk melihat bagaimana keluarga mencari pertolongan dan mengerti tentang perawatan yang diperlukan apabila ada keluarga yang sakit. d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga. e. Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat Peran ini digunakan untuk mengetahui kemampuan keluarga dalam memanfaatkan sarana kesehatan. 4. Peran perawat keluarga Menurut Jhonson & Leny (2010) perawat keluarga juga ikut berperan aktif dalam perawatan keluarga, seperti tertera di bawah ini : a. Pendidik Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar : 1) Keluarga dapat melakukan asuhan kesehatan keluarga secara mandiri. b. Bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan keluarga. Koordinator Koordinator diperlukan pada perawatan berkelanjutan agar pelayanan yang komprehensif dapat tercapai. Koordinasi juga sangat diperlukan untuk mengatur program kegiatan atau terapi dari berbagai disiplin ilmu agar tidak terjadi tumpang tindih dan pengulangan. c. Pelaksana Perawat yang bekerja dengan klien dan keluarga baik di rumah, klinik, maupun di rumah sakit bertanggung jawab dalam memberikan
20
perawatan langsung. Kontak pertama perawat kepada keluarga melalui anggota keluarga yang sakit. Perawat dapat mendemonstrasikan kepada keluarga asuhan keperawatan yang diberikan dengan harapan keluarga nanti dapat melakukan asuhan langsung kepada anggota keluarga yang sakit. d. Pengawas kesehatan Sebagai pengawas kesehatan perawat harus melakukan “home visite” atau kunjungan rumah yang teratur untuk mengidentifikasi/melakukan pengkajian tentang kesehatan keluarga. e. Konsultan (penasehat) Perawat sebagai narasumber bagi keluarga di dalam mengatasi masalah kesehatan agar keluarga mau meminta nasehat kepada perawat, maka hubungan perawat-keluarga harus dibina dengan baik, perawat harus bersikap terbuka dan dapat dipercaya. f. Kolaborasi Perawat komunitas juga harus bekerja sama dengan pelayanan rumah sakit/anggota kesehatan yang lain untuk mencapai tahap kesehatan keluarga yang optimal. g. Fasilitator Peran perawat komunitas disini adalah membantu keluarga dalam menghadapi kendala untuk meningkatkan derajat kesehatannya. Agar dapat melaksanaan peran fasilitator dengan baik maka perawat
21
komunitas harus mengetahui sistem pelayanan kesehatan, misalnya sistem rujukan dan dana sehat. h. Penemu kasus Peran
perawat
komunitas
yang
juga
sangat
penting
adalah
mengidentifikasi masalah kesehatan secara dini, sehingga tidak terjadi wabah. i. Modifikasi lingkungan Perawat komunitas juga harus dapat mengidentifikasi lingkungan, baik lingkungan rumah maupun lingkungan masyarakat agar tercipta lingkungan yang sehat. E. Proses Keperawatan Keluarga 1. Pengkajian Menurut Muhlisin (2012) pengkajian keperawatan keluarga meliputi: a. Pengumpulan data 1) Data Umum, menanyakan nama kepala keluarga, umur, alamat, dan telepon jika ada, pendidikan kepala keluarga, komposisi yang terdiri atas nama, jenis kelamin, tanggal lahir atau umur, hubungan setiap anggota keluarga, tempat, pendidikan dan genogram (genogram keluarga dalam 3 generasi). 2) Tipe Keluarga Menjelaskan mengenai jenis atau tipe keluarga beserta kendala atau masalah-masalah yang terjadi dengan jenis atau tipe keluarga tersebut.
22
3) Suku Bangsa Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait dengan kesehatan. 4) Agama Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan. 5) Status Sosial Ekonomi Keluarga Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari keluarga mupun anggota keluarga lainnya. 6) Aktivitas Rekreasi Keluarga Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat dari kapan saja keluarga pergi bersama-sama untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu namun dengan menonton televisi dan mendengarkan radio juga merupakan aktivitas rekreasi. b. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga, tahapannya yaitu tahap perkembangan keluarga saat ini, tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi, riwayat keluarga inti, riwayat keluarga sebelumnya. c. Pengkajian lingkungan, dapat berupa karakteristik rumah, karakteristik tetangga
dan
komunitas
RW,
mobilitas
geografis
keluarga,
perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat. d. Struktur keluarga meliputi, sitem pendukung keluarga, pola komunitas keluarga, struktur kekuatan keluarga, struktur peran, nilai atau norma keluarga.
