RACUN-RACUN YANG DIHASILKAN TANAMAN DAN HEWAN
Dosen Pengampu Rizka Mulya M., M.Sc., Apt.
Oleh: Kelompok VII Achmad Rizky Wahyudi (16482011101 Normi Hayati (16482011101 Putri Stanaul Khairiyah (16482011101 Rahmat Haryadi (16482011101 Ramadhani (16482011101 Rosita (16482011101
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI S1 FARMASI BANJARMASIN 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. dengan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Racun yang Dihasilkan Tanaman dan Buah” dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Rizka Mulya M., M.Sc., Apt. selaku dosen mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah memberikan bimbingan kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi diri kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Banjarmasin, 11 Januari 2019
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................
i
DAFTAR ISI ...............................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1.1
Latar Belakang .......................................................................
1.2
Tujuan ...................................................................................
1.3
Manfaat ..................................................................................
BAB II ISI
...............................................................................................
2.1
Toksikologi Pada Hewan .......................................................
2.2
Toksikologi Pada Tumbuhan .................................................
BAB III PENUTUP .................................................................................... 3.1
Kesimpulan ...........................................................................
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Toksikologi adalah pemahaman mengenai pengaruh-pengaruh bahan kimia yang merugikan bagi organisme hidup. Dari definisi diatas, jelas terlihat bahwa dalam Toksikologi terdapat unsur-unsur yang saling berinteraksi dengan suatu caracara tertentu untuk menimbulkan respon pada system biologi yang dapat menimbulkan kerusakan pada system biologi tersebut. Salah satu unsur Toksikologi adalah agent-agent kimia atau fisika yang mampu menimbulkan respon pada system biologi. Selanjutnya cara-cara pemaparan merupakan unsur lain yang turut menentukan timbulnya efek-efek yang tidak diinginkan ini. Menurut sejarahnya usaha-usaha pertama untuk menggolong-golongakan agent-agent adalah didasarkan sumber-sumber alamnya. Satu dari pelopor dalam bidang ini adalah Discorides yang membagi racun-racun kedalam racun- racun binatang, tumbuh-tumbuhan dan mineral. Zat-zat toksin digolongkan dengan cara-cara yang bermacam-macam tergantung pada minat dan kebutuhan dari yang menggolongkannya. Sebagai contoh, zat-zat toksis dibicarakan dalam kaitannya dengan organ-organ sasaran dan dikenal sebagai racun-racun liver, racun-racun ginjal penggunaannya dikenal sebagai pestisida-pestisida, pelarut-pelarut, bahan-bahan additif pada makanan dan lain-lain dan kalau dihubungkan ke sumbernya dikenal sebagai toxin-toxin binatang dan tumbuh-tumbuhan kalau dikaitkan dengan efek-efek mereka dikenali sebagai karsinogen, mutagen dan seterusnya.
1.2 Tujuan a. Untuk mengetahui racun-racun yang ada pada tanaman dan efek toksinnya b. Untuk mengetahui racun yang ada pada hewan dan efek toksinnya
1.3 Manfaat a. Mengetahui racun-racun yang ada pada tanaman dan efek toksinnya b. Mengetahui racun yang ada pada hewan dan efek toksinnya
BAB II ISI Toksikologi Hewan Seperti racun tanaman, racun hewan terdiri dari beragam struktur dan modus tindakan. Sebuah contoh sederhana dan terkenal adalah asam formiat yang ditemukan pada semut (nama ini berasal dari kata Latin, formika, untuk semut). Contoh lain adalah tetrodotoxin ditemukan dalam ikan puffer dan saxitoxin ditemukan pada kerang dan ikan yang telah dikonsumsi certan dinoflagellata. Racun hewan sering campuran protein kompleks.Sebagian besar dari kita menderita racun hewan di beberapa waktu dalam kehidupan kita bahkan jika itu hanyasengatan lebah waspor. Namun, di beberapa negara kematian dan penyakit akibat racun hewan merupakan proporsipenting kasus keracunan dan penyebab signifikan penyakit dan kematian.
Struktur berbagai
racun hewan. A: tetrodotoxin, B: Cantharidin, C: asam
format, D: saxitoxin, E: urutan asam amino dari madu racun lebah fosfolipase A. Dalam penggolongan permulaan ini meliputi bisa-bisa dan toxin-toxin yang dihasilkan didalam organ-organ khusus dari ular, laba-laba dan binatang-biatang laut. Penggolongan modern yang didasarkan atas pendekatan ini akan melibatkan organisme-organisme laut karena racun ikan seperti toxin ciquatera adalah sebanding dengan organisme-organisme laut yang ada dalam makanan ikan itu dan menurut penelitian mutakhir bahwa zat toksis yang ada dalam organisme laut bisa dipekatkan dalam proses penyediaan makanan atau penyediaan sumber-sumber protein. Giardia, Cryptosporidium, Balantidium, Entamoeba dan protozoa lainnya serta parasit seperti cacing pita, dapat menginfeksi melali air dan makanan. Beberapa spesies dapat bertahan pada lingkungan untuk beberapa minggu dan dapat klorinasi. Gejala-gejala yang ditimbulkan dapat sama dengan gejala gangguan perut yang ditimbulkan oleh bakteri dan penularannya melalui rute fekal-oral. Berikut senyawa tokin yang terdapat pada hewan antara lain:
1.
Bisa ular Gigitan
ular adalah
salah
satu bentuk
yang
paling umum
dari
keracunan oleh racun alami di seluruh dunia.Banyak bisa ular serupa dalam modus tindakan dan
konstituen, menjadi campuran protein
atau polipeptida.Toksisitas beberapa bisa ular dapat dilihat pada Tabel 10.1. Racun campuran dan akibatnya menimbulkan berbagai efek. Misalnya, adanya protein asing dapat menyebabkan reaksi anafilaksis, meskipun hal ini jarang terjadi, dan reaksi
alergi tersebut
dapat menyebabkan
kematian dalam
beberapa
menit. Komponen enzim dapat mencernaberbagai konstituen jaringan baik di lokasi aksi, menyebabkan nekrosis lokal, atau di tempat lain menyebabkan efeksistemik. Misalnya, gigitan ular Diamondback, ular yang paling beracun di Amerika Serikat, memproduksi edemayang sangat menyakitkan dalam beberapa menit. Mual, muntah
dan
diare dapat
terjadi dan
efek jantung,
sepertipenurunan tekanan darah arteri sistemik dan lemah serta nadi cepat. Sistem saraf pusat dapat dipengaruhi,menyebabkan kelumpuhan pernapasan. Anemia hemolitik dan haemoglobinuria kadang-kadang ada trombosis saraf bisa
dan perdarahan. Permeabilitas berubah,
terjadi, dan pembuluh
dan anoksiaserebral, edema
jantung juga berkembang. Banyak
mungkin
darah dan konduksi paru
fosfolipase ditemukan
dan gagal dalam racun
ular kadang-kadang menyebabkan intravaskular hemolisis dengan tindakan langsung
pada membran sel
darah
merah. Sebagian
ular mengandung phosphodiesterase yang menyerang polinukleotida.
besar bisa
2.
Tetrodotoxin Racun
ini ditemukan
dalam ikan puffer, kadal dan bakteri
dan telah
dipelajari secara ekstensif. Ikan dimakansebagai makanan lezat di
Jepang
dan asalkan ikan tersebut dipersiapkan dengan benar sehingga bisa dimakan dan aman. Namun, kematian yang salah pada ikan dan
terjadi
yang dihasilkan
sekitar 60 persen
dari persiapan yang kasus keracunan yang
fatal. Tetrodotoxin dan ichthyocrinotoxin yang ditemukan
dalam telur, hati
dan kulit ikan.Tetrodotoxin adalah racun saraf yang sangat kuat, mematikan pada dosis sekitar 10 G kg/ 1 berat badan. Efek awaladalah kesemutan di mulut diikuti dalam 10-45 menit dengan otot inkoordinasi, air liur, kulit mati rasa, muntah, diare dan
kejang-kejang. Hasil Kematian
rangka. Sensorik serta saraf
dari kelumpuhan otot
motorik terpengaruh dandiyakini
bahwa tetrodotoxin selektif menghambat saluran
natrium sepanjang
akson, mencegah potensial aksi. 3.
Chlorotoxin Chlorotoxin (Cltx) adalah senyawa aktif
yang
kalajengking.
ditemukan di racun
Memiliki kemampuan untuk
menghambat konduktansi saluran klorida. Terkena Cltx dalam dosis yang banyak dapat
mengakibatkan kelumpuhan melalui gangguan saluran
dengan toksin
botulinum, Cltx telah terbukti
ion. Mirip
memiliki nilaiterapeutik
yang
signifikan. Bukti menunjukkan bahwa Cltx dapat menghambat kemampuan untuk glioma untukmenyusup jaringan saraf yang sehat di otak, secara signifikan mengurangi kerugian invasif potensial yang disebabkan oleh tumor. 4.
Conotoxin Conotoxin mewakili kategori racun yang dihasilkan oleh siput kerucut yang hidup di laut, dan mampumenghambat aktivitas sejumlah saluran ion seperti kalsium, natrium, kalium atau saluran. Dalam dikeluarkan oleh berbagai berbagai jenis conotoxins, yang berbeda, sehingga
banyak kasus,racun
jenis siput
kerucut mencakup
mungkin khusus
menciptakan racun yang
yang
untuk saluran
ion yang
mampu meluas gangguan fungsi
saraf. Salah
satu
bentuk unik conotoxins, ω-conotoxin (. ω-CgTx) sangat
spesifik untuk saluran Ca dan telah menunjukkan kegunaan dalam mengisolasi racun dari sistem. Sebagai kalsium fluks diperlukan untuk rangsangan yang tepat dari sel, setiappenghambatan signifikan dapat besar fungsionalitas. Secara
mencegah sejumlah
signifikan, ω-CgTx mampumengikat dan
menghambat saluran kalsium yang terletak di membran neuron tapi bukan dari selsel otot. 5.
Apitoxin Apitoxin atau madu racun lebah, adalah cairan tak berwarna dan pahit. Bagian aktif dari racun adalah campuran kompleks protein, yang menyebabkan peradangan lokal dan bertindak sebagai antikoagulan. Racun ini diproduksi dalam perut lebah pekerja dari campuran sekresi asam dan basa. Apitoxin bersifat asam (pH 4,5-5,5). Sebuah lebah madu dapat menyuntikkan 0,1 mg racun melalui penyengat nya. Apitoxin mirip dengan jelatang toksin. Diperkirakan bahwa 1% dari populasi alergi terhadap sengatan lebah. Racun lebah terapi digunakan oleh beberapa sebagai pengobatan untuk rematik dan penyakit sendi karena antikoagulan dan sifat anti-inflamasi. Hal ini juga digunakan untuk menurunkan rasa mudah terpengaruh orang alergi terhadap sengatan serangga. Terapi racun lebah juga dapat disampaikan dalam bentuk Bee Venom Balm meskipun ini mungkin kurang ampuh daripada menggunakan sengatan lebah hidup. Komponen utama yang terdiri dari 52% melittin peptida racun. Melittin adalah agen anti-inflamasi yang kuat dan menginduksi produksi kortisol dalam tubuh. Apamin meningkatkan produksi kortisol dalam kelenjar adrenal. Apamin adalah neurotoksin ringan. Adolapin, terdiri dari 2-5% dari peptida, bertindak sebagai anti-inflamasi dan analgesik karena blok siklooksigenase. Fosfolipase A2 berjumlah 10-12% dari peptida dan merupakan komponen yang paling merusak apitoxin. Ini adalah enzim yang merusak fosfolipid membran sel yang terbuat dari. Hal ini juga menyebabkan penurunan tekanan darah dan
menghambat pembekuan darah. Fosfolipase A2 mengaktifkan asam arakidonat yang dimetabolisme dalam siklus siklooksigenase untuk membentuk prostaglandin. Prostaglandin mengatur respon inflamasi tubuh. Toksin dari tawon mengandung fosfolipase A1. Hyaluronidase terdiri 1-3% dari peptida melebarkan kapiler menyebabkan Histamin terdiri 0,5-2% dan terlibat dalam respon alergi. Dopamin dan noradrenalin yang terdiri 1-2% peningkatan denyut nadi. Protease inhibitor terdiri 2% dan bertindak sebagai agen anti-inflamasi dan menghentikan pendarahan. Tertiapin juga merupakan komponen dalam racun lebah. 6.