23
e. Fungsi Keluarga Fungsi perawatan kesehatan yang perlu dikaji yaitu : 1) Mengenal masalah kesehatan Kesehatan merupakan bagian dari kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan, karena kesehatan berperan penting dalam keluarga. Pada kasus DM tipe 2 yang harus dikaji pada keluarga adalah, apakah keluarga memonitor latihan jasmani pada seseorang yang menderita diabetes mellitus ? 2) Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga a) Apakah masalah yang dirasakan oleh keluarga ? b) Apakah keluarga langsung membawa salah satu anggota keluarga yang menderita DM tipe 2 ke pelayanan kesehatan ? c) Apakah keluarga merasa menyerah terhadap anggota keluarga yang menderita penyakit DM tipe 2 apabila penyakit tersebut kambuh ? 3) Memberikan perawatan pada keluarga yang sakit a) Apakah keluarga aktif dalam ikut merawat anggota keluarga yang menderita penyakit DM tipe 2 ? b) Bagaimana keluarga mencari pertolongan dan cara perawatan yang diperlukan kepada anggota keluarga yang menderita penyakit DM tipe 2 ? 4) Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga
24
a) Pengetahuan keluarga tentang sumber yang dimiliki di sekitar lingkungan rumah. b) Kebersamaan dalam meningkatkan dan memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan. 5) Menggunakan pelayanan kesehatan Apakah anggota keluarga merasa diuntungkan dengan pelayanan kesehatan ? f. Stressor dan koping keluarga, stressor ini dibagi menjadi dua yaitu stressor jangka pendek (memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang dari 6 bulan), dan stressor jangka panjang (memerlukan penyelesaian lebih dari 6 bulan). Tanyakan kepada keluarga koping apa yang digunakan oleh keluarga untuk menghadapi masalah kepada anggota keluarga yang menderita penyakit DM tipe 2 ? g. Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga, metode yang digunakan sama dengan pemeriksaan fisik klinik. h. Harapan keluarga. Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga terhadap petugas kesehatan yang ada. 2. Diagnosa Keperawatan Menurut Muhlisin (2012), diagnosa keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan masalah kesehatan dalam perawatan keluarga mengacu pada rumusan PES (problem, etiologi, symtom), dimana untuk problem menggunakan rumusan masalah dari NANDA, sedangkan untuk etiologi dapat menggunakan pendekatan lima tugas keluarga atau dengan
25
menggambarkan pohon masalah. Tipologi dari diagnosa keperawatan keluarga terdiri dari diagnosa keperawatan keluarga aktual (terjadi defisit/gangguan kesehatan), risiko (ancaman kesehatan) dan keadaan sejahtera (wellness). Menurut Chayatin dan Mubarak (2012), secara umum diagnosa pada keperawatan keluarga adalah : a. Keterbatasan
kognitif
(kurang
pengetahuan,
pemahaman
atau
kesalahan persepsi) b. Ketidakmauan (sikap dan motivasi) c. Ketidakmampuan (kurangnya ketrampilan terhadap suatu prosedur, kurangnya sumber daya keluarga, baik secara finansial, fasilitas, lingkungan, sistem pendukung maupun psikologis). Sedangkan menurut NANDA (2015), salah satu diagnosa yang muncul pada klien dengan DM yaitu ketidakmampuan koping keluarga mengenal masalah kesehatan anggota keluarganya mengenai latihan jasmani pada DM tipe 2. Dalam satu keluarga dapat saja perawat menemukan lebih dari satu diagnosis keperawatan keluarga. Untuk menentukan prioritas terhadap diagnosis keperawatan keluarga yang ditemukan dihitung dengan menggunakan cara sebagai berikut : Skala untuk menentukan prioritas masalah (Bailon dan Maglaya, 1978 dalam Muhlisin, 2012) :
26
Tabel 2.1 Skala prioritas masalah No 1.
Kriteria
Skor
Sifat masalah
Bobot 1
Skala :
2.
Tidak/kurang sehat
3
penentuan
Ancaman kesehatan
2
skala
Keadaan sejahtera
1
Kemungkinan masalah dapat
2
Skala : Mudah
2
Sebagian
1
Tidak dapat
0
Potensial
masalah
untuk
1
dicegah Skala :
4.
Argumen terhadap
diubah
3.