Stromatoxin Pertama kali diidentifikasi dalam racun tarantula Afrika Stromatopelma calceatum (yang featherleg babon laba-laba). Singkatan teknis untuk toksin adalah ScTx1. Stromatoxin adalah peptida yang terdiri dari 34 asam amino yang dimiliki struktural 'inhibitor sistein simpul' peptida laba-laba. Toksin diidentifikasi menggunakan skrining sistematis dari efek racun dari beberapa spesies tarantula pada KV2-saluran Xenopus laevis (katak bercakar Afrika) . Bioassay fraksinasi dipandu dan kromatografi diidentifikasi stromatoxin sebagai komponen fungsional. Pengaruh stromatoxin pada saluran kalium, penghambatan maksimal tercapai antara -30 dan 0 mV, sedangkan penghambatan parsial pada nilai lebih positif dari +10 mV. Meskipun saluran masih bisa diaktifkan, depolarisasi jauh lebih besar diperlukan. Dengan menghalangi saluran kalium, stromatoxin memiliki berbagai macam tindakan. Saluran target dapat ditemukan dalam jaringan jantung, neuron dan sel-sel otot polos. Dalam sel jantung, peran mereka lebih terfokus pada ketinggian dan durasi dari fase plateau potensial aksi, repolarisasi membran sel, refractoriness jantung dan otomatisitas. Dalam sistem saraf, tipe A dan saluran kalium menentukan membran potensial istirahat, tindakan potensial durasi dan repolarisasi. Jadi, toksin terlibat dalam rangsangan membran, pelepasan hormon, dan transduksi sinyal dan pengolahan.Pengaruh toksin sangat bervariasi dengan
jaringan di mana saluran disajikan. Stromatoxin misalnya melarang apoptosis pada enterosit dan menghambat penyempitan myogenic di (tikus) arteri serebral. 7.
Vanillotoxins (VaTxs, subtipe VaTx1, VaTx2, dan VaTx3) Vanillotoksin
adalah
neurotoksin
yang
ditemukan
dalam
racun
tarantula Psalmopoeus cambridgei. Vanillotoksin bertindak sebagai agonis untuk reseptor transien potensial kation saluran subfamili anggota V 1 (TRPV1), mengaktifkan sistem sensorik nyeri. VaTx1 dan 2 juga bertindak sebagai antagonis untuk KV2-jenis tegangan-gated saluran kalium (KV2), mendorong perilaku lumpuh pada hewan kecil. P. cambridgei, tarantula dari Trinidad, menggunakan racun untuk melumpuhkan mangsanya. Di antara senyawa lain, racun ini memiliki semua tiga subtipe dari VaTxs: VaTx1, VaTx2, dan VaTx3. Nama racun ini berasal dari reseptor vanilloid TRPV1, dimana VaTxs mengikat.. Vanillotoxins memiliki homologi dekat dengan inhibitor sistein simpul (ICK) racun lain. ICK racun yang paling dikenal sebagai blocker saluran kation. Struktur yang tepat dari VaTxs belum disimpulkan, meskipun beberapa model awal telah diajukan.VaTxs adalah 53-82% identik dalam urutan asam amino. VaTx1 dan VaTx2 memiliki struktur hampir sama, sementara VaTx3 menunjukkan beberapa keragaman yang ekstrusi lingkaran protein. Pada manusia, efek VaTxs belum sistematis dipelajari. Secara umum, racun P. cambridgei dikenal untuk menghasilkan rasa sakit, tetapi jumlah toksin yang hadir dalam gigitan terlalu rendah untuk menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Efek dari VaTxs pada TRPV1 dan KV2 telah dipelajari dengan menyuntikkan VaTxs subkutan pada tikus. VaTxs mengikat ke domain pori ekstraselular TRPV1 dalam sistem saraf perifer menyebabkan pembukaan pori dan kation masuknya, sehingga memicu aktivasi sistem nyeri. Meskipun arsitektur yang sama dari TRPV1 dan KV2, VaTx1 dan VaTx2 mengikat ke domain tegangansensing dari KV2 daripada pori-domain. Dengan demikian, mereka meningkatkan potensi ambang tindakan dalam sambungan neuromuskuler, memunculkan perilaku lumpuh..
8.
Onchidal Onchidal
adalah
racun alami
yang
diproduksi sebagai sekresi defensif oleh moluska Onchidella binneyi dan beberapa spesies
terkait
lainnya di Onchidella. Onchidal
bertindak
sebagai inhibitor acetylcholinesterase ireversibel,mekanisme sama pada aksi seperti
yang
dari agen
yang saraf yang
mematikan, namun onchidal bukanlah suatu senyawa organofosfat atau karbamat dan sedikit
memiliki
kemiripan
dengan senyawa lain. 9.
Batrachotoxins (BTX) BTX sangat ampuh untuk kardiotoksik dan neurotoksik, alkaloid steroid ditemukan pada spesies tertentu katak (racun katak panah), kumbang, dan burung (Ifrita kowaldi, Colluricincla megarhyncha). BTX adalah neurotoxin non-peptidal dikenal paling kuat. Batrachotoxin berasal dari kata Yunani "batrachos" (βάτραχος) yang berarti katak, dan "toxine" (τοξίνη) yang berarti racun. Lebih dari 100 racun telah diidentifikasi dari sekresi kulit katak anggota keluarga Dendrobatidae, terutamaDendrobates dan Phyllobates. Anggota dari genus Dendrobates, Ranitomeya, dan Oophaga juga dikenal sebagai "racun panah" atau
"racun
panah"
katak.
Namun,
hanya
katak
dari
genus Phyllobates menghasilkan batrachotoxin sangat mematikan. Salah satu contoh ini akan menjadi Phyllobates terribilis, juga dikenal sebagai Golden Poison katak. Katak ini dianggap oleh beberapa orang untuk menjadi salah satu hewan paling beracun di dunia. Racun merembes melalui pori-pori, folikel rambut, dan lecet. Toksin dilepaskan melalui sekret berwarna atau susu dari kelenjar yang terletak di bagian belakang dan di belakang telinga katak dari Phyllobates. Ketika salah satu dari katak ini adalah gelisah, merasa terancam atau merasa sakit, toksin refleks dirilis melalui beberapa kanal. BTX Sebagai neurotoxin yang mempengaruhi sistem saraf. Fungsi neurologis tergantung pada depolarisasi saraf dan serat otot akibat peningkatan
permeabilitas ion natrium dari membran sel bersemangat. Racun larut dalam lemak seperti batrachotoxin tindakan langsung pada saluran ion natrium terlibat dalam generasi potensial aksi dan dengan memodifikasi baik selektivitas ion dan sensitivitas tegangan. Ini memiliki efek langsung pada sistem saraf perifer (PNS). Batrachotoxin di PNS menghasilkan peningkatan permeabilitas (selektif dan ireversibel) dari membran sel beristirahat untuk ion natrium, kalium tanpa mengubah atau konsentrasi kalsium. Masuknya natrium depolarizes membran sel sebelumnya terpolarisasi. Batrachotoxin juga mengubah selektivitas ion dengan meningkatkan permeabilitas saluran terhadap kation yang lebih besar. Saluran natrium menjadi terus-menerus aktif pada potensial membran. Batrachotoxin membunuh secara permanen dengan menghalangi transmisi sinyal saraf ke otot. Dalam laymans, batrachotoxin mengikat dan tidak membuka saluran natrium sel saraf tersebut. Neuron ini tidak lagi mampu 'menembak' (mengirim pesan) dan menyebabkan kelumpuhan. Meskipun umumnya diklasifikasikan sebagai neurotoxin, batrachotoxin telah menandai efek pada otot-otot jantung. Efek ini mirip dengan efek kardiotoksik digitalis (digoxin), racun yang ditemukan di pabrik foxglove. Batrachotoxin mengganggu konduksi jantung, menyebabkan aritmia, ekstrasistol, fibrilasi ventrikel dan perubahan lain yang menyebabkan serangan jantung. Batrachotoxin menginduksi asetilkolin pada saraf dan otot dan penghancuran vesikel sinaptik, juga. Batrachotoxin R lebih beracun dibandingkan terkait batrachotoxinin A. Perubahan struktural dalam saraf dan otot disebabkan oleh arus besar ion natrium, yang menghasilkan perubahan osmotik. Kegiatan Batrachotoxin bergantung pada suhu, dengan aktivitas maksimum pada 37 ° C (99 ° F). Kegiatannya juga lebih cepat pada pH basa, yang menunjukkan bahwa bentuk unprotonated mungkin lebih aktif. Saat ini tidak ada obat penawar yang efektif ada untuk pengobatan keracunan batrachotoxin. Veratridine, aconitine dan grayanotoxin seperti batrachotoxin adalah racun larut dalam lemak yang sama mengubah selektivitas ion dari saluran natrium, menunjukkan situs umum tindakan. Karena kesamaan ini,
pengobatan untuk keracunan batrachotoxin terbaik mungkin mencontoh, atau berdasarkan, pengobatan untuk salah satu racun tersebut. Pengobatan juga dapat dimodelkan setelah itu untuk digitalis, yang menghasilkan efek kardiotoksik agak mirip. 10. Bufotoxins Bufotoksin
adalah
keluarga zat beracun
yang
ditemukan di parotoid kelenjar, kulit dan racun banyak kodok(genus Bufo); amfibi lainnya, dan beberapa tanaman dan jamur. Komposisi yang
tepat sangat
tertentu toksin. Bufotoxin
bervariasi dengansumber
dapat
berisi: 5-Meo-
DMT, bufagins, bufotalin, bufotenine, bufothionine, epinefrin,norepinefrin, dan serotonin. Istilah bufotoxin juga
dapat
digunakan secara
khusus untuk
menggambarkan konjugat dari bufagin dengan suberylargine. Kodok diketahui mensekresikan bufotoxin adalah Bufo alvarius, Bufo ame ricanus, Bufo arenarum, Bufoasper, Bufo blombergi, Bufo bufo, Bufo gargarizans , Bufo formosus, Bufo fowleri, Bufo Marinus, Bufomelanostictus, Bufo peltocephalus, Bufo quercicus, Bufo regularis, Bufo valliceps , Bufo viridis, dan Bufo vulgaris II.2 Toksikologi Tumbuhan Banyak spesies tumbuhan di dunia tidak dapat dimakan karena kandungan racun yang dihasilkannya. Proses domestikasi atau pembudidayaan secara berangsur-angsur dapat menurunkan kadar zat racun yang dikandung oleh suatu tanaman sehingga tanaman pangan yang kita konsumsi mengandung racun dengan kadar yang jauh lebih rendah daripada kerabatnya yang bertipe liar (wild type). Penurunan kadar senyawa racun pada tanaman yang telah dibudidaya antara lain dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. Karena racun yang dihasilkan oleh tanaman merupakan salah satu cara untuk melawan predator, maka tidak mengherankan bila tanaman pangan modern jauh lebih rentan terhadap penyakit. Beberapa kelompok racun yang ditemukan pada tanaman yang biasa kita
konsumsi, ada beberapa yang larut lemak dan dapat bersifat bioakumulatif. Ini berarti bila tanaman tersebut dikonsumsi, maka racun tersebut akan tersimpan pada jaringan tubuh, misalnya solanin pada kentang. Kadar racun pada tanaman dapat sangat bervariasi. Hal itu dipengaruhi antara lain oleh keadaan lingkungan tempat tanaman itu tumbuh (kekeringan, suhu, kadar mineral, dll) serta penyakit. Varietas yang berbeda dari spesies tanaman yang sama juga mempengaruhi kadar racun dan nutrien yang dikandungnya.
Tabel 1. Contoh racun yang terkandung pada tanaman pangan dan gejala keracunannya Racun
Terdapat
pada Gejala keracunan
tanaman Fitohemaglutinin
Kacang merah
Mual,
muntah,
nyeri
perut,diare. Glikosida sianogenik
Singkong, rebung, biji Penyempitan buah-buahan(apel, aprikot,
nafas,mual,
saluran muntah,
pir,plum, sakit kepala.
ceri, peach) Glikoalkaloid
Kentang, tomat hijau
Rasa terbakar di mulut, sakitperut, mual,muntah.
Kumarin
Parsnip, seledri
Sakit perut, nyeri pada kulitjika terkena sinar matahari.
Kukurbitasin
Zucchini
Muntah,
kram
perut,
diare,pingsan. Asam oksalat
Bayam, rhubarb, teh
Kram, mual, muntah, sakit kepala.
Racun alami pada tanaman pangan dan pencegahan keracunannya
1.
Kacang merah (Phaseolus vulgaris) Racun alami yang dikandung oleh kacang merah disebut fitohemaglutinin (phytohaemagglutinin), yang termasuk golongan lektin. Keracunan makanan oleh racun ini biasanya disebabkan karena konsumsi kacang merah dalam keadaan mentah atau yang dimasak kurang sempurna. Gejala keracunan yang ditimbulkan antara lain adalah mual, muntah, dan nyeri perut yang diikuti oleh diare. Telah dilaporkan bahwa pemasakan yang kurang sempurna dapat meningkatkan toksisitas sehingga jenis pangan ini menjadi lebih toksik daripada jika dimakan mentah. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya keracunan akibat konsumsi kacang merah, sebaiknya kacang merah mentah direndam dalam air bersih selama minimal 5 jam, air rendamannya dibuang, lalu direbus dalam air bersih sampai mendidih selama 10 menit, lalu didiamkan selama 45-60 menit sampai teksturnya lembut.
2.
Singkong Singkong mengandung senyawa yang berpotensi racun yaitu linamarin dan lotaustralin. Keduanya termasuk golongan glikosida sianogenik. Linamarin terdapat pada semua bagian tanaman, terutama terakumulasi pada akar dan daun. Singkong dibedakan atas dua tipe, yaitu pahit dan manis. Singkong tipe pahit mengandung kadar racun yang lebih tinggi daripada tipe manis. Jika singkong mentah atau yang dimasak kurang sempurna dikonsumsi, maka racun tersebut akan berubah menjadi senyawa kimia yang dinamakan hidrogen sianida, yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Singkong manis mengandung sianida kurang dari 50 mg per kilogram, sedangkan yang pahit mengandung sianida lebih dari 50 mg per kilogram. Meskipun sejumlah kecil sianida masih dapat ditoleransi oleh tubuh, jumlah sianida yang masuk ke tubuh tidak boleh melebihi 1 mg per kilogram berat badan per hari. Gejala keracunan sianida antara lain meliputi penyempitan saluran nafas, mual, muntah, sakit kepala, bahkan pada kasus berat dapat menimbulkan kematian. Untuk mencegah keracunan singkong, sebelum dikonsumsi sebaiknya singkong dicuci untuk menghilangkan tanah yang menempel, kulitnya dikupas, dipotong-potong, direndam dalam air bersih yang hangat selama beberapa hari, dicuci, lalu dimasak sempurna, baik itu dibakar atau
direbus. Singkong tipe manis hanya memerlukan pengupasan dan pemasakan untuk mengurangi kadar sianida ke tingkat non toksik. Singkong yang umum dijual di pasaran adalah singkong tipe manis. 3.
Pucuk bambu (rebung) Racun alami pada pucuk bambu termasuk dalam golongan glikosida sianogenik. Untuk mencegah keracunan akibat mengkonsumsi pucuk bambu, maka sebaiknya pucuk bambu yang akan dimasak terlebih dahulu dibuang daun terluarnya, diiris tipis, lalu direbus dalam air mendidih dengan penambahan sedikit garam selama 8-10 menit. Gejala keracunannya mirip dengan gejala keracunan singkong, antara lain meliputi penyempitan saluran nafas, mual, muntah, dan sakit kepala.
4.
Biji buah-buahan Contoh biji buah-buahan yang mengandung racun glikosida sianogenik adalah apel, aprikot, pir, plum, ceri, dan peach. Walaupun bijinya mengandung racun, tetapi daging buahnya tidak beracun. Secara normal, kehadiran glikosida sianogenik itu sendiri tidak membahayakan. Namun, ketika biji segar buah-buahan tersebut terkunyah, maka zat tersebut dapat berubah menjadi hidrogen sianida, yang bersifat racun. Gejala keracunannya mirip dengan gejala keracunan singkong dan pucuk bambu. Dosis letal sianida berkisar antara 0,5-3,0 mg per kilogram berat badan. Sebaiknya tidak dibiasakan mengkonsumsi biji dari buah-buahan tersebut di atas. Bila anak-anak menelan sejumlah kecil saja biji buah-buahan tersebut, maka dapat timbul gejala keracunan dan pada sejumlah kasus dapat berakibat fatal.
5.
Kentang Racun alami yang dikandung oleh kentang termasuk dalam golongan glikoalkaloid, dengan dua macam racun utamanya, yaitu solanin dan chaconine. Biasanya racun yang dikandung oleh kentang berkadar rendah dan tidak menimbulkan efek yang merugikan bagi manusia. Meskipun demikian, kentang yang berwarna hijau, bertunas, dan secara fisik telah rusak atau membusuk dapat mengandung kadar glikoalkaloid dalam kadar yang tinggi. Racun tersebut terutama terdapat pada daerah yang berwarna hijau, kulit, atau daerah di bawah kulit. Kadar
glikoalkaloid yang tinggi dapat menimbulkan rasa pahit dan gejala keracunan berupa rasa seperti terbakar di mulut, sakit perut, mual, dan muntah. Sebaiknya kentang disimpan di tempat yang sejuk, gelap, dan kering, serta dihindarkan dari paparan sinar matahari atau sinar lampu. Untuk mencegah terjadinya keracunan, sebaiknya kentang dikupas kulitnya dan dimasak sebelum dikonsumsi. 6.
Tomat hijau Tomat mengandung racun alami yang termasuk golongan glikoalkaloid. Racun ini menyebabkan tomat hijau berasa pahit saat dikonsumsi. Untuk mencegah terjadinya keracunan, sebaiknya hindari mengkonsumsi tomat hijau dan jangan pernah mengkonsumsi daun dan batang tanaman tomat.
7.
Parsnip (semacam wortel) Parsnip
mengandung
racun
alami
yang
disebut
furokumarin
(furocoumarin). Senyawa ini dihasilkan sebagai salah satu cara tanaman mempertahankan diri dari hama serangga. Kadar racun tertinggi biasanya terdapat pada kulit atau lapisan permukaan tanaman atau di sekitar area yang rusak. Racun tersebut antara lain dapat menyebabkan sakit perut dan nyeri pada kulit jika terkena sinar matahari. Kadar racun dapat berkurang karena proses pemanggangan atau perebusan. Lebih baik bila sebelum dimasak, parsnip dikupas terlebih dahulu. 8.
Seledri Seledri mengandung senyawa psoralen, yang termasuk ke dalam golongan kumarin. Senyawa ini dapat menimbulkan sensitivitas pada kulit jika terkena sinar matahari. Untuk menghindari efek toksik psoralen, sebaiknya hindari terlalu banyak mengkonsumsi seledri mentah, dan akan lebih aman jika seledri dimasak sebelum dikonsumsi karena psoralen dapat terurai melalui proses pemasakan.
9.
Zucchini (semacam ketimun) Zucchini
mengandung
racun
alami
yang
disebut
kukurbitasin
(cucurbitacin). Racun ini menyebabkan zucchini berasa pahit. Namun, zucchini yang telah dibudidayakan (bukan wild type) jarang yang berasa pahit. Gejala
keracunan zucchini meliputi muntah, kram perut, diare, dan pingsan. Sebaiknya hindari mengkonsumsi zucchini yang berbau tajam dan berasa pahit. 10. Bayam Asam oksalat secara alami terkandung dalam kebanyakan tumbuhan, termasuk bayam. Namun, karena asam oksalat dapat mengikat nutrien yang penting bagi tubuh, maka konsumsi makanan yang banyak mengandung asam oksalat dalam jumlah besar dapat mengakibatkan defisiensi nutrien, terutama kalsium. Asam oksalat merupakan asam kuat sehingga dapat mengiritasi saluran pencernaan, terutama lambung. Asam oksalat juga berperan dalam pembentukan batu ginjal. Untuk menghindari pengaruh buruk akibat asam oksalat, sebaiknya kita tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung senyawa ini terlalu banyak. Fitoaleksin adalah zat toksin yang dihasilkan oleh tanaman dalam jumlah yang cukup hanya setelah dirangsang oleh berbagai mikroorganisme patogenik atau oleh kerusakan mekanis dan kimia. Fitoaleksin dihasilkan oleh sel sehat yang berdekatan dengan sel-sel rusak dan nekrotik sebagai jawaban terhadap zat yang berdifusi dari sel yang rusak. Fitoaleksin terakumulasi mengelilingi jaringan nekrosis yang rentan dan resisten. Ketahanan terjadi apabila satu jenis fitoaleksin atau lebih mencapai konsentrasi yang cukup untuk mencegah patogen berkembang 2.3 Studi Kasus Senyawa Racun Sianida Dalam Singkong Seringkali kita mendengar adanya kasus keracunan akibat mengkonsumsi suatu makanan seperti kasus keracunan makanan yang dikejutkan oleh peristiwa yangdisebabkan sayur daun singkong. Kejadian yang terjadi di Bogor, pada pertengahan tahun 2002, sungguh sangat memilukan, bagaimana tidak peristiwa tragis ini terjadi hanya beberapa saat setelah masyarakat merayakan pesta Agustusan. Suasana riang warga desa Jambu Rt 001/04 Sukaraja, berubah menjadi suasana pilu dan penuh duka. Tidak ada yang menyangka, acara makan bersama dengan lauk sayur daun singkong, ikan asin, urapan, telur dan tempe goreng menjadikan 36 warga muntah-muntah dan dilarikan ke rumah sakit.
Gejala Gejala keracunan sianida, antara lain : Penyempitan saluran nafas Mual Muntah Sakit kepala Kasus berat dapat menimbulkan kematian. Pencegahan Untuk mencegah keracunan singkong, sebelum dikonsumsi sebaiknya singkong dicuci untuk menghilangkan tanah yang menempel, dikupas lalu direndam dalam air bersih yang hangat selama beberapa hari, dicuci lalu dimasak sempurna baik dibakar atau direbus. Disamping itu hidrogen sianida akan mudah hilang oleh penggodokan, asal tidak ditutup rapat. Dengan pemanasan, enzim yang bertanggung jawab terhadap pemecahan linamarin menjadi inaktif sehingga hidrogen sianida tidak dapat terbentuk. Singkong tipe manis hanya memerlukan pengupasan dan pemasakan untuk mengurangi kadar sianida ke tingkat non toksik. Singkong yang biasa dijual di pasar adalah singkong tipe manis. Selain itu adapun penawar racun, Penawar racun adalah obat yang dapat melawan efek dari racun. Pengobatan Pengobatan harus dilakukan secepatnya. Bila makanan diperkirakan masih ada di dalam lambung (kurang dari 4 jam setelah makan singkong), dilakukan pencucian lambung atau membuat penderita muntah. Diberikan Natrium thiosulfat 30% (antidotum) sebanyak 10-30 ml secara intravena perlahan. Bila timbul cyanosis dapat diberikan O2. Beberapa penawar racun yang sering digunakan adalah: Racun
Penawar
Asetominofen
NAC(N-asetilsistein).
Antikolinergik
Fisostigmin
Antikoagulan (warfarin/coumadin, heparin)
Vitamin K1, protamin.
Benzodiazepina
Perawatan pendukung, flumazenil
Botulisme
Antitoksin botulinum
Penyekat beta
Glukagon
Penyekat saluran kanal kalsium
Kalsium, Glukagon
Kolinergik
Atropin, Pralodixime dalam organofosfat dengan dosis berlebih
Karbon monoksida
Oksigen, Oksigen hiperbarat
Sianida
Amil Nitrat, Natrium Nitrat, Natrium Thiosulfat, Hidroksikobalamin
Digitoksin
Antibodi Fab digoksin
Besi
Deferoksamin
Isoniazid
Piridoksin
Timbal
BAL, EDTA, DMSA
Methemoglobinemia
Methelene Biru
Opiod
Nalokson
Alkokol beracun
Dialisis, Etanol Drip. Kemungkinan juga dapat menggunakan inhibitor enzim.
antidepresan trisiklik
Natrium bikarbonat
Ciguatera, Keracunan Ikan Laut Keracunan akibat makan ikan laut kadang muncul di koran Lombok Post ini, salah satunya diberitakan pada hari Senin 15 Januari 2006 yang lalu. Sebagian korban bahkan meninggal dunia, dengan puluhan orang harus dirawat. Tetapi penjelasan tentang keracunan ikan ini masih sangat jauh dari cukup untuk dapat dijadikan pelajaran oleh masyarakat, agar dapat menghindarinya di kemudian hari. Tulisan ini dimaksudkan untuk menambah penjelasan yang lebih rinci tentang keracunan akibat mengkonsumsi ikan yang secara ilmiah disebut dengan ciguatera. Ciguatera merupakan kondisi keracunan pada manusia yang diakibatkan oleh konsumsi hewan laut (ikan). Penyakit ini telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Ciguatera telah sering terjadi di kawasan tropis dan sub-tropis Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia yang terletak di antara kedua samudra tersebut merupakan salah satu kawasan yang banyak terjadi ciguatera. Setiap tahun diperkirakan 10.000-50.000 orang mengalami ciguatera di seluruh dunia. Penyebab utama ciguatera adalah makanan laut dari ikan bersirip (finfish). Tanda-tanda ciguatera Sindrom klinis ciguatera bermacam-macam, tergantung jenis dan jumlah toxin yang terkonsumsi dan kerentanan individu penderita. Waktu terjadinya sakit juga sangat bervariasi tergantung pada dosis. Walaupun demikian, biasanya keluhan ciguatera terjadi 1-6 jam setelah masuknya makanan beracun tersebut, 90% kasus terjadi dalam periode 12 jam. Pada umumnya, penderita ciguatera ditandai dengan muntah yang parah, diare dan sakit perut, dalam beberapa jam setelah makan ikan beracun. Jika gejala sakit perut (gastrointestinal) ini tidak terjadi, biasanya gejala yang muncul adalah rasa gatal, gerak yang lamban atau rasa terbakar di kulit. Gejala yang lebih khusus dari ciguatera adalah rasa gatal yang sakit dan parah, rasa panas atau terbakar, dan rasa seperti terkena strum listrik. Kadangkala gejala ini disertai dengan rasa sakit di sendi, tangan dan kaki, serta kram otot. Perasaan kehilangan gigi juga merupakan gejala yang umum terjadi pada penderita ciguatera. Sejumlah penderita menunjukkan pengindraan suhu yang terbalik, benda panas terasa dingin sedangkan benda dingin terasa panas. Gejala yang ditimbulkan ciguatera dapat hilang dalam beberapa hari, dapat juga tetap terasa hingga berbulan-bulan. Gejala sakit ciguatera dapat muncul kembali jika korban makan ikan yang mengandung ciguatoxin kembali, atau mengkonsumsi minuman beralkohol. Ikan herbivor yang beracun biasanya menyebabkan gangguan (sakit) pada system pencernaan dan syaraf. Ikan karnivor yang beracun dapat menyebabkan sakit yang lebih luas, termasuk gangguan peredaran darah dan jantung.
Penyebab produksi ciguatoxin Para ahli telah menduga setidaknya tiga faktor sebagai penyebab diproduksinya ciguatoxin. a) Pemutihan dan kematian karang. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa permukaan karang yang ditutupi oleh alga filamentous dan makroalga berkapur merupakan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan mikroalga beracun G. toxicus. Pemutihan dan kematian karang sekarang terjadi dimana-mana, dan kejadian ciguatera lebih sering terjadi terutama di kawasan yang terumbu karangnya rusak.Ikan beracun biasanya ditemukan di kawasan perairan suatu pulau yang menghadap arah angin b) Asosiasi dengan alga merah dan bakteri. Sejumlah peneliti melaporkan adanya hubungan antara populasi mikroalga beracun G. toxicus dengan makro alga dan bakteri. Di Hawai, populasi G. toxicus paling banyak ditemukan berasosiasi dengan alga merah Spyridia filamentosa. disamping itu, G. toxicus juga berasosiasi dengan makro alga lain yang tidak dimakan manusia, misalnya Turbinaria dan Sargasum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri mempengaruhi jenis toxin yang dihasilkan oleh dinoflagellata. Diduga bahwa bakteri menghasilkan nutrien yang diasimilasikan oleh dinoflagelata untuk memproduksi ciguatoxin. c) Pengaruh lingkungan. Jumlah bakteri di air laut banyak dipengaruhi oleh bahan pencemar yang dihasilkan oleh manusia, misalnya nutrien dari pertanian, banjir sungai, dan limbah kota. Dilaporkan terdapat korelasi yang signifikan antara jumlah dinoflagelata G. toxicus dengan NO2, NO3, NH4, PO4 dan total posfat. Bagaimana cara menghindari ciguatera? Penyuluhan terhadap masyarakat tentang ciguatera sangat dibutuhkan untuk menghindari terulangnya keracunan masal karena ciguatera. Masyarakat membutuhkan informasi yang dapat dipercaya dari lembaga yang memiliki otoritas untuk menjelaskan hal ini, misalnya Dinas Perikanan dan Kelautan dan Dinas Kesehatan. Peneliti ciguatera telah membuat daftar cara untuk menghindari ciguatera secara individu yaitu sebagai berikut: a) Hindari ikan karang (dasar) di air yang hangat, khususnya yang sudah dikenal pernah beracun, dan hindari ikan pelagis (atas) yang makan ikan tersebut, terutama di kawasan yang mempunyai sejarah ciguatera. b) Hindari semua jenis ikan yang berasal dari lokasi-lokasi yang menjadi sumber ciguatera. c) Hindari konsumsi belut laut, kecuali yang ditangkap dari lokasi yang tidak memiliki sejarah ciguatera. d) Hindari mengkonsumsi ikan, daging dan jerohan dari ikan yang berpotensi menyebabkan ciguatera.
e) Hanya konsumsi sedikit ikan (<50 gram) dalam sekali duduk makan. Untuk mendukung upaya masyarakat dalam menghindari ciguatera, pemerintah daerah perlu melakukan penyuluhan pada masyarakat dan pemetaan lokasi-lokasi yang pernah memiliki sejarah sebagai sumber ciguatera. Peneliti dari universitas atau lembaga penelitian perlu mengkaji pola-pola kemunculan ciguatera sehingga masyarakat dapat melakukan antisipasi sedini mungkin. Setiap musibah adalah sebuah pelajaran berharga bagi orangorang yang mau berfikir.
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik mengenai pembahasan ini ialah toksik berasal dari berbagai sumber, salah satunya ialah sumber alami yang biasa terdapat didalam atau biasa dosebut biotoksin. Biotoksin ini sendiri terdiri atas beberapa yaitu bersumber darihean, tumbuhan, jamur dan bakteri. Biotoksin yang berasal dari hewan ada bermacam-macam, antara lain ialah bisa Ular, Tetraodotoxin padaikan puffer, Chlorotoxin pada kalajengking, Conotoxin pada siput kerucut, Apitoxin pada lebah, Stromatoxin pada tarantula afrika Stromatopelma calceatum , Vanillotoxins pada tarantula Psalmopoeus cambridgei, Onchidal pada moluska Onchidella binneyi, Batrachotoxins (BTX) pada spesies tertentu katak (racun katak panah), kumbang, dan burung (Ifrita kowaldi, Colluricincla
megarhyncha),
dan Bufotoxins
pada
kodok (genus Bufo), amfibi lainnya, danbeberapa tanaman dan jamur. Biotoksin yang berasal dari Tumbuhan antara lain adalah Fitohemaglutinin pada Kacang merah, Glikosida sianogenik pada Singkong, rebung, dan biji buahbuahan, Glikoalkaloid pada Kentang dan tomat hijau, Kumarinpada Parsnip dan seledri, Kukurbitasin pada Zucchini, dan Asam oksalat pada Bayam, rhubarb dan teh.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. Keracunan pangan akibat bakteri patogen. Sentra informasi keracunan nasional, Badan POM RI.
Anonim, 2012. Racun alami pada tanaman pangan. Sentra informasi keracunan nasional BPOM RI.
Anonim, 2013. Plant toxins and antinutrients, genetically engineered organisms - public issues education project.
Manyur, 2002. Toksikologi agent-agent toksis & pemaparan. USU digital library. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Timbrell, John. 2003. Introduction to Toxicology Third Edition. New york: Taylor and Francis Inc