Pembenaran
Tinggi
3
Cukup
2
Rendah
1
Menonjolnya masalah
1
Skala : Masalah berat, harus segera
2
27
ditangani
1
Ada masalah tetapi tidak
0
perlu ditangani Masalah tidak dirasakan
Scoring : 1) Tentukan skor untuk setiap kriteria 2) Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan dengan bobot. Skor X bobot Angka tertinggi 3) Jumlahkan skor untuk semua kriteria Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penentuan prioritas : 1) Kriteria pertama Sifat masalah, bobot yang lebih berat diberikan pada tidak/kurang sehat karena yang pertama memerlukan tindakan segera dan biasanya disadari dan dirasakan oleh keluarga. 2) Kriteria kedua Untuk
kemungkinan
masalah
dapat
diubah
perawat
dengan
memperhatikan faktor-faktor berikut : a. Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi, dan tindakan untuk menangani masalah b. Sumber daya keluarga : dalam bentuk fisik, keuangan dan tenaga
28
c. Sumber daya perawat : dalam bentuk pengetahuan, ketrampilan, dan waktu d. Sumber daya masyarakat : dalam bentuk fasilitas, organisasi dalam masyarakat, dan dorongan masyarakat. 3) Kriteria ketiga Potensial masalah dapat dicegah dengan memperhatikan faktor-faktor berikut : a. Kepelikan dari masalah yang berhubungan dengan penyakit atau masalah b. Lamanya masalah yang berhubungan dengan jangka waktu masalah tersebut ada c. Tindakan yang sedang dijalankan adalah tindakan-tindakan yang tepat dalam memperbaiki masalah d. Adanya kelompok “high risk” atau kelompok yang sangat peka menambah potensial untuk mencegah masalah 4) Kriteria keempat Menonjolnya masalah yang perlu dinilai oleh perawat atau bagaimana keluarga dalam melihat masalah kesehatan tersebut. 3. Perencanaan Keperawatan Perencanaan keperawatan keluarga terdiri dari pencapaian tujuan, mencakup tujuan umum dan khusus, rencana intervensi serta dilengkapi dengan rencana evaluasi yang memuat kriteria dan standar. Tujuan dirumuskan secara spesifik, dapat diukur (measurable), dapat dicapai
29
(achivable), rasional dan menunjukkan waktu (SMART). Intervensi keperawatan keluarga di klasifikasikan menjadi intervensi yang mengarah pada aspek kognitif, efektif, dan psikomotor (perilaku). Semua intervensi baik berupa pendidikan kesehatan, terapi modalitas, maupun terapi komplementer pada akhirnya ditujukan untuk meningkatkan kemampuan keluarga melaksanakan lima tugas keluarga dalam kesehatan (Muhlisin, 2012). Intervensi keperawatan keluarga menurut NANDA (2015), yaitu: a. Beri informasi yang memadai terhadap suatu masalah. Pada kasus DM tipe 2, kaji pengetahuan pasien dan keluarga tentang DM tipe 2 meliputi
pengertian,
penyebab,
penatalaksanaan,
dan
cara
mengendalikan kadar gula darah. b. Ajarkan senam diabetes yang benar sesuai prinsipnya sebagai bentuk latihan jasmani kepada pasien. c. Berikan kesempatan keluarga untuk mengetahui lebih banyak tentang suatu masalah. Pada kasus DM tipe 2, bantu pasien dan keluarga mengidentifikasi tanda dan gejala DM tipe 2 pada penderita. d. Evaluasi ulang tingkat pengetahuan pasien dan keluarga setelah diberi penyuluhan 4.
Pelaksanaan Pelaksanaan atau implementasi adalah serangkaian tindakan perawat pada keluarga berdasarkan perencanaan sebelumnya. Tindakan keperawatan terhadap
keluarga
menurut
Muhlisin
(2012)
dapat
berupa
:
30
a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan kebutuhan kesehatan. Pada penyakit DM tipe 2 dapat dilakukan dengan cara memberikan informasi tentang penyakit DM tipe 2 dan mengajarkan senam diabetes sebagai bentuk latihan jasmani yang harus dilakukan untuk mengatasi penyakit DM tipe 2. b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat. Dilakukan dengan cara mendiskusikan akibat yang akan terjadi apabila tidak melakukan senam diabetes sebagai bentuk latihan jasmani pada DM tipe 2. c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga, dengan membantu keluarga dalam memonitor tindakan senam diabetes pada anggota keluarganya yang menderita DM tipe 2. d. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan. 5.
Evaluasi Evaluasi dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan SOAP (subyektif, obyektif, analisa, dan planning). Evaluasi terhadap asuhan keperawatan juga dilakukan dengan melakukan penilaian tingkat kemandirian keluarga. Pada saat pengkajian, kemandirian keluarga dikaji untuk mengetahui tingkat kemandirian keluarga sebelum diberikan tindakan keperawatan, sedangkan pada saat evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat kemandirian keluarga setelah tindakan keperawatan keluarga (Muhlisin, 2012).
31
Evaluasi dilakukan pada akhir kegiatan penyuluhan bersama keluarga dan penerapan senam diabetes pada pasien DM tipe 2 yaitu secara subyektif dengan mengajukan pertanyaan secara lisan di akhir penyuluhan dan melakukan pemeriksaan kadar gula darah pada pasien DM tipe 2 setelah dilakukan senam diabetes. Evaluasi sumatif untuk menilai perubahan perilaku keluarga tidak dapat dilakukan secara maksimal karena terbatasnya waktu sehingga evaluasi tidak atau belum mencapai hasil yang diharapkan (Jhonson & Leny, 2010). Evaluasi yang diharapkan dalam asuhan keperawatan pada keluarga dengan DM tipe 2 adalah : a. Pasien dan keluarga mampu memahami dan menyebutkan kembali tentang pengertian, penyebab, dan penatalaksanaan pada DM tipe 2. b. Pasien mampu mendemonstrasikan dan melakukan secara rutin senam diabetes yang telah diajarkan. c. Keluarga mampu memonitor latihan jasmani yang harus dilakukan pada pasien DM tipe 2. d. Keluarga mampu melakukan tindakan yang sudah direncanakan tentunya pada perilaku yang baik